Afi-preparasi Multikomponen 4.docx

  • Uploaded by: Sahrul Gunawan
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Afi-preparasi Multikomponen 4.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,072
  • Pages: 33
ANALISIS FARMASI INSTRUMENTAL Preparasi MULTIKOMPONEN DalamSediaanObatPadat, Semi Padat, Cair Dan SterilSecara KLT-DENSITOMETRI

Disusunoleh : Kelompok 1 -

Sahrul Gunawan (201604018) - Sakinah Sarnia Iriani (201604019) - Anawinta Katmas (201604002) - Sepriani Pasaribu (201604020) - Risdayanti Pabuntang (201604016) - Dooris Agustine Makusi (201504014) SEMESTER IV Program StudiFarmasi DosenPengampuh : Miranda Taborat,S.Farm.,Apt.,M.Si

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA (YPMP) SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PAPUA SORONG 2018

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentangPreparasi MULTIKOMPONEN Dalam Sediaan Obat Padat, Semi Padat, Cair Dan Steril Secara KLT-DENSITOMETRImeskipun banyak kekurangan didalamnya. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenaiPreparasi MULTIKOMPONEN Dalam Sediaan Obat Padat, Semi Padat, Cair Dan Steril Secara KLT-DENSITOMETRI. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Sorong, Juli 2018

Penyusun

i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .......................................................................................

i

DAFTAR ISI ......................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................................

1

B. Rumusan masalah .................................................................................

2

C. Tujuan ....................................................................................................

3

BAB II PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kromatografi Lapis Tipis ....................................

4

B. Tahapan Metode Analisis KLT ...........................................................

9

C. Penetapan Kadar ...................................................................................

11

D. Sediaan Padat ........................................................................................

13

E. Sediaan Semi Padat ...............................................................................

14

F. Sediaan Cair ..........................................................................................

15

G. Sediaan Steril .........................................................................................

25

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ·········································································· 29 BAB IV Daftar Pustaka ···································································· 30

ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kromatografi kolom pertama kali ditemukan oleh ahli botani Rusia, Tswett pada tahun l903.Sekitar tahun l938 pemisahan pada lapisan tipis ditemukan oleh Izmailov dan Shraiber, melalui teknik sederhana yang hanya membutuhkan sampel dan sorben yang sedikit yaitu dengan memisahkan ekstrak tanaman menggunakan aluminium oksida yang disebar pada lapisan kaca.Sorben ditaruh pada objek glass mikroskop sebagai suatu lapisan padatan yang berair dengan tebal sekitar 2 mm. Sampel (ekstrak tumbuh-tumbuhan) diteteskan ke dalam lapisan, kemudian pelarut (metanol) ditambahkan tetes demi tetes dari atas.Pada lapisan sorben diperoleh serangkaian cincin melingkar berbentuk lapisan yang berbeda warna. Dari sini lahirlah teknik baru KLT yang disebut drop kromatografi. Pada l949 Meinhard dan Hall menggunakan binder tepung untuk memberikan ketegasan pada masing-masing lapisan pada pemisahan ion anorganik, mereka menyebutnya sebagai permukaan kromatografi.Pada tahun 1950, Kirkner dan koleganya menampilkan KLT seperti yang kita kenal sekarang.Mereka menggunakan gel silika yang diletakkan pada lempeng kaca dengan bantuan bahan pengikat, dan lempeng dikembangkan dengan prosedur naik konvensional seperti yang digunakan pada kromatografi kertas.Kirkner adalah orang yang pertama kali menciptakan istilah "kromatostrips" untuk lapisan yang mengandung indikator fluoresensi.Stahl memperkenalkan istilah "kromatografi lapis tipis" pada akhir 1950-an. Kontribusi besar Stahl adalah pada standarisasi bahan, prosedur, dan tata-nama serta deskripsi sistem pelarut selektif untuk klasifikasi senyawa. Laboratorium manual pertamanya dipopulerkan dengan nama KLT, dan ia memperoleh dukungan dari perusahaanperusahaan komersial (Merck, Desaga) untuk menawarkan bahan baku dan peralatan untuk KLT. Teknik lempeng KLT pertama kali dikomersilkan pada 1965. KLT dengan cepat menjadi sangat populer setelah kurang lebih 400-500 publikasi per

1

tahun muncul di akhir tahun 1960 sehingga KLT mulai diakui sebagai prosedur yang relatif cepat dan murah untuk pemisahan berbagai campuran sampel. Sorben yang paling banyak digunakan adalah silika gel dengan ukuran pori rata-rata 60˚A. Modifikasi silika gel dimulai dengan silanisation untuk menghasilkan fase terbalik.Fase terbalik memperbesar kemungkinan pemisahan berdasar partisi dibandingkan

dengan

adsorpsi

seperti

yang

digunakan

dalam

teknik

sebelumnya.Pengenalan scanner spektrodensitometer komersial memungkinkan kuantifikasi analit secara langsung pada lempeng KLT.Awalnya area puncak yang diukur secara manual, tetapi kemudian integrator dapat mengukur area puncak secara otomatis.Kemajuan utama berikutnya adalah munculnya KLTKT (kinerja tinggi lapis tipis kromatografi).Pada l973 Halpaap adalah orang yang pertama mengakui keuntungan penggunaan partikel gel silika yang lebih kecil (sekitar 5-6 mm) pada persiapan lempeng KLT.Ia membandingkan efek ukuran partikel dengan waktu pengembangan, nilai-nilai Rf dan Jarak setara lempeng teori. Pada pertengahan 1970an, diakui bahwa KLTKT dapat meningkatkan presisi sampai sepuluh kali lipat, waktu analisis dapat dikurangi dengan faktor yang sama, mengurangi kuantitas fase gerak yang diperlukan dan mengurangi jarak pengembangan sampel.

B. Rumusan Masalah a. Apa pengertian dan gambaran umum tentang kromatografi lapis tipis ? b. Apa sajakah tahapan metode analisis KLT ? c. Bagaimanakah penetapan kadar dalam kromatografi lapis tipis ? d. Bagaimana cara preparasi multikomponen pada sediaan padat menggunakan metode KLT-Densitometri ? e. Bagaimana cara preparasi multikomponen pada sediaan semi padat menggunakan metode KLT-Densitometri ? f. Bagaimana cara preparasi multikomponen pada sediaan cair menggunakan metode KLT-Densitometri ? g. Bagaimana cara preparasi multikomponen pada sediaan steril menggunakan metode KLT-Densitometri ?

2

C. Tujuan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah : a. Untuk mengetahui dan memahami apa itu kromatografi lapis tipis. b. Untuk mengetahui dan memahami apa saja metode analisis KLT. c. Untuk mengetahui penetapan kadar dalam kromatografi lapis tipis. d. Untuk mengetahui dan memahami cara preparasi multikomponen pada sediaan padat menggunakan metode KLT-Densitometri. e. Untuk mengetahui dan memahami cara preparasi multikomponen pada sediaan semi padat menggunakan metode KLT-Densitometri. f. Untuk mengetahui dan memahami cara preparasi multikomponen pada sediaan cair menggunakan metode KLT-Densitometri. g. Untuk mengetahui tentang cara preparasi multikomponen pada sediaan steril menggunakan metode KLT-Densitometri.

3

BAB II PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatrografi planar , selain kromatograi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnnya diisikan atau dikemas didalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diammnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, Pelat aluminium, atau pelat plastik. Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu metode pemisahan campuran analit dengan mengelusinya melalui fase diam yang datar pada plat penyangga. Dalam KLT, fase gerak ini berupa cairan. Pemisahan akan terjadi jika salah satu komponen dari campuran diadsorpsi lebih kuat dari komponen yang lainnya. Karena adsorpsi merupakan fenomena permukaan, maka derajat pemisahan dipengaruhi oleh luas permukaan yang ada atau secara tidak langsung dipengaruhi oleh ukuran partikel fase diam (adsorben) Walaupun demikian koefisien distribusi/partisi senyawa antara kedua fase dalam sistem merupakan faktor kunci setiap bentuk kromatogram.

Koefisien distribusi/partisi (K) =

jumlah senyawa per satuan fase diam jumlah senyawa persatuan fase gerak

Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Sebagaimana dalam prosedur kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan

4

terlalu banyak akan menurunkan resolusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penotolan sampel secara otomatis lebih dipilih daripada penotolan secara manual terutama jika sampel yang akan ditotolkan lebih dari 15µl. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar ke puncak ganda. Pelebaran bercak dapat mengganggu proses scanning dengan spektrodensitometri karena memungkinkan terjadinya himpitan puncak. Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 µl. Jika volume sampel yang akan ditotolkan lebih besar dari 2-10 µl maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan. Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel tersebut ke dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak.Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh. Selama proses elusi, bejana kromatografi harus ditutup rapat, misalkan dengan lembar aluminium dan sebagainya. Kemudian tepi bagian bawah lempeng lapis tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan ke dalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus di bawah lempeng yang telah berisi totolan sampel. Setelah plat KLT dicelupkan ke dalam bejana, kemudian dilakukan pengembangan . Ada beberapa teknik untuk melakukan pengembangan dalam KLT yaitu pengembangan menaik (ascending), pengembangan menurun (descending), melingkar, dan mendatar. Meskipun demikian, cara pengembangan menaik merupakan cara yang paling populer dibandingkan dengan cara yang lain. Setelah proses pengembangan mencapai batas akhir lintasan, plat KLT lalu dikeringkan pada temperatur yang sesuai dengan titik didih pelarut yang digunakan. Tujuan dari aktivasi tersebut adalah untuk menguapkan metanol dan amonia yang digunakan sebagai larutan pengelusi agar tidak mengganggu analisis saat discanningdengan spektrofotodensitometri. 5

Gambar 2 : Kromatografi lapis tipis Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai perbedaan bercak warna.

Gambar 3 : menunjukan Lempengan setalah pelarut bergerak setengah dari lempengan.

Pelarut dapat mencapai sampai pada bagian atas dari lempengan. Ini akan memberikan pemisahan maksimal dari komponen-komponen yang berwarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam.

6

Parameter migrasi analitik pada KLT dinyatakan dengan Rf (waktu tambat). Rf (waktu tambat) adalah waktu yang diperlukan untuk mengelusi maksimum suatu sampel dihitung dari titik awal penotolan. Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1. Waktu tambat dapat dihitung dengan rumus: Rf= jarak yang ditempuh senyawa jarak yang ditempuh pelarut

Fase diam pada KLT adalah adsorben dengan partikel halus yang dilapiskan pada lempeng penyangga kaca, logam, atau plastik. Adsorben yang dapat digunakan diklasifikasi berdasarkan sifat kimia atau daya ikatannya.Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 1030μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Untuk fase diam yang non polar (sistem fase balik) biasanya digunakan fase gerak larutan berair, metanol, asetonil, dan isopropanol. Pemilihan fase gerak sangat bergantung pada jenis pemisahan yang hendak dicapai. Secara umum pemilihan fase gerak harus dihindari menggunakan pelarut yang berbahaya atau beracun. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah: a. Pelarut harus tidak toksik agar tidak menyebabkan masalah kesehatan baik jangka pendek maupun panjang b. Tidak mudah meledak pada kondisi normal c. Tidak reaktif atau beraksi secara kimia dengan analit atau fase diam d. Tidak memberikan masalah pada pembuangan (ramah lingkungan) Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Fase gerak bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya kapiler. Yang digunakan hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila perlu, sistem pelarut miltikomponen ini harus berupa suatu campuran sesederhana mungkin 7

yang terdiri atas maksimum tiga komponen. Angka banding campuran dinyatakan dalam bagian volum sedemikian rupa sehingga volume total 100, misalnya benzenkloroform-asam asetat 96% (50:40:10). Sistem pelarut yang paling sederhana ialah campuran dua pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal atau sempurna. Berikut ini adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak: 1. Fase gerak harus memiliki kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif 2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2 sampai 0,8 untuk memaksimalkan pemisahan 3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter kedalam pelarut non polar seperti metil benzen akan meningkatkan harga Rf secara signifikan 4. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan asam.

Ada 2 cara yang digunakan untuk analisis kuantitatif dengan KLT. Pertama, bercak diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik densitometri. Cara kedua adalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan metode analisis yang lain, misalkan dengan metode spektrofotometri. Pada cara pertama tidak terjadi kesalahan yang disebabkan oleh pemindahan bercak atau kesalahan ekstraksi, sementara pada cara kedua sangat mungkin terjadi kesalahan pengambilan atau karena ekstraksi. 8

B. Tahapan Metode Analisis KLT Pada metode analisis KLT, beberapa persiapan harus dipenuhi untuk mendapatkan hasil pemisahan sampel yang baik meliputi preparasi sampel, penanganan lempeng KLT, penanganan eluen, penanganan chamber tempat elusi, aplikasi sampel, proses pengembangan sampel dan evaluasi noda. 1. Preparasi sampel Sebelum melakukan preparasi sampel terlebih dahulu ditentukan jenis sampel dan sifat fisika kimia analit yang akan dianalisis. Jenis sampel terbagi menjadi: a. Sampel larutan jernih Preparasi sampel larutan jernih lebih mudah dibandingkan jenis sampel yang lain yaitu dengan mengencerkan sampel dengan pelarut yang sesuai yaitu yang mudah menguap yang dapat melarutkan sampel dan sebisa mungkin sedikit melarutkan matrik. Pelarut pada metode KLT sebaiknya menggunakan pelarut yang mudah menguap karena akan memudahkan penguapan pelarut saat aplikasi (penotolan) sampel. b. Sampel larutan keruh Preparasi larutan keruh dilakukan dengan mengekstraksi analit dengan pelarut yang dapat melarutkan analit dengan cara manual (dikocok) atau menggunakan alat yaitu vorteks atau ultrasonic degaser. Penarikan analit dengan cara ekstraksi harus dipastikan bahwa analit sudah terekstraksi sempurna. Pemastian kesempurnaan ekstraksi dapat dilakukan dengan cara ekstraksi berulang atau dengan menganalisis sisa (ampas) hasil ekstraksi.

9

c. Sampel semisolid (setengah padat) Preparasi sampel semisolid dilakukan dengan cara penghancuran sampel dengan cara digerus atau diblender. Sampel yang telah dihancurkan diekstraksi dengan pelarut yang dapat melarutkan analit dengan cara manual (dikocok) atau menggunakan

alat

dengan

menggunakan

vorteks

atau

ultrasonic

degaser.

Kesempurnaan penarikan analit dengan cara ekstraksi juga harus dipastikan. Ekstraksi pada sampel semisolid dapat di bantu dengan pemanasan. Pemanasan dapat mengencerkan bentuk sampel dari semisolid menjadi larutan sehingga penarikan analit dalam sampel menjadi lebih mudah. Hanya saja pada pemisahan ampas dengan larutan pengekstrak sebaiknya dilakukan sebelum dingin karena bila pemisahan dilakukan setelah sampel dingin dikawatirkan analit akan terjebak kembali ke dalam sampel semisolid. d. Sampel padat Preparasi sampel padat dilakukan dengan cara menyerbuk sampel dengan cara digerus atau diblender. Serbuk diekstraksi dengan pelarut yang dapat melarutkan analit dengan cara manual (dikocok) atau menggunakan alat yaitu vorteks atau ultrasonic degaser. Sifat fisika kimia analit yang harus diketahui sebelum melakukan preparasi sampel adalah kelarutan analit dan stabilitas analit.Dari kelarutan analit dapat dipilih pelarut untuk preparasi sampel. Stabilitas analit menentukan cara preparasi sampel. Misalnya untuk analit yang tidak stabil pada suhu tinggi, dihindari adanya pemanasan pada preparasi sampel.Pada ekstraksi sampel dengan ultrasonic degasser sebaiknya alat diatur pada suhu normal tanpa pemanasan.Penyaringan larutan sampel juga merupakan tahapan penting pada preparasi sampel.Penyaringan dapat memperbaiki kromatogram yang dihasilkan dan mempermudah penotolan sampel karena dapat memisahkan analit dari partikel-partikel yang ada dalam larutan sampel.Adanya partikel dalam larutan sampel dapat menyebabkan munculnya pengotor pada kromatogram yang dihasilkan terutama bila partikel tersebut larut

10

dalam fase gerak dan terdeteksi oleh detektor yang digunakan.Selain itu adanya partikel dalam larutan sampel dapat mengganggu penetrasi analit dalam lempeng KLT ketika penotolan larutan sampel.Berbagai penyaring yang tersedia dipasaran dapat digunakan, seperti penyaring berbahan selulosa asetat, selulosa dan nitrat, alumina atau polipropilen.Pada khasus dimana terdapat banyak kontaminan yang mengganggu noda analit pada kromatogram KLT maka diperlukan prosedur preparasi sampel tambahan yaitu metode pembersihan (clean-up) seperti yang dilakukan pada metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Prosedur clean-up dapat menggunakan solid phase extraction yang sesuai. Sorben solid phase extraction (SPE) dapat berupa diatomeae bumi, gel silika, C2, C8, C18, CN, diol, NH2 dan fenil-terikat pada gel silika, serta sorben penukar ion dengan bahan dasar silika dan berbagai polimer. Selektifitas ekstraksi dapat dicapai dengan memilih sorben yang tepat yaitu yang dapat menyerap analit tetapi tidak menyerap kotoran, atau yang dapat menyerap kotoran dan tidak menyerap analit sehingga analit terelusi keluar. Pada sampel biologis seperti plasma darah pada tahapan preparasi sampel dapat ditambah dengan trikloroasetat, asam perklorat atau asetonitril untuk menghilangkan protein dengan cara pengendapan.

C. Penetapan Kadar Kadar dari sampel dapat ditentukan dari perbandingan antara serapan sampel dan bakunya. Untuk penentuan kadar, yang ditetapkan adalah absorpsi maksimum kurva absorpsi. Jika absorpsi ini untuk penentuan kadar adalah sangat rendah atau senyawa mula-mula mengabsorpsi di bawah 220 nm, maka seringkali senyawa diubah dulu menjadi suatu zat warna melalui reaksi kimia, dan absorpsi ditentukan dalam daerah sinar tampak (kolorimetri) (Roth dan Blaschke, 1988).

11

Berikut ini adalah contoh penyelesaiannya : 1. Menggunakan Hukum Lambert Beer A=εcd

Keterangan :  A adalah daya serap, ε adalah daya serap molar (dalam mole cm-1) ;  c adalah kadar (dalam mole liter-1) dan d adalah panjang jalur (dalam cm). Persamaan di atas berlaku menyeluruh sebagai dasar pokok analisis kuantitatif dengan spektroskopi serapan. Suatu cara sederhana untuk mengkuantitasi suatu bahan penyerap ialah dengan mengukur daya serapnya pada panjang gelombang tertentu dan menyubstitusikan A, ε dan d ke persamaan di atas untuk mendapatkan c.

2. Menggunakan Kurva Kalibrasi. Bila ε tidak diketahui dan terokan murni analit tersedia, kurva kalibrasi dapat dibuat (daya serap terhadap kadar). Lereng kurva tersebut adalah εd dan bila d diketahui maka ε dapat dihitung. Terokan tunggal yang diketahui kadarnya dapat digunakan untuk menentukan ε, tetapi hal ini kurang handal daripada penggunaan lereng kurva kalibrasi. Selain itu kadar terokan yang tak diketahui dapat dibaca langsung dari kurva kalibrasi dengan mencari daya serap yang tak diketahui pada kurva dan menarik garis tegak lurus ke bawah pada sumbu kadar. Metode ini sangat bermanfaat terutama jika nyata terlihat adanya penyimpangan terhadap hukum Beer (ketaklurusan).

12

D. Sediaan Padat Preparasi Gerus tablet, didihkan dengan 50 ml air selama 5 menit, dinginkan, dan tambahkan 1 atau 2 tetes besi (III) klorida LP, terjadi warna lembayung merah. Kocok sejumlah serbuk halus setara dengan 500 mg asam asetil salisilat dan 10 ml etanol P selama beberapa menit, sentrifuge, yang beningnya yang jernih, dan uapkan pada suhu 600C.

- Camag Evaluasi Kuantitatif Dengan camag TLC scanner dikombinasi dengan peralatan yang sesuai, pengukuran absorbansi dengan lampu, panjang gelombang kromatometer 60 nm. Set dimension

: 0,6 x 8 mm (lempeng KLT) 0,3 x 4 mm (lempeng HPTLC)

Kecepatan scanning 1 mm per detik Coffein, kodein fosfat

pada 280 nm (lempeng KLT)

Paracetamol, amobarbital

pada 240 nm (lempeng KLT)

Kodein fosfat

pada 280 nm (lempeng HPTLC)

Amobarbital, kofein

pada 254 nm (lempeng HPTLC)

- Camag Densitometri Dengan camag TLC scanner 3, pengukuran absorbansi pada 200 nm Catatan : Amida salisilat, dengan asam asetil salisilat dapat diukur pada 304 nm (absorbansi) pada panjang gelombang ini, asam salisilat terlihat praktis tanpa absorbansi.

13

E. Sediaan Semi Padat Gentamisin termasuk salah satu antibiotika aminoglikosida (AAG) alami yang diisolasi oleh Weinstein dari Microsmonopora purpurea melalui proses fermentasi. Senyawa yang terdiri dari dua atau lebih gugus gula amino dan terikat secara glikosidik pada inti heksosa atau aminosiklitol ini digunakan pertama kali untuk pemakaian topikal dan sampai sekarang masih digunakan secara luas baik dalam bentuk tunggal maupun kombinasi dengan bahan obat lain. Dibandingkan neomisin dan kanamisin, penggunaan gentamisin secara klinis paling luas, sebagai antibiotika pilihan terutama untuk terapi Gram negatif. Jumlah sediaan mengandung gentamisin biasanya diberikan dalam bentuk garam sulfat, dan yang beredar di pasar lebih kurang 47 macam. Bentuk sediaan yang paling banyak (80%) dijumpai adalah salep atau krim untuk pemakaian topikal, sedangkan sediaan lain berbentuk injeksi, tetes (telinga dan mata), serta salep mata. Alat dan bahan Alat-alat yang digunakan adalah Shimadzu Dual-Wavelength Chromato Scanner Model CS-930, spektrofotometer FTIR (Perkin Elmer, PN 09934357 ), neraca analitik (Sartorius BL 210 S), labu takar, pipet mikro (Eppendorf), sonikator, bejana kromatografi 20 x 20 x 6 cm3, dan oven. Gentamisin yang digunakan dalam bentuk garam sulfat (P.T Merck Sharp Dohme) berderajat kemurnian pharmaceutical grade, terdiri dari tiga komponen yaitu gentamisin Cl (28,9%), gentamisin C1a (24,4%), gentamisin C2a+2(46,6%), standar gentamisin sulfat (Sigma-Aldrich Chemie GmbH, Steinheim, Germany, krim gentamisin sulfat 0,1% diperoleh dari salah satu Industri Farmasi di Indonesia, Etanol 96%, p.a., air suling, BaCl2, p.a., CaCl2, p.a, ninhidrin, p.a. KH2PO4, p.a. Pelat KLT Silicagel GF254 (E. Merck, Darmstadt, Germany).

14

F. Sediaan Cair Kiranti merupakan sediaan cair yang mengandung berbagai ekstrak yaitu Curcumae domesticae Rhizoma (30g), Tamarindi Pulpa (6g), Kaempferiae Rhizoma (3g), Arengae pinnata Fructose (3g), Zingiberis Rhizoma (0,8g), dan Cinnamomi Cortex (0,1g) (Research and Innovation Center, 2005). Bahan-bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah baku kurkumin (hasil sintesis Prof. Dr. SudibyoMartono, M.S., Apt., yang telah dikonfirmasikan strukturnya dengan metode spektroskopi H-NMR dan Mass spectra, serta memiliki titik lebur 181,2 – 182,40C), methanol p.a (E. Merck), asam asetat glasial p.a (E. Merck), kloroform p.a (E. Merck), lempeng KLT silikagel 60 G (E. Merck), aquadest dan sediaan cair obat herbal terstandar (OHT) merk Kiranti yang mengandung kurkuminoid.

Alat-alat Penelitian Alat yang digunakan adalah alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi neraca analitik (OHAUS Carat Series PAJ 1003) dengan spesifikasi Scaltec SBC 22 maksimum 60/210 g; min 0,001 g; d=0,01/0,1 mg, e=1 mg, indikator pH, mikropipet (Socorex,), ultrasonikator (Retsch tipe T460 no V935922013 Ey), Densitometer (CAMAC TLC Scanner 3 CAT. No. 027.6485 SER. No.160602), labu ukur 5 mL dan 10 mL, cawan arloji, corong, flakon, pipet tetes, bekker glass, sendok, pengaduk, stirer, sentrifugasi, bejana kromatografi.

Tata Cara Penelitian

1. Pemilihan sampel Sampel yang digunakan adalah sediaan cair obat herbal terstandar merk Kiranti. 15Dalam penilitian ini digunakan sampel dari 3 nomor batch produksi yang berbeda dan dari setiap batch diambil sampel sebanyak 10.

15

2. Pembuatan fase gerak Campuran fase gerak yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam perbandingan yaitu campuran kloroform p.a : asam asetat glasial p.a (9,5 : 0,5).

3. Pembuatan pelarut (metanol pH 4) Metanol p.a. ditambah dengan asam asetat glasial p.a. dengan perbandingan yaitu campuran metanol p.a: asam asetat glasial p.a (9,0 : 1,0). pH 4 dapat diukur dengan indikator kertas pH.

4. Pembuatan larutan baku kurkumin a. Pembuatan larutan stok. Menimbang seksama lebih kurang 10,0 mg serbuk baku kurkumin kemudian dilarutkan dengan metanol pH 4 dalam labu takar 10,0 ml hingga tanda. b. Pembuatan seri larutan baku. Membuat seri larutan baku kurkumin 0,50, 0,75, 1,00, 1,25, 1,50 dan 1,75 mg/ml dengan cara mengambil sebanyak 0,250 ml; 0,375 ml; 0,500 ml; 0,625 ml; 0,750 ml dan 0,875 ml larutan baku kurkumin 1000 ppm, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml lalu diencerkan dengan methanol pH 4 hingga tanda. 5. Penetapan λ maksimum Seri larutan baku kurkumin 0,50; 1,00; dan 1,75 mg/ml ditotolkan dengan volume penotolan 3 µl pada plat KLT dengan fase diam silika gel G 60 dan setelah kering dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhi dengan fase gerak yang telah dibuat pada point 1. Setelah mencapai jarak rambat 1610 cm, plat dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan. Plat hasil pengembangan kemudian secepatnya diukur panjang gelombangnya dengan densitometer. Panjang gelombang maksimum ditentukan berdasarkan serapan maksimum yang dihasilkan oleh ketiga seri larutan baku.

16

6. Pembuatan kurva baku kurkumin Masing-masing seri larutan baku kurkumin 0,50; 0,75; 1,00; 1,25,; 1,50; dan 1,75 mg/ml ditotolkan dengan volume penotolan 3 µl pada plat KLT dengan fase diam silika gel G 60 dan setelah kering dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhi dengan campuran fase gerak yang telah dibuat pada point 1. Setelah mencapai jarak rambat 10 cm, plat dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan. Plat hasil pengembangan kemudian secepatnya diukur AUC dan tinggi peaknya dengan densitometer. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali dan pilih persamaan kurva baku yang paling baik.

7. Optimasi preparasi sampel Sebanyak 6,0 ml sampel sediaan cair dimasukkan ke dalam setiap labu takar 10,0 ml kemudian diencerkan dengan metanol pH 4 hingga tanda. Kemudian setiap larutan sampel disari menggunakan ultrasonikator selama 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit. Masing-masing larutan kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi lalu disentrifuse selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Setiap hasil preparasi sampel ditotolkan 2 kali setiap perlakuan yang sama dengan volume penotolan 3,0 µl pada plat KLT dengan fase diam silika gel G 60 dan setelah kering dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhi dengan fase gerak yang telah dibuat pada point 1. Setelah mencapai jarak rambat 1710 cm, plat dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan. Plat hasil pengembangan kemudian diukur AUC dengan densitometer pada panjang gelombang serapan maksimum sehingga di dapatkan data berupa AUC sampel. Setiap sampel diamati kadarnya sehingga didapat waktu optimal yang diperlukan untuk mengisolasi kurkumin dari sampel.

8. Preparasi sampel Sepuluh botol sampel dengan nomor batch yang sama dicampur dalam satu wadah. Sebanyak 6,0 ml sampel sediaan cair dimasukkan ke dalam labu takar 10,0 ml lalu diencerkan dengan metanol pH 4 hingga tanda. Larutan hasil replikasi sampel kemudian disari menggunakan ultrasonikator sesuai dengan waktu hasil optimasi preparasi sampel lalu disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Preparasi sampel ini dilakukan pada tiap batch sampel dan setiap batch dilakukan replikasi sebanyak 5 kali.

17

9. Penetapan kadar kurkumin dalam sampel Masing-masing larutan sampel hasil preparasi sampel ditotolkan dengan volume penotolan 3,0 µl pada plat KLT dengan fase diam silika gel G 60 dan setelah kering dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhi dengan campuran fase gerak hasil optimasi. Setelah mencapai jarak rambat 10 cm, plat dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan. Plat hasil pengembangan kemudian discanning dengan densitometer pada panjang gelombang serapan maksimum sehingga di dapatkan data luas area dari bercak yang digambarkan dengan satu puncak sekaligus dengan luas puncaknya yang dikenal dengan area di bawah kurva (AUC). Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali. Pada tahap optimasi telah diperoleh komposisi fase gerak yang baik untuk pemisahan kurkumin yaitu klorofom p.a. : asam asetat glasial p.a. (95:5) dan kondisi kurkumin yang paling stabil yaitu pada pH 4. Selain itu telah dilakukan validasi metode analisis, validasi metode analisis dilakukan untuk membuktikan bahwa metode analisis yang digunakan memenuhi persyaratan validitas sehingga memberikan hasil analisis yang dapat dipercaya. Berdasarkan tahap validasi yang telah dilakukan pada awal penelitian disimpulkan bahwa

Metode KLT-densitometri dengan fase diam silika gel G 60 dan fase gerak kloroform p.a. :asam asetat glasial p.a. (9,5:0,5), memiliki akurasi yang baik pada konsentrasi 50-100 ppm, presisi yang baik pada konsentrasi 50-175 ppm, linearitas dan spesifisitas yang baik, serta range antara 50-100 ppm. Berdasarkan hasil tersebut, maka metode KLT-densitometri ini memiliki validitas yang baik untuk menetapkan kadar kurkumin dalam sampel. a. Pembuatan fase gerak Fase gerak yang digunakan dalam penelitian ini dibuat berdasarkan hasil optimasi, yaitu dengan perbandingan kloroform p.a : asam asetat glasial p.a (9,5 : 0,5). b. Pembuatan pelarut (metanol pH 4) Metanol p.a. ditambah dengan asam asetat glasial p.a. dengan perbandingan yaitu metanol p.a: asam asetat glasial p.a (9,0 : 1,0). Metanol sendiri memiliki pH 5, sehingga untuk menurunkan pHnya hingga 4, dilakukan penambahan asam asetat

18

glasial sebanyak 1 bagian pada setiap 9 bagian metanol. pH 4 dapat diukur dengan indikator kertas pH. Penggunaan metanol p.a. sebagai pelarut karena dapat melarutkan dengan baik kurkumin dan berbagai senyawanya dalam OHT cair merk Kiranti. Selain itu, metanol p.a. akan menguap setelah penotolan serta memiliki panjang gelombang 205 nm yang berbeda dengan panjang gelombang kurkumin 425 nm sehingga tidak ikut terdeteksi pada alat densitometer. c. Penetapan λ maksimum Panjang gelombang maksimum adalah panjang gelombang dimana suatu larutan mempunyai serapan maksimum. Dalam penelitian ini, panjang gelombang yang diperoleh dari tahap optimasi serapan maksimum larutan baku kurkumin 425 nm. Untuk menentukan panjang gelombang maksimum digunakan tiga konsentrasi baku yaitu, 0,25mg/ml; 1,00 mg/ml; dan 1,75 mg/ml yang bertujuan untuk memastikan bahwa panjang gelombang yang diperoleh adalah senyawa kurkumin dibuktikan dengan panjang gelombang yang diperoleh pada ketiga konsentrasi reprodusibel. Penentuan panjang gelombang maksimum dengan cara mengukur pada daerah panjang gelombang 400-500 nm dengan detektor sinar visibel. Hasil pengukuran dibandingkan dengan panjang gelombang maksimum literatur yaitu 425 nm (Mohammad, dkk., 2007).19

Dari tabel III dapat disimpulkan serapan maksimum larutan baku kurkumin pada ketiga konsentrasi adalah 425 nm. Pengukuran panjang gelombang maksimum dalam Farmakope Indonesia edisi IV (1995) dimaknai memenuhi syarat jika tepat atau dalam batas 2 nm dari panjang gelombang yang ditentukan.

19

Dengan demikian panjang gelombang maksimum kurkumin sesuai dengan panjang gelombang teoritis. Sehingga dapat dipastikan senyawa tersebut adalah 20kurkumin. Jadi pengukuran kadar kurkumin selanjutnya akan dilakukan pada panjang gelombang 425 nm. Pengukuran kadar kurkumin dengan metode KLT-Densitometri dilakukan pada panjang gelombang maksimum karena pada panjang gelombang maksimum, perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah paling besar, sehingga kepekaan analisis adalah maksimal. 20 d. Pembuatan kurva baku kurkumin Pembuatan kurva baku ditujukan untuk melihat korelasi antar seri kadar larutan baku dengan absorbansi yang dihasilkan sehingga didapatkan persamaan kurva baku. Persamaan kurva baku yang didapat selanjutnya akan digunakan untuk menetapkan kadar kurkumin yang terdapat dalam sampel. Seri larutan baku kurkumin yang digunakan adalah 0,50; 0,75; 1,00; 1,25; 1,50; dan 1,75 mg/ml. Berikut ini adalah kromatogram salah satu seri larutan baku yang diukur pada panjang gelombang 425nm. Pada kromatogram tidak terdapat peak lain dengan demikian dapat 20disimpulkan bahwa peak yang dihasilkan berupa peak dari kurkumin yang memiliki nilai Rf 0,55.20

20

Suatu kurva baku memiliki linearitas yang baik apabila memiliki nilai r > 0,999. Dari tabel IV dapat dilihat bahwa ketiga replikasi kurva baku telah memenuhi persyaratan linearitas yang baik, namun yang dipilih untuk digunakan pada perhitungan kadar selanjutnya adalah kurva baku replikasi III, karena memiliki nilai r yang lebih besar bila dibandingkan nilai r dari replikasi I dan II .

Kurva hubungan konsentrasi kurkumin dengan AUC dapat dilihat pada gambar 11. Dengan demikian persamaan kurva baku yang digunakan adalah y = 0,9245x+19,6500, dengan r = 0,9999.21

Bila dilakukan perbandingan antara kromatogram sampel dengan kromatogram baku, dapat dilihat bahwa sampel dari keenam variasi waktu mengandung kurkumin hal ini dapat diketahui dengan cara membandingkan antara Rf dari baku kurkumin dengan Rf peak dari sampel. Peak yang dihasilkan baku memiliki nilai Rf 0,55 sedangkan nilai Rf peak (ke-3) yang dihasilkan dari setiap sampel memiliki nilai Rf yang bervariasi yaitu 0,51-0,53.21 Dari kromatogram yang diperoleh dapat dilihat bahwa semua sampel yang mengalami variasi waktu penyarian dengan menggunakan ultrasonikator terdapat 3 peak dimana nilai resolusi antara peak kurkumin dengan peak ke dua baik yaitu lebih

21

dari 1,5. Harga resolusi yang diperoleh yaitu 1,60 dengan penyarian selama 5 menit; 1,79 dengan penyarian selama 10 menit; 2,47 dengan penyarian selama 15 menit; 2,63 dengan penyarian selama 20 menit; 2,43 penyarian selama 25 menit, 2,43 penyarian selama 30 menit. 22

Nilai resolusi yang dihasilkan dari setiap sampel baik 22yaitu ˃ 1,5 dan Rf kurkumin dari kelima sampel mendekati Rf baku kurkumin. Namun demikian dari kelima sampel yang diukur tidak semua sampel memiliki kadar yang masuk ke dalam rentang kadar baku kurkumin 50-100 ppm (level rendah). Dari tabel data hasil optimasi waktu penyarian dapat dilihat bahwa waktu penyarian dengan menggunakan ultrasonikator selama 15 dan 20 menit memberikan nilai kadar kurkumin yang masuk kedalam rentang kadar baku kurkumin yaitu 56,88 dan 56,22 ppm.

Kadar kurkumin yang diperoleh dengan waktu penyarian selama 15 menit dengan menggunakan ultrasonikastor pada setiap replikasi kurkumin (tabel VI) masuk kedalam range kadar rendah baku kurkumin yaitu 50-100 ppm dan

22

memberikan nilai CV yang baik. Nilai CV yang didapatkan pada replikasi sampel kurkumin dengan waktu penyarian selama 15 menit sebesar 0,15% (kurang dari 2%) sehingga dapat disimpulkan bahwa waktu penyarian selama 15 menit dapat digunakan dalam tahap penetapan kadar selanjutnya karena memiliki keterulangan yang baik.23

e. Penetapan kadar kurkumin dalam sampel Penetapan kadar kurkumin dengan menggunakan sampel sediaan cair OHT merk Kiranti dilakukan dalam kondisi yang sama seperti pada validasi metode penetapan kadar kurkumin dalam sediaan cair OHT merk Kiranti dengan menggunakan metode KLT-Densitometri. 23

23

Tabel VII menunjukkan data pengukuran volume sediaan cair OHT merk Kiranti pada ketiga batch, diperoleh CV sebesar 0,0069%. Nilai CV yang diperoleh < 2% maka dapat disimpulkan bahwa keseragaman volume antar batch baik. Proses preparasi sampel dilakukan dengan menghomogenkan larutan 10 botol Kiranti sampel dari nomor batch yang sama terlebih dahulu melaui pengadukan menggunakan stirer selama 15 menit. Setiap sampel disari menggunakan ultrasonikator, lamanya proses penyarian ini disesuai dengan waktu hasil optimasi preparasi sampel. Replikasi sampel diukur absorbansinya pada panjang gelombang 425 nm.

Berdasarkan nilai AUC yang diperoleh dari setiap batch maka dapat dihitung kadar pada setiap replikasi dan kadar rata- rata dari setiap batch, maka didapatkan kadar rata – rata kurkumin pada setiap batch adalah sebagai berikut pada batch 1 dengan 5 replikasi yaitu 0,5893x10-1 mg/ml kurkumin; pada batch 2 dengan 5 replikasi 0,4794x10-1 mg/ml kurkumin, dan pada batch 3 dengan 5 replikasi yaitu 0,6103x10-1 mg/ml kurkumin. 24

24

Menurut Tonessen dan Karlsen (1995) Serbuk kering rhizome (turmerik) mengandung 3-5% kurkuminoid dan 77% dari kurkuminoid terdiri dari kurkumin. Berdasarkan jumlah Curcuma domesticae Rhizoma yang tertera pada label kemasan Kiranti maka diperoleh perhitungan kandungan kurkumin pada setiap sampel yaitu pada batch 1 kandungan kurkumin sebesar 2,9248 mg/ml sampai 7,9299 mg/ml; batch 2 kandungan kurkumin sebesar 2,9244 mg/ml sampai 7,9289 mg/ml; batch 3 kandungan kurkumin sebesar 2,9246 mg/ml sampai 7,9294 mg/ml.

G. Sediaan Steril Fenobarbital mudah mengalami hidrolisis oleh molekul air dalam sediaan cair seperti injeksi, karena fenobarbital mempunyai gugus Imida yang mudah diserang oleh molekul air sehingga akan terjadi kerusakan pada system cincin fenobarbital. Terjadinya hidrolisis ditandai dengan timbulnyaendapan dalam sediaan. Hal ini menyebabkan stabilitas obat dalam sediaan cair dengan menggunakan pelarut air akan menjadi kecil dan waktu simpan obat menjadi pendek. Penambahan pelarut semi polar dalam sediaan injeksi fenobarbital dapat memperkecil terjadinya reaksi hidrolisis, karena tingkat kepolaran medium berkurang, sehingga fenobarbital akanlebih stabil dibandingkan produk hidrolisis. Semakin kecil tingkat kepolaran cairan pembawa maka sediaan injeksi fenobarbital akan semakin stabil. Bahan dan Alat Bahan adalah pharmaceutical gradekecual NaOH (pro analisa) seperti fenobarbital base, Na.EDTA, larutan NaOH 10%, aqua bidestilata steril bebas pirogen (Ikapharmindo putra mas) dan propilen glikon, Thioglycolate Medium, Soybean-Casein Digeste Medium, Nutrient Agar, Sabouraud 4%, dextrose agar, etanol, suspense E.Coli dan Candida Albicans.

25

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi spektrofotometer UV, neraca, alat uji kejernihan sediaan steril, Laminar Air Flow cabinet,Oven (WTC Binder), incubator (WTC Binder), Otoklaf, pH meter (Hanna) dan alat-alat gelas. Cara Kerja Formula dibuat sebanyak 5 dengan 3 formula awal sesuai (Tabel 1) Simplex Latice Design, sedangkan F4 dan F5 untuk validasi persamaan Simplex Latice Designyang diperoleh. Formula sediaan injeksi fenobarbital adalah sebagai berikut : R/

Fenobarbital

25 mg/ml

Na EDTA

0,005%

NaOH

10% q.s (pH 10-11)

Kombinasi pelarut : Propilen glikol

90% : 50% : 10%

Air untuk injeksi

10% : 50% : 90% m.f injeksi ad 5,0 mL

Hasil

26

Endapan yang terbentuk pada F1 adalah produk hidrolisis Fenobarbital yang dibuktikan dengan pengujian kualitatif, KLT, dan deteksi IR. 1. Uji kualitatif endapan dan filtrate yang mengandung fenobarbital. Hasil uji kualitatif menunjukkan bahwa endapan merupakan produk hasil hidrolisis , karena memberikan reaksi yang positif untuk produk hasil fenobarbital. 2. Uji KLT Dilakukan dengan menggunakan fase diam silika GF 254 dan dua fase gerak dengan index polarity yang sama yaitu sebesar 4,02 tetapi tingkat kebasaannya berbeda, deteksi dilakukan dibawah sinar UV 254 nm. 3. Deteksi Infra Red Hasil deteksi infra red, menunjukkan bahwa endapan adalah senyawa diamida (produk hidrolisis) dan fenobarbital murni adalah senyawa imida. Pengukuran jumlah obat yang masih utuh pada filtrate sediaan setelah proses sterilisasi dilakukan dengan spektrofotometer UV pada  254 nm dengan A11 342b. pengukuran dimulai dengan membuat deret baku fenobarbital dalam NaOH 0,1 N dengan rentang kadar 5,85 ppm-23,4 ppm. Persamaan regresi linier yang diperoleh dari kurva baku fenobarbital adalah y = 0,040073x – 0,131486 dengan harga r 0,9965.

27

Berdasarkan data penetapan

kadar obat yang masih utuh setelah proses

sterilisasi, diperoleh persamaan Simplex Lattice Design : Y = 70,71 (A) + 98,64 (B) – 28,42 (A)(B)(2) Keterangan :

Y = respon jumlah obat yang masih utuh (A)= air untuk injeksi (bagian) (B)= propilen glikol (bagian)

Koefisien propilen glikol (98,64) memiliki pengaruh yang dominan dalam meningkatkan kadar obat yang masih utuh disbanding air untuk injeksi dan interaksi kedua komponen. Dilakukan verifikasi persamaan matematis dengan melakukan percobaan ulang pada level (A) dan (B) yang terpilih yaitu F4 (0,95 bagian propilen glikol dan 0,05 bagian air) dan F5 (0,8 bagian propilen glikol dan 0,2 bagian air). Diperoleh hasil percobaan ulang pada F4 sebesar 95,90% dan F5 sebesar 89,07%.

28

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kromatografi kolom pertama kali ditemukan oleh ahli botani Rusia, Tswett pada tahun l903. Sekitar tahun l938 pemisahan pada lapisan tipis ditemukan oleh Izmailov dan Shraiber, melalui teknik sederhana yang hanya membutuhkan sampel dan sorben yang sedikit yaitu dengan memisahkan ekstrak tanaman menggunakan aluminium oksida yang disebar pada lapisan kaca. 2. Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu metode pemisahan campuran analit dengan mengelusinya melalui fase diam yang datar pada plat penyangga. Dalam KLT, fase gerak ini berupa cairan. Pemisahan akan terjadi jika salah satu komponen dari campuran diadsorpsi lebih kuat dari komponen yang lainnya. 3. Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin

29

DAFTAR PUSTAKA Ikasari.E.D, I Kadek Bagiana, dan Evalina Hartanti. Optimasi Pelarut Campur (Propilen Glikol: Air) Terhadap Kestabilan Fenobarbital Dalam Sediaan Injeksi Setelah Proses Sterilisasi. Semarang: Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi ”Yayasan Pharmasi” Wahyuni.N.N.S, Dewi D.Y, dan Windarini L.G.E,. 2011. Laporan Akhir Praktikum Kimia Analisis Penetapan Kadar Paracetamol Denganklt-Spektrodensitometri. Bukit Jimbaran: UNIVERSITAS UDAYANA Wulandary Lestyo. 2011. Kromatografi Lapis Tipis. Jember: PT. Taman Kampus Presindo Wahyuni.N.N.S, Dewi D.Y, dan Windarini L.G.E,. 2011. Laporan Akhir Praktikum Kimia Analisis Penetapan Kadar Paracetamol Denganklt-Spektrodensitometri. Bukit Jimbaran: UNIVERSITAS UDAYANA Tambunan Veny Megawati. 2011. Penetapan Kadar Kurkumin Dalam Sediaan Cair Obat Herbal Terstandar (Oht) Merk Kiranti Dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis

Klt-Densitometri.

Skripsi.

Yogyakarta:

DHARMA

30

UNIVERSITAS

SANATA

Related Documents


More Documents from "Sahrul Gunawan"