TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Definisi Substance Use Disorder 2. Fisiologi adiksi 3. Faktor-faktor 4. 5. 6.
7. 8. 9.
yang berpengaruh terjadinya ketergantungan obat Farmakologi adiksi Definisi, Dampak, dan Strategi Penanggulangan Stigma Hubungan pola asuh keluarga dan kehidupan sosial yang dapat mempengaruhi seseorang dalam Substance Use Disorder Konsekuensi dari SUD (sosial dan medis) Farmakologi Opioid Terapi Farmakologi dan Nonfarmako
SUBSTANCE USE DISORDER
Substance Use Disorder Defined • Gangguan penggunaan zat adalah istilah yang diciptakan oleh American
Psychiatric Association (APA) yang menggantikan istilah termasuk kecanduan substansi dan gangguan penyalahgunaan zat. • DSM-V mengenali substance related disorders akibat dari digunakannya
sepuluh kelompok ZAT: alkohol, kafein, kanabis, Halusinogen (phencyclidine
atau
yang
serupa
arylcyclohexylamines),
halusinogen lainnya seperti LSD, inhalan, opioid, sedatif, hipnotik, anxiolytik,
stimulan
(termasuk
amphetamine-type
substances,
kokain, dan stimualan lainnya), tembakau, dan zat lain yang tidak
diketahui. Jadi ketika ditemui zat, dan efeknya serupa dengan zat lainnya dalam kelompok, maka ia masuk dalam gangguan terkait zat atau gangguan adiksi
• DSM 5 menyatakan bahwa kelompok zat tersebut mengaktifkan sistem
reward
di
otak.
Kesulitan
mengendalikan
penggunaan,
membuat
penggunanya mengabdikan hampir seluruh waktunya untuk mencari, menggunakan dan mengatasi rasa tak nyaman jika tidak menggunakan. Dengan demikian waktu untuk bekerja/sekolah, bersosialisasi, menikmati masa santai/liburan terabaikan, bersama dengan terabaikan hampir semua kewajiban dalam hidupnya. Pengaktifan pusat sistem reward, membuat penggunanya eforia, dan oleh kelompok mereka disebut “high”
Ada dua kelompok substance-related disorders: substance use disorders dan substance-induced disorders. • Substance use disorders merupakan pola penggunaan zat yang
menghasilkan simptoms menggunakan zat yang diteruskan oleh individu, meski individu tahu dan mengalami akibatnya. • Substance-induced
disorders termasuk intoksikasi, putus zat,
gangguan mental yang diinduksi oleh penggunaan zat termasuk psikosis akibat penggunaan zat, gangguan bipolar dan yang terkait penggunaan zat, gangguan cemas akibat penggunaan zat, gangguan depresi akibat penggunaan zat, gangguan obsesif-kompulsif akibat penggunaan zat, gangguan disfungsi seksual akibat penggunaan zat, delirium akibat penggunaan zat, dan gangguan neurokognitif akibat penggunaan zat.
FISIOLOGI ADIKSI
APA ITU ADIKSI (KETERGANTUNGAN) ?
“penggunaan obat yang terus menerus (compulsive), tanpa tujuan medis dan berefek negatif” Alan I. Leshner, Ph.D. Former Director, National Institute on Drug Abuse National Institutes of Health
Apa yang dimaksud adiksi? • Adiksi atau ketergantungan terhadap narkoba merupakan
suatu kondisi dimana seseorang mengalami ketergantungan secara fisik dan psikologis terhadap suatu zat adiktif • Roger & McMillins (1991) mengatakan bahwa adiksi dapat digolongkan sebagai suatu penyakit yang memiliki kriteria sbb: 1.
2. 3. 4.
5. 6.
Merupakan penyakit primer Seringkali tidak diperlukan suatu kondisi awal khusus untuk dapat menyebabkan seseorang menjadi penyalahguna Kronis Kondisi yang berulangkali kambuh dan terus menerus menginggapi penyalahguna narkoba seumur hidup Progresif Apabila tidak ditolong, sangat sering mengakibatkan kematian atau komplikasi medis, psikologis, dan sosial yang serius
Opioid menstimulasi pengeluaran dopamin
Perasaan senang
How opioid abuse can cause dopamine release? “Opiod narcotics activate opioid receptors”
Perilaku berulang
Toleransi
Reward Pathways: Role of Opioids
Mekanisme Toleransi
FAKTOR RESIKO KETERGANTUNGAN OBAT
Faktor Resiko Penyalahgunaan Napza Genetik (alkoholik) Usia Jenis kelamin Faktor individu
Internal
Eksternal Pergaulan (teman sebaya) Lingkungan keluarga Lingkungan sekolah Lingkungan masyarakat Faktor ekonomi
Penyebab Penyalahgunaan NAPZA
Faktor Individu Faktor Lingku ngan
Faktor NAPZA
FAKTOR INDIVIDU Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat pada remaja karena remaja sedang mengalami perubahan biologis, psikis, maupun sosial yang pesat sehingga menjadi individu yang rentan dan beresiko menjadi korban. Karakteristik remaja yang beresiko adalah: • Cenderung memberontak dan bersikap otoriter
• Cenderung memiliki gangguan jiwa seperti depresi, cemas, psikotik, dan kepribadian disosial • Perilaku menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku • Sifat mudah kecewa, cenderung agresif, dan destruktif • Rasa kurang percaya diri, rendah diri, dan memiliki citra diri negatif • Keinginan untuk diterima dalam suatu kelompok atau pergaulan • Identitas diri yang kabur atau mengambang • Tidak siap mental untuk menghadapi tekanan • Kemampuan komunikasi yang rendah
FAKTOR LINGKUNGAN A.
• • • • • • •
•
B.
Lingkungan Keluarga Komunikasi orang tua kurang baik Hubungan dalam keluarga kurang harmonis Orang tua bercerai, berselingkuh, kawin lagi Orang tua terlalu sibuk, atau kurang perhatian Orang tua otoriter atau serba melarang Orang tua yang terlalu membebaskan Kurangnya pengetahuan dan kepedulian orang tua terhadap NAPZA Kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam keluarga Lingkungan sekolah dan sosial
• Kurangnya disiplin dalam sekolah
• Lokasi sekolah yang dekat dengan
•
• • •
tempat hiburan dan transaksi NAPZA Sekolah yang kurang memfasilitasi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positif Tekanan atau ancaman dari teman kelompok Lemahnya penegakkan hukum Situasi politik, sosial, ekonomi yang kurang mendukung
FAKTOR NAPZA • Mudahnya NAPZA didapat dimana-mana dengan harga terjangkau • Banyaknya iklan-iklan rokok dan alkohol yang menarik untuk dicoba • Efek NAPZA yang menenangkan, menghilangkan nyeri, menidurkan,
dan membuat ketagihan
Browning dan Thomas (2005) menyebutkan bahwa alasan individu
menggunakan narkoba karena dipengaruhi oleh sifat, pilihan dan preferensi. Terdapat empat alasan utama penggunaan narkoba, yaitu: • Developmental
distress
Penggunaan obat-obatan yang berbahaya diasosiasikan dengan latar belakang masa kecil yang yang ditandai adanya masalah perkembangan yang mengganggu perkembangan kesehatan dan terjadi sejak lahir sampai masa kanak-kanak. Faktor risiko yang ada sejak masa awal perkembangan dapat mewujudkan social marginalization dan emotional distress selama penolakan social yang terjadi dalam keluarga, sekolah dan komunitas. • Usaha
Penggunaan
untuk
mengatur
jiwa
narkoba dapat dijadikan aktivitas
dan yang
raga
berfungsi untuk
menyehatkan badan atau mencapai sebuah hubungan spiritual.
•
Usaha
untuk
konform
pada
norma
sosial
Konformitas adalah alasan umum dibalik penggunaan narkoba. Konform pada norma sosial meliputi berbagai jenis motivasi spesifik termasuk keinginan untuk diterima dalam kelompok sosial dan untuk mendapatkan penerimaan dalam satu kelompok sosial yang bernilai serta pengabaian terhadap hukum yang berlaku. •
Usaha
untuk
mendapatkan
identitas
diri
Dalam sebuah masyarakat yang individualis, remaja memiliki kebutuhan
perkembangan untuk membedakan identitas diri dan identitas teman sebaya. Hal tersebut memicu aspek penting dalam keterlibatan remaja dalam penyalahgunaan narkoba.
FARMAKOLOGI ADIKSI
Dalam Adiksi terdapat 2 fenomena: 1. Adanya tendensi untuk meningkatkan dosis (karena
adanya toleransi); dan 2. Adanya ketergantungan yang dapat berupa: • Ketergantungan psikis (habit) yaitu perubahan psikis emosional
sehingga penderita ketagihan • Ketergantungan fisik, yaitu kehendak/kebutuhan yang luar biasa
(penggunaan kompulsif) akan morfin karena faal dan biokimia tubuh tidak dapat berfungsi lagi tanpa morfin
• ADDICTION LIABILITY adalah potensi suatu obat untuk
menimbulkan adiksi. Yang paling kuat menimbulkan adiksi adalah heroin dengan efek euforia yang hebat pula, dan tidak disertai dengan mual dan konstipasi • TOLERANSI adalah suatu fenomena dengan pemberian dalam dosis yang sama efeknya makin lama makin berkurang sehingga penderita memerlukan dosis yang lebih besar untuk mendapatkan efek yang sama. Terdapat 3 tipe tolerans farmakologi yaitu: 1.
2.
3.
Toleransi disposisional. Perubahan farmakokinetik menyebabkan obat lebih sedikit berada di tempat kerja. Mekanisme utamanya ialah ditingkatkannya metabolisme obat. Toleransi farmakodinamik. Perubahan berupa penyesuaian dengan jaringan target dengan diturunkannya respons (respons berkurang) terhadap konsentrasi obat yang diberikan. Toleransi perilaku. Penyesuaian terhadap efek obat yang mengubah tingkah laku.
Gejala Putus Obat Penghentian penggunaan obat secara tiba-tiba akan menghasilkan kelompok gejala yang khas dan disebut sindroma withdrawal. a.Gejala permulaan menunjukkan perilaku yang berorientasi pada
obat (possesive behavior) dengan aktivitas simpatis meningkat berupa midriasis, lakrimasi, rinore, menggigil, hiperhidrosis, suhu tubuh menurun, gelisah, serta insomnia, dan akhirnya penderita letih lalu tertidur b.Gejala lanjutan (non-purpossive symptoms/perhatian tidak tertuju
pada obat lagi) penderita lebih gelisah, iritabil, suka marah dengan gejala aktivitas parasimpatis meninggi, nyeri/kram perut hebat, muntah, diare, kedinginan dengan bulu-bulu berdiri (Cold Turkey), dan dehidrasi
STIGMA
DEFINISI STIGMA - Ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungan - Ide, stereotip (pikiran) ucapan, perbuatan negatif (Kristalyn SP, 2016)
-
Stigma ciri karakter Stigma fisik Stigma identitas kelompok
STIGMA CIRI KARAKTER • Cacat Individu : - Lemah keinginan - Mendominasi - Ada nafsu yang tidak wajar - Tidak jujur
CONTOH STIGMA CIRI KARAKTER
Gangguan Mental
Alkoholis me
Adiksi Zat
CONTOH STIGMA CIRI KARAKTER Homoseksualita s
Penganggur Percobaan bunuh diri an
Perilaku Politik Radikal
Kelainan Fisik •
- Tunanetra
- Penyandang Lepra
STIGMA IDENTITAS KELOMPOK
Berasal Dari : Ras Agama
Bangsa
Ditularkan Melalui Garis Keturunan
3 CARA MENSTIGMA : 1. Rasa Takut 2. Tidak Berdaya 3. Tidak Bertanggung Jawab
RASA TAKUT • Percaya orang yang distigma
berbahaya bagi orang-orang sekitar, rentan melakukan kekerasan
TIDAK BERDAYA • Percaya orang yang distigma seperti
anak kecil, butuh bantuan, tak dapat membuat keputusan
• Percaya orang yang distigma manja,
malas, bisa menularkan masalah
RESPONS TERHADAP STIGMA • Operasi plastik • Kompensasi • Polio Renang
• Alasan bila gagal • Mengeritik orang yang dianggap normal • Isolasi sosial
DAMPAK STIGMA MASYARAKAT • Dikucilkan dari peran serta yang bermakna dalam
masyarakat
CARA MENGATASI STIGMA (Deborah Leader, 2014) 1. Temukan diri sendiri 2. Bersiap membuka diri
3. Stop perlakuan buruk orang lain 4. Kelompok pendukung
HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN SUBSTANCE USE DISORDER
Stigma Pada Penderita/Diri Sendiri Stigma Masyarakat • Prasangka negative
→ Anggapan negative org lain bahwa seseorg dianggap berbahaya, inkompeten dan mempunyai karakter yg lemah • Emosi yang ditimbulkan → Marah dan takut • Diskriminasi yang terjadi → Ditolak dalam pekerjaan mupun kembali ke lingkungannya
Stigma pada Diri Sendiri • Prasangka negative
→ Anggapan negative thdp diri sendiri karena mengganggap diri sndiri inkompeten & punya karakter yg lemah • Emosi yang ditimbulkan → Merasa kurang PD dan tdk mampu • Diskriminasi yang terjadi → Gagal melanjutkan pekerjaan maupun program pengobatan
POLA ASUH
Otoriter
Demokratis
Permisif
Pengaruh Stigma dalam Kehidupan Masyarakat thdp “Pemakai” • Malu thdp keadaan yg
• Memprlambat proses
penyembuhan dialami • Menganggap sbg • Masyarkat takut terhdap aib/noda keluarga “pemakai” • Menghambat kembalinya • “pemakai” dikucilkan “pemakai” ke masyarakat dari lingkungannya • Memperberat penderitaan
DAMPAK DARI SUBSTANCE USE DISORDER
Dampak dari Substance Use Disorder • Dampak penyalahgunaan NAPZA sangat luas, tidak
terhadap kesehatan fisik dan mental penyalahguna NAPZA saja, tetapi juga berdampak pada ketenangan
kehidupan dalam keluarga, menurunkan kemampuan belajar
dan
produktivitas
kerja
secara
drastis,
ketidakmampuan untuk membedakan mana yang baik dan buruk, perubahan prilaku menjadi prilaku antisosial, mempertinggi jumlah kecelakaan lalu lintas, meresahkan masyarakat dan terjadi pelanggaran hukum
Dampak dari Substance Use Disorder Dampak psikis
Dampak sosial
Dampak fisik
• Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah • Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga. • Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan • Gangguan mental, anti sosial dan asusila, dikucilkan lingkungan • Merepotkan menjadi beban keluarga • Pendidikan terganggu masa depan suram • kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran. • Sering sakit kepala, mual dan muntah, sulit tidur • Kesulitan dalam bernapas
• Dampak fisik, psikis dan sosial berhubungan erat.
Ketergantungan fisik akan mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat (tidak mengkonsumsi obat pada waktunya) dan dorongan psikologis berupa keinginan sangat kuat untuk mengkonsumsi (bahasa gaulnya sugest). Gejata fisik dan psikologis ini juga berkaitan dengan gejala sosial seperti dorongan untuk membohongi orang tua, mencuri, pemarah, manipulatif, dll.
Hubungan Stigma dan Adiksi terhadap Zat Stigma pecandu sebagai biang kerok terjadinya kriminalitas. Masih rendahnya kepedulian terhadap pecandu. Pandangan masyarakat terhadap pelaku kejahatan pada umumnya sinis, dan skeptis. Pecandu belum sepenuhnya mendapatkan ruang pemulihan pecandu yang memadai.
DAMPAK STIGMA Sulit mendapat :
Pekerjaan yang stabil Tempat tinggal yang aman Hidup yang normal
FARMAKOLOGI OPIOID
Pengertian Analgesik Opioid Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri. Berdasarkan kerjanya pada reseptor, obat golongan opioid ini dibagi menjadi: 1. Agonis penuh (kuat) 2. Agonis parsial (lemah sampai sedang) 3. Campuran agonis dan antagonis 4. Antagonis
MEKANISME ANALGESIK OPIOID
MORFIN Farmakodinamik • Efek morfin terhadap SSP berupa analgesia dan narkosis. Morfin
dosis kecil (5-10mg) menimbulkan euforia pada pasien nyeri tetapi pada orang normal sering menimbulkan disforia berupa perasaan
kuatir atau takut disertai mual muntah. Pada dosis kecil morfin sudah menimbulkan depresi napas tanpa menyebabkan tidur atau hilang kesadaran. Dosis toksik dapat menyebabkan frekuensi
napas 3-4x/menit dan kematian pada keracunan morfin hampir selalu disebabkan oleh depresi napas
Farmakokinetik • Morfin dapat menembus mukosa dan juga dapat diabsorbsi usus,
tetapi efek analgetik pemberian parenteral jauh lebih tinggi dibanding peroral. • Ekskresi morfin terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin
terkonjugasi ditemukan dalam empedu, sebagian yang sangat kecil dikeluarkan bersama cairan lambung
Indikasi • Morfin dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan
atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid • Morfin diperlukan untuk nyeri yang menyertai infark miokard,
neoplasma, kolik renal, perikarditis akut, dan nyeri akibat trauma misalnya luka bakar dan pasca bedah • Terhadap
edema paru akut, morfin IV dapat dengan jelas
mengurangi atau menghilangkan sesak napas akibat edema pulmonal yang menyertai gagal jantung kiri
Efek Samping • Morfin dapat menyebabkan mual dan muntah • Berdasarkan reaksi alergik dapat timbul gejala seperti urtikaria,
eksantem, dermatitis kontak, pruritus, dan bersin • Intoksikasi akut morfin atau opioid lain biasanya terjadi akibat
percobaan bunuh diri. Pasien akan tidur, sopor, atau koma jika intoksikasi cukup berat
Interaksi Obat • Interaksi morfin dapat meningkatkan kerja depresan SSP lain.
Selain itu, meningkatkan depresi pernapasan yang diinduksi oleh loker neuromuskular. Dan morfin bersifat aditif dengan obat yang
menyebabkan hipotensi
TERAPI PENGGUNAAN NAPZA
TARGET TATALAKSANA PENYALAHGUNAAN NAPZA Target Secara Umum • Berhenti menggunakan NAPZA • Bebas dari NAPZA • Menjadi produktif di keluarga, perkerjaan, dan lingkungan sosial
Target Pengobatan Farmakologi • Mengatasi gejala putus obat (withdrawal symptoms) • Pencegahan kekambuhan • Mengatasi kondisi – kondisi yang menyertai
Target Terapi Perilaku • Memodifikasi sikap dan perilaku yang terkait dengan penggunaan NAPZA • Meningkatkan gaya hidup sehat • Mempertahankan pengobatan yang sedang dijalankan
TATALAKSANA FARMAKOLOGI PENYALAHGUNAAN NAPZA
TATALAKSANA FARMAKOLOGI PENYALAHGUNAAN OPIOID Naloxone (Narcan) • Antagonis opioid, terutama saat overdosis (kegawatdaruratan) • Berikatan dengan reseptor mu opioid pada neuron di otak • Jenis: injeksi, autoinjeksi, nasal spray • Efek samping: sangat aman. Sakit kepala, perubahan tekanan darah, takikardi, mual, muntah, tremor
Intoksikasi Opioid Penatalaksanaan: • Bebaskan jalan napas • Berikan oksigen 100% sesuai kebutuhan • Pasang infus dextrose 5% atau NaCl 0,9% atau cairan koloid jika
diperlukan • Pemberian antidotum Naloxon
Intoksikasi Opioid • Tanpa hipoventilasi berikan Nalokson 0,4 mg IV • Dengan hipoventilasi berikan Nalokson 1-2 mg IV • Jika dalam 5 menit tidak ada respon maka berikan 1-2 mg
nalokson hingga ada respon berupa peningkatan kesadaran dan fungsi pernapasan membaik
Intoksikasi Opioid • Rujuk ke ICU jika dosis Nalokson telah mencapai 10 mg
dan belum menunjukkan adanya perbaikan kesadaran • Berikan 1 ampul nalokson/500 cc dalam waktu 2-6 jam
mecegah terjadinya penurunan kesadaran kembali • Observasi secara invensif tanda-tanda vital, pernapasan,
dan besarnya ukuran pupil klien dalam 24 jam
Intoksikasi Opioid • Pasang intubasi, kateterisasi, sonde lambung serta EKG • Puasakan klien untuk menghjindari aspirasi • Lakukan pemeriksaan rontgen thorax serta laboratorium
yaitu darah lengkap, urin lengkap dan urinalisis
TATALAKSANA NON-FARMAKO
TAHAP TATALAKSANA PENYALAHGUNAAN NAPZA Detoksifikasi
Konseling perilaku
Medikasi
Evaluasi dan penatalaksanaan untuk gangguan mental yang timbul seperti cemas dan depresi
Follow up jangka panjang untuk mencegah kekambuhan
Cognitive Behavioral Therapy Aspek kognitif dalam Cognitive Behavioral Therapy (CBT) antara
lain mengubah cara berpikir, kepercayaan, sikap, asumsi, imajinasi dan memfasilitasi konseli belajar mengenali dan mengubah kesalahan dalam aspek kognitif. Sedangkan aspek behavioral dalam Cognitive Behavioral
Therapy (CBT) yaitu mengubah hubungan yang salah antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan, belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, serta berpikir lebih jelas.