Acara 4 Klimatologi Dasar1

  • Uploaded by: Ardi Fikri
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Acara 4 Klimatologi Dasar1 as PDF for free.

More details

  • Words: 1,472
  • Pages: 9
I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ragam iklim pada berbagai tempat di muka bumi ditentukan oleh beberapa gabungan proses atmosfer yang berbeda sehingga perlu ada pengidentifikasian dan pengklasifikasian jenis iklim. Meskipun semua unsur iklim penting, hubungan yang menyatakan kecukupan panas dan air banyak mempengaruhi klasifikasi iklim. Faktor yang menentukan kondisi atmosfer dapat dipakai dalam klasifikasi iklim, akan tetapi kriteria yang dipakai untuk membedakan jenis iklim sebaiknya mencerminkan iklim itu sendiri. Iklim merupakan gabungan dari berbagai kondisi cuaca sehari-hari. Iklim berkaitan dengan atmosfer dalam jangka yang panjang, iklim merupakan suatu konsep yang abstrak. Ini merupakan komposit dari keadaan cuaca dari hari ke hari. Meski iklim merupakan suatu konsep yang abstrak, namun penerapannya bersifat praktis pada tempat atau kawasaan tertentu. Rata-rata atau series iklim bisa digunakan untuk membuat tipe (klasifikasi) iklim di suatu daerah. Kegunaan klasifikasi ikilm adalah untuk memperoleh efisiensi informasi dalam bentuk yang umum dan sederhana. Oleh karena itu, analisis statistik unsur-unsur iklim yang digunakan dapat dilakukan untuk menjelaskan dan memberi batas pada tipe-tipe iklim secara kuantitatif, umum dan sederhana.

B. Tujuan 1.

Mengetahui macam klasifikasi iklim.

2.

Menentukan klasifikasi iklim suatu wilayah (Schmidt Ferguson, Oldeman, dan Koppen)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Ragam iklim pada berbagai tempat di muka bumi ditentukan oleh beberapa gabungan proses atmosfer yang berbeda sehingga perlu ada pengidentifikasian dan pengklasifikasian jenis iklim. Meskipun semua unsur iklim penting, hubungan yang menyatakan kecukupan panas dan air banyak mempengaruhi klasifikasi iklim. Faktor yang menentukan kondisi atmosfer dapat dipakai dalam klasifikasi iklim, akan tetapi kriteria yang dipakai untuk membedakan jenis iklim sebaiknya mencerminkan iklim itu sendiri. Pemahaman yang lebih baru tentang klasifiaksi iklim yaitu dengan melihat hubungan sistematis antara unsur iklim dengan pola tanam dunia. Klasifikasi iklim berdasar pola tanaman biasanya dikaitkan dengan hutan, hujan, padang rumput, dan tundra (Bayong, 1999). Setelah pengetahuan tentang peta dunia semakin akurat, diketahui bahwa pembagian zona iklim hanya berdasarkan garis lintang adalah kurang akurat, pembagian zona iklim lebih lanjut mulai berkembang terjadi setelah ditemukannya alat-alat ukur unsur-unsur iklim. Berdasar data iklim yang berhasil di rekam selama beberapa dasawarsa dengan menggunakan alat-alat tersebut maka dikembangkan pembagian zona iklim lebih akurat. Sekarang klasifikasi iklim telah berkembang lebih jauh dan disesuaikan dengan tujuan penggunaannya. Pengumpulan data iklim telah dilakukan dengan lebih akurat, lebih canggih, lebih intensif. Beberapa pakar klimatologi atau institusi yang bergerak di bidang cuaca dan iklim telah mengembangkan klasifikasi iklim sesuai dengan sudut pandang atau kepentingan masing-masing unsur iklim yang menunjukkan pola keragaman yang jelas

merupakan dasar utama dari klasifikasi iklim yang dilakukan oleh para pakar atau institusi yang relevan. Unsur iklim yang sering dipakai yaitu curah hujan, cahaya, dan angin sangat sering digunakan. Cahaya tidak digunakan sebagai klasifikasi iklim walau cahaya yang diterima akan berbeda intensitas dan lama penyinarannya sesuai posisi lintang bumikarena pembagian zona iklim berdasarkan cahaya matahari ini akan sama dengan pembagian bumi berdasar garis lintang yang ada. Angin tidak digunakan sebagai klasifikasi iklim walau angina beragam arah maupun kecepatannya, tapi pembagian iklim berdasarkan angin agak sulit untuk dilakukan sebab tidak konsistennya tingkah laku angin tersebut.

Berdasar

klasifikasi iklim global, wilayah kepulauan Indonesia sebagian besar tergolong dalam zona iklim tropika basah dan sisanya masuk zona iklim pegunungan atau tropika monsoon. Sektor pertanian masih merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia. Dapat dipahami jika klasifikasi iklim lebih ditekankan untuk pemanfaatannya dalam kegiatan budi daya pertanian. Pada daerah tropika seperti Indonesia, suhu udara jarang menjadi faktor pembatas kegiatan produksi pertanian. Ketersediaan air merupakan faktor yang sering membatasi kegiatan produksi pertanian. Tanaman tak dapat tumbuh normal dan memberi hasil yang baik jika ketersediaan air tak mencukupi karena kebutuhan tersebut bakosurtanal membagi zona iklim menjadi 4. Selain klasifikasi iklim yang dibuat bakosurtanal, sebelumnya telah banyak usaha yang dilakukan para pakar ilmu iklim untuk membuat sistem klasifikasi iklim wilayah Indonesia. Yang pertama yaitu yang didasarkan atas curah hujan yang diusulkan E.C. Mohr. Klasifikasi iklim Mohr didasarkan atas jumlah bulan basah dan bulan kering dalam setahun. Bulan

basah dalam klasifikasi iklim Mohr adalah bulan dengan total hujan kumulatif > 100 mm, sedangkan bulan kering total curah hujan kumulatifnya < 60 mm, dan bulan lembab total curah hujan kumulatifnya antara 60 hingga 100 mm. Sebelumnya, Boerema telah memplubikasi profil curah hujan untuk wilayah Indonesia tapi belum melakukan usaha pengklasifikasian zona ilkim Indonesia dengan kriteria yang jelas. Boerema menyajikan 69 tipe curah hujan di pulau jawa madura dan 82 tipe di luar jawa madura. Klasifikasi lainnya untuk wilayah Indonesia diusulkan oleh F.H. Schmidt dan J.H.A. Fergusson yang klasifikasinya didasarkan atas nisbah antara jumlah bulan kering dengan jumlah bulan basah dalam setahun. Nisbah ini diberi symbol Q, berdasar nilai Q ini wilayah Indonesia dibagi menjadi 8 zona iklim. Klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utamanya. Hal ini dilakukan karena variasi curah hujan untuk wilayah Indonesia sangat nyata, sedang unsur iklim lain tidak berfluktuasi secara nyata sepanjang tahun. Oldeman menyusun klasifikasi iklim Indonesia berdasar jumlah bulan basah yang berlangsung secara berturut-turut. Beda dengan klasifikasi Mohr, dalam klasifikasi Oldeman bulan basah adalah bulan dengan total curah hujan kumulatif > 200 mm, bulan kering adalah bulan dengan total curah hujan < 100 mm, bulan lembab dengan total curah hujan kumulatif antara 100 hingga 200 mm. Berdasar jumlah basah berturut-turut ini Oldeman membuat 5 zona agroklimat utama, istilah agroklimat digunakan untuk mencerminkan zona iklim yang dikaitkan dengan kebutuhan budidaya pertanian (Benyamin, 2002).

Curah hujan mengandung pengertian rata-rata air hujan yang jatuh ke permukaan bumi setiap bulan. Variabilitas hujan dapat menjadi konskuensi langsung pada wabah penyakit infeksi. Dengan peningkatan curah hujan dapat meningkatkan keberadaan vector penyakit dengan memperluas habitat lara yang ada dan membuat tempat breeding (perindukan )baru. Curfah hujan lebat dapat menyebabkan banjir dan mengurangi populasi vector dengan mengurangi habitat larva dan membuat lingkungan tidak nyaman. Pada tempat dengan klim tropis basah, nusim kemarau dapat menyebabkan sungai melambat dan menjadikannya kolam yang sttagnan sehingga menjadi habitat yang ideal bagi vector untuk tempat perindukan untuk bertelur (Michael, 2003). Variasi-variasi yang kecil sekalipun dalam sirkulasi umum hampir selalu tercermin dalam perubahan elemen-elemen iklim. Beberapa kawasan mengalami peningkatan curah hujan sedangkan kawasan-kawasan yang lain mengalami musim kering.

Tidaklah

ada

suatu

cara

yang

benar-benar

sempurna

untuk

mengklasifikasikan skala variabilitas iklim yang berbeda. Memang benar bahwa perubahan cuaca dari hari ke hari dengan regim cuaca yang berlangsung lebih pendek adalah merupakan sifat alamiah dari cuaca dan tidak mencerminkan variabilitas iklim. Namun demikian, para pakar klimatologi menganggap beberapa regim cuaca berlangsung lebih lama sebagai suatu bentuk variabilitas iklim (Trewartha, 1995). Ditinjau dari pergeseran posisi matahari maka Indonesia yang terletak di sekitar ekuator mengalami dua kali pemanasan maksimum,, yaitu semasa matahari bergerak ke selatan melintasi ekuator, dan pada wakru kembali ke utara melintasi

ekuator. Keadaan ini menyebabkan puncak aktivitas konveksi yang menghasilkan hujan terjadi dua kali, yang pada umumnya dapat dilihat pada pola curah hujan bulanan yang memiliki dua punvak. Dengan demikian maka iklim di daerah Indonesia dipengaruhi oleh bebrapa factor yatu factor global, factor regional dan factor local (Casati, B.,2008). Pada dasarnya klasifikasi iklim menurut metode Koppen dapat diterapkan di Indonesia tapi mengingat variasi curah hujan suatu stasiun di Indonesia sangat besar maka hasil dari klasifikasi Koppen kurang dapat memberi gambaran yang memuaskan (Wisnubroto. et. al., 1983). Iklim telah terbagi sesuai lokasi atau daerah yang telah di determinasikan tidak hanya untuk satu elemen saja tetapi dengan variasi kombinasi variable meteorologi. Dua tempat mungkin memililki temperatur yang sama tapi ada perbedaan curah hujan di sana. Beberapa karakteristik dari distribusi iklim telah diketahui melalui klasifikasi secara astronomi. Ada beberapa klasifikasi iklim sesuai parameter pengukurannya yaitu klasifikasi menurut Mohr, Schmidt dan Fergusson, Oldeman, dan Koppen. Di antara keempat jenis klasifikasi iklim ini terdapat persamaan dan perbedaan (Bernard, 1944).

\ III.

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

1.

Alat tulis

2.

Data klimatologi

3.

Kertas HVS

4.

Kalkulator

B. Prosedur Kerja

1.

Rumus ditulis dan dipahami sesuai acuan yang tertulis di papan tulis.

2.

Angka-angka pada rumus dimasukkan dengan melihat data klimatologi.

3.

Hasil dari perhitungan angka-angka tersebut dicatat di kertas HVS untuk tugas ACC.

DAFTAR PUSTAKA

Casati B, Wilson LJ, Stephenson DB, Nurmi P, Ghelli A, Pocernich M, Damrath U, Ebert EE, Brown BG, Mason S. (2008) Forecast verification: current status and future directions, METEOROL APPL, volume 15, no. 1, pages 3-18. Easterling, D.R. and Peterson, T.C. (1995). A new method for detecting undocumented discontinuities in climatological time series. Int. J. Climatol., 15:369-377 Harwitz, Benhard, and J. M Austin. (1994). Climatology. Mc Graw-Hill Book Company,inc. New York and London. Jones,R., Mearns, L. Magezi, S Boer, R. (2003). Assesing future climate risk. Technical paper 5: Adaptation policy Framework. UNDP, New York Lakitan, B. (2002). Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Oldeman, L.R. (1975). Agroclimatic map of Java&Madura. Contr. Of Centra Res. Inst. For Food Crops 16/17. Bogor Tjasjono, B. (1999). Klimatologi Umum. Penerbit Bandung. Bandung Trewartha, G. T and L. H. Horn. (1980). An Introduction to Climate 5 th edition. Mc Graw Hill Book Company Inc, Madison Wisnubroto, S. S. L, Aminah, dan N. Rulyono. (1983). Asas-Asas Meteorologi Pertanian.

Related Documents

Makalah Klimatologi
April 2020 5
Pra Acara 4.docx
November 2019 15
Pola Pengaliran, Acara 4
October 2019 21
Outline Kimia Dasar1
June 2020 1

More Documents from ""

Acara 3
August 2019 33
Klasifikasi Iklim
August 2019 52
Sintesis Beta Kasein A2
October 2019 58