Afra,mute,yossi,yetii[1].docx

  • Uploaded by: mute
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Afra,mute,yossi,yetii[1].docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,735
  • Pages: 18
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bermain dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Aktivitas bermain dilakukan anak dan aktivitas anak selalu menunjukkan kegiatan bermain. Bermain dan anak sangat erat kaitannya. Oleh karena itu, salah satu prinsip pembelajaran di pendidikan anak usia dini adalah bermain dan belajar. Pada usia anaka – anak fungsi bermain berpengaruh besar sekali bagi perkembangan anak. Jika pada orang dewasa sebagian besar perbuatannya diarahkan pada pencapaian tujuan dan prestasi dalam bentuk kegiatan kerja, maka kegiatan anaka sebagian besar dalam bentuk bermain.

1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apa pengertian bermain ? 2. Apa saja teori-teori klasik bermain ? 3. Apa saja teori-teori kontemporer bermain ? 4. Apa saja manfaat bermain ?

1.3 TUJUAN 1. Mengetahui apa pengertian bermain 2. Mengetahui teori-teori klasik bermain 3. Mengetahui teori-teori kontemporer bermain 4. Mengetahui manfaat bermain

1

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Bermain Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun pengembangan imajinasi pada anak. Bermain merupakan hak asasi bagi anak usia dini yang memiliki nilai utama dan hakiki pada masa pra sekolah. Kegiatan bermain bagi anak usia dini adalah sesuatu yang sangat penting dalam perkembangan kepibadiannya. Bermain bagi seorang anak tidak sekedar mengisi waktu, tetapi media bagi anak untuk belajar. Setiap bentuk kegiatan bermain pada anak pra sekolah mempunyai nilai positif terhadap perkembangan  Menurut Piaget, 1951 bermain merupakan kegiatan yang dilakukan berulangulang demi kesenangan (Piaget, 1951).  Secara lebih umum dalam term psikologi, Joan Freeman dan Utami Munandar (1996) mendefinisikan bermain sebagai suatu aktivitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik fisik, intelektual, sosial, moral dan emosional.  Bermain menurut pendapat Elizabeth Hurlock (1987:320) adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya tanpa mempertimbangkan hasil akhir.  Menurut Hughes (1999), seorang ahli perkembangan anak dalam bukunya Children, Play, and Development, mengatakan bermain merupakan hal yang berbeda dengan belajar dan bekerja. Suatu kegiatan yang disebut bermain harus ada lima unsur didalamnya, yaitu: 1. Mempunyai tujuan yaitu permainan itu sendiri untuk mendapat kepuasan . 2. Memilih dengan bebas dan tas kehendak sendiri, tidak ada yang menyuruh ataupun memaksa. 3. Menyenangkan dan dapat menikmati. 4. Mengkhayal untuk mengembangkan daya imaginatif dan kreativitas 5. Melakukan secara aktif dan sadar (DWP, 2005).  Friedrich Froebel ( 1782- 1852 ) menjelaskan bahwa konsep bermain merupakan proses belajar bagi anak usia dini. Anak diajak bekerja di kebun, bermain dengan pimpinan, bernyanyi, pekerjaan tangan atau keterampilan, bersosialisasi, berfantasi, adalah merupakan proses belajar sambil bekerja.  Menurut Karl Buhler dan Schenk Danziger, bermain adalah ”kegiatan yang menimbulkan kenikmatan”. Dan kenikmatan itu menjadi rangsangan bagi perilaku lainnya.  Andang Ismail (2009: 26) menuturkan bahwa permainan ada dua pengertian. Pertama, permainan adalah sebuah aktifitas bermain yang murni mencari 2

1







kesenangan tanpa mencari menang atau kalah. Kedua, permainan diartikan sebagai aktifitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari kesenangan dan kepuasan, namun ditandai pencarian menang-kalah. Menurut Kimpraswil (dalam As’adi Muhammad, 2009: 26) mengatakan bahwa definisi bermain adalah usaha olah diri (olah pikiran dan olah fisik) yang sangat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan motivasi, kinerja, dan prestasi dalam melaksanakan tugas dan kepentingan organisasi dengan lebih baik. Menurut Hans Daeng (dalam Andang Ismail, 2009: 17) bermain adalah bagian mutlak dari kehidupan anak dan permainan merupakan bagian integral dari proses pembentukan kepribadian anak. Bermain menurut Mulyadi (2004), secara umum sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak yang dilakukan secara spontan. Terdapat lima pengertian bermain: 1. Sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik pada anak 2. Tidak memiliki tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsik 3. Bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak 4. Melibatkan peran aktif keikutsertaan anak 5. Memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan seuatu yang bukan bermain, seperti kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial dan sebagainya

Berdasarkan beberapa pengertian bermain di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bermain adalah kegiatan yang dilakukan secara sukarela dengan ataupun tanpa mempergunakan alat, sebagai pengalaman belajar untuk memperoleh pengetahuan dan mengembangkan kemampuan dalam diri (anak) yang dapat menimbulkan kesenangan/kepuasan. 2.2 Manfaat dan tujuan bermain Bagi seorang anak bermain adalah kegiatan yang mereka lakukan sepanjang hari, karena bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah permaianan. Melaui kegiatan bermain memungkinkan anak belajar tentang diri mereka sendiri, orang lain, dan lingkungannya. Dalam kegiatan bermain, anak bebas untuk berimajinasi, bereksplorasi, dan mencipta sesuatu. Papalia seorang ahli perkembangan manusia, dalam bukunya Human Development, menyatakan bahwa anak berkembang dengan cara bermain. Banyak alasan yang membuat anak suka bermain, beberapa diantaranya adalah kesenangan, relaksasi, kesehatan, dan belajar. Bagi anak-anak bermain lebih merupakan suatu kebutuhan yang mutlak ada. Jika

1

Mayke S. T. (2001). Bermain, mainan, dan permainan. Jakarta: PT Grasindo. 3

tidak, menurut Conny R. Semiawan (2002:21), ada satu tahapan perkembangan yang berfungsi kurang baik yang akan terlihat kelak jika anak sudah menjadi remaja. Kegiatan bermain memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan seorang anak. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Hurlock (2005:323) bahwa terdapat pengaruh bermain bagi perkembangan anak yaitu: perkembangan fisik, dorongan berkomunikasi, penyaluran bagi energi emosional yang terpendam, penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan, sumber belajar, rangsangan babi kreativitas, perkembangan wawasan diri, belajar bermasyarakat, standar moral, belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin serta perkembangan ciri kepribadian yang diinginkan. Eheart dan Leavitt sebagaimana yang dikutip Yuliani Nurani (2010:36) berpendapat bahwa kegiatan bermain dapat mengembangkan berbagai potensi pada anak, tidak saja pada potensi fisik tetapi pada perkembangan kognitif, bahasa, sosial, emosi, kreativitas dan pada akhirnya prestasi akademik. Sejalan dengan pendapat tersebut, Wolfgang dan Wolfgang (1992: 32-37) berpendapat bahwa terdapat sejumlah nilai-nilai dalam bermain (the value of play), yaitu bermain dapat mengembangkan keterampilan sosial, emosional dan kognitif. Dalam kegiatan bermain terdapat berbagai kegiatan yang memiliki dampak terhadap perkembangannya sehingga dapat diidentifikasi bahwa fungsi bermain antara lain: 1. Dapat memperkuat dan mengembangkan otot dan koordinasinya melalui gerak, melatih motorik halus, motorik kasar dan keseimbangan karena ketika bermain fisik anak juga belajar memahami bagaimana kerja tubuhnya. 2. Dapat mengembangkan keterampilan emosinya, rasa percaya diri pada orang lain, kemandirian dan keberanian untuk berinisiatif karena saat bermain anak sering bermain pura-pura menjadi orang lain, binatang atau karakter orang lain. Anak juga belajar melihat dari sisi orang lain (empati) 3. Dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya karena melalui bermain anak seringkali melakukan eksplorasi terhadap segala sesuatu yang ada dilingkungan sekitarnya sebagai wujud dan rasa keingintahuannya 4. Dapat mengembangkan kemandiriannya dan menjadi dirinya sendiri karena melalui bermain anak selalu bertanya, meneliti lingkungan, belajar mengambil keputusan dan berlatih peran sosial sehingga anak menyadari kemampuan serta kelebihannya. Selain fungsi bermain sebagaimana yang telah di jelaskan di atas, dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para ilmuwan, diperoleh temuan bahwa bermain mempunyai manfaat yang besar bagi perkembangan anak, diantaranya sebagai berikut: 1. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek fisik. Ketika bermain anak mendapat kesempatan untuk melakukan kegiatan 4

2

2.

3.

4.

5.

6.

7.

2

yang banyak melibatkan gerakan-gerakan tubuh, sehingga membuat tubuh anak menjadi sehat. selain itu, anggota tubuh mendapat kesempatan untuk digerakkan, dan anak juga dapat menyalurkan tenaga (energi) yang berlebihan sehingga anak tidak merasa gelisah. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek motorik kasar dan motorik halus. Aspek motorik kasar dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain, misalnya anak yang bermain kejar-kejaran untuk menangkap temannya. Aspek motorik halus dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain mewarnai, menggambar bentuk-bentuk tertentu atau meronce berbagai bentuk dengan variasi berbagai bahan. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek sosial. Dengan bermain anak belajar berkomunikasi dengan sesama teman baik dalam hal mengemukakan isi pikiran dan perasaannya maupun memahami apa yang diucapkan oleh teman,sehingga hubugan dapat terbina dan dapat saling tukar informasi. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek emosi atau kepribadian. Melalui bermain anak dapat melepaskan ketegangan yang dialaminya dalam hidupnya sehari-hari. Selain itu, bermain bersama sekelompok teman anak akan mempunyai penilaian terhadap dirinya sehingga dapat membantu pembentukan konsep diri, rasa percaya diri, dan harga diri karena ia merasa mempunyai kompetensi tertentu. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek kognitif Pada usia dini anak diharapkan menguasai berbagai konsep seperti warna, ukuran, bentuk, arah, besaran sebagai landasan untuk belajar menulis, bahasa, matematika, dan ilmu pengetahuan sosial. Pemahaman konsep-konsep ini lebih mudah diperoleh jika dilakukan melalui kegiatan bermain. Manfaat bermain untuk mengasah ketajaman penginderaan. Penginderaan menyangkut penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan perabaan. Melalui kegiatan bermain kelima aspek penginderaan dapat diasah agar anak menjadi lebih tanggap atau peka terhadap hal-hal yang berlangsung di lingknungan sekitarnya. Manfaat bermain untuk mengembangkan keterampilan olah raga dan menari. Dalam kegiatan bermain olahraga anak melakukan gerakan-gerakan olahraga seperti berlari, melompat, menendang dan melempar bola sehingga anak akan memiliki tubuh yang sehat, kuat dan cekatan. Dalam kegiatan menari anak melakukan gerakan-gerakan yang lentur dan tidak canggung-canggung sehingga anak akan memiliki rasa percaya diri.

Elizabeth H, Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga, 1978

5

Bermain selain mempunyai berbagai manfaat untuk menunjang perkembangan anak, juga dapat dimanfaatkan sebagai media atau sarana melakukan kegiatan bersama anak seperti: 1. pemanfaatan bermain oleh guru sebagai alat untuk melakukan pengamatan dan penilaian atau suatu evaluasi terhadap anak, 2. pemanfaatan bermain sebagai media terapi/ pengobatan terhadap anak bermasalah yang membutuhkan terapi bermain dan, 3. pemanfaatan bermain sebagai media intervensi yang dapat digunakan untuk melatih kemampuan-kemampuan tertentu seperti: untuk melatih konsentrasi, melatih konsep-konsep dasar (warna, ukuran, bentuk dll), melatih anak autisme dan keterbelakangan mental Dengan bermain anak dapat menilai dirinya sendiri. Kelebihan dan kekurangannya sehingga dapat membantu pembentukan konsep diri yang positif yaitu mempunyai rasa percaya diri dan harga diri. Anak akan belajar cara bersikap dan bertingkah laku agar dapat bekerja sama dengan orang lain, jujur, murah hati dan sebagai. 2.3 Karakteristik bermain untuk anak Pada hakikatnya anak selalu termotivasi untuk bermain. Artinya bermain memberi kepuasan pada anak. Melalalui bermain anak mengalami kesenangan yang selalu memberikan kepuasan baginya.Ada 5 karakteristik dalam bermain yaitu: a. Menyenangkan Setiap anak merasa senang melakukan kegiatan bermain. Karna bermain dapat mengekspresikan potensi-potensi bakat, kecerdasan, kreativitas maupun dorongan untuk bergaul dalam suasana kegiatan bermain. Bermain juga dapat mengatasi ketenangan, stress, kecemasan maupun kebosanan yang di alami oleh an b. Spontan Seorang bayi atau anak secara spontan akan melakukan kegiatan bermain yang dilakukan sendiri atau bersama orang lain. Sifat spontanitas merupakan sifat utama bagi setiap anak. Mereka akan melakukan segala sesuatu secara spontan tanpa ada paksaan dari orang tua atau orang lain. Oleh karena itu anak mulai bermain dengan menggunakan organ tubuhnya sendiri misalnya menggigit jari, menggerak-gerakkan tangan, kaki dan sebagai c.

Proses

Anak melakukan kegiatan bermain tidak didasarkan motif-motif, artinya ia merasa tulus dalam melakukan kegiatan tanpa ada pamrih-pamrih tersembunyi. Mereka sudah memperoleh rasa senang bila diberi kesempatan untuk melakukan kegiatan bermain. Karena bermain 6

merupakan kegiatan yang dapat menunjang perkembangan potensi pembelajaran bagi anak untuk

mengembangkan

intelektual,

kreativitas,

bakat,

kemampuan

bersosialisasi,

keterampilan berkomunikasi maupun kemampuan lainnya. d. Motivasi Internal Yang dimaksud dengan motivasi internal (internal motivation) ialah motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri dan tidak dipengaruhi oleh orang lain. Anak melakukan kegiatan bermain didasari oleh motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri. Mereka melakukan kegiatan bermain tanpa disertai motif tertentu yang cenderung mengganggu kegiatan tersebut, Misalnya bermain untuk memperoleh makanan dari teman lain. e. Imajinatif Bermain merupakan kegiatan menyenangkan yang dilakukan oleh anak, kegiatan bermain umumya disertai dengan kemampuan imajinasi yang bertujuan untuk mengembangkan potensi intelektual, emosi, psikomotorik maupun keterampilan sosial. Taraf imajinasi dimanfaatkan untuk permainan sesuai dengan tahap usia perkembangan misalnya bayi, anak usia bawah tiga tahun, anak usia bawah lima tahun, anak tengah, dan remaja.

2.4 Teori-teori klasik bermain Teori Klasik yaitu teori yang muncul dari abad ke-19 sampai Perang Dunia 1 Dari pertengahan sampai dengan akhir abad ke-19 teori evolusi sedang berkembang, sehingga pembahasan teori bermain banyak dipengaruhi oleh paham tersebut. Bermain mempunyai fungsi untuk memulihkan tenaga seseorang setelah bekerja dan merasa jenuh. Pendapat ini dipertanyakan karena pada anak kecl yang tidak bekerja tetap melakukan kegiatan bermain. Jadi, penjelasan mengenai kenapa terjadi kegiatan berain pada makhuk hidup belum dapat dijawab secara memuaskan.Macam-Macam Teori-Teori Klasik sebagai berikut : 1. Teori Surplus Energi Teori ini diajukan oleh Friedrich Schiler dan Herbert Spencer, yang menyatakan bahwa mengapa ada perilaku bermain karena ada surplus energi. Bermain dipandang sebagai penutup atau klep keselamatan pada mesin uap, energi atau tenaga yang berlebih pada seseorang perlu dibuang atau dilepaskan melalui bermain.. Kelebihan tenaga dalam arti kekuatan dan vitalitas pada anak atau orang dewasa yang belum digunakan sebaiknya disalurkan dalam kegiatan bermain. Teori surplus energi mempunyai pengaruh besar terhadap psikologi, namun teorinya dirasakan kurang tepat dan mendapat tantangan. Contohnya, anak biasanya akan cepat-cepat menyelesaikan tugas kalau dijanjikan bermain setelah tugasnya selesai. 7

3

Mula-mua para pembuat teori percaya bahwa bermain hanya untuk mengeluarkan

kelebihan energi belaka, namun kemudian ada kelemahan dari teori ini, yaitu anakanak sering ingin tetap bermain walau sebenarnya mereka telah mendekati kelelahan sangat (Frost, 1992). 2. Teori Rekreasi Teori ini diajukan oleh Moritz Lazarus, mengatakan bahwa tujuan bermain adalah untuk memulihkan energi yang sudah terkuras saat bekerja karena bekerja menguras dan menyebabkan berkurangnya tenaga. Tenaga ini dapat dipulihkan dengan cara tidur atau dengan cara yang lain. Bermain adalah lawan dari bekerja dan merupaka cara yang paling ideal untuk memulihkan tenaga. Permainan merupakan imbangan antara kerja dengan istirahat. Apabila seseorang telah bekerja, maka ia memerlukan bermain untuk menghilangkan kepenatan akibat bekerja. Contoh, anakanak di sekolah karena terlalu lama duduk di kelas akan memerlukan kebebasan, sehingga begitu jam istirahat anak merasa bebas dan senag. Teori yang dikemukakan oleh Lazarus terkesan kurang ilmiah walaupun teori ini bisa menjelaskan aktivitas relative yang dilakukan orang dewasa, seperti bermain bola atau catur dalam selingan setelah bekerja keras. Walau tidak ilmiah, tetapi pengaruh teori ini nyata dalam pembelajar di Taman Kanak-Kanak, di mana kegiatan yang tenang, artinya yang tidak mengeluarkan banyak energi, seperti bermain melukis, dengan kegiatan yag banyak menggunakan banyak energy, seperti bermain tangkap-lari, lompat tali, dan lain lain. 3. Teori Rekapitulasi Diajukan oleh G. Stanley Hall, yang mayakini bahwa anak merupakan mata rantai evolusi dari binatang hingga menjadi manusia. Artinya anak menjalankan semua tahap evolusi, seperti protozoa (hewan bersel satu) hingga menjadi janin. Teori G. Stanley Hall disebut juga teori Atavisme yaitu permainan anak itu ulangan daripada nenek moyang . Teori ini setuju dengan pendapat Haeckel, yang mengatakan bahwa menurut hukum biogenesis tiap-tiap anak itu mengulangi kembali jiwa raganya seperti pemburu, petani, dan lainnya. Contohnya, kesenangan anak untuk bermain air dapat dikaitkan dengan kegiatan nenek moyangnya, spesies ikan yang mendapat kesenagan di dalam air. 4. Teori Praktis atau Insting Naluri

3

http://marthachristianti.wordpress.com/2008/03/11/anak-bermain/

8

Diajukan oleh Karl Groos, yang meyakini bahwa bermain berfungsi untuk memperkuat insting yang dibutuhkan guna kelangsungan hidup di masa datang. Teori Karl Groos disebut pula sebagai Teori Teleologi, yaitu bahwa permainan mempunyai tugas pokok, maksudnya dengan bermain terjadi proses biologis atau proses berfungsinya organ-organ tubuh, maka disebut juga dengan Teori Fungsi, yaitu mengembangkan fungsi yang tersembunyi dalam diri seseorang. Dasar Teori Groos adalah prinsip seleksi alamiah yang dikemukakan oleh Charles Darwin. Binatang dapat mempertahankan hidupnya karena dia mempunyai ketrampilan yang diperoleh melalui bermain. Bayi yang baru lahir dan binatang mempunyai insting yang tidak sempurna dan insting itu penting guna mempertahankan hidup. Bermain bermanfaat untuk makhluk yang masih muda dalam melatih dan menyempurnakan instingnya. Jadi tujuan bermain adalah sebagai sarana latihan dan mengolaborasi ketrampilan yang diperlukan saat dewasa nanti. Karl Groos memberi sanggahan dengan mengatakan bermain adalah sesuatu yang menyenangkan di masa muda, oleh karena itu tetap dilakukan di masa dewasa. Groos mengatakan bahwa pada binatang yang sudah dilengkapi dengan insting, tidak perlu bermain karena mereka sudah mempertahankan diri secara instingtif. Beda halnya dengan binatang yang mempunyai tingkat evolusi lebih tinggi dan manusia memerlukan perlindungan serta perawatan lebih lama agar dapat mempertahankan hidupnya. Teori yang dikemukakan oleh Karl Gross mempunyai kelemahan, teapi sekaligus memberi sumbangan karena kegiatan bermain yang dulunya dianggap tidak berguna, pada kenyataannya mempunyai manfaat secara biologis, paling tidak untuk mempertahankan hidup.Selain itu, pendapat bahwa bermain merupakan melatih ketrampilan tertentu masih bisa diterima. Walaupun teori ini mempunyai kelemahan tetapi teori Groos merupakan semacam latihan awal di mana bermain mempersiapkan anak-anak untuk peran-peran yang akan dilakukan dikemudin hari. 5. Teori Sublimasi Diajukan oleh Claparede, yang berpendapat bahawa bermain bukan saja untuk berfungsinya organ-organ tubuh, tetapi merupakan suatu sublimasi atau pelarian yang positif dari tekanan perasaan yang berlebihan. Dengan sublimasi orang akan berusaha untuk menjadi lebih mulia, lebih tinggi lebih indah dari yang semula. Teori Claparede disebut juga Teori Fantas (Fiksi) yaitu bahwa anak itu bermain karena dalam hidupnya sehari-hari tidak mendapat kepuasan sehingga lari ke fantasi di dalam permainannya, ditempat ia dapat melepas segala kehendak dan kemauannya. 9

6. Teori Reinkarnasi Berpendapat bahwa anak-anak selalu bermain dengan permainan-permainan yang dilakukan nenenk moyangnya. Tetapi, permainan itu disesuaikan dengan kemajuan ilmu dan teknlogi sehingga mengalami perubahan.

2.5 Teori-teori kontemporer atau modern bermain Teori-teori modern yang mengkaji tentang bermain tidak hanya menjelaskan mengapa muncul perilaku bermain. Para tokoh juga berusaha untuk menjelaskan manfaat bermain bagi perkembangan anak. Teori

Peran Bermain Dalam Perkembangan Anak

Psikoanalitik

Mengatasi pengalaman traumatik, coping terhadap frustasi Mempraktekkan dan melakukan konsolidasi konsep-konsep serta

Kognitif-Piaget

keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya Memajukan berpikir abstrak; belajar dalam kaitan ZPD; pengaturan diri

Kognitif-Vygotsky

Memunculkan fleksibilitas perilaku dan berpikir; Imajinasi dan narasi

Kognitif-Bruner

Mengatur kecepatan stimulasi dari dalam dan dari luar

Sutton-Smith Singer

Tetap membuat anak terjaga pada tingkat optimal dengan

Teori-teori lain:

menambah sitimulasi

Arousal Modulation

Memajukan kemampuan untuk memahami berbagai tingkatan makna

Bateson

a.Teori psikoanalitik (Sigmund Freud) Freud didalam buku Mayke (2001:7) memandang bermain sama seperti sama seperti fantasiatau lamunan. Melalui bermain ataupun fantasi, seseorang dapat memproyeksikan harapan-harapan maupun konflik pribadi. Dengan demikian Freud percaya bahwa bermain memegang peran penting dalam perkembangan emosi anak. Anak dapat mengeluarkan semua perasaan negatif, seperti pengalaman yang tidak menyenangkan/trautamik dan harapanharapan yang tidak terwujud dalam realita melalui bermain. Dengan demikian, bermain mempunyai efek katartis. Melalui bermain, anak dapat mengambil peran aktif sebagai

10

pemrasaran dan memindahkan perasaan negatif ke objek/orang pengganti. Sebagai contoh, setelah mendapat hukuman fisik dari guru, anak dapat menyalurkan perasaan marahnya dengan bermain pura-pura memukul boneka. Dengan mengulang-ulang pengalaman negatif melalui bermain, menyebabkan anak dapat mengatasi kejadian yang tidak menyenangkan karena anak dapat membagi pengalaman tersebut ke dalam bagian-bagian kecil yang dapat dikuasainya. Secara perlahan dia dapat mengasimilasi emosi-emosi negatif berkenan dengan pengalamannya sehingga timbul perasaan lega. Dalam hal ini Freud tidak mengemukakan pengertian bermain, tetapi memandang bermain sebagai cara yang digunakan anak untuk mengatasi masalahnya. Pandangan Freud tentang bermain akhirnya memberi ilham pada para ahli ilmu jiwa untuk memanfaatkan bermain sebagai alat diagnose terhadap masalah anak ataupun sarana ‘mengobati’ jiwa anak yang dimanifestasikan dalam terapi bermain. b. Teori Kognitif Para tokoh bergabung dalam teori kognitif antara lain Jean Piaget, Vygotsky, Bruner, Sutton Smith serta Singer, masing-masing memberikn pandangannya mengenai bermain. 1. Jean Piaget Mengemukakan teori yang rinci mengenai perkembangan intelektual anak. Menurut Piaget dalam buku Mayke (2001: 7), anak menjalani tahapan perkembangan kognisi sampai akhirnya proses berpikir anak menyamai proses berpikir orang dewasa. Sejalan dengan tahapan perkembangan kognisinya, kegiatan bermain mengalami perubahan dari tahap sensori-motor, bermain khayal sampai kepada bermain sosial yang disertai aturan permainan. Dalam teori Piaget, bermain bukan saja mencerminkan tahap perkembangan kognisi anak, tetapi juga memberikan sumbangan terhadap perkembangan kognisi itu sendiri. Menurut Piaget, dalam proses belajar perlu adaptasi dan adaptasi membutuhkan keseimbangan antara 2 proses yang saling menunjang yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses penggabungan informasi baru yang ditemui dalam realitas dengan struktur kognisi seseorang. Dalam proses ini bisa terjadi distorsi, modifikasi atau ‘pembelokkan’ realitas untuk disesuaikan dengan struktur kognisi yang dimiliki anak. Akomodasi adalah mengubah struktur kognisi seseorang untuk disesuaikan, diselaraskan dengan atau meniru apa yang diamati dalam realitas. Menurut Piaget dalam buku Mayke (2001: 8) bermain adalah keadaan tidak seimbang dimana asimilasi lebih dominan daripada akomodasi. Imitasi juga mencerinkan keadaan tidak seimbang karena akomodasi mendominasi asimilasi. Situasi yang tidak seimbang dengan sendirinya tidak menunjang proses belajar, atau secara intelektual tidak adaptif. Selanjutnya Piaget mengemukan bahwa saat bermain anak tidak belajar sesuatu 11

yang baru, tetapi mereka belajar mempraktekkan dan mengkonsolidasi keterampilan yang baru diperoleh. Jadi walaupun bermain bukan penentu utama untuk perkembangan kognisi, bermain memberika sumbangan penting. Contohnya, pada episode bermain peran yang dilakukan seorang anak bersama teman-temannya,terjadi beberapa transformasi simbolik seperti pura-pura menggunakan balok sebagai telur. Dari permainan itu anak tidak belajar keterampilan baru, namun dia belajar mempraktekkan keterampilan mempresentasikan apaapa yang telah dipelajari sebelumnya (yang diperoleh dalam konteks bukan bermain). Piaget menyadari bahwa peranan praktek dan konsolidasi melalui bermain sangat penting karena keterampilan yang baru diperoleh akan segera hilang kalau tidak dipraktekan dan dikonsolidasikan. Perkembangan bermain berhubungan dengan perkembangan kecerdasan seseorang, maka taraf kecerdasan seorang anak akan mempengaruhi kegiatan bermainnya. Artinya bila anak mempunyai taraf kecerdasan di bawah rata-rata, kegiatan bermain mengalami seorang anak tergolong terbelakang mental sedang (I.Q. sekitar 50 menurut skala Wecsler), walaupun sudah berusia 17 tahun perilaku bermainnya sama seperti anak usia prasekolah, dia tidak mampu mengikuti kegiatan bermain yang membutuhkan strategi seperti permainan monopoli. Sebaliknya anak yang cerdas, dengan usia mental melebihi anak-anak lain seusianyam mampu melakukan kegiatan bermain yang lebih tinggi dari tingkat usianya. Misalnya walaupun baru berusia 6 tahun, tetapi sudah mampu mengikuti permainan yang membutuhkan strategi berpikir seperti catur. Oleh karena itu, biasanya anak yang cerdas lebih suka bermain dengan anak yang usianya lebih tua sedangkan anak yang kurang cerdas merasa lebih cocok dengan anak yang lebih muda usianya. 2. Lev Vygotsky Vygotsky adalah seorang psikog berembangsaan Rusia yang meyakin bahwa bermain mempunyai peran langsung tehadap perkembangan kognisi seorang anak. Menurut Vygotsky dalam buku Mayke (2001: 9), anak kecil tidak mampu berpikir abstrak karena bagi mereka, meaning (makna) dan objek berbaur menjadi satu. Akibatnya, anak tidak dapat berpikir dalam kegiatan bermain khayal dan menggunakan objek misalnya sepotong kayu untuk mewakili benda lain yaitu ‘kuda’ dari kuda sesungguhnya. Dengan demikian akhirnya anak mampu berpikir mengenai meaning secara terpisah dari objek yang mewakilinya. Jadi bermain simbolik mempunyai peran penting/krusial dalam perkembangan berpikir abstrak. Vygotsky membedakan 2 tahap perkembangan yaitu yang actual (independent performance) dan potensial (assisted performance) dengan zone of proximal development/ Z.P.D (menurut Hetherington & Parke dalam buku Mayke 2001: 9). Z.P.D adalah jarak 12

antara actual dan potensial. Menurut Vygotsky dalam buku Mayke (2001: 10), bermain adalah self help tool. Seringkali keterlibatan anak dalam kegiatan bermain dengan sendirinya mengalami kemajuan dalam perkembangannya. Bahkan bermain memajukan Z.P.D anak, membantu mereka mencapai tingkatan lebih tinggi dalam memfungsikan kemampuannya. Potensi, dalam Z.P.D. adalah kondisi transisi dimana anak membutuhkan bantuan khusus atau scafolding untuk meraih apa yang bisa mereka capai. Biasanya scaffolding berupa dukungan otang yang lebih ahli seperti sesame teman, guru, orang tua, saudara. Dalam bermain, anak dapat menciptakan scaffolding secara mandiri baik dalam kontrol diri, penggunaan bahasa, daya ingat, dan kerja sama dengan teman lain. Misalnya seorang anak yang rewel dan menangis kalau disuruh tidur, dalam situasi bermain pura-pura dia akan naik ke tempat tidur tanpa menangis. Dalam bermain, anak mampu mengendalikan dirinya karena ‘kerangka’ bermain berada dibawah kontrol anak atau dilakukan dalam situasi imajiner. Anak dapat pura-pura menangis dan mampu menghentikan tangisannya secara tiba-tiba, berbeda dengan situasi nyata dalam keehidupan sehari-hari. Dibandingkan dengan situasi lain, dalam situasi bermain anak memiliki perhatian (atensi), daya ingat, bahasa dan kooperasai yang lebih baik. Vygotsky memandang bermain identik dengan ‘kaca pembesar’ yang dapat menelaah kemampuan baru dari anak yang bersifat potensial sebelum diaktualisasikan dalam situasi lain, khususnya dalam kondisi formal seperti di sekolah. Pandangan Vygotsky mengenai bermain bersifat menyeluruh, dalam pengertian selain untuk perkembangan kognisi, bermain juga mempunyai peran penting bagi perkembangan sosial dan emosi anak. Ketiga aspek yaitu kognisi,sosial, dan emosi saling berhubungan satu sama lain dan sudah tergambar jelas pada contoh yang diberikan saat anak bermain pura-pura. 3. Jerome Bruner Bruner dalam buku Mayke (2001: 11) memberi penekan pada fungsi bermain sebagai sarana mengembangkan keativitas dan fleksibilitas. Dalam bermain, yang lebih penting bagi anak adalah makna bermain dan bukan hasil akhirnya. Saat bermain, anak tidak memikirkan sasaran yang akan dicapa, seghingga dia mampu bereskprimen dengan memadukan berbagai perilaku baru serta ‘tidak biasanya’. Keadaan seperti itu tidak mungkin dilakukan kalau dia berada dalam kondisi tertekan. Sekali anak mencoba memadukan perilaku baru, mereka dapat menggunakan pengalaman tersebut untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sebenarnya. Perilaku-perilaku rutin yang dipraktekkan dan dipelajari berulang-ulang dalam situasi bermain akan terintegrasi dan bermanfaat untuk memantapkan pola perilaku seharihari. Jadi, bermain dapat mengembangkan fleksibilitas dengan banyakny pilihan-pilihan perilaku anak. Selanjutnya, bermain memugkinkan anak bereksplorasi terhadap berbagai 13

kemungkinan yang ada, karena situasi bermain membuat anak lebih terlindung dari akibat yang akan diderita kalau hal itu dilakukan dalam situasi sehari-hari. Bagi Bruner, hasil ini memperlihatkan manfaat adaptif dari bermain yaitu saat perkembangan manuasia masih berada dalam tahap belum ‘matang’ dan masih berevolusi. Berikutnya Bruner dalam buku Mayke (2001:11) menekankan narrative modes of thinking, dalam artian fungsi dari intelek berhubungan erat dengan makna (meaning), rekonstruksi pengalaman dan imajinasi. Jadi dari sudut pandang Bruner, dalam perkembangan dan pendidikan manusia aspek naratif memegang peran penting. Bermain sangat berhubungan dengan naratif dalam hal bagaimana seorang anak mempresentasikan pengetahuan dalam intensionalitas dan kesadarannya. 4. Sutton Smith Smith dalam buku Mayke (2001: 11) percaya bahwa transformasi simbolik yang muncul dalam kegiatan bermain khayal (misalnya: pura-pura menggunakan balok sebagai ‘kue’), memudahkan transformasi simbolik kognisi anak sehingga dapat meningkatkan fleksibilitas mental mereka. Dengan demikian, anak dapat menggunakan idea-ideanya dengan cara baru serta tidak biasa dan mengahsilkan idea kreatif yang dapat diterapkan untuk tujuan adatif. Teori yang dikemukan Jerome Bruner dan Sutton Smith ada hubungannya dengan pendapat Groos. Bedanya, kedua teori modern ini menekankan pada pengembangn fleksibilitas, bukan sekedar mempraktekkan keterampilan tertentu. Smith dalam buku Mayke (2001: 12) menegemukakan bermain sebagai adaptive potentiantion; maksudnya bermain memberikan berbagai kemungkinan sehingga anak dapat menentukan bermacam pilihan dan mengatur fleksibilitas secara baik. Terakhir, Sutton Smith dalam buku Mayke (2001: 12) memperkenalkan teori baru tentang bermain yaitu bermain merupakan adaptive variability. Dalam teori ini dia melakukan analogi antara bermain dengan evolusi yang didasarkan pada penelitian terakhir dalam bidang neuro science serta teori evolusi dari Stephen Jay Gould (1995). Dalam teorinya, Sutton Smith mengatakan bahwa variabilitas bermain memegang faktor kunci dalam perkembangan manusia. Pentingnya bermain bagi perkembangan manuasia adalah untuk menunjang potensi adaptif dalam artian luas. Hasil penelitian dalam bidang neurologi menunjukkan bahwapotensi adaptif ini terbentuk dalam perkembangan otak manusia yang berlangsung pada masa dini (Nelsin dan Bloom dalam buku Mayke, 2001:12). Mulai usia 10 bulan sampai 10 tahun jumlah koneksi sinaps mengalami penurunan dari 1000 trilyun menjadi 500 trilyun (Smith dalam buku Mayke, 2001: 12). Berarti bila otak berada dalam 14

tahap potensial yang tinggi, demikian pula halnya dengan bermain. Jadi fungsi bermain pada usia dini dapat membantu aktualisasi potensial otak karena menyimpan lebih banyak variabilitas yang secara potensial sudah ada di dalam otak.

c. Teori Singer Berbeda dengan Freud fan Piaget, Singer dalam buku Mayke (2001: 11) menganggap bermain, terutama bermain imajinatif sebagai kekuatan posif untuk perkembangan manusia. Dia tidak setuju pada pendapat Freud yang menganggap bermain sebagai mekanisme coping terhadap ketidakmatangan emosi. Dia juga mengkritik Piaget yang menganggap bermain sebagai dominasi asimilasi. Bagi Jerome Singer dalam buku Mayke (2001: 12) mengatakan bermain memberikan suatu cara bagi anak untuk menunjukan kecepatan masuknya perangsangan (stimulasi), baik dari dunia luar maupun dunia dalam yaitu aktivitas otak yang secara konstan memainkan kembali dan merekam pengalaman-pengalaman.Melalui bermain,anak dapat mengptimalkan laju stimulasi dari luar dan dari dalam, karena itu mengalami emosi yang menyenangkan. Tidak menjadikan anak ‘bengong’ karena terlalu banyak stimulasi atau bosan karena kurangnya stimulasi. Contohnya, anak yang tidak punya kegiatan selama menunggu di lapangan terbang, dapat terlibat dengan stimulasi yang berasal dari dalam yaitu bermain imajinatif.

15

BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun pengembangan imajinasi pada anak. Bermain merupakan hak asasi bagi anak usia dini yang memiliki nilai utama dan hakiki pada masa pra sekolah. Kegiatan bermain bagi anak usia dini adalah sesuatu yang sangat penting dalam perkembangan kepibadiannya. Bermain bagi seorang anak tidak sekedar mengisi waktu, tetapi media bagi anak untuk belajar. Setiap bentuk kegiatan bermain pada anak pra sekolah mempunyai nilai positif terhadap perkembangan. Teori-teori klasik bermain,yaitu : 1. Teori Surplus Energi 2. Teori Rekreasi 3. Teori Rekapitulasi 4. Teori Praktis atau Insting Naluri 5. Teori Sublimasi 6. Teori reinkarnasi Teori-teori kontemporer bermain,yaitu : 1. Teori psikoanalitik (Sigmund Freud) 2. Teori kognitif 3. Teori siger Manfaat-manfaat bermain,yaitu : 1. Dapat memperkuat dan mengembangkan otot dan koordinasinya melalui gerak, melatih motorik halus, motorik kasar dan keseimbangan karena ketika bermain fisik anak juga belajar memahami bagaimana kerja tubuhnya. 2.

Dapat mengembangkan keterampilan emosinya, rasa percaya diri pada orang lain, kemandirian dan keberanian untuk berinisiatif karena saat bermain anak sering bermain pura-pura menjadi orang lain, binatang atau karakter orang lain. Anak juga belajar melihat dari sisi orang lain (empati) 3. Dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya karena melalui bermain anak seringkali melakukan eksplorasi terhadap segala sesuatu yang ada dilingkungan sekitarnya sebagai wujud dan rasa keingintahuannya 16

4. Dapat mengembangkan kemandiriannya dan menjadi dirinya sendiri karena melalui bermain anak selalu bertanya. DAFTAR PUSTAKA Mayke S. T. (2001). Bermain, mainan, dan permainan. Jakarta: PT Grasindo. Elizabeth H, Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga, 1978 http://marthachristianti.wordpress.com/2008/03/11/anak-bermain/

17

Lampiran buku

18

More Documents from "mute"