Adab Dan Akhlak Nabi Muhammad Saw Dalam Berbinis.docx

  • Uploaded by: Erine Saskia Anggraini
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Adab Dan Akhlak Nabi Muhammad Saw Dalam Berbinis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,205
  • Pages: 11
BAB II PEMBAHASAN

A. Adab dan Akhlak Bisnis Nabi Muhammad Saw Islam adalah sebuah sistem. Oleh karena itu, Islam memandang bahwa kehidupan ekonomi, sosial, dan pemerintahan tidak mungkin dipisahkan dari kehidupan beragama (beribadah). Jika transaksi ekonomi tidak menggunakan adab dan akhlak Islam yang telah diajarkan Rasulullah, kita akan terjebak pada doktrin kapitalis yang sengaja memisahkan antara keyakinan beragama dengan kehidupan sosial, ekonomi, dan kebijakan negara sehingga seolah-olah keduanya tidak berkaitan. Alqur'an sebagai pegangan hidup umat Islam telah mengatur kegiatan bisnis secara eksplisit dan memandang bisnis sebagai sebuah pekerjaan yang menguntungkan dan menyenangkan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Alqur'an sangat mendorong dan memotivasi umat Islam untuk melakukan transaksi bisnis dalam kehidupan (Ghani,2009). Salah satu keunikan ajaran agama terbesar ini adalah ia mengajarkan para penganutnya untuk berpraktik ekonomi berdasarkan norma-norma dan etika islam yang tidak terlihat pada ajaran agama lain. Islam pun begitu komprehensif mengajarkan norma dalam melaksanakan transaksi ekonomi. Bahkan, para ekonom muslim dan nonmuslim mengakui bahwa yang diajarkan islam adalah nilai-nilai dasar etika ekonomi (keseimbangan, kesatuan, tanggung jawab, dan keadilan) yang bersumber dari ajaran tauhid dan merupakan unsur-unsur fundamental dalam bidang ekonomi. Alqur'an dan hadist telah memberi resep tertentu dalam tata krama demi kebaikan seorang pelaku bisnis. Seorang pelaku bisnis diwajibkan berperilaku sesuai dengan yang dianjurkan oleh Alqur'an dan hadist. Pola hubungan antara agama dan ekonomi dalam islam telah melahirkan prinsip umum yaitu untuk mencapai tingkat kesejahteraan di bidang ekonomi, setiap orang disyariatkan, tidak hanya diberi kebebasan untuk melakukan berbagai kegiatan ekonomi (muamalah al-madiyah), tetapi juga harus mempertimbangkan etika bisnis (muamalah al-‘adabiyah) yang berpijak pada prinsip dan asas ekonomi Islam. Setiap individu bertanggung jawab terhadap semua transaksi yang dilakukannya. Dalam setiap kegiatan bisnis, perumusan etika ekonomi Islam sangat diperlukan sebagai pemandu segala tingkah laku kegiatan ekonomi di kalangan masyarakat muslim. Etika bisnis tersebut, selanjutnya dijadikan sebagai kerangka 1

praktis yang secara fungsional akan membentuk suatu kesadaran beragama dalam melakukan setiap kegiatan ekonomi (religiousness economic practical guidance). Alqur'an sebenarnya telah mengakui legitimasi bisnis sehingga prinsip-prinsip dan petunjuk-petunjuk permasalahan bisnis antar individu dan kelompok dipaparkan juga di dalamnya (Gamal,2010). Etika ekonomi Islam, sebagaimana dirumuskan oleh para ahli ekonomi Islam adalah suatu ilmu yang mempelajari aspek-aspek kemaslahatan dan kemafsadatan kegiatan ekonomi dengan memerhatikan amal perbuatan manusia memerhatikan amal perbuatan manusia yaitu sejauh mana dapat diketahui menurut akal pikiran (rasio) dan bimbingan wahyu (nash). Dalam hal ini, etika ekonomi dipandang sama dengan akhlak karena keduanya membahas kebaikan dan keburukan tingkah laku manusia. Sementara itu, tujuan etika Islam menurut kerangka berfikir filsafat adalah memperoleh suatu kesamaan ide bagi seluruh manusia di setiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku baik dan buruk yaitu sejauh mana sesuatu dapat dicapai dan diketahui menurut akal pikiran manusia (An-Nabhani,1996). Dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi, Alqur'an mengakui hak individu dan kelompok untuk memiliki dan memindahkan suatu kekayaan secara bebas serta tanpa paksaan. Al-qur'an pun mengakui otoritas deligatif terhadap harta yang dimiliki secara legal oleh seorang invidu atau kelompok. Selain itu, Al-qur'an pun memberi kemerdekaan penuh untuk melakukan transaksi yang sesuai dengan kehendak-Nya dengan batas-batas yang ditentukan oleh syariah. Kekayaan dianggap sebagai sesuatu yang tidak bisa diganggu gugat dan tindakan penggunaan harta orang lain dengan cara tidak halal atau tanpa izin dari pemilik sah merupakan hal yang dilarang. Oleh karena itu, setiap orang diwajibkan untuk menghormati hak hidup dan harta orang lain, sebagaimana terungkap dalam surah an-Nisaa (4) ayat 29, yang artinya : "hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu".

B. Nabi Muhammad Saw dalam berbisnis Kesuksesan Muhammad dalam berdagang sudah menjadi fakta sejarah yang tidak bisa dipungkiri, kehebatan beliau dalam berbisnis telah diketahui banyak orang sampai suatu saat Khadijah mendengar dan menjadikannya sebagai partner dalam 2

usahanya. Dengan sentuhan Muhammad Khadijah mendapat untung tidak sewajarnya, seperti tercatat dalam sejarah bahwa ketika usahanya dipercayakan Muhammad, dia mendapat untung yang tidak pernah didapat oleh orang sebelumnya. Tentu, ini tidak terlepas dari perjalanan panjang Muhammad sebagai pelaku Bisnis, sejak kecil sudah harus belajar menjadi penggembala, beranjak dewasa ia harus belajar dagang menjelajahi daerah-daerah di Arab bersama pamannya. Sampai akhirnya ia harus melakukannya aktivitas dagang dengan mandiri. Afzalurrahman dalam Muhammad as a Trader menulis, kunci sukses berdagang Nabi terletak pada sikap jujur dan adil dalam mengadakan hubungan dagang dengan para pelanggan. Itulah yang selalu dia tunjukkan ketika menjadi agen saudagar kaya Siti Khadijah ra (yang kemudian menjadi isti tercinta) untuk melakukan perdagangan ke Syiria, Jerussalem, Yaman dan tempat-tempat lain. Dalam perjalanan perdagangan itu, Nabi mendapatkan perolehan keuntungan di luar dugaan. Nabi menandaskan kejujuran dan agar menjaga hubungan yang baik dan ramah kepada para pelanggan maupun mitra dagang. Nabi sangat konsen dengan kejujuran. Sampai-sampai, orang yang jujur dalam berdagang, digaransinya masuk dalam golongan para nabi. Abu Sa'id meriwayatkan bahwa Rasulullah berkata, "Saudagar yang jujur dan dapat dipercaya akan dimasukkan dalam golongan para nabi, orang-orang jujur dan para syuhada." Dalam urusan dagang, nabi selalu bersikap sopan dan baik hati. Jabir meriwayatkan bahwa Rasulullah berkata, "Rahmat Allah atas orang-orang yang berbaik hati ketika ia menjual dan membeli, dan ketika dia membuat keputusan." (HR Bukhari). Nabi juga menghindari sikap belebihan dalam berdagang, seperti banyak bersumpah. Tentang hal ini, nasehat Rasulullah, "Hindarilah banyak bersumpah ketika melakukan transaksi dagang, sebab itu dapat menghasilkan penjualan yang cepat, lalu menghapuskan berkah." Dalam proses pertukaran barang dengan persetujuan antara kedua belah pihak, seringkali ada konflik. Untuk menghindari ini, Nabi telah meletakkan dasar, bagaimana transaksi seharusnya terjadi. Ibnu 'Umar meriwaytakan dari Rasulullah, "Kedua kelompok di dalam transaksi perdagangan memiliki hak untuk membatalkannya hanya sejauh mereka belum berpisah, kecuali transasksi itu menyulitkan kelompok itu untuk membatalkannya." (HR Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat lain disebutkan, "Kedua belah pihak dalam transaksi perdagangan berhak membatalkan, selama mereka tidak berpisah. Jika mereka berkata 3

benar, menjelaskan sesuatunya dengan jernih, maka transaksi mereka akan mendapatkan berkah. Tapi jika menyembunyikan sesuatu serta berdusta, maka berkah yang ada dalam transaksi mereka akan terhapus." (Bukhari dan Muslim). Dalam beberapa hadist Rasulullah SAW memberikan dorongan kepada ummatnya untuk mencari rezeki dengan berusaha dan berdagang. Rasulullah sendiri adalah contoh seorang pedagang yang sukses. Ketika masih kecil beliau telah menemani pamannya Abu Thalib berdagang ke Syam, bahkan beliau sendiri menjalankan bisnis milik Siti Khadijah ke Syam dan kembali dengan keuntungan yang besar. Ini adalah bukti kemampuan, kepercayaan dan amanah beliau sebagai pedagang. Rasulullah SAW bersabda : “Pedagang yang amanah dan benar akan ada bersama dengan para syuhada di hari qiyamat nanti” (HR. Ibnu Majah dan al-Hakim) “Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan oleh seseorang daripada yang dihasilkan oleh tangannya sendiri”. (HR. Bukhari) Para sahabat Rasul juga banyak yang menjadi pengusaha dan bussinessman yang sukses. Diantaranya adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, dan lain-lain.

C. Akhlak Nabi Muhammad Saw Dalam Berbisnis Setiap pelaku bisnis (pengusaha) dalam berdagang atau menjalankan usahanya, hendaknya tidak semata-mata bertujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya. Akan tetapi, yang paling penting adalah mencari keridhoan dan mencapai keberkahan atas rezeki yang diberikan Allah SWT. Hakikat keberkahan usaha tersebut adalah kemantapan dari usaha yang dilakukan seorang pengusaha dalam bentuk memperoleh keuntungan yang wajar dan diridhai Allah SWT. Untuk memperoleh keberkahan dalam jual beli, Islam mengajarkan prinsip-prinsip etis sebagaimana yang diajarkan Rasulullah (Faisal, 2009). Sangat banyak petunjuk mengenai etika bisnis yang diajarkan Rasulullah SAW. Setidaknya penulis mengompilasi beberapa poin, yang diinspirasi dari lima poin tulisan Badrudin (2001:167-172) yaitu sebagai berikut : a. Kejujuran Dalam hal ini, pedagang atau pengusaha tidak diperbolehkan menyembunyikan kecacataan barang. Jika hal tersebut disembunyikan, keberkahan jual beli akan hilang. Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. 4

Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam tataran ini, beliau bersabda, "Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu barang yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya" (HR Al-Quzwani). Dalam hadist lain pun bersabda, "Siapa yang menipu kami, dia bukan kelompok kami" (HR Muslim). Rasulullah selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di bagian bawah dan barang baru di atas. Selanjutnya, Ibnu Umar menurut riwayat Bukhori, memberitakan bahwa seorang lelaki menceritakan kepada Nabi SAW bahwa ia tertipu dalam jual beli. Kemudian Nabi SAW bersabda, "Apabila engkau berjual beli, katakanlah, ‘tidak ada tipuan'." b. Pencatatan utang piutang Dalam dunia bisnis lazim terjadi pinjam-meminjam. Dalam hubungan tersebut, Alqur'an mengajarkan pencatatan utang piutang yang berguna untuk mengingatkan salah satu pihak yang mungkin suatu waktu lupa atau khilaf : "Hai orang-orang yang beriman, kalau kalian berutang-piutang dengan janji yang ditetapkan waktunya, hendaklah kalian tuliskan. Dan seorang penulis di antara kalian, hendaklah menuliskannya dengan jujur. Janganlah penulis itu enggan menuliskannya, sebagaimana telah diajarkan oleh Allah kepadanya." (QS al-Baqarah [2] : 282) c. Signifikansi sosial kegiatan bisnis Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya mengejar keuntungan sebanyakbanyaknya, sebagaimana yang diajarkan bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta'awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnisnya. Dengan tegas dapat dikatakan bahwa berbisnis bukanlah mencari keuntungan material semata, tetapi juga -harus didasari atas kesadaran- memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang. Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah. d. Tidak melakukan sumpah palsu ada kebiasaan pedagang untuk meyakinkan pembelinya dengan jalan bersumpah agar dagangannya laris. Nabi Muhammad SAW sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnisnya. Dalam sebuah hadist riwayat Bukhori, ia bersabda, "Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah." Dalam hadist riwayat Abu Zar, Rasulullah SAW mengancam orang yang bersumpah palsu dalam bisnis dengan azab yang pedih, dan Allah tidak akan memedulikannya di hari kiamat 5

nanti (HR Muslim). Praktik sumpah palsu dalam kegiatan bisnis saat ini, sering dilakukan karena dianggap dapat meyakinkan pembeli, dan pada gilirannya akan meningkatkan daya beli atau pemasaran. Namun, harus disadari bahwa dalam keuntungan yang berlimpah tersebut, keberkahan tidak akan menyertainya. e.

Sikap longgar, ramah-tamah, dan murah hati Seorang pelaku bisnis harus bersifat longgar, ramah dan murah hati dalam melakukan bisnisnya. Hal itu selaras dengan sabda Rasulullah, "Allah mengasihi orang yang bermurah hati saat menjual, membeli, dan menagih utang" (HR Bukhari). Kemudian dalam hadits lain, Abu Hurairah memberitakan bahwa Rasulullah bersabda, "Ada seorang pedagang yang memiutangi orang banyak. Apabila dilihatnya orang yang ditagih itu dalam kesempitan, dia diperintahkan kepada pembantupembantunya, ‘Berilah kelonggaran kepadanya, mudah-mudahan Allah memberikan kelapangan kepada kita'. Maka Allah pun memberikan kelapangan kepadanya." Selain itu, Nabi Muhammad SAW pun mengatakan, "Allah merahmati seseorang yang ramah dan toleran dalam berbisnis" (HR Bukhari dan Tarmizi).

f. Tidak menjelekkan bisnis orang lain Nabi Muhammad SAW bersabda, "Janganlah seseorang diantara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain" (HR Muttafaq ‘alaih). g. Jujur dalam takaran dan timbangan Allah berfirman dalam surah al-Muthafifin (83) ayat 1-3, yang artinya sebagai berikut : "Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka meminta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi." Berdasarkan ayat tersebut, dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. h. Islam tidak mengenal persaingan bisnis, teapi mengenal bersinergi Dalam hal ini, kegiatan bisnis seorang pengusaha dengan pengusaha lainnya harus saling menguntungkan, atau dengan perkataan lain dilarang menyaingi kawan bisnis. Hal tersebut sesuai dengan hadits Rasulullah, "Janganlah kamu menjual dengan menyaingi dagangan saudaramu" (HR Muttafaq ‘alaih). i. Bisnis tidak boleh mengganggu kegiatan ibadah kepada Allah

6

Hal ini sesuai dengan firman Allah, "Orang yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, serta dari mendirikan shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati dan pelihatan menjadi goncang." j. Pembayaran upah sebelum keringat karyawan kering Nabi Muhammad SAW bersabda, "berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya." Hadits ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan. k. Tidak memonopoli bisnis Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh sederhana : eksploitasi (penguasaan ) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti : air, udara, dan tanah, serta kandungan isinya, seperti : barang tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Hal seperti itu dilarang dalam etika bisnis Islam (Abdul, 1992). l. Tidak melakukan bisnis dalam kondisi berbahaya (mudarat) Dalam hal ini, seorang pedagang atau pengusaha dilarang berbisnis dalam keadaan yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. Contoh : larangan melakukan bisnis senjata di saat terjadi kekacauan politik dan larangan menjual barang halal, seperti anggur kepada produsenminuman keras karena diduga keras, ia akan mengolahnya menjadi miras.Anjuran berzakat Setiap pengusaha dianjurkan untuk menghitung dan mengeluarkan zakat barang dagangan setiap tahun sebanyak 2,5% sebagai salah satu cara untuk membersihkan harta yang diperoleh dari hasil usaha. m. Hanya menjual barang yang halal Dalam salah satu hadits, Nabi SAW menyatakan bahwa jika Allah mengharamkan sesuatu barang, haram pula harganya (diperjualbelikan). Oleh karena itu, dalam berbisnis, pengusaha diwajibkan untuk menjual komoditas yang suci dan halal, bukan barang haram, seperti : babi, anjing, minuman keras, dan ekstasi. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan ‘patung-patung'" (HR Jabir). n. Segera melunasi utang Rasulullah memuji seorang muslim yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan utangnya dengan sabda, "Sebaik-baik kamu adalah orang yang paling segera membayar hutangnya" (HR Hakim) 7

o. Pemberian tenggang waktu apabila pengutang belum mampu membayar Hal ini sebagaimana sabda Nabi SAW, "Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar utang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan, kecuali naunganNya" (HR Muslim) p.

Larangan riba Bisnis yang dilaksanakan harus bersih dari unsur riba, sebagaimana Allah telah berfirman, "Allah menghapuskan riba dan menyempurnakan kebaikan sedekah. Dan Allah tidak suka kepada orang yang tetap membangkang dalam bergelimang dosa". Dalam firman Allah yang lain, yaitu dalam surat al-Baqarah [2] : 278, yang artinya : "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman". Selanjutnya, Allah menilai bahwa pelaku dan pemakan adalah orang yang kesetanan. Oleh karena itu, Allah dan Rasul mengumumkan perang terhadap riba. Berikut ini firman Allah dalam surah al-Baqarah (2) ayat 275, yang artinya : "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya."

D. Adab Bisnis Nabi Muhammad Saw Agar kegiatan bisnis yang kita lakukan dapat berjalan harmonis dan menghasilkan kebaikan dalam kehidupan, maka kita harus menjadikan bisnis yang kita lakukan terwarnai dengan nilai-nilai etika. Salah satu sumber rujukan etika dalam bisnis adalah etika yang bersumber dari Rasulullah SAW. Etika bisnis memegang peranan penting dalam membentuk pola dan sistem transaksi bisnis yang dijalankan oleh seseorang. Dalam etika bisnis Rasulullah, sisi yang cukup menonjol adalah pada nilai spiritual, humanisme, kejujuran

8

keseimbangan dan semangatnya untuk memuaskan mitra bisnisnya. Beliau telah memiliki banyak panduan etika untuk praktek bisnis kita, yaitu : Pertama, kejujuran. Kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam tataran ini, beliau bersabda: "Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya," (H.R. Al-Quzwani). "Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami," (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian atas. Kedua, menolong atau memberi manfaat kepada orang lain, kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang. Ketiga, tidak boleh menipu, takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: "Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi". (QS 83: 112). Keempat, tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain," (H.R. Muttafaq ‘alaih). Kelima, tidak menimbun barang. Ihtikar ialah menimbun barang (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menja di naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu. Keenam, tidak melakukan monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut

9

mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini dilarang dalam Islam. Ketujuh, komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan patung-patung," (H.R. Jabir). Kedelapan, bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, "Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman," (QS. alBaqarah:: 278). Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan (QS. 2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba. Kesembilan, bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu," (QS. 4: 29). Kesepuluh, membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda, "Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya." Hadis ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditundatunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.

Etika bisnis dalam islam yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW merupakaan hal yang paling penting dalam perjalanan sebuah aktifitas bisnis profesional. Dalam hal ini etika bisnis mempunyai beberapa tujuan umum untuk membangun kode etik islami yang mengatur, mengembangkan dan menancapkan metode berbisnis dalam kerangka ajaran islam. Sedangkan dalam refrensi lain disebutkan tujuan khusus dari etika bisnis adalah yanag pertama dipusatkan pada upaya mencari cara untuk menyelaraskan kepentingan strategis suatu bisnis dengan tuntutan moralitas, sedangkan yang kedua adalah untuk melakukan memberikan perubahaan kesadaran masyarakat tentang bisnis dengan memberikan suatu kepahaman dengan cara pandang baru, yakni bahwa bisnis secara keseluruan dalam upaya mempertahaankan hidup. Mencari rasa aman, memenuhi kebutuhan sosial dengan harga diri serta mengupayaka pemenuhan aktualisai diri, yang pada kesemuanya secara intren terdapat nilai-nilai etika.

10

Implikasi etika-etika dalam fungsi-fungsi bisnis islam Bisnis sebagai suatu system Bisnis merupakaan kegiataan yang berhubungan dan yang berkepentingan dengan lingkungan merupakaa suatu system. Didalam system terdapat faktor-faktor yang tersedia dilingkungan yang berkaitan dengan bisnis. Dengan kata lain bisnis pada dasarnya adalah upaya untuk mengelola sumber-sumber yang disediakan oleh lingkunganya atau sebaliknya, tidak dapat dipisahkan dengan etika yang melandasinya. Bisnis islami selalu dikendalikaan oleh syari’ah yang berperan sebagai etika dalam etika kerangka ekonomi yang bertujuan untuk mencapai 4 hal utama, yaitu : a. Keberkahaan atau keridhoan Allah SWT b. Target hasil : profit-meteri dan benefit nonmateri c. Pertumbuhan terus meningkat d. Keberlangsunganya dalam kurun waktu lama

11

Related Documents


More Documents from "Dadang Mulyadi"