BAB I PENDAHULUAN 1.1 L A T A R B E L A K A N G Zaman semakin maju dan berkembang, IPTEK memberikan pengaruh besar bagi seluruh aspek kehidupan. Salah satunya adalah teknologi konstruksi yang sudah semakin maju dalam bidang teknik sipil. Dimana dapat kita lihat telah berdiri kokoh seperti gedung-gedung bertingkat, jalan, kereta api, jembatan, bandar udara, bangunan lepas pantai, Stadion, terowongan, dan lain-lain termasuk pembuatan patung. Adapun elemen konstruksi tersebut berupa kayu, besi, baja, beton, genting, kaca, dan sebagainya. Namun dewasa ini beton sering kita jumpai sebagai elemen konstruksi bangunan. Hal ini dikarenakan beton memiliki berbagai macam keuntungan, antara lain seperti : 1. Memiliki kekuatan yang tinggi, 2. Dapat dibentuk sesuai dengan bentuk dan ukuran yang dikehendaki, 3. Perawatan yang murah (Ekonomis), 4. Mudah dilaksanakan dibandingkan dengan bahan konstruksi lainnya, 5. Awet dan tahan terhadap cuaca serta api (durability). Beton merupakan bahan campuran (composite) yang disusun oleh elemen pembentuk struktur yang terdiri dari semen, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya. Beton dalam penggunaannya dalam bidang kontruksi tidak berdiri sendiri, sering digabungkan dengan yang lain seperti baja yang sering disebut dengan beton bertulang. Beberapa aspek yang dibahas dalam teknologi konstruksi beton adalah : 1. Sejarah dan perkembangan teknologi beton 2. Agregat beton 3. Bahan tambahan beton 4. Pemadatan dan perawatan beton (accuring)
Kandungan beton pada umumnya terdiri dari semen, agregat, bahan tambahan (admixture), dan air. Untuk mengisi volume pada beton dibutuhkan agregat. Tanpa agregat beton itu tidak akan terbentuk. Maka agregat memilki fungsi dan peranan sendiri yang sangat penting pada beton. Agregat yang baik untuk digunakan adalah agregat yang menyerupai bentuk kubus atau bundar, bersih, keras, kuat, bergradasi baik dan stabil secara kimiawi. Sampai saat ini agregat selain bersal dari alam ada pula para pembuat beton menggunakan agregat dari sisa-sisa bahan konstruksi yang masih layak dipakai sebagi agregat (buatan). Maka, agregat merupakan penyusun terbesar dalam struktur beton. Oleh karena itu, dibutuhkan agregat yang baik agar mampu menghasilkan mutu beton yang tinggi. 1.2 R U M U S A N M A S A L A H Aspek – aspek yang dirumuskan adalah sebagai berikut : 1. Apa pengertian dari agregat pada beton? 2. Apa jenis – jenis agregat alami? 3. Bagaimanakah cara mengolah beton yang baik ? 4. Apa saja klasifikasi dari jenis-jenis agregat? 5. Bagaimana karakteristik agregat di Idonesia ? 6. Apa saja yang mempengaruhi dari kekuatan agregat? 7. Bagaiman dari sifat-sifat agregat? 8. Apa pengerian dan 9. Apa saja alat yang digunakan untuk melakukan pemilihan terhadap agregat yang baik?
1.3 M A K S U D D A N T U J U A N Adapaun maksud rumusan masalah tersebut bertujuan untuk : 1. Mendeskripsikan pengertian dan proses pembentukan agregat. 2. Mendekripsikan arti dan pengaruh agregat yang baik pada beton. 3. Mendeskripsikan cara pemilihan agregat yang baik.
4. Mendeskripsikan alat yang digunakan untuk melakukan pemilihan terhadap agregat yang baik? 1.4 M E T O D E Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan menggunakan metode studi pusataka. Data diambil dari sumber tertulis. Data yang diambil berupa pendapat-pendapat para ahli dalam bidang teknik sipil khususnya mengenai Agregat pada beton. Data diambil melalui buku dan internet, dimana sumber data tersebut saling melengkapi. 1.5 B A T A S D A N R U A N G L I N G K U P Ruang lingkup yang kami bahas hanya sebatas agregat pada umumnya pada campuran beton normal. Apa pengertian agregat pada umumnya, jenis dan kegunaan dari agregat, metode pemilihan agregat yang baik. Tidak menspesifikasi nama-nama dari agregat tersebut. Tidak menggolongkan dan memisahkan nama agregat yang baik. Ruang lingkup yang diidentifikasi hanya dasar dari keseluruhan agregat itu sendiri. Memberikan petunjuk tentang bentuk dan ciri-ciri agregat yang baik. Karena agregat merupakan salah satu yang menentukan kekuatan pada mutu beton.
1.6 S I S T E M A T I K A P E N Y A J I A N Sistematika laporan bertujuan untuk mempermudah pengertian kearah pemahaman penulis laporan sesuai dengan tujuan dan ruang lingkup, maka uraian penulisan ini disusun sebagai berikut : BAB I
Pendahuluan, meliputi (1) Latar Belakang Masalah, (2) Rumusan Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Metode Pengumpulan Data, (5) Batas dan Ruang lingkup, (6) Sistematika Penyajian
BAB II
Pembahasan, meliputi (1),(2),(3),(4)
BAB III
Penutup, meliputi (1) Simpulan, (2) Saran
BAB II PEMBAHASAN 2.1 P E N G E R T I A N A G R E G A T Pada dasarnya beton tidak akan terbentuk tanpa adanya campuran agregat, disini membuktikan bahwa agregat memilki peranan yang sangat penting sekali dalam pembuatan beton. Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi sekali yaitu berkisar (60 - 70) % dari berat campuran beton. Selain sebagai pengisi, agregat memilki fungsi lain yaitu sebagai penentu sifat mortar atau mutu beton yang akan dihasilkan. Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat batuan (artificial aggregates). Secara umum, agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu, agregat kasar dan agregat halus. Batas antara agregat halus dan agregat kasar berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan disiplin ilmu yang lainnya. Meskipun demikian, dapat diberikan batasan ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4.80 mm (british standard) atau 4.75 mm (Standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm), dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4.80 mm (4.75 mm). agregat dengan ukuran lebih besar dari 4.80 mm di bagi lagi menjadi dua yaitu, yang berdiameter antara (4.80- 40) mm. disebut kerikil beton dan yang lebih dari 40 mm disebut kerikil kasar. Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm, dan agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk pekerjaan sipil lainnya, seperti untuk pekerjaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah, bronjong (bendungan), dan lainnya. Agregat halus biasanya dinamakan pasir dan agregat kasar dinamakan kerikil, spilit, batu pecah, kricak, dan lainnya.
2.2 P E M B E N T U K A N A G R E G A T A L A M 2.2.1 B a t u a n
Pada umunya agregat berasal dari alam, dan salah satunya berasal dari batuan. Seorang engineer melihat sebagai sebuah mineral yang keras, getas, sering kali tahan lama dan kuat, yang diatasnya berdiri bangunan atau dapat digunakan untuk mendirikan bangunan. Penambangan batuan kadang kadang dilakukan dengan peledakan (blasting), terutama pada batuan-batuan yang keras seperti granit. Batuan dalam teknik sipil dapat dilihat menurut ilmu yang mempelajarinya (Verhoef,1985:12), yaitu : 1) Geologis : batuan sebagai mineral, yang terbentuk melalui proses siklus
batuan. 2) Geoteknik : batuan sebagai mineral yang diatasnya, di dalamnya, atau
dengannya dapat dibangun berbagai macam konstruksi. Jika dilihat dari proses terbentuknya, batuan sebagai mineral dapat dibedakan menjadi tiga yaitu batuan beku (magma), bauan endapan (sedimentasi), dan bauan peralihan/ malihan (metamorf). 1. Batuan Beku (Magma) Batuan beku terbentuk dari proses pembekuan magma yang terdapat di dalam lapisan bumi yang dalam atau dari hasil pembekuan magma yang kuat akibat dari letusan gunung berapi
Batuan beku dibedakan menjadi dua, yakni batuan beku interusif (yang membeku di bawah permukaan bumi), dan batuan beku eksterusif (yang embeku di permukaan bumi).
Batuan beku seperti intrusi granit adakalanya ditemui dengan massa yang tidak beraturan Berdasarkan kandungan SiO2, batuan beku dibedakan menjadi: 1. Batuan Beku Masam -> kand. SiO2 tinggi : > 65% 2. Batuan Beku Intermedier -> kand. SiO2 sedang : + 55% s/d 65% 3. Batuan Beku Basa -> kand. SiO2 rendah : < 55% 2. Batuan Sedimen (Endapan)
Batuan sadimen terbentuk karena mengendapnya bahan-bahan yang terurai, sehingga membentuk suatu lapisan bahan padat yang secara fisik diendapkan oleh angin, air, atau es.
Dapat terbentuk dari bahan-bahan terlarut yang secara kimia terendapkan di lautan, danau, atau sungai.
Berdasarkan proses pembentukannya, batuan sedimen dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : (1) Klastik, tersusun atas fragmen-fragmen dan bagian-bagian kecil
yang terbawa dalam keadaan padat. Klastik dibagi menjadi siliklastik (terdiri dari bagian-bagian kecil silikat seperti batu pasir, lempung), piroklastik (terdiri dari dari material-material vulkanik seperti tuff, lapili), dan kapur (ter (2) Kimiawi, batuan sedimen yang diendapkan dari larutan. Batuan
ini dibagi menjadi evaporit (penguapan gips, garam), kapur (pengendapan), dan dan endapan kimiawi lainnya seperti besi dan fosfat.
(3) Organik, yang dibagi menjadi kapur serta gambut, batubara, dan
sapropel yang merupakansedimen dengan banyak zat organik yang membentuk minyak bumi. 3. Batuan Metamorf
Batuan Metamorf : Adalah batuan beku atau batuan sedimen yang telah mengalami perubahan bentuk (transformasi) akibat adanya pengaruh perubahan suhu dan tekanan yang sangat tinggi.
Proses metamorphosis di abgi menjadi dua, yaitu : 1. Metamorfosis regional, yakni perubahan bentuk dalam skala
besar yang dialami batuan di dalam kulit bumi yang lebih dalam, sebagai akibat dari terbentuknya pegunungan. (vulkanik). 2. Metamorfosis kontak, yakni perubahan bentuk yang dialami
batuan sebagai akibat dari intrupsi magma panas disekitarnya (misalnya granit). Jenis-jenis Batuan Metamorf : a. Schist : Batuan metamorf berbentuk lembar-lembar halusnya
Schist Mika.
b. Gneis : Batuan metamorf berbentuk lembar-lembar kasarnya
Granit Gneis. c. Kuarsit : Batuan metamorf yang terbentuk dari batu pasir. d. Marmer : Batuan metamorf yang terbentuk dari batu kapur
karbonat. Pada
umumnya,
peningkatan
temperatur
dan
tekanan
akan
memperbesar butiran yang terbentuk.
2.3 A G R E G A T D I I N D O N E SI A 2.3.1 G e o g r a f i, G e o l o g i, I k l i m
Geografis dan Geologi : Indonesia terletak di daerah tropis, dimana sebagian besar dari daerah di Indonesia terkena jalur pegunungan berapi, sehingga Indonesia sangat kaya akan jenis-jenis batuan alam.
Iklim : Semakin panas dan atau semakin dingin iklim setempat, semakin besar pula derajat pelapukan yang akan mengakibatkan dekomposisi dari batu-batuan. Produk akhir dari pelapukan ini adalah tanah residual.
2.3.2 K a r a k t e r i s t i k A g r e g a t
Jika dilihat dari sumbernya, agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu agregat yang berasal dari alam dan agregat buatan (artificial aggregates). Contoh agregat yang berasal dari sumber alam adalah pasir alami dan kerikil, sedangkan contoh agregat buatan adalah agregta yang berasal dari stone crusher, hasil residu terak tanur tinggi (blast furnace slag), pecahan genteng, pecahan beton, fly ash, dari residu PLTU, extended slag dan lainnya. Interaksi antara iklim setempat dan golongannya akan menghasilkan tiga macam jenis quarry, yaitu sumber daya alam dari batubatuan (deposits), yang dibedakan menjadi tiga, yaitu : 1) Quarry batu-batuan dari bedrock
• Quarry ini mebutuhkan pengeboran dan peledakan (drilling dan
blasting) yang menghasilkan bermacam-macam ukuran yang perlu disesuikan dengan kebutuhan. • Derajat pelapukan quarry ini bergantung pada deposit buatan. • Untuk mendapatkan hasil yang baik dari batuan-batuan segar (fresh
rock), penggalian pada deposit ini harus dilakukan hingga kedalaman yang cukup. • Makin segar batuan-batuannya, makin rendah nilai crushing value dan Los Angelos Abbration serta semakin porosi (porosity). • Campuran agregat dengan mutu yang baik dan agregat dengan mutu yang kurang baik dihasilkan suatu industri pemecah batu dapat mengakibatkan kesulitan dalam perencanaan dan pengendalian mutu campuran beton. • Batu-batuan dari abu vulkanik biasanya cukup porous, sehingga nilai
crushing dan abrasinya tinggi, meskipun batu-batuannya dalam keadaan segar. • Agregat pecah dengan tangan (tradisional) ini hasilnya tidak
konsisten, artinya ukuran butir agregat yang dihasilkan tidak merata (akan ditemui agregat dengan gradasi senjang, sehingga dalam pembuatan beton yang diproduksi tidak cukup lecak (workability) serta mudah mengalami bleeding dan segregation. 2) Pasir Sungai dan batu-batuan yang digali Agregat yang bersal dari tanah galian, yaitu tanah yang dibuka lapisan penutupnya (pre-striping), biasanya berbentuk tajam, bersudut, berpori, dan bebas dari kandungan garam. Pada kasus tertentu, agregat yang terletak pada lapisan yang paling atas harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan. 2.4 M E N G O L A H A G R E G A T A L A M
Tujuan utama pengolahan agregat adalah menghasilkan agregat dengan mutu tinggi dan biaya yang rendah. Pengolahan agregat alam meliputi penggalian (excavating), pengangkutan (hauling), pencucian, pemecahan (crushing), dan penentuan ukuran.
Akan tetapi, pengolahan agregat tidak terbatas hanya pada usaha-usaha diatas, tetapi dimulai juga dari penggalian dan diakhiri dengan penimbunan dan penyerahan agregat dilapangan. Pada waktu penggalian, bahan-bahan yang akan menambah berat seperti lempung dan lanau sedapat mungkin harus disingkirkan terlebih dahulu, karena bahan-bahan tersebut tidak dikehendaki. Pemisahan bahan-bahan yang tidak dikehendaki ini dapat dilakukan dengan alat power-shovels, draglines, atau scrapes (penyingkiran bahan-bahan dapat dipertimbangkan apabila tebal lapisan lebih dari 15 meter). Bila bahan-bahan ini tidak terlalu banyak jumlahnya, cukup dilakukan pencucian. Penggalian bahan yang keras dapat dilakukan dengan peledakan (blasting).
Setelah digali, agregat diangkut dengan kereta api, truk, atau ban berjalan (belt conveyor) ketempat pengolahan agregat.
Bahan-bahan yang merusak kemudian dibuang, salah satunya adalah dengan pencucian bahan baku. Proses selanjutnya adalah memperkecil ukuran agregat dengan menggunakan alat pemecah batu. Untuk menentukan ukuran dari agregat, agregat kasar disaring menggunakan saringan bergetar, sedangkan agregat halus disaring dengan saringan hidrolik.
Dalam proses penyaringan, sekitar 70 % dari bahan yang disaring harus lolos ehingga efesiensi serta kapasitas yang tinggi dapat dicapai.
2.5 J E N I S – J E N I S A G R E G A T
Agregat Batu pengolahan Pasi Agregat pengolahan Agregat Agregat Agregat Tanpa Kerikil Pasir Tanpa Normal Ringan Berat JENIS-JENIS pengolahan an pengolahan rbatuan Buatan batuan Buatan Alam AGREGAT Laut Gun Sun Bek Met End dengan batuan dengan batuan panas amo dengan ung apa gai udengan panas (terak, panas bat tulis, panas (rf n batu lempeng, (klinker batu lempeng kapur, batu batu tulis,skoria apung
hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan penggunaan agregat dalam campuran beton ada lima, yaitu (landgren, 1994): 1. Volume udara Udara yang terdapat dalam campuran beton akan mempengaruhi proses pembuatan beton, terutama setelah terbentuknya pasta semen. 2. Volume padat Kepadatan volume agregat akan mempengaruhi berat isi dari beton jadi. 3. Berat jenis agregat Berat jenis agregat akan mempengaruhi proporsi campuran dalam berat sebagai control. 4. Penyerapan Penyerapan berpengaruh pada berat jenis.
5. Kadar air permukaan agregat Kadar air permukaan agregat berpengaruh pada pengguaan air saat pencampuran. 2.5.1 J e n i s A g r e g a t B e r d a s a r k a n B e r a t Ada tiga jenis agreagat berdasarkan beratnya, yaitu agregat normal, agregat ringan dan agregat berat. Peraturan beton 1989 mencakup agregat normal an agregat ringan. A. Agregat normal Dihasilkan dari pemecahan batuan dengan quarry atau langsung dari sumber alam. Agregat ini biasanya berasal dari granit, basalt, kuarsa dan sebagainya. Berat jenis rata-ratanya adalah 2.5 – 2.7 atau tidak boleh kurang dari 1.2 kg/dm3. Beton yang dibuat dengan agregat normal adalah beton normal, yaitu beton yang dibuat dengan isi 2.200 2.500 kg/m3 (SK. SNI.T-15-1990:1). Kekuatan tekannya sekitar 15-40 Mpa. Ketentuan dan persyaratan dari SII.0052-80 “Mutu Dan Cara Uji Agregat Beton” harus dipenuhi. Bila tidak tercakup dalam SII.0052-80, maka agregat harus memenuhi ketentuan ASTM C-33, “ Specification For Concrete Aggregates”(PB-89, 1989:9). B. Agregat ringan Digunakan untuk menghasilkan beton yang ringan dalam sebuah bangunan yang memperhitungkan berat dirinya. Agregat ringan digunakan dalam bermacam produk beton, misalnya bahan-bahan untuk isolasi atau lahan untuk pra-tekan. Agregat ini paling banyak digunakan untuk beton-beton pra-cetak. Beton yang dibuat dengan agregat ringan mempunyai sifat tahan api yang baik. Kelemahannya adalah ukuran pori pada beton yang dibuaat dengan agrergat ini besar, sehingga penyerapannya besar pula. Jika tidak diperhatikan hal ini akan menyebabkan beton yang dihasilkan menjadi kurang baik kualitasnya. Agregat ringan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu yang dihasilkan melalui pembekahan (expanding) dan yang dihasilkan dari pengolahan
bahan alam. Disarankan agar penakarannya menggunakan volume. Berat isi agregat ini berkisar 350-880 kg/m3 untuk agregat kasarnya dan 750-1200 kg/m3 untuk agregat halusnya. Campuran kedua agregat tersebut mempunyai berat isi maksimum 1040 kg/m3. Agregat ringan yang digunkan dalam campuran beton harus memenuhi syarat mutu dari ASTM C-330, ” Specification For Lighweight Agragates For Structural Concrete”. C. Agregat berat Agregat berat mempunyai berat jenis lebih besar dari 2.800 kg/m3. Contohnya adalah magnetic (fe304), barites (BaSO4), dan serbuk besi. Berat jenis beton yang dihasilkan dapat mencapai 5 kali berat jenis bahannya. Beton yang dibuat dengan agragat ini biasanya digunakan sebagai pelindung dari radiasi sinar-X. Untuk mengetahui apakah suatu agregat termasuk agregat berat, ringan atau normal dapat diperiksa berat isinya. Standar yang digunakan adalah C.29. Definisi berat isi sendiri adalah berat dalam satuan volume untuk setiap partikel (Brink, R.H and Timms, A.G, 1966). Ukuran maksimum yang diizinkan dalam ASTM C29 adalah 6 in(150 mm). Alat yang digunakan dalam menentukan berat isi adalah bejana silinder dengan butir yang telah ditentukan sesuai dengan syarat seperti yang tercantum dalam table dibawah ini. Dalam hal in ukuran nominal agregat merupakan ukuran maksimum dan volume alat ukur tidak boleh kurang dari 95% dari volume yang tercantum pada table. Ukuran maksimum
Kapasitas alat
butiran agregat in mm 0.5 12.5
Ft3 0.10
M3 0.0028
1
25.0
0.6667
0.0093
1.5
37.5
0.50
0.014
3
75
1
0.028
4.5
112
2.5
0.070
6
150
3.5
0.100
Sumber : ASTM C.29-1995,p.2 2.5.2 J e n i s A g r e g a t B e r d a s a r k a n B e n t u k Bentuk agregat belum terdefinisikan secara jelas, sehingga sifat-sifat tersebut sulit diukur dengan baik. Sejumlah peneliti telah banyak membicarakan hal ini, salah satunya adalah Mather yang menyatakan bahwa bentuk butir agregat ditentukan oleh dua sifat yang tidak saling tergantung yaitu kebulatan/ketajaman sudut (sifat yang tergantung pada ketajaman relatif , secara numerik dinyatakan dengan rasio antara jari-jari rata-rata dari sudut lengkung ujung atau sudut butir dari jari-jari maksimum lengkung salah satu ujung/sudutnya) dan oleh sperikal yaitu rasio antara luas permukaan dengan volume butir. Bentuk agregat dipengaruhi oleh beberapa factor. Secara alamiah bentuk agregat dipengaruhi oleh proses geologi batuan. Setelah dilakukan penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh cara peledakan maupun mesin pemecah batu dan teknik yang digunakan.
Jika dikonsolidasikan, butiran yang bulat akan menghasilkan campuran beton yang lebih baik jika dibandingkan dengan butiran yang pipih. Penggunaan pasta semennyapun akan lebih ekonomis. Bentuk-bentuk agregat ini lebih banyak berpengaruh terhadap sifat pengerjaan pada beton segar (fresh concrete).Tes standar yang dapat digunakan dalam menentukan bentuk agregat ini adalah ASTM D-3398. Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya adalah sebagai berikut : 1. Agregat Bulat Agregat ini terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau keseluruhannya terbentuk karena pergeseran. Rongga udaranya minimum 33%, sehingga rasio luas permukaannya kecil. Beton yang dihasilkan dari agregat ini kurang cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antar agregat kurang kuat. 2. Agregat Bulat Sebagian atau Tidak Teratur Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk karena pergeseran sehingga permukaan atau sudut-sudutnya berbentuk bulat. Rongga udara pada agregat ini lebih tinggi, sekitar 35%-38%, sehingga membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antar agregat belum cukup baik (masih kurang kuat). 3. Agregat Bersudut Agregat ini mempunyai sudut-sudut yang Nampak jelas, yang terbentuk
ditempat-tempat
perpotongan
bidang-bidang
dengan
permukaan kasar. Rongga udara pada agregat ini berkisar antara 38%40%, sehingga membutuhkan lebih banyak lagi pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau untuk beton mutu tinggi
karena ikatan antar agregatnya baik (kuat). Agregat ini dapat juga digunakan untuk bahan lapis perkerasan (rigid pavement). 4. Agregat Panjang Agregat ini panjangnya >lebarnya>tebalnya. Agregat disebut panjang jika ukuran terbesarnya lebih dari 9/5 ukuran rata-rata. ukuran ratarata adalah ukuran ayakan yang meloloskan dan menahan butiran agragat. Sebagai contoh, agregat dengan ukuran rata-rata 15 mm, akan lolos ayakan 19mm dan tertahan oleh ayakan 10mm. Agregat
ini
dinamakan panjang jika ukuran terkecil butirannya lebih kecil dari 27 mm (9/5 x 15mm). Agregat jenis ini akan berpengaruh buruk pada mutu beton yang akan dibuat. Agregat jenis ini cenderung berada dirata-rata air sehingga akan terdapat rongga dibawahnya. Kekuatan tekan dari beton yang menggunakan agragat ini buruk. 5. Agregat Pipih Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuranukuran lebar dan tebalnya lebih kecil. Agregat pipih sama dengan agregat panjang, tidak baik untuk campuran beton mutu tinggi. Dinamakan pipih jika ukuran terkecilnya kurang dari 3/5 ukuran rataratanya. Untuk contoh diatas agregat disebut pipih jika lebih kecil dari 9mm.
Menurut
(Galloway,
1994)
agregat
pipih
mempunyai
perbandingan antara panjang dan lebar dengan ketebalan dengan rasio 1:3 yang dapat digambarkan sama dengan uang logam. 6. Agregat Pipih Dan Panjang Agregat jenis ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya, sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya.
2.5.3 J e n i s A g r e g a t B e r d a s a r k a n T e k s t u r P e r m u k a an
Umumnya agregat dibedakan menjadi kasar, agak kasar, licin, agak licin. Berdasarkan pemeriksaan visual, tekstur agregat dapat dibedakan menjadi sangat halus (glassy), halus, granular, kasar, berkristal (crystalline), berpori, dan berlubang-lubang. Secara numerik belum dipakai untuk menentukan definisi dari susunan permukaan agregat. Permukaan yang kasar akan menghasilkan ikatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan permukaan agregat yang licin. Jenis lain dari permukaan agregat adalah mengkilap dan kusam. Ukuran susunan agregat tergantung dari kekerasan, ukuran molekul, tekstur batuan dan besarnya gaya yang bekerja pada permukaan butiran yang telah membuat licin atau kasar permukaan tersebut. Secara umum susunan permukaan ini sangat berpengaruuh pada kemudahan pekerjaan. Semakin licin permukaan agregat akan semakin sulit beton untuk dikerjakan. Jenis agregat berdasarkan tekstur permukaannya dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Agregat licin/halus (glassy) Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan agregat dengan permukaan kasar. Dari hasil penelitian, kekasaran agregat akan menambah kekuatan gesekan antara pasta semen dengan permukaan butir agregat sehingga beton yang menggunakan agregat ini cenderung metunya lebih rendah. Agregat licin terbentuk dari akibat pengikisan oleh air, atau akibat patahnya batuan (rocks)berbutir halus atau batuan yang berlapis-lapis. 2. Berbutir (granular) Pecahan agregat jenis ini berbentuk bulat dan seragam. 3. Kasar Pecahan kasar dapat terdiri dari batuan berbutir halu atau kasar yang mengandung bahan-bahan berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas melalui pemeriksaan visual.
4. Kristalin (crystalline) Agregat jenis ini mengandung Kristal-kristal yang nampak dengan jelas melalui pemeriksaan visual. 5. Berbentuk sarang lebah (honeycombs) Tampak dengan jelas pori-porinya dan rongga-rongganya. Melalui pemeriksaan visual, kita dapat melihat lubang-lubang pada batuannya. 2.5.4 J e n i s A g r e g a t B e r d a s a r k a n U k u r a n B u t i r N o minal Ukuran agregat dapat mempengaruhi kekuatan tekan beton. Untuk perbandingan bahan-bahan campuran tertentu, kekeuatan tekan beton berkurang bila ukuran maksimum bertambah besar, dan juga akan menambah kesulitan dalam pengerjaanya. Ukuran dan bentuknya harus disesuaikan dengan syarat yang diberikan oleh ASTM, BS atau SNI/SII. Seerti yang diuraikan
diatas, ukuran agregat lebih banyak pula
berpengaruh terhadap kemudahan pengerjaan (workability). Pemilihan ukuran maksimum dari agregat ini cenderung tergantung dari jenis cetakan dan tulangan. Untuk strukutur beton bertulang SK SNI T-15-1991-03 memberikan batasan untuk butir agregat maksimum yang digunakan sebesar 40mm. Sebagai dasar perancangan campuran beton besar butir maksimum agregat, (ACI 318,1989:2-1) dan (PB, 1989:9), memberikan batasan sebagai berikut: 1) Seperlima dari jarak terkecil anatara bidang samping cetakan, 2) Sepertiga dari tebal pelat 3) Tiga perempat dari jarak bersih minimum diantara batang-batang
tulangan atau berkas-berkas (bundle bar) ataupun dari tendon prestress atau ducting. Jika ukuran maksimum agregat lebih besar dari 40mm, agregat tersebut dapat
saja
digunakan,
asal
disetujui
oleh
ahlinya
dengan
mempertimbangkan kemudahan pengerjaannya dan cara-cara pemadatan
(consolidation) beton selama pengerjaanya tidak menyebabkan terjadinya rongga-rongga udara atau sarang kerikil (honeycombs). Untuk itu pengawasan ahli harus selalu melakukan inspeksi dan bertanggungjawab terhadap batas maksimum dari butir agregat tersebut (ACI 318,1989:2-1). Dari ukurannya ini, agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu agregat kasar dan agregat halus (Ulasan PB,1989:9). 1. Agregat halus ialah agregat yang semua butirnya menembus ayakan berlubang 4.8mm (SII.0052,1980) atau 4.75mm (ASTM C33,1982) atau 5.0mm (BS.812,1976). 2. Agregat kasar ialah agregat yang semua butirnya tertinggal diatas ayakan berlubang 4.8mm (SII.0052,1980) atau 4.75mm (ASTM C33,1982) atau 5.0mm (BS.812,1976). 2.5.5 J e n i s A g r e g a t B e r d a s a r k a n G r a d a s i Gradasi agregat ialah distribusi dari ukuran agregat. Distribusi ini bervariasi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu gradasi sela (gap grade), gradasi menerus (continous grade), dan gradasi seragam (uniform grade). Untuk mengetahui gradasi tersebut dilakukan pengujian melalui analisa ayak sesuai dengan standar dari BS-812, ASTM C-33, C136, ASHTO T.27 ataupun standar Indonesia. Beberapa ukuran saringan yang digunakan untuk mengetahui gradasi agregat ditunjukkan oleh table berikut : BRITISH STANDAR ISO
ASTM E11
128 64 mm -
100 mm 90 mm 75 mm 63 mm 50 mm
STANDARD,
STANDAR
BS-812
JERMAN
(BS.410,1976) 75 mm 63 mm 50 mm
63 mm -
32 mm 16 mm 8 mm 4 mm 2 mm 1 mm 500 µm 250 µm 125µm 62µm
37.5 mm 25 mm 19 mm 12.5 mm 9.5 mm 4.75 mm 2.36 mm 1.18 mm 600 µm 300 µm 150 µm 75 µm
37.5 mm 28 mm 20 mm 14 mm 10 mm 5.0 mm 2.36 mm 1.18 mm 600 µm 300 µm 150 µm 75 µm
31.5 mm 16 mm 8 mm 4 mm 2 mm 1 mm 500 µm 250 µm -
a. GRADASI SELA (GAP GRADATION)
Jika salah satu atau lebih dari ukuran butir atau fraksi pada satu set ayakan tidak ada, maka gradasi ini akan menunjukkan satu garis horizontal dalam grafiknya. Keistimewaan dari gradasi ini antara lain : 1. Pada nilai faktor air semen tertentu, kemudahan pengerjaan akan lebih tinggi bila kandungan pasir lebih sedikit. 2. Pada kondisi kelecakan yang tinggi, lebih cenderung mengalami
segregasi, oleh karena itu gradasi sela disarankan dipakai pada tingkat kemudahan pengerjaan yang rendah, yang pemadatannya menggunakan penggetaran (vibration). 3. Gradasi ini tidak berpengaruh buruk pada kekuatan beton. b. GRADASI MENERUS Didefinisikan jika agregat yang semua ukuran butirnya ada dan terdistribusi dengan baik. Agregat ini lebih sering dipakai dalam campuran beton. Untuk mendapatkan angka pori yang kecil dan kemampatan yang tinggi sehingga terjadi interlocking yang baik, campuran
beton
membutuhkan
variasi
ukuran
butir
agregat.
Dibandingkan dengan gradasi sela atau seragam, gradas menerus adalah yang paling baik. c. GRADASI SERAGAM Agregat yang mempunyai ukuran yang sama didefinisikan sebagai agregat seragam. Agregat ini terdiri dari batas yang sempit dari ukuran
fraksi, agregat dengan gradasi ini biasanya dipakai unutk beton ringan yaitu jenis beton tanpa pasirv(nir-pasir), atau untuk mengisi agregat dengan gradasi sela, atau untuk campuran agregat yang kurang baik atau tidak memenuhi syarat.
2.6 K E K U A T A N A G R E G A T Kekuatan beton tidak lebih tinggi dari kekuatan agregat, oleh karena itu sepanjang kekuatan tekan agregat lebih tinggi dari beton yang akn dibuat maka agregat tersebut masih cukup aman digunakan sebagai campuran beton. Pada kasus-kasus tertentu, beton mutu tinggi yang mengalami konsentrasi tegangan lokal cenderung mempunyai tegangan lebih tinggi daripada kekuatan seluruh beton. Dalam hal ini kekuatan agregat menjadi kritis. 2.6.1 F a k t o r – f a k t o r y a n g m e m p e n g a r u hi k e k u a t a n a g r e gat Kekuatan agregat dapat bervariasi dalam batas yang besar. Butir-butir agregat dapat bersifat kurang kuat karena dua hal, yaitu: a. Karena terdiri dari bahan yang lemah atau terdiri dari partikel yang kuat
tetapi tidak baik dalam hal pengikatan (interlocking). Granite misalnya, terdiri dari bahan yang kuat dan keras yaitu kristal Quards dan Feldspar, tetapi bersifat kurang kuat dan modulus elastisitasnya lebih rendah daripada gabbros dan diabeses. Hal ini terjadi karena butirbutir granit tidak terikat dengan baik.
b. Porositas yang besar. Porositas yang besar mempengaruhi keuletan yang menentukan ketahanan terhadap beban kejut. Kekerasan atau kekuatan butir-butir agregat tergantung dari bahannya dan tidak dipengaruhi oleh lekatan antar butir satu dengan lainnya. Agregat yang lebih kuat biasanya mempunyai modulus elastisitas (sifat dalam pengujian beban uniaxal) yang lebih tinggi. Butir-butir yang lemah (lebih rendah dari pasta semen) tidak dapat menghasilkan kekuatan beton yang dapat diandalkan. Kekerasa sedang mungkin justru lebih menguntungkan, Karena dapat mengurangi konsentrasi tegangan yang terjadi, atau pembasahan atau pengeringan, atau pemanasan dan pendinginan dengan demikian membantu mengurangi kemungkinan terjadinya retakan dalam beton. Butiran yang lemah dan lunak perlu dibatasi nilai minimumnya jika ketahanan terhadap abrasi yang kuat diperlukan.Modulus elastisitas agregat juga penting diketahui karena memberikan kontribusi dalam modulus elastisitas beton.
CARA PENGUJIAN KEKUATAN AGREGAT Untuk menguji kekuatan agregat dapat menggunakan bejana Rudelloff ataupun Los Angelos Test. Sesuai dengan SII.0052-80 (PB, 1989) untuk agregat normal dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Kekerasan dengan Kelas dan mutu beton
Kekerasan dengan bejana Rudelloff, bagian hancur menembus ayakan 2mm, persen (%)maksimum.
bejana geser Los Angelos, bagian hancur menembus ayakan 1.7mm, %maks.
(1) Beton kelas I dan
Fraksi butir
Fraksi butir
9.5-19 mm (2) 22-30
19-30 mm (3) 24-32
(4) 40-50
mutu B0 dan B1 Beton
kelas
II
14-22
16-24
27-40
Kurang dari 14
Kurang dari 16
Kurang dari 27
dan mutu K.125, K.175, dan K.225 Beton kelas III dan mutu >K.225 atau beton pratekan Bejana rodelloff yang banyak digunakan dinegara Inggris berupa bejana yang berbentuk silinder baja dengan garis tengah bagian dalam 11.8 cm dan tingginya 40 cm dilengkapi dengan stempel pada dasarnya. Cara pengujiannya, butiran agregat dimasukkan kedalam silinder tersebut dan diletakkan stempel kemusian ditekan dengan gaya tekan 20 ton selama 20 menit. Bagian yang hancur yang lebih kecil dari 2mm kemudian ditimbang. Beratnya merupakan kekuatan dari agregat yang dinyataan dalam persen hancur. Semakin banyak bagian yang hancur semakin rendah kekuatan agregat tersebut. Cara Rudelloff agak kurang tepat jika dipakai untuk menguji agregat yang lemah, karena perkiraan akan terjadi gesekan yang kuat dengan dinding silinder baja selama penekanan mengakibatkan beban yang ditahan butr-butir berkurang,sehingga nilai yang dihasilkan nampaknya lebih tinggi dari nilai yang sebenarnya. Cara uji kekuatan yang lainnya dengan menggunakan alat Los Angelos Test. Mesin ini berupa silinder baja yang tertutup di kedua sisinya dengan diameter 71 cm da panjang 50 cm. silinder bertumpu pada sebuah sumbu horizontal tempat berputar. Pada silinder terdapat lubang untuk memasukkan benda uji dan tertutup rapat sedemikian sehingga permukaan dalam silinder tidak terganggu. Dibagian dalam silinder terdapat blade baja melintang penuh setinggi 8.9 cm. silinder ini dilengkapi dengan bola-bola baja dengan diameter rata-rata 4.68 cm dan berat masing-masing antara 390-445 gram atau sesuai dengan gradasi benda uji seperti pada tabel berikut ini :
Tabel berat dan gradasi benda uji Lubang ayakan (mm) lewat tertinggal 38.10 25.40
Gradasi A 1250
Berat benda uji (gram) Gradasi B Gradasi C
25.40
19.05
1250
19.05
12.70
1250
1250
12.70
9.51
1250
1250
9.51
6.35
6.35
4.75
1250 1250
Tabel jumlah dan berat bola-bola baja sesuai dengan gradasi Gradasi A B C
Jumlah bola 12 11 8
Berat semua bola 5000±25 4584±25 3330±20
Untuk mengetahui nilai Los Angelos, silinder diputar dengan kecepatan 30-33 rpm. Pengujian ini nampak lebih memuaskan jika dipakai untuk menguji agregat normal. Caranya dengan mengukur butiran yang pecah pada akhir putaran ke100 kali yang pertama dibandingkan dengan putaran ke-500. Umumnya jika butiran yang pecah pada akhir ke-100 sudah lebih besar dari 20% (SNI memberi nilai batas 27%)daripada ke-500 dianggap bagianyang lunak sudah terlalu banyak. Cara lainnya dengan melakukan uji keuletan (toughness) caranya diberi beban dengan sebuah mesin kejut (crushing value) dimana nilai kejut ini biasanya berhubungan dengan kekerasan agregat. Uji kejut dilaksanakan dengan menggunakan silinder baja dengan diameter dan tebal 25 cm yang dijatuhi hammer seberat 2kg, dengan tinggi jatuh mulai dari 1 cm dan kelipatannya. Nilai kejut yang baik lebih besar dari 19, sedangkan nilai yang kurang dari 13 dianggap jelek. Uji kuat tekan pada campuran beton dapatjuga digunakan untuk mengukur kekuatan agregat yaitu dengan embuat kubus ukuran 50-200 mm yang kemudian diberi tekanan dengan menggunakan mesin tekan sampai pecah.
Sifat-Sifat Agregat Dalam Campuran Beton Sifat-sifat agregat sangat berpengaruh pada mutu campuran beton. Sifatsifat ini harus kita ketahui dan pelajari agar dapat mengambil tindakan yang positif dalam megatasi masalah yang timbul. Agregat yang digunakan diindonesia harus memenuhi syarat SII 0052-80, “Mutu dan Cara Uji Agregat Beton” dan dalam hal-hal yang tidak termuat dalam SII 0052-80 makaagregat tersebut harus memenuhi syarat dan ketentuan yang diberikan oleh ASTM C-3382, “Standard Specification For Concrete Aggregates” (ulasan PB, 1989:14). Serapan Air dan Kadar Air Agregat Pada saat terbentuknya agregat kemungkinan terjadinya udara yang terjebak dalam lapisan agregat atau terjadi karena dekomposisi mineral pembentuk akibat perubahan cuaca, mak terbentuklah lubang, atau rongga kecil didalam butiran agregat (pori). Pori dalam agregat mempunyai variasi yang cukup besardan menyebar diseluruh tubuh butiran. Pori mungkin menjadi reservoir air bebas didalam agregat. Presentasi berat air yang mampu diserap agregat didalam air disebut sebagai serapan air, sedangkan benyaknya air yang terkandung dalam agregat disebut kadar air . A. SERAPAN AIR Serapan air dihitung dari banyaknya air yang mampu diserap oleh agregat pada kondisi jenuh permukaan kering (JPK), atau saturated surface dry (SSD), kondisi ini merupakan : a. Keadaan kebasahan agregat yang hampir sama dengan agregat dalam beton, sehingga agregat tidak akan menambah maupun mengurangi air dari pastanya. b. Kadar air di lapangan lebih banyak mendekati kondisi SSD daripada kondisi kering tungku.
Resapan efektif dinyatakan dengan banyaknya jumlah yang diperlukan agregat dalam kodisi kering udara (Wku) menjadi SSD (WSSD), rumusnya adalah: Ref =WSSD-WKUWSSD×100%
Resapan efektif (Ref) dipakai untuk menghitung berat air yang akan diserap (Wsr) oleh agregat (Wag)dalam adukan beton, yaitu dengan rumus : Wsr= Ref.Wag
Sehingga kelebihan air dalam campuran beton yang merupakan kontribusi dari agregat dapat dihitung dengan rumus : Akel= WBHS- WSSDWSSD×100%
Air kelebihan ini dipakai untuk menghitung berat tambahan (Wtam) terhadap campuran adukan beton, yaitu :
Wtam=Akel.Wag
Kelebihan (Wag)dan berat pada kondisi SSD (WSSD) dapat digunakan untuk menghitung banyaknya kandungan air (Kair) dalam agregat yang dinyatakan dalam rumus: KAir= WAgr- WSSDWSSD×100%
B. KADAR AIR
Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam suatu agregat. Kadar air agregat dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu : 1) Kadar air kering tungku, yaitu keadaan yang benar-benar tidak berair. 2) Kadar air kering udara, yaitu kondisi agregat yang permukaannya kering tetapi megandung sedikit air dalam porinya dan masih dapat menyerap air. 3) Jenuh kering permukaan (JPK), yaitu keadaan dimana tidak air di permukaan agregat , tetapi masih dapat menyerap air. Dalam kondisi ini air dalam agregat tidak akan menambah atau mengurangi air pada campuran beton. 4) Kondisi basah, yaitu kondisi dimana butir-butir agregat banyak mengandung air, sehngga akan menyebabkan penambahan pada kadar air campuran beton. Dari keempat kondisi tersebut hanya dua kondisi yang sering dipakai, yaitu kering tungku dan kondisi SSD. Kadar air biasanya dinyatakan dalam presentase dan dapat dihitung sebagai berikut : KA= W1- W2W2×100%
Jika agregat basah ditimbang beratnya (W1 ), kemudian dikeringkan dalam tungku dengan suhu 1000±50 sampai beratnya konstan (biasanya selama 16-24 jam), kemudian ditimbang beratnya (W2), maka kadar airnya (KA) dapat diketahui.
C. BERAT JENIS dan DAYA SERAP AGREGAT Berat jenis digunakan untuk menentukan volume yang diisi oleh agregat. Berat jenis dari agregat pada akhirnya akan menentukan berat jenis dari beton sehingga secara langsung menentukan banyaknya campuran agregat dalam campuran beton. Hubungan antara berat jenias dan daya serap adalah jika semakin tinggi nilai berat jenis agregat maka semakin kecil daya serap agregat tersebut.
D. GRADASI AGREGAT Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa gradasi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu menerus, seragam, dan sela. Untuk mendapat campuran beton yang baik kadang-kadang kita harus mencampur beberapa jenis agregat. Untuk tu pengetahuan mengenai gradasi ini pun menjadi penting. Dalam pengerjaan beton yang paling banyak dipakai adalah agregat normal dengan gradasi yang ahrus memenuhi syarat standar, namun untuk keperluanyang khusus sering dipakai agregat ringan maupun agregat berat. 1. Gradasi Agregat Normal SK. SNI T-15-1990-03 memberikan syarat-syarat untuk agregat halus yang diadopsi dari British Standard di Inggris. Agregat halus dikelompokan dalam empat daerah seperti dalam tabel berikut ini : Lubang ayakan (mm) 10 4.8 2.4 1.2 0.6 0.3 0.15
I 100 90-100 60-95 30-70 15-34 5-20 0-10
Persen berat butir yang lewat ayakan II III 100 90-100 75-100 55-90 35-39 8-30 0-10
Keterangan : - daerah gradasi I
100 90-100 85-100 75-100 60-79 12-40 0-10
IV 100 95-100 95-100 90-100 80-100 15-50 0-15
= Pasir Kasar
- daerah gradasi II = Pasir Agak Kasar - daerah gradasi III = Pasir Halus - daerah gradasi IV = Pasir Agak Halus ASTM C.33-86 dalam “Standard Specification For Concrete Aggregates” memberikan syarat gradasi agregat halus seperti yang tercantum dalam tabel dibawah ini, dimana agregat halus tidak boleh mengandung bagian yang lolos pada satu set ayakan lebih besar dari 45% dan tertahan pada ayaka berikutnya.
Ukuran lubang ayakan (mm) 9.5
Persen lolos kumulatif 100
4.75 2.36 1.18 0.6 0.3 0.15
95-100 80-100 50-85 25-60 10-30 2-10
Menurut British Standard (B.S), gradasi agregat kadar (kerikil/batu pecah) yang baik sebaiknya masuk dalam batas yang tercantum dalam tabel berikut : Lubang ayakan (mm) 40 20 12.5 10 4.8
Persen butir lewat ayakan, besar butr maks. 40 mm 20 mm 12.5 mm 95-100 30-70 10-35 0-5
100 95-100 25-55 0-10
100 100 90-100 40-85 0-10
2. GRADASI AGREGAT CAMPURAN Gradasi yang baik kadang sangat sulit didapatkan langsung dari suatu tempat (quarry). Dalam praktek biasanya dlakukan pencampuran agar didapatkan gradasi yang baik antara agregat kasar dengan agregat halus. SK SNI T-151990-03:21memberikan batas gradasi yang diadopsi dari B.S, seperti yang tercamtum dalam tabel-tabel dibawah ini :
Persen butiran yang lewat ayakan (%) untuk agregat dengan butir maksimum 40 mm Lubang ayakan (mm) 38 19 9.6 4.8 2.4 1.2 0.6
kurva 1 100 50 36 24 18 12 7
kurva 2 100 59 44 32 25 17 12
kurva 3
kurva 4
100
10
67 52 40 31 24 17
0 75 60 47 38 30 23
0.3 0.15
3 0
7 0
11 2
Persen butiran yang lewat ayakan (%) untuk agregat dengan butir maksimum30 mm Lubang ayakan (mm) 38 19 9.6 4.8 2.4 1.2 0.6 0.3 0.15
kurva
kurva
kurva
1
2
3
100 74 47 28 18 10 6 4 0
100 86 70 52 40 30 21 11 1
100 93 82 70 57 46 32 19 4
Persen butiran yang lewat ayakan (%) untuk agregat dengan butir maksimum20 mm Lubang ayakan (mm) 0.15
kurva 1 0
kurva 2 0
kurva 3 0
kurva 4 2
15 5
0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 9.6 19 38
2 9 16 23 30 45 100 100
3 14 21 28 35 55 100 100
5 21 28 35 42 65 100 100
12 27 34 42 48 75 100 100
Persen butiran yang lewat ayakan (%) untuk agregat dengan butir maksimum10 mm Lubang ayakan (mm) 38 19 9.6 4.8 2.4 1.2 0.6 0.3 0.15
Modulus Halus Butir
kurva 1 kurva 2 kurva 3 kurva 4 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 30 45 60 75 20 33 46 60 16 26 37 46 12 19 28 34 4 8 14 20 0 1 3 6
Modulus halus butir (fines modulus) atau biasa disingkat dengan MHB ialah suatu indek yang dipakai untuk mengukur kehalusan atau kekasaran butir-butir agregat (Abrams, 1918). MHB di definisikan sebagai jumlah persen kumulatif dari butir agregat yang tertinggal di atas satu set ayakan (38,19,9.6,4.8,2.4,1.2,0.6,0.3 dan 0.15 mm), kemudian nilai tersebut dibagi dengan seratus (ilsley, 1942:232). Makin besar nilai MHB suatu agregat berarti semakin besar butiran agregatnya. Umumnya agregat halus mempunyai nilai MHB 5-8. Nilai ini juga dapat dipakai sebagai dasar untuk mencari perbandingan dari campuran agregat. Untuk agregat campuran nilai MHB yang biasa dipakai sekitar 5.0-6.0. Hubungan ketiga nilai MHB tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut : W = (K-C)/(C-P)x100% Dengan : W = Persentase berat agregat halus (pasir) terhadap berat agregat kasar (kerikil/ batupecah) K = Modulus halus butir agregat kasar P= Modulus halus butir agregat halus C= Modulus halus butir agregat campuran Untuk mempermudah perhitungan MHB agregat, pekerjaan sebaiknya dilakukan dengan tabulasi . Contoh perhitungan MHB agregat halus, kasar dan campuran dapat dilihat di Tabel 4.11.a sampai 4.11.b. Dari hasil analisis ayak suatu contoh uji agregatkasar dan halus di dapatkan data sebagai berikut. Tabel 4.11 Contoh Data Hasil Analisa Ayak Lubang Ayakan (mm) (1)
Berat Tertinggal (gram) Agregat kasar Agregat Halus (2) (3)
38
0
0
19
0
0
9.6
640
0
4.8
270
50
2.4
90
75
1.2
0
190
0.6
0
220
0.3
0
290
0.15
0
155
Sisa
0 1000 gr
20 1000 gr
Penyelesaian : Tabel 4.11.b Contoh Hitungan MHB Agregat Kasar Lubang (gram)
Berat Tertinggal (persen)
Kumulatif(%)
(3) 0
(4) 0
(5) 0
19
0
0
0
9.6
0
0
0
4.8
50
5.00
5.00
2.4
75
7.50
12.50
1.2
190
19.00
31.50
0.6
220
22.00
53.50
0.3
290
29.00
82.50
0.15
155
15.50
98.00
Sisa
20 1000 gr
2.00 100%
-283.00
Ayakan (mm) (1) 38
Jadi MHB pasir dapat di hitung, yaitu persen kumulatif di bagi seratus persen, yaitu = 283.000/100 = 2.83 Tabel 4.11.b Contoh Hitungan MHB Agregat Kasar Lubang Ayakan (mm) (1)
(gram)
Berat Tertinggal (persen)
Kumulatif (%)
(2)
(6)
(7)
38
0
0
0
19
0
0
0
9.6
640
64.00
64.00
4.8
270
27.00
91.00
2.4
90
9.00
100.00
1.2
0
0.00
100.00
0.6
0
0.00
100.00
0.3
0
0.00
100.00
0.15
0
0.00
100.00
Sisa
0 1000 gr
0.00 100%
--655.00
Jadi MHB pasir dihitung, yaitu persen kumulatif dibagi seratus persen, yaitu = 655.00/100 = 6.55 Untuk menghitung agregat campuran agar masuk dalam gradasi yang disyaratkan berdasarkan nilai MHB, dapat dilakukan langkah-langkah percampuran sebagai berikut (Tabel 4.11) : 1. Hitung masing-masing MHB untuk agregat yang akan dicampur, yakni kolom 5 dan kolom 7, (table 4.11.a dan Tabel 4.11.b) 2. Tetapkan nilai MHB campuran, misalnya ditetapkan nilai MHB campuran sebesar 5.5 3. Hitung persentase agregat halus terhadap campuran dengan W = (K-C)/(CP)x100% 4. Hitung persentase untuk masing-masing ayakan 5. Plotkan hasil hitungan tersebut dalam table 6. Jika tidak masuk, ulangi kembali langkah 3
Penyelesaian : Dari Tabel 4.11.a dan 4.11.b didapat nilai MHB agregat kasar (K) = 6.55 dan MHB agregat halus (P) = 2.83 dan MHB campuran ditetapkan (C) = 5.5 (diasumsikan sekitar 5.0-7.0)
Persentase agregat halus terhadap campuran adalah (6.55-5.5)/(5.5-2.83)x100% = 39.32% dibulatkan menjadi 40%. Jadi, perbandingan antara agregat halus dengan agregat kasar adalah 1:1.5. Selanjutnya hitungan ditabelkan (langkah 4) Tabel 4.12 Contoh Hitungan Berat
Berat
Tertingg
Lolos
al
(gram
Ayaka
(gram) Ag.K
) Ag.H
n
(K)
Berat Butiran Lolosan(%)
P
K
%P
%K 1xP
1
(8)+(9
(10)/(P
(P)
.5x
)
+K)
(3)
(10) 250
(11) 100
0
(4) 1000
(5) 1
(6) (7) 100 100
(8) 100
P (9) 100
0
0
1000
000
100 100
100
100
250
100
9.6
640
0
1000
1
100
36
36
100
154
62
4.8
270
50
950
95
9
9
95
108.5
43
2.4
90
75
875
8
0
0
8
87.5
35
1.2
0
190
685
90
7.5
0
0
7.5
68.5
27
0.6
0
220
485
0
6
0
0
6
46.5
19
0.3
0
290
175
0
8.5
0
0
17.5
7
0.15
0
155
20
0
4
0
0
2.0
1
0
20
0
0
8.5
0
0
0.0
0
0
1
1
7.5
7.5
2.0
2.0 -
-
(mm) (1) 38
(2) 0
19
Sisa
000 360
0
1000
1000
-
-
0 -
-
-
8.5 4 8.5
0 -
2.5.1 K e t a h a n a n K i m i a
Pada umumnya beton tidak tahan terhadap seringan kimia. Ada beberapa bahan kimia yang bereaksi dengan beton, tetapi dua bentuk yang biasa dijumpai
yang menyerang terhadap beton yaitu serangan alkali dan
serangan sulfat. 1. Ketahanan alkali Beberapa jenis agregat ini mengandung silica reaktif sepeti cherts, batu kapur yang mengandung silica dan beberapa jenis batuan vulkanikdapat bereaksi dengan alkali yang berbeda dalam semen dan membentuk gel-silica yang suasananya basa. Apabila terjadi hal yang demikian maka agregat tersebut mengembang dan membengkak dan menyebabkan timbulnya retak-retak serta penguraian beton yang bersangkutan. Ca (OH)2 dalam pasta semen yang telah mengeras dapat larut dalam air, terutama bila terdapat (CO)2. Jadi bilamana beton dalam masa pelayanan dilalui aliran air dan menyerapnya, Ca (OH)2 dalam semen berpindah dan tersaring keluar. Hal ini dapat merugikan beton karena keawetan beton akan berkurang. Peristiwa ini sering di jumpai di bangunan hidrolik dimana terdapat bagian yang retak, retak-retak dan berpori yang dapat dilalui oleh aliran air. Pencegahan yang paling mudah yaitu dalam pemilihan agregat dan usaha perawatan untuk mengurangi susut beton. Cara lainya yaitu dengan membubuhkan bahan teras yang halus kedalam campuran beton yang bersangkutan. Bahan teras ini efektif dalam mengurangi kadar alkali dalam beton. 2. Ketehanan sulfat Hampir semua larutan sulfat beraksi dengan Ca (OH)2 dan (C3A) dari semen yang berdehidrasi untuk membentuk senyawa kalsium sulfat
dan kalsium sulfoaluminat. Dalam hal ini kalsium sulfat dan magnesium adalah yang paling reaktif dalam suasana basa dijumpai secara luas dalam tanah,. Tidak seperti kalsium hidroksida, senyawa-senyawa kimia ini tidak dapat larut dalam air. Meskipun demikian, voloumnya lebih besar dari pada senyawa-senyawa pasta semen sehingga beton yang telah mengeras ini memberikan konstribusi yang tidak sedikit bagi kehancuran struktur.
2.5.2 K e k e k a l a n Kekekalan agregat dapat diuji dengan menggunakan larutan kimia untuk memeriksa reaksinya pada agregat (PB 89,1990). Agregat harus memenuhi syarat seperti yang tercantum dalam SII.0052-80 “Mutu dan Cara Uji agregat beton” untuk beton normal atau yang memenuhi syarat ASTM C.33-86, “Standard Specification for Concrete Aggregates” . Syarat mutu untuk agregat normal adalah sebagai berikut : (1) Agregat halus jika di uji dengan larutan garam sulfat ( natrium sulfat,NaSO4), bagiannya yang hancur maksimum 10% dan jika diuji dengan magnesium sulfat (MgSO4) bagiannya yang hancur maksimum 15%. (2) Agregat kasar jika diuji dengan larutan garam sulfat (natrium sulfat, NaSO4), bagiannya yang hancur maksimum 12% dan jika diuji magnesium sulfat (MgSO4) bagiannya yang hancur maksimum 18%. 2.5.3 P e r u b a h a n V o l u m e
Faktor utama yang menyebabkan terjadinya perubahan - perubahan dalam volume adalah kombinasi reaksi kimia antar semen dengan air, seiring dengan mengeringnya beton. Jika agregat mengandung senyawa kimia yang dapat mengganggu proses hidrasi dari semen, maka beton yang terbentuk akan mengalami keretakan. ASTM C.330, “Specification for lightweight Aggregates for Structural Concrete” memberikan ketentuan bahwa susutkering untuk agregat ringan tidak boleh melebihi 0,10%.
2.5.4 K a r a k t e r i s t i k P a n a s (Sifat thermal Agregat)
Pada Agregat karakteristik panas akan sangat mempengaruhi keawetan dan kualitas dari beton. Sifat utamanya adalah koefisien muai, panas jenis dan pengahantar panas. 1. Koefisien muai Koefisien muai tergantung pada jenis bahan agregatnya. Koefisien muai berkisar antara 5,4 x 10-6 sampai 12,6 x 10-6 per derajat celcius, adapun koefisien muai pasta semen sekitar 10.8 x 10-6 sampai 16.2 x 10-6per derajat Celsius. Jika koefisien besar, maka perubahan suhu dapat mengakibatkan perbedaan gerakan sehingga saat melepaskan lekatan antara agregat dan pasta semen. keduanya
berbeda lebih dari
Jika koefisien muai dari
5,4 x 10-6 , beton akan retak , jika
mengalami panas dan dingin atau jika terjadi kebakaran. 2. Panas Jenis dan pengantar panas Panas jenis dihitung jika beton digunakan untuk pekerjaan masa dan juga untuk pekerjaan khusus.
2.5.5 Ba h a n – B a h a n L a i n y a n g M e n g g a n g g u
Bahan-bahan yang mengganggu adalah bahan yang menyebabkan terganggunya proses pengikatan pada beton serta pengerasanya. (1) Bahan padat yang menetap Lempung, tanah liat dan abu batu tidak di ijinkan dalam jumlah banyak karena mengakibatkan meningkatnya penggunaan air dalam campuran beton yang bersangkutan. Bahan-bahan ini tidak dapat menjadi satu dengan semen sehingga menghalangi penggabungan antara semen dengan agregat. Akibatnya kekuatan beton berkurang karena tidak adanya saling mengikat. (2) Bahan-bahan organik humus Apabila agregat alam mengandung bahan-bahan organik maka proses hidrasi akan terganggu, sehingga bahan agregat tersebut tidak dapat dipergunakan dalam campuran beton.
2.6 P E M E R I K S A A N M U T U A G R E G A T Pemeriksaan mutu agregat dimaksudkan untuk mendapatkan bahan-bahan campuran beton yang memenuhi syarat, sehingga beton yang dihasilkan nantinya sesuai dengan yang diharapkan. Agregat normal harus memenuhi syarat mutu sesuai dengan SII .0052-80, “Mutu dan Cara Uji Agregat Beton” dan jika tidak tercantum dalam syarat ini harus memenuhi syarat ASTM C.330-80 “Standard Specification for Concrete Aggregates” Agregat ringan harus memenuhi syarat yang diberikan oleh ASTM c.330-80 “Specification for lightweight Aggregates for Structural Concrete”. Sebagian syarat-syarat telah di jelaskan di atas.
2.6.1 A g r e g a t N o r m a l M e n u r u t S I I . 0 0 5 2
a. Agregat Halus Modulus halus butir 1.5 sampai 3.8 Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikro (0.074mm) maksimum 5%
Kadar zat organik yang terkandung yang ditentukan dengan mencampur agregat halus dengan larutan natrium sulfat (NaSO4) 3%
kekerasan butiran jika dibandingkan dengan kekerasan butiran pasir pembanding yang berasal dari pasir kuarsa Bangka memeberikan angka tidak lebih dari 2.20 Kekekalan (jika diuji dengan natrium sulfat bagian yang hancur maksimum 10%, dan jika dipakai magnesium sulfat, maksimum 15%) b. Agregat kasar Modulus halus butir 6.0 sampai 7.1
Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikro (0.074mm) maksimum 1% Kadar bagian yang lemah jika diuji dengan goresan batang tembaga maksimum 5% Kekekalan jiak diuji dengan natrium sulfat bagian yang hancur maksimum 12% dan jika dipakai magnesium sulfat bagian yang hancur maksimum 18%
Tidak bersifat reaktif terhadap alkali jika kadar alkali dalam semen sebagai Na2O lebih besar dari 0.6%
Tidak mengandung butiran yang panjang dan pipih lebih dari 20%.
2.6.2 A g r e g a t N o r m a l M e n u r u t A S T M C . 3 3
Agregat normal yang dipakai dalam campuran beton sesuai dengan ASTM, berat isinya tidak boleh kurang dari 1200 kg/m3. a. Agregat halus Modulus halus butir 2,3 sampai 3,12. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0,074 mm atau No.200) dalam persen berat maksimum, –
Untuk beton yang mengalarni abrasi sebesar 3,0%
–
Untuk beton jenis lainnya sebesar 5%.
Kadar gumpalan tanah liat dan partikel yang mudah dirapikan maksimum 3%. Kandungan arang dan lignit. –
Bila tampak permukaan beton dipandang penting (beton akan diekspos), maksimurn 0,5 %
–
Beton jenis lainnya, maksimum (l - 0.5) %
Kadar zat organik yang ditentukan dengan mencampur agregat halus dengan larutan natrium sulfat (NaSO4) 3%, tidak menghasilkan warna yang lebih tua dibanding warna standar. Jika warnanya lebih tua maka ditolak kecuali :
–
Warna lebih tua timbul karena sedikit adanya arang lignit atau yang sejenis
–
Ketika diuji dengan uji perbandingan kuat tekan beton yang dibuat dengan pasir standar silika hasilnya menunjukan nilai lebih besar dari 95%. Uji kuat tekan sesuai dengan cara ASTM C.87
Tidak boleh bersifat reaktif terhadap alkali jika dipakai untuk beton yang berhubungan dengan basah dan lembab atau yang berhubungan dengan bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali semen, dimana penggunaan semen yang mengandung natrium oksida tidak lebih dari 0,6%. Kekalan jika diuji dengan natrium sulfat bagian yang hancur maksimum 10%, dan jika dipakai magnesium sulfat, maksimum 15%. b. Agregat Kasar Tidak boleh bersifat reaktif terhadap alkali jika dipakai untuk beton yang berhubungan dengan basah dan lembab atau yang berhubungan dengan bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali semen, di mana penggunaan semen yang mengandung natrium oksida tidak lebih dari 0,6%. Sifat fisika yang mencakup kekerasan agregat diuji dengan bejana
Los Angeles. Batas ijin partikel yang berpengaruh buruk terhadap beton dan sifat fisika yang diijinkan untuk agregat kasar. (Limits for Agregat Deleterious Substances and Physical Requirement of Coarse Aggregates for Concrete).
2.7 P E N Y I M P A N A N A G R E G A T Agregat biasanya tidak ditempatkan dalam ruang tertutup tetapi diletakan di udara terbuka atau stock field. Ada persyaratan yang harus dipenuhi dalam penyimpanan agregat ini, antara lain : 1. Pengawasan agregat harus dimulai dari saat kedatanganya sampai dengan pengambilan kembali.
2. Agregat harus ditimbun di atas bak-bak berlantai jika volumenya dibawah 10
kubik
meter.
Jika
volumenya
besar,
sebaiknya
dibuatkan
landasan
menggunakan land concrete campuran 1 : 3 : 5 untuk menghindari tercampurnya tanah dengan agregat pada saat pengembalian. 3. Jika agregat yang ditimbun dalam keadaan kering, terutama untuk agregat yang
ditimbun di stock field, sebaiknya agregat disiram dengan menggunakan sprinkle (slang air). 4. Agregat diuji secara berkala sebelum digunakan, sebagai kontrol kualitas
bahan. 2.8 AGREGAT JENIS LAIN UNTUK HAL-HAL KHUSUS
2.8.1 Agregat jenis lain
Sebagai bahan pengganti agregat alami bisa digunakan agregat jenis lain seperti : a. Batuh Pecah Batu pecah merupakan hasil pengelolahan batu dengan stone crusher. Butiran yang dihasilkan berbentuk tajam sehingga dapat memperkuat mortar. Batu pecah ini paling sering digunakan untuk pekerjaan struktural. Ukuran yang dikenal dalam pekerjaan beton adalah ukuran 1020 dan 2030.
b. Pecahan bata atau genteng Bahan yang dibuat dari pecahan bata atau genteng ini secara umum belum dipakai. Peneliti sudah banyak meneliti pemakaian agregat ini dalam cmpuran beton. Sifat agregat ini sangat dipengaruhi oleh bahan dasarnya yakni tanah liat. Pecahan bata atau genteng yang halus bersifat : –
Seperti pasir .
–
Sedikit menaikan kekuatan mortar.
–
Menaikan sifat hidrolis dari mortar.
c. Tanah liat bakar
Tanah liat dengan kadar air tertentu dibuat berbutir sekitar (5-20)mm, kemudian di bakar. Hasilnya berbentuk bola, ringan dan berpori. Serapan airnya sekitar (8-20)%. Beton dengan agregat ini berat jenisnya sekitar 1900 kg/m3. d. Herculite atau haydite Agregat ini berasal dari shale yang dimasukan dalam tungku putar pada suhu 11000C. Gas dalam shale mengembang membentuk jutaan sel kecil udara yang dikelilingi oleh slaput tipis air yang kuat dan bening. Agregat ini dipakai untuk menggantikan agregat pada pekerjaan struktural. Berat jenis yang dihasilakan sekitar 23 beton biasa, dengan kuat tekan yang sama dan pada jumlah semen yang sama. Beton yang dibuat akan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap panas, sehingga biasanya digunakan untuk dinding penahan panas, lapisan tahan api untuk baja struktural. Agregat ini mempunyai sifat meredam suara yang baik. e. Agregat abu terbang Agregat ini merupakan jenis produk sisa pembakaran PLTU yang mengeras dan membentuk butir-butir seperti kerikil. Beton yang dibuat dengan agregat jenis ini akan mempunyai kuat tekan yang cukup baik. f. Benda Limbah padat buangan Kemungkinan pemakaian benda limbah padat buangan sebagai bahan pengganti. Limbah padat ini dapat berupa kaleng-kaleng bekas, bahanbahan bekas bongkaran bangunan, maupun sampah padat dari hasil limbah industri maupun rumah tangga. Sebelum barang ini dipakai sebaiknya ditinjau aspek ekonomi keuntungan penggunaan bahan-bahan ini dibandingkan dengan pemakaian agregat alami. Harus pula dipertimbangkan aspek teknisnya, yang meliputi pekerjaan dan kekutan beton yang dihasilkan.
2.8.2 A g r e g a t u n t u k h a l – h a l k h u s u s
Untuk bahan yang harus kuat dan awet agregat yang harus digunakan adalah corundum sintetik (Al2O3) dengan berat isi murni (3.1 - 3.2) kg/dm3. Selain itu, dapat juga digunakan jenis agregat lain yang keras seperti batu alam misalnya basalt, terak tanur tinggi dan jenis-jenis logam. Agregat yang sangat ringan untuk isolasi terhadap panas atau yang tahan api adalah perlit, sejenis gelas dari batuan beku (vulkanik) dengan berat isi sekitar (0.06 - 0.2) kg/dm3, vermiculite dengan berat isi massa sekitar (0.07 - 0.09) kg/dm3 dan foamglass. Agregat yang digunakan sebagai perlindungan radiasi adalah jenis batuan dengan berat isi murni yang tinggi, umpamanya spar (BaSO4) yang memiliki berat isi murni (4.15 - 4.45) kg/dm3, magnetit, besi dengan berat isi murni (4.40 - 5.00) kg/dm3 dan baja (dapat berbentuk pasir atau sebagai butiran-butiran) dengan berta isi murni 6.80-7.60 kg/dm3. Agregat untuk membuat bahan tahan panas dapat berupa lempung yang tahan panas dengan titik lembur tinggi, yang terpecah-pecah menjadi butiran –butiran dengan berbagai macam ukuran. Agregat yang digunakan dalam pembuatan asbes berasal dari endapan berupa seratserat halus yang berasal dari magnesium silikat hidrat. Kayu untuk panel-panel yang digunakan sebagai bahan bangunan dapat digunakan sebagai agregat. Tatal serta serutan kayu dapat digunakan sebagai bahan chip-wood, cement board, dan wood-wool cement board.
2.9 A G R E G A T R I N G A N
Agregat ringan adalah agregat yang mempunyai kepadatan sekitar (300 – 1850) kg/m3. Agregat ringan biasanya digunakan atas pertimbangan ekonomis dan struktural. Esensi agregat ringan adalah agregat yang mempunyai berat jenis yang ringan dan prioritas yang tinggi, yang dapat dihasilkan dari agregat alam maupun hasil
fabrikasi. Berdasarkan pengertian tersebut ada dua metode untuk membuat beton ringan menggunakan agregat ringan. 1. Membentuk dengan menggunakan agregat ringan yang porous dan berat jenis yang kecil, beton yang dibentuk dinamakan beton agregat ringan. 2. Membuat pori yang tinggi pada beton dengan membentuk massa mortar salah
satunya dengan menambah kandungan udara pada beton. Beton yang terbentuk dinamakan beton hampa udara, beton sellular, foamed or gas concrete. 2.10K L A S I F I K A S I A G R E G A T R I N G A N
Menurut ASTM C.330, agregat ringan ini dapt dibedakan menjadi dua : 1. Agregat yang dihasilkan dari pembekahan (expanding), kalsinasi (calcining),
atau hasil sintering. Misalnya dapur tanur tinggi, tanah liat, diatome, abu terbang atau (fly ash), lempung atau slate. Agregat ini merupakan agregat ringan buatan (artificial aggregates). 2. Agregat yang dihasilkan melalui pengolahan bahan alam. Misalnya scoria,
batu apung (pumice) atau tuff. Agregat ini merupakan agregat alam (natural).
a. Aregat Alami
Kelompok pertama agregat ringan alam meliputi jenis-jenis agregat diatomite, pumice (batu apung), scoria, volcanic cinders and tuff, yang semuanya termasuk batuan asli vulkanik. Batu apung merupakan batuan berwarna terang biasanya berwarna seperti ada lapisan kaca dengan berat satuan 500-900 kg/m3. Beton yang menggunakan agregat ini akan mempunyai sifat penyerapan air dan pengembangan yang cukup tinggi dengan berat beton 7001400 kg/m3. b. Agregat Buatan Kelompok pertama dari agregat ringan buatan ini adalah agregat yang berasal dari hasil proses pemanasan, kedua dari hasil pendinginan dan yang ketiga dari hasil industry cinder. a. Ekspanded clay, shale, dan slate merupakan hasil residu dari proses
klin (tanur putar) dengan temperatur (1000 - 1200) 0C. Expanded shale
dan agregat clay yang dibuat dengan proses sinter strandme mempunyai kepadatan 650-900 kg/m3, dan jika menggunakan kiln yang berputar akan mempunyai kepadatan sekitar (300 - 650) kg/m3 . Beton yang menggunakan jenis agregat ini akan mempunyai berat isi sekitar (1400 – 1800) kg/m3 dan kadang-kadang dapat dihasilkan beton ringan dengan kepadatan 800 kg/m3. Kekuatan tekan beton yang agregat ini biasanya cukup tinggi, terutama jika digabungkan dengan jenis agregat ringan yang lainya. b. Perlite adalah jenis batuan glassy vulkanik dengan berat isi yang
rendah sekitar (30 – 240) kg/m3. Perlite dibuat dari hasil pemanasan dan proses fusi batuan glassy pada suhu 900-11000C. Beton yang dibuat
akan
mempunyai
kekuatan
tekan
yang
rendah
dan
pengembangan yang tinggi. Beton yang dibuat bisasanya digunakan untuk tujuan insulator. c. Vermiculite adalah material yang berstruktur pelat, nama lainya
adalah mica, dengan berat isi yang rendah sekitar (60 - 130) kg/m3. Pembuatanya melalui proses pemanasan dan proses fusi batuan glassy pada suhu 650-10000C. Beton yang dibuat akan mempunyai kekuatan tekan yang rendah dan pengembangan yang tinggi, biasanya digunakan untuk tujuan insulator (penahan panas). d. Expanded blast-furnace slag dihasilkan dengan dua cara. Pertama,
yaitu mencampurkan bahan batuan dengan air kemudian dilakukan pembakaran. Misalnya tanah liat bakar. Tanah liat dengan kadar air tertentu dibuat berbutir sekitar (5 – 20) mm, kemudian di bakar. Hasilnya berbentuk bola ringan dan berpori. Serapan airnya sekitar (8 – 20) %. Beton dengan agregat ini berat jenisnya 1900 kg/m3. Kedua, dengan cara penguapan (steam) batuan-batuan yang dihasilkan seperti batu apung. Batuan expanded biasanya mempunyai berat isi sekitar (300 – 1100) kg/m3, bergantung pada proses pendinginannya dan derajat pembentukan partikel serta ukuran dan gradasinya. e. Clinker aggregate nama lainya adalah cinder, merupakan hasil proses
pembakaran pada industri pada temperatur yang sangat panas. Beton yang menggunakan agregat ini cenderung tidak tahan terhadap sulfat dan kehilangan panas
yang
tinggi.
Peraturan standar tidak
merekomendasikan beton yang menggunakan agregat ini digunakan untuk beton bertulang. Beton yang menggunakan clinker cenderung lebih awet. Jika digunakan sebagai agregat halus atau agregat kasar beton yang dihasiklan akan mempunyai berat isi sekitar (1100 – 1400) kg/m3. Untuk meningkatkan kemudahan pekerjaan agregat ini sering digabung dengan pasir alam, akan tetapi berat isi betonnya akan meningkat menjadi (1750 – 1850) kg/m3. f.
Agregat abu terbang (sintered fly-ash aggregates) merupakan produk sisa dari hasil pembakaran PLTU yang mengeras dan membentuk butir-butir seperti kerikil. Beton yang dibuat dari agregat jenis ini akan mempunyai kuat tekan yang cukup baik. Berat isi beton yang menggunakan agregat ini sekitar 1000 kg/m3, Jika menggunakan fraksi agregat halusnya lebih banyak akan menghasilkan beton dengan berat isi 1200 kg/m3.
g. Pecahan bata atau genteng dibuat dari pecahan bata atau genteng dan
masih sering dipakai. Secara umum masih belum dipakai, namun peneliti sudah banyak meneliti tentang agregat jenis ini untuk dipergunakan dalam campuran beton. Sifat agregat ini sangat bergantung pada bahan dasarnya yakni dari tanah liat, yang menyebabkan variasi dari agregat yang dibentuknya. Pecahan dari bahan ini yang halus bersifat : 1. Seperti pasir 2. Sedikit menaikan kekuatan mortar 3. Menaikan sifat hidrolisis dari mortar h. Herculite atau hydite merupakan hasil dari pembuatan shale yang
dimasukkan dalam tungku putar pada suhu 1100 0C. Gas dalam shale mengembang membentuk jutaan sel kecil udara dalam massa yang dikelilingi oleh slaput tipis air yang kuat dan bening. Agregat ini dipakai untuk menggantikan agregat yang dipakai pada pekerjaan struktural. Berat jenis yang dihasilkan sekitar 23 beton biasanya, dengan kuat tekan yang hampir sama pada jumlah semen yang sama. Beton yang dibuat akan mempunyai ketahanan tinggi terhadap panas, sehingga biasanya digunakan untuk dinding penahan panas, lapisan
tahan api untuk baja struktural, selain itu mempunyai sifat meredam suara yang baik. i.
Kemungkinan pemakaian benda limbah padat buangan sebagai bahan pengganti dimana akhir - akhir ini banyak dibicarakan, hal ini sebenarnya bukan merupakan konsep yang baru. Limbah padat ini dapat berupa kaleng-kaleng bekas, juga bahan-bahan bekas bongkaran bangunan, maupun sampah padat dari hasil limbah industri ataupun rumah tangga. Sebelum barang ini dipakai sebaiknya ditinjau dari sisi ekonomi apakah menguntungkan dibanding dengan memakai agregat alami, dan juga mempertimbangkan hasil dari sisi tekniknya, kemudahan pengerjaanya dan terutama hasil akhir dari kekuatan betonya.
j. Agregat yang digunakan untuk pembuatan asbes adalah bahan yang berasal dari magnesium silikat hydrat. Untuk keperluan ini dipakai tatal serta serutan kayu sebagai bahan chip-wood cement board, dan wood-wool cement board.
2.11 P E R S Y A R A T A N A G R E G A T R I N G A N S T R U K T U R A L
MENURUT ASTM C.330 Agregat ringan di kelompokan menjadi dua kelompok yaitu : 1. Dihasilkan dari pembekahan (expanding ), klasinasi (calcining) atau hasil
sintering, misalnya dapur tanur tinggi, tanah liat, diatome, abu terbang (fly ash), lempung atau slate. 2. Agregat yang dihasilkan melalui pengolahan bahan alam, misalnya
scoria, batu apung (pumice)atau tuff. Berat satuan (unit weight) maksimum pada keadaan kering dan diisi gembur adalah : 1. Agregat halus,
1120 kg/cm3
2. Agregat kasar,
800 kg/cm3
3. Agregat gabungan,
1040 kg/cm3
4. Perbedaan berat satuan dalam kondisi lapangan tidak boleh lebih dari 10% Kandungan bahan yang berpengaruh buruk :
1. Kadar gumpalan tanah liat (clays lumps) dan partikel yang mudah
dirapikan maksimum 3%. 2. Kadar organik yang di uji dengan larutan NaOH 3% harus menghasilkan
warna
yang
lebih
muda
jika
dibandingkan
dengan
larutan
pembandingnya. 3. Noda karat (staining) yang secara visual warnanya lebih pekat dari warna
standar pengujian pada metode uji ASTM C.1641, harus diuji secara kimia. Bila mengandung ferroxida 1.5 mg atau lebih, tidak boleh dipakai. 4. Bagian yang hilang jika dilakukan pemijaran tidak boleh lebih dari 5%
berat. 2.12 K E K U A T A N T E K A N A G R E G A T R I N G A N Kekuatan tekan hasil uji beton yang menggunakan agregat ringan diambil berdasarkan rata-rata tiga benda uji. Prosedur pembuatan beton dan pengambilan contoh untuk pembuatan beton yang menggunakan agregat ringan harus sesuai dengan syarat SNI ataupun syarat lainnya yang sesuai dengan ketentuan. Ratarata kekuatan tekan minimum yang harus dimiliki beton yang menggunakan agregat ringan didasarkan atas berat isi kering maksimum.
Telah kita ketahui bersama agregat merupakan
komponen penyusun beton yang
digunakan untuk membuat volume stabil. Selain itu, sifat mekanik dan fisik dari agregat san gat berpengaruh tehadap sifat-sifat beton yang dihasilkan, seperti kuat tekan, kekuatan, durabilitas, berat, dll. Kegunaan agregat pada beton adalah: •
Menghasilkan beton yang murah
•
Menimbulkan volume beton yang stabil
•
Mencegah abrasi jika beton digunakan pada bangunan laut
•
Penyusun serta pengisi volume yang terbesar.
Agregat alami dapat diperoleh dari proses pelapukan dan abrasi serta pemecahan pada batuan induk yang lebih besar. Agregat yang baik untuk digunakan adalah agregat yang menyerupai bentuk kubus atau bundar, bersih, keras, kuat, bergradasi baik dan stabil secara kimiawi. Pada umumnya kandungan agregat (kasar, sedang dan halus) meliputi 60% ~ 75% dari Volume beton. Dalam perancangan concrete mix, faktor kelembaban cukup penting karena berkaitan dengan
w/c – ratio.
Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi. Berdasarkan pengalaman, komposisi agregat tersebut berkisar 60%-70% dari berat campuran beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup besar, agregat inipun menjadi penting. Karena itu perlu dipelajari karakteristik agregat yang akan menentukan sifat mortar atau beton yang akan dihasilkan.
Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum, agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu, agregat kasar dan agregat halus. Batasan antara agregat halus dan agregat kasar berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian, dapat diberikan batasan ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4,80 mm, (British Standard) atau 4,75 mm (Standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4,80 mm (4,75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4,80 mm (4,75 mm). Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4,80 mm dibagi lagi menjadi dua: yang berdiameter antara 4,8040 mm, disebut kerikil beton dan yang lebih dari 40 mm, disebut kerikil kasar. Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk pekerjaan sipil lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah, bronjong, atau bendungan, dan lainnya. Agregat halus biasanya dinamakan pasir dan agregat kasar dinamakan kerrikil, spilit, batu pecah, kricak, dan lainnya.