Pelayanan gizi rumah sakit adalah kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit baik rawat inap maupun rawat jalan, untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan, maupun mengoreksi kelainan metabolisme, dalam rangka upaya preventif, kuratif, rehabilitatif dan promotif (Depkes, 2006a). Visi pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang bermutu di rumah sakit yang bersifat paripurna sesuai dengan jenis dan kelas rumah sakit (Depkes, 2006a). Misi pelayanan gizi rumah sakit sejalan dengan misi rumah sakit. Misi pelayanan gizi rumah sakit adalah 1. Menyelenggarakan pelayanan gizi yang berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan klien/pasien untuk menunjang aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta meningkatkan kualitas hidup. 2. Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia. 3. Mengembangkan penelitian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) terapan (Depkes , 2006a). Pasien Rawat Inap Pada tahap penapisan dan pengkajian berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, antropometri, laboratorium dan pemeriksaan lainnya, dokter akan menetapkan apakah pasien memerlukan terapi diet atau tidak (Depkes, 2006a). Pada tahap implementasi/intervensi : a. Bila tidak memerlukan terapi diet :
1) Pasien dipesankan makanan biasa ke tempat pengolahan makanan. 2) Dari tempat pengolahan makanan di distribusikan ke ruang perawatan. Di ruang perawatan makanan disajikan ke pasien. 3) Selama dirawat, pasien yang berminat mendapatkan penyuluhan mengenai gizi umum tentang makanan seimbang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan dan lingkungannya. 4) Pasien diamati dan dievaluasi secara fisik, antropometri, laboratorium dan lain-lain. Pengamatan juga dilakukan untuk menilai nafsu makan dan asupan makanannya. Hasil penilaian tersebut membuka kemungkinan bahwa ia memerlukan penyesuaian diet atau tidak. 5) Bila tidak, tetap memperoleh makanan biasa sampai diperbolehkan pulang. 6) Bila memerlukan terapi diet, prosesnya sama dengan bila ia semula memerlukan terapi diit (Depkes, 2006a). b. Bila memerlukan terapi diet : 1) Bagi pasien yang direncanakan dengan makanan khusus/diet, yang sesuai dengan keadaan fisik, psikis, penyakit, kebiasaan makan dan nafsu makan. 2) Selama dirawat pasien memperoleh penyuluhan atau konseling gizi agar diperoleh penyesuain paham tentang dietnya, pasien dapat menerima serta menjalankan diet. 3) Makanan khusus dipesankan ke tempat pengolahan makanan (dapur). Dari tempat pengolahan makanan diet didistribusikan ke ruang perawatan. Di
ruang perawatan makanan khusus disajikan ke pasien. 4) Pasien diamati dan dievaluasi secara fisik, antropometri, laboratorium, dan lain-lain. Pengamatan juga dilakukan untuk menilai nafsu makan dan asupan makanannya. Hasil penilainan tersebut membuka kemungkinan apakah ia memerlukan penyesuaian diit atau tidak. 5) Bila penyesuaian diit ini berupa perubahan makanan biasa, proses selanjutnya sama dengan butir a. 6) Bila penyesuaian diet ini berupa perubahan diet khusus, proses selanjutnya lihat pada butir b. 7) Bila pasien ternyata tidak memerlukan penyesuaian diet, maka saat akan pulang pasien memperoleh penyuluhan/konseling gizi tenteng penerapan diet di rumah. 8) Bila memerlukan tindak lanjut, pasien diminta mengikuti proses pelayanan gizi rawat jalan. 9) Bila tidak, kegaitan pelayanan gizi berakhir, dan pasien dapat dirunjuk ke puskesmas atau institusi kesehatan lainnya untuk pembinaan selanjutnya (Depkes, 2006a). Pelayanan gizi di ruang rawat adalah serangkaian proses kegiatan yang dimulai dari perencanaan hingga evaluasi diit pasien di ruang rawat. Pelayanan gizi rawat inap sering disebut juga dengan Terapi Gizi Medik (Depkes, 2006b). Pelayanan gizi pada pasien rawat inap merupakan serangkaian kegiatan selama
perawatan yang meliputi : a. Pengkajian status gizi Pengkajian status gizi adalah proses yang digunakan untuk menentukan status gizi pasien, mengidentifikasi gizi (kurang atau lebih), untuk menentukan preskripsi diet atau rencana diet, dan menu makanan yang harus diberikan kepada pasien (Depkes, 2006a). Pengkajian status gizi dapat dilakukan dengan cara : 1) Antropometri Setiap pasien akan diukur data antropometri, berupa tinggi badan, panjang badan, berat badan, tinggi lutut, tebal lemak bawah kulit, lingkar lengan atas, dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2006a). Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa dkk, 2001). 2) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik adalah melihat dan mengamati gejala gangguan gizi baik sign (gejala yang dapt diamati) dan symptom (gejala yang tidak dapat diamati, tetapi dirasakan oleh penderita gangguan gizi) (Supariasa dkk, 2001). Pemeriksaan fisik meliputi kesan klinis keadaan gizi, jaringan lemak subkutan, trofi otot dan defisiensi zat gizi lainnya. Pemeriksaan fisik
dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan klinis yang berhubungan dengan gangguan gizi atau untuk menentukan sebab akibat antara status gizi dengan kesehatan, serta menentukan terapi obat dan diet (Depkes, 2006b). Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi : tanda-tanda klinis kurang gizi (sangat kurus, pucat atau bengkak), atau gizi lebih (gemuk atau sangat gemuk/obesitas), sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan, sistem gastrointestinal, sistem metabolik/endokrin dan sistem neurologik/psikiatrik (Depkes, 2006a). 3) Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah untuk mendeteksi adanya kelainan biokimia dalam rangka mendukung diagnosa penyakit serta menegakkan masalah gizi pasien. Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk menentukan intervensi gizi dan memonitor/mengevaluasi terapi gizi. Data pemeriksaan laboratorium yang berhubungan dengan status gizi dan penyakit misalnya kadar Hb, albumin darah, glukosa, profil lipid, creatinin, kolesterol total, HDL, LDL, gula darah, ureum, creatin, asam urat, trigliserida, dan feses (Depkes dan Instalasi Gizi Perjan RSCM dan Asosiasi Dietisien Indonesia, 2006). Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk mendukung diagnosa penyakit dan untuk menentukan terapi gizi antara lain a) Darah : contoh darah lengkap, Hb, kolesterol total, HDL, LDL, Glukosa
darah, ureum, creatinin, asam urat dan trigliserida serta kadar vitamin dan mineral lain. b) Urin : contoh urin lengkap, glukosa/kadar gula, albumin. c) Feces : contoh feces (tinja), fungsi pencernaan, lemak, cacing (Depkes, 2006b). 4) Anamnesis riwayat gizi Setiap pasien rawat inap akan dianalisis mengenai kebiasaan makan sebelum dirawat yang meliputi asupan zat gizi, pola makan, bentuk dan frekuensi makan, serta pantangan/alergi terhadap makanan. Asupan zat gizi diukur dengan menggunakan model makanan (food model) dan selanjutnya dianalisis zat gizinya dengan menggunakan Daftar Analisa Bahan Makanan atau Daftar Bahan Makanan Penukar (Depkes, 2006a). Untuk menghitung konsumsi makanan dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif dilakukan untuk mengetahui pola makan dan metode kuantitatif untuk mengetahui jumlah asupan makanan per hari. Secara kuantitatif dapat dilakukan dengan metode food recall, food record, serta food weighing. Metode kualitatif dilakukan dengan menanyakan frekuensi makan dan riwayat pola makan (Depkes, 2006b). Analisis asupan gizi memberikan informasi perbandingan antara asupan dengan kebutuhan zat gizi dalam sehari. Setiap pasien rawat inap akan dianamnensis untuk mengetahui asupan zat gizi, pola makan, bentuk
dan frekuensi makan, serta pantangan makan. Kajian data gizi dapat juga dilakukan menggunakan perangkat lunak (software), contohnya nutriclin yang dapat memberi informasi tentang status gizi, hasli anamnesis dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG) (Depkes, 2006a). Data riwayat gizi yang diperlukan meliputi food recall 24 jam terakhir, frekuensi konsumsi makanan, catatan konsumsi makanan selama 3 hari, penggunaan suplemen zat gizi, pengetahuan tentang gizi, sikap terhadap makanan, alergi terhadap makanan, aktifitas fisik, dan penggunaan obat (Instalasi Gizi Perjan RSCM dan Asosiasi Dietisien Indonesia, 2006). b. Penentuan kebutuhan gizi sesuai dengan status gizi dan penyakitnya Penentuan kebutuhan gizi diberikan kepada pasien atas dasar status gizi, pemeriksaan klinis, dan data laboratorium. Selain itu perlu juga memperhatikan kebutuhan untuk penggantian zat gizi (replacement), kebutuhan harian, kebutuhan tambahan karena kehilangan (loss) serta tambahan untuk pemulihan jaringan atau organ yang sedang sakit. Perhitungan ini dapat menggunakan software seperti Nutriclin (Depkes, 2006a). c. Penentuan macam atau jenis diet sesuai dengan penyakitnya dan cara pemberian makanan Setelah dokter menentukan diet pasien tersebut, dietisien akan mempelajari menyusun rencana diet dan bila sudah sesuai selanjutnya akan menerjemahkan ke dalam menu dan porsi makanan serta frekuensi makan yang
akan diberikan dalam bentuk/konsistensi (biasa, lunak, cair, dsb) sesuai kebutuhan dengan memperhatikan zat gizi yang dibutuhkan serta macam dan jumlah bahan makanan yang digunakan. Apabila dari rencana diet tersebut diperlukan penyesuaian, maka dietisienakan mengkonsultasikannya kepada dokter (Depkes, 2006a). d. Konseling gizi Sebelum melaksanakan kegiatan konseling gizi, terlebih dahulu dibuat rencana konseling yang mencakup penetapan tujuan, sasaran, strategi, tindak lanjut. Tujuan dari konseling gizi adalah membuat perubahan perilaku makan pada pasien. Hal ini akan terwujud melalui : a. Penjelasan diet yang perlu dijalankan oleh pasien, yang diperlukan untuk proses penyembuhan. b. Kepatuhan pasien untuk melaksanakan diet yang telah ditentukan. c. Pemecahan masalah yang timbul dalam melaksanakan diet tersebut. Penyuluhan dan konsultasi gizi dapat diberikan secara perorangan maupun kelompok, berdasarkan kesamaan terapi diet pasien (Depkes, 2006a). e. Evaluasi dan monitoring pelayanan gizi Tujuan pemantauan/monitoring adalah untuk menentukan seberapa jauh rencana diet sudah dibuat dan tujuan dari terapi gizi medis sudah tercapai. Pementauan dilakukan untuk mengukur status gizi dan kesehatan pasien apakah sudah sesuai dengan rencana diet yang diberikan berdasarkan diagnosis gizi, rencana intervensi dan dampaknya. Dietisien harus terus berkomunikasi dengan
dokter penanggung jawab pasien agar setiap perubahan rencana diet dapat terus dipantau dan dilaksanakan secara tepat (Depkes, 2006b). Evaluasi adalah membandingkan secara sistematik kondisi yang ada pada saat ini dengan kondisi sebelunya, tujuan intervensi atau standar baku yang telah ditentukan. hasil evaluasi menjadi ukuran keberhasilan pelaksanaan pelayanan gizi rawat inap (Depkes, 2006b). Aktivitas utama dari proses evaluasi pelayanan gizi pasien adalah memantau pemberian makanan secara berkesinambungan untuk menilai proses penyembuhan dan status gizi pasien. Pemantauan tersebut mencakup antara lain perubahan diet bentuk makanan, asupan makanan, toleransi terhadap makanan yang diberikan, mual, muntah, keadaan klinis defekasi, hasil laboratorium dan lain-lain. Pemantauan berat badan dan status gizi perlu dilakukan secara rutin, sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya. Pada pasien anak pemantauan berat badan sebaiknya dilakukan setiap hari (Depkes, 2006a). Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Gizi di Ruang Rawat Inap a. Buku catatan harian pasien tentang perkembangan diet, termasuk catatan makanan sisa yang tidak dihabiskan. b. Formulir permintaan makanan untuk pasien baru c. Formulir pembatalan makanan untuk pasien pulang d. Formulir perubahan diet e. Formulir permintaan makan pagi, siang dan sore
f. Laporan harian tentang kegiatan penyuluhan (Depkes, 2006a) Pengkajian status gizi yang dilakukan pada pasien meliputi pemeriksaan klinis, pengukuran antropometri, pemeriksaan laboratorium, dan riwayat gizi. 4.3.1 Pemeriksaan Fisik Pasien yang baru masuk diperiksa secara klinis oleh dokter. Hasil pemeriksaan tersebut digunakan untuk menegakkan diagnosis penyakit yang kemudian digunakan untuk rencana diet pasien. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan bagian tubuh sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan, apakah muka pucat, ada oedeme, ada demam atau tidak dan lainnya. Dokter menentukan rencana diet sementara untuk pasien apakah memerlukan terapi diet atau tidak mengunakan Form Pemesanan Makanan Pasien Baru (PMPB) yang terdapat di lampiran 2. Menurut Depkes (2006a) pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan klinis yang berhubungan dengan gangguan gizi atau untuk menentukan hubungan sebab akibat antara status gizi dengan kesehatan, serta menentukan terapi obat dan diet. Pemeriksaan fisik meliputi: tanda-tanda klinis kurang gizi (sangat kurus, pucat atau bengkak) atau gizi lebih (gemuk atau sangat gemuk/obesitas), sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan, sistem gastrointestinal, sistem metabolik/endokrin dan sistem neurologik/psikiatrik. Dalam pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh dokter penanggung jawab sudah tepat, pemeriksaan untuk mendiagnosa penyakit berdasarkan kelainan klinis pasien yang berhubungan dengan masalah gizi, menentukan obat yang digunakan serta menentukan
rencana diet pasien. 4.3.2 Pengukuran Antropometri Pengukuran antropometri pada pasien anak dilakukan oleh perawat pada saat pasien baru masuk ruang rawat inap, untuk pasien dewasa pengukuran antropometri hanya dilakukan pada pasien yang berkeadaan khusus dan yang menderita asites. Pengukuran antropometri meliputi penimbangan berat badan, pengukuran panjang badan panjang, dan tinggi lutut. Pengukuran tersebut dimaksudkan untuk menghitung dosis obat dan sewaktu-waktu bila diperlukan digunakan untuk penilaian status gizi. Menurut Depkes (2006a) setiap pasien akan diukur data antropometri, berupa Tinggi Badan (TB), Panjang Badan (PB), Berat Badan (BB), Tinggi lutut, tebal lemak bawah kulit (skin fold technic), Lingkar Lengan Atas (LILA), dan lain sesuai dengan kebutuhan. Menurut Supariasa dkk (2001) antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Pengukuran antropometri yang dilakukan masih kurang tepat dalam pelaksanaannya yaitu pengukuran hanya dilakukan kepada pasien anak dan pasien dewasa yang berkeadaan khusus serta hanya sewaktu-waktu digunakan untuk penilaian status gizi. Pengukuran antropometri dilakukan untuk menunjang penentuan status gizi pasien yang bisa berpengaruh terhadap peningkatan kesembuhan. Oleh sebab itu, sebaiknya pengukuran antropometri dilakukan pada setiap pasien yang baru masuk
tidak hanya pada pasien anak dan pasien dewasa yang berkeadaan khusus untuk mengetahui status gizi pasien. 4.3.3 Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium dilakukan berdasarkan anjuran dokter penanggung jawab pasien. Pemeriksaan dilakukan untuk mendiagnosa penyakit yang diderita pasien serta menunjang pemeriksaan masalah gizi secara biokimia. Biasanya pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap meliputi kadar Hb, gula darah, status albumin, protein, hipoalbumin, ureum, creatinin, kolesterol, fungsi hati, fungsi ginjal dan lainnya. Hasil pemeriksaan digunakan untuk penentuan dan perubahan diet. Menurut Depkes (2006a) pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan biokimia dalam rangka mendukung diagnosa penyakit serta menegakkan masalah gizi klien/pasien. Pemeriksaaan ini dilakukan juga untuk menentukan intervensi gizi dan memonitor/mengevaluasi terapi gizi. Menurut Depkes (2006a) dan Instalasi Gizi Perjan RSCM dan Asosiasi Dietisien Indonesia (2006) data pemeriksaan laboratorium yang berhubungan dengan status gizi dan penyakit misalnya kadar Hb, albumin darah, glukosa, profil lipid, creatinin, kolesterol total, HDL, LDL, gula darah, ureum, creatine, asam urat, trigliserida, feces, jaringan yang berkaitan dengan status protein, penyakit ginjal, h ati, jantung, dan sebagainya. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan kepada pasien sudah tepat yaitu untuk mendukung diagnosa penyakit dan menegakkan masalah gizi dalam hal menentukan
serta merubah diet pasien sesuai dengan kondisi pasien 4.3.4 Riwayat Gizi Setiap pasien baru dikaji kebutuhan pasien akan dietnya, diberitahukan diet yang sedang dijalani dan mencatat semua makanan pantangan/yang dihindari. Anamnesa riwayat gizi dilakukan oleh perawat menggunakan isian form pengkajian keperawatan (terdapat dalam lampiran 3) mengenai riwayat kesehatan yang meliputi penyakit yang pernah dialami, alergi, kebiasaan merokok, minum kopi, obat, alcohol, pola nutrisi, frekuensi makanan, jenis makanan, nafsu makan, perubahan BB dalam 3 bulan terakhir yang ditanyakan pada saat pasien baru masuk ruang rawat. Pada pasien yang baru masuk, ahli gizi juga melakukan anamnesis riwayat gizi dengan menanyakan pola dan frekuensi makan pasien serta alergi/pantangan terhadap makanan. Semua data hasil pengukuran antropometri, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan hasil anamnesis riwayat gizi yang dilakukan oleh ahli gizi tidak dicatat menggunakan formulir. Apabila ada pasien yang mengalami masalah gizi yang memerlukan diet khusus, maka dokter penanggung jawab pasien akan berkonsultasi dengan dokter gizi rumah sakit. Dokter gizi akan melakukan anamnesis riwayat gizi pada pasien yang mengalami masalah gizi meliputi riwayat makan/pola makan sebelumnya, kesukaan terhadap makanan, berapa banyak makanan yang dimakan. Asupan zat gizi diukur oleh dokter gizi dengan perkiraan dari pola makan pasien yaitu frekuensi makan dan makanan yang dikonsumsi, disesuaikan dengan angka kebutuhan gizi. Untuk mengukur asupan
makanan pasien tidak dilakukan dengan menggunakan food model dikarenakan kondisi di ruang rawat yang tidak memungkinkan. Menurut Depkes (2006a) dan Instalasi Gizi Perjan RSCM dan Asosiasi Dietisien Indonesia (2006) setiap pasien rawat inap akan dianalisis mengenai kebiasaan makan sebelum dirawat. Data riwayat gizi meliputi food recall 24 jam terakhir, catatan konsumsi makanan selama 3 hari, penggunaan suplemen zat gizi, asupan zat gizi, pengetahuan tentang gizi, sikap terhadap makanan, pola makan, bentuk dan frekuensi makan, aktifitas fisik, pantangan/alergi terhadap makanan serta penggunaan obat. Menurut Depkes (2006b) untuk menghitung konsumsi makanan dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif dilakukan untuk mengetahui pola makan dan metode kuantitatif untuk mengetahui jumlah asupan makanan per hari. Secara kuantitatif dapat dilakukan dengan metode food recall, food record, serta food weighing. Metode kualitatif dilakukan dengan menanyakan frekuensi makan dan riwayat pola makan. Menurut Depkes (2006a) asupan zat gizi diukur dengan menggunakan model makanan (food model) dan selanjutnya dianalisis zat gizinya dengan menggunakan Daftar Analisa Bahan Makanan atau Daftar Bahan Makanan Penukar. Semua data antropometri, klinis, dan biokimia yang didapat dicatat pada formulir pencatatan gizi. Kajian gizi dapat juga dilakukan melalui penggunaan perangkat lunak (software), contohnya Nutriclin yang dapat memberi informasi tentang status gizi, hasil anamnesis dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG).
Anamnesis riwayat gizi sebaiknya dilakukan secara penuh oleh ahli gizi rumah sakit bukan perawat. Untuk menghitung konsumsi makanan pasien dilakukan secara kualitatif saja oleh ahli gizi dengan menanyakan frekuensi makan dan riwayat pola makan. Untuk penghitungan secara kuantitatif belum dilakukan. Untuk mendapatkan hasil penghitungan asupan makanan yang tepat pada pasien sebaiknya dilakukan penghitungan secara kuantitatif misalkan dengan food recall, lalu dihitung asupan zat gizinya berdasarkan Daftar Analisa Bahan Makanan atau Daftar Bahan Makanan Penukar yang kemudian dibandingkan asupan dengan kebutuhan zat gizi. Semua data antropometri, klinis, laboratorium dan hasil wawancara riwayat gizi tidak dilakukan pencatatan dalam formulir. Apabila tidak dilakukan pencatatan maka keadaan gizi pasien tidak dapat dibandingkan dari keadaan sebelumnya untuk mengetahui perkembangan keadaan pasien. Keadaan gizi pasien dapat berpengaruh terhadap peningkatan kesembuhan pasien. Sehingga ahli gizi perlu melakukan skrining/pengkajian gizi yang meliputi semua data antropometri, klinis dan laboratorium serta hasil wawancara riwayat gizi pada pasien baru masuk untuk mengetahui keadaan gizi pasien terutama status gizi dan menentukan apakah memerlukan terapi gizi atau tidak yang dituliskan pada formulir, bisa menggunakan formulir skrining/ pengkajian gizi. 4.4 INTERVENSI GIZI PADA PELAYANAN GIZI RAWAT INAP Kegiatan intervensi/implememtasi gizi yang dilakukan pada pasien antara lain penentuan diet, pengadaan makanan, konseling gizi, dan pencatatan gizi.
4.4.1 Penentuan Diet Penentuan kebutuhan gizi pertama kali dilakukan oleh dokter rumah sakit. Penentuan kebutuhan gizi diberikan berdasarkan pemeriksaan klinis, antropometri dan hasil pemeriksaan laboratorium pasien. Dokter menghitung perkiraan kebutuhan energi dan menuliskan jenis diet yang akan dijalani oleh pasien serta konsistensi makanan yaitu ML (Makanan Lunak), MS (Makanan Saring), MC (Makanan Cair), NT (Nasi Tim), MB (Makanan Biasa). Jenis diet pasien ditulis dalam formulir Permintaan Makan Pasien Baru (PMPB). Perkiraan kebutuhan energi dilakukan pada pasien yang menderita diabetes melitus. Untuk pasien yang berkeadaan khusus seperti dalam keadaan koma, penentuan diet dan kebutuhan gizi dihitung oleh dokter gizi rumah sakit. Diet pasien ditulis dalam formulir konsultasi (terdapat dalam lampiran 4) yang berisi jadwal pemberian makanan, diet pasien, konsistensi makanan serta porsi makanan. Hal yang dipertimbangkan dalam penetuan kebutuhan gizi pasien adalah kondisi pasien, penyakit yang diderita, fungsi organ tubuhnya, kebutuhan untuk penggantian zat gizi, kebutuhan harian, kebutuhan tambahan karena kehilangan seta untuk pemulihan jaringan atau organ. Ahli gizi melakukan evaluasi penentuan kebutuhan gizi dan diet pasien berdasarkan keadaan pasien, apabila dirasakan perlu penyesuaian maka ahli gizi rumah sakit akan mengkonsultasikannya dengan dokter. Menurut Depkes (2006a) setelah dokter menentukan diet pasien tersebut, dietisien akan mempelajari serta menyusun rencana diet. Bila diet tersebut sudah sesuai,
selanjutnya dietician akan menerjemahkan ke dalam menu dan porsi makanan serta frekuensi makan yang akan diberikan. Makanan diberikan dalam berbagai bentuk/konsistensi (biasa, lunak, cair dsb), sesuai dengan kebutuhan dengan memperhatikan zat gizi yang dibutuhkan serta macam dan jumlah bahan makanan yang digunakan. Apabila dari rencana diet tersebut perlu dilakukan penyesuaian, maka dietisien akan mengkonsultasikannya kepada dokter. Menurut Instalasi Gizi Perjan RSCM dan Asosiasi Dietisien Indonesia (2006), dalam keadaan khusus, diet disusun secara individual dengan mencantumkan kebutuhan energi dan zat-zat gizi, bentuk makanan, frekuensi dan jadwal pemberian, serta besar porsi. Selain diolah sendiri, makanan dapat diolah dari formula-formula khusus yang diperoleh dari makanan kemasan yang banyak beredar di pasaran. Penentuan diet sudah tepat, diet pertama kali ditentukan oleh dokter yang juga mencantumkan konsistensi makanan, pencantuman kebutuhan energi dan zat-zat gizi dilakukan pada pasien yang berkeadaan khusus, makanan dengan formula khusus ada yang diolah sendiri dan ada yang menggunakan formula khusus yang beredar di pasaran. 4.4.2 Pengadaan Makanan Setelah dokter menentukan diet pasien, maka akan dipesankan makanan ke dapur instalasi gizi. Dalam proses pemesanan makanan pasien, sehari sebelumnya perawat mengisi Daftar Permintaan Makanan Pasien (DPMP) terdapat dalam lampiran 5. Apabila perawat sedang sibuk, maka pengisian daftar permintaan makanan pasien diisi oleh waiter bersamaan dengan pendistribusian makan pasien. Waiter akan membawa DPMP
ke dapur untuk dilaporkan ke kepala ahli gizi catering. DPMP berisi nama pasien, kelas/lantai, ruangan, diit pasien, pantangan/alergi, waktu makan yang terdiri dari breakfast (makan pagi), snack pagi, lunch (makan siang), snack sore, dan diner (makan malam). Kemudian ahli gizi catering mengambil stiker menu sesuai jumlah pasien pada DPMP dan dapat ditambah sewaktu-waktu apabila ada pasien baru sesuai dengan informasi dari perawat. Dietician mengisi data pasien pada form stiker menu (terdapat dalam lampiran 6) sesuai data pada DPMP yaitu nama pasien, no. kamar, no. tempat tidur, diet pasien, dan hal-hal khusus (bila ada). Stiker menu yang telah diisi kemudian diperiksa apakah ada kekeliruan dalam pengisian karena diet sewaktu-waktu dapat berubah dan ada penambahan pasien baru. Kemudian dipisahkan stiker menu berdasarkan waktu makan yaitu pagi berwarna putih, siang berwarna merah, serta kuning untuk sore hari. Selanjutnya dibuat menu requisition (terdapat dalam lampiran 7) berdasarkan pilihan yang dipilih (Indonesia, Chinese, dan Western Food), menu requisition diperiksa apakah sudah sesuai dengan jumlah dan diet pasien. Kemudian diserahkan untuk pemesanan makanan pasien sesuai dengan jumlah pasien dan diet pasien. Untuk pasien yang berdiet khusus dibedakan pengolahan makanannya seperti diet rendah garam, diabetes melitus. Sebelum makanan disajikan ke pasien, makanan diproses melalui serangkaian kegiatan.
Kepala Instalasi Gizi Uraian Tugas Kepala Instalasi Gizi TUGAS UTAMA: Merencanakan program kegiatan di instalasi gizi Merencanakan kebutuhan tenaga, sarana dan prasarana, anggaran Mensosialisasikan visi dan misi rumah sakit Melaksanakan penilaian terhadap kinerja staf instalasi gizi Berkomunikasi dengan pihak internal (dokter, perawat) dan pihak eksternal (rekanan makanan) Melaporkan hasil kegiatan baik lisan maupun tertulis kepada atasan Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan TANGGUNG JAWAB Memastikan tersusunnya program kegiatan di instalasi gizi Memastikan tersedianya kebutuhan tenaga, sarana dan prasarana di instalasi gizi Memastikan tersosialisasinya visi dan misi rumah sakit Memastikan terlaksananya penilaian terhadap kinerja staf di instalasi gizi Membuat rencana kebutuhan bahan makanan di instalasi gizi Memastikan tersusunnya jadwal kegiatan di instalasi gizi Melakukan permohonan pelatihan apabila diperlukan Melakukan seleksi penerimaan karyawan baru apabila diperlukan WEWENANG Mengusulkan kebutuhan tenaga, sarana dan prasarana
Menilai kinerja staf di instalasi gizi Uraian Tugas Pelaksana Gizi Sub Unit Pengadaan Makanan TUGAS UTAMA: Mampu menerima order dari ruangan Mampu membuat perincian jenis makanan pasien Mampu membuat rekapan pasien di papan sesuai dengan kelas dan jenis diet Mampu membuat etiket diet Mampu mempersiapkan pendistribusian makanan pagi Mampu menyajikan makanan sesuai diet Mampu melaksanakan distribusi makanan Mampu mererima bahan makanan dari rekanan Mampu melaksanakan pencatatan dan pelaporan TANGGUNG JAWAB: Menerima order dari ruangan Membuat perincian jenis makanan pasien Membuat rekapan pasien di papan sesuai dengan kelas dan jenis diet Membuat etiket diet Mempersiapkan pengolahan dan pendistribusian makanan pagi Menyajikan makanan sesuai diet Melaksanakan distribusi makanan Mererima bahan makanan dari rekanan
Melaksanakan pencatatan dan pelaporan WEWENANG: Mendistribusikan bahan makanan Melakukan persiapan bahan makanan Melakukan pengolahan dan penyajian bahan makanan Melakukan distribusi makanan http://rsudkapuas.org/yanmed/instalasi-gizi/