Acara 2 Siap Print.docx

  • Uploaded by: IbnuAzhim
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Acara 2 Siap Print.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,904
  • Pages: 17
I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Habitat merupakan ruang dimana organisme hidup. Bentuk komunitas disuatu tempat ditentukan oleh keadaan dan sifat-sifat individu sebagai reaksi terhadap faktor lingkungan yang ada, dimana individu ini akan membentuk populasi didalam komunitas tersebut. Komunitas secara dramatis berbeda-beda dalam kekayaan spesiesnya (species richness), jumlah spesies yang mereka miliki. Mereka juga berbeda dalam hubungannya dalam kelimpahan relatif (relative abundance) spesies. Beberapa komunitas terdiri dari beberapa spesies yang umum dan beberapa spesies yang jarang, sementara yang lainnya mengandung jumlah spesies yang sama dengan jumlah spesies yang ditemukan. Keanekaragaman jenis seringkali disebut heterogenitas jenis, yaitu karakteristik unik dari komunitas suatu organisasi biologi dan merupakan gambaran struktur dari komunitas. Komunitas yang mempunyai keanekaragaman tinggi lebih stabil dibandingkan dengan komunitas yang memiliki keanekaaragaman jenis rendah. Analisa vegetasi adalah salah satu cara untuk mempelajari tentang susunan (komposisi) jenis dan bentuk struktur vegetasi (masyarakat tumbuhan). Analisi vegetasi dibagi atas tiga metode yaitu : (1) mnimal area, (2) metode kuadrat dan (3) metode jalur atau transek. Salah satu metode dalam analisa vegetasi tumbuhan yaitu dengan menggunakan metode transek. Untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya paling baik dilakukan dengan transek. Maka dari itu untuk mengetahui subhabitat vegetasi yang ada di hutan sekunder Universitas Riau, praktikum kali ini membahas tentang karakteristik habitat dengan metode jalur atau transek.

1

1.2 Tujuan Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah : 1.

Mempelajari cara menggambar diagram profil yang menunjukkan karakteristik suatu habitat

2.

Mempelajari cara meliput variasi suhu lingkungan, baik secara spasial dan temporal dalam sebuah habitat

3.

Mempelajari cara membuat deskripsi tertulis tentang karakteristik suatu habitat berdasarkan parameter-parameter yang diamati dan dicatat dilapangan.

2

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Habitat adalah suatu lingkungan dengan kondisi tertentu yang dapat mendukung kehidupan suatu spesies secara normal. Menurut Odum (1993), habitat merupakan suatu kawasan berhutan maupun tidak berhutan yang menjadi tempat ditemukannya organisme tertentu. Sehingga, setiap habitat satwaliar akan didukung oleh komponen biotik dan abiotik yang disesuaikan dengan kebutuhan satwaliar tersebut, seperti air, udara, iklim, vegetasi, mikro dan makrofauna juga manusia (Alikodra 2002). makhluk hidup tidak dapat lepas dari lingkungannya baik itu makhluk hidup lainnya (biotik) maupun makhluk tak hidup (abiotik). Dengan interaksi antara kedua komponen tersebut, ekosistem akan selalu tumbuh berkembang sehingga menimbulkan perubahan ekosistem (Latifah 2005). Di dalam lingkungan terjadi interaksi kisaran yang luas dan kompleks. Ekologi merupakan cabang ilmu biologi yang menggabungkan pendekatan hipotesis deduktif, yang menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menguji penjelasan hipotesis dari fenomena-fenomena ekologis (Supriatno 2001). Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan antara komponen komponen tersebut terjadi pengambilan dan perpindahan energi, daur materi dan produktivitas (Supriatno 2001). Ekologi mempunyai tingkatan pengkajian yaitu unsure biotik dan abiotik. Lingkungan meliputi komponen abiotik seperti suhu, udara, cahaya dan nutrient. Yang juga penting pengaruhnya kepada organisme adalah komponen biotik yakni semua organisme lain yang merupakan bagian dari lingkungan suatu individu (Rahardjanto 2001). Semua faktor lingkungan dapat bertindak sebagai faktor pembatas bagi suatu organisme, baik secara bersamaan ataupun sendiri-sendiri. Beberapa faktor lingkungan yang sering menjadi faktor pembatas bagi organisme secara umum adalah : 1.

Cahaya Matahari

3

Cahaya Matahari merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, karena sebagai sumber energi utama bagi seluruh ekosistem. Struktur dan fungsi dari suatu ekosistem sangat ditentukan oleh radiasi matahariyang sampai pada ekosistem tersebut. Cahaya matahari, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak dapat menjadi faktor pembatas bagi organisme tertentu. 2.

Suhu Udara Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan langsung maupun

tidak langsung terhadap suatu organisme. Suhu berperan dalam mengontrol proses-proses metabolisme dalam tubuh serta berpengaruh terhadap faktor-faktor lainnya terutama suplai air. 3.

Air Air merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, karena semua

organisme hidup memerlukan air. Air dalam biosfer ini jumlahnya terbatas dan dapat berubah-ubah karena proses sirkulasinya. Siklus air dibumi sangat berpengaruh terhadap ketersediaan air tawar pada setiap ekosistem pada akhirnya akan menentukan jumlah keragaman organisme yang dapat hidup dalam ekosistem tersebut. 4.

Ketinggian Tempat

Ketinggian suatu tempat diukur mulai dari permukaan air laut. Semakin tinggi suatu tempat, keragaman gas-gas udara semakin rendah sehingga suhu suhu udara semakin rendah. 5.

Kuat arus

Kuat arus dalam suatu perairan sungai sangat menentukan kondisi substrat dasar sungai, suhu air, kadar oksigen, dan kemampuan organisme untuk mempertahankan posisinya diperairan tersebut. Semakin kuat arus air, semakin berat organisme dalam mempertahankan posisinya. (Harjosuwarno 1990). Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Proses kehidupan yang vital, yang secara kolektif disebut metabolism, hanya berfungsi di dalam kisaran suhu yang relatif sempit, biasanya antara 0-40o C (Otto 1926). 4

Setiap organisme mempunyai habitat sesuai dengan kebutuhannya. Apabila ada gangguan

yang menimpa pada habitat akan menyebabkan terjadinya

perubahan pada komponen habitat, sehingga ada kemungkinan habitat menjadi tidak cocok bagi organisme yang menggunakannya (Indriyanto 2006). Ekosistem tidak akan tetap selamanya, tetapi selalu mengalami perubahan. Antara faktor biotik dan abiotik selalu mengadakan interaksi, hal inilah yang merupakan salah satu penyebab perubahan. Perubahan suatu ekosistem dapat disebabkan oleh proses alamiah atau karena campur tangan manusia (Latifah 2005). Hubungan tersebut di atas, pada umumnya terjadi antara masyarakat tumbuhtumbuhan dengan habitat dan lingkungannya (lingkungan abiotik), antara tumbuhan dengan tumbuhan, antara tumbuhan dengan biota lain, dan antara tumbuhan dengan manusia (lingkungan biotik). Hubungan masyarakat tumbuhan dengan lingkungan abiotik terbentuk antara tumbuh-tumbuhan dengan tanah/lahan sebagai substrat atau habitat, fisiografi dan topografi tanah (konfigurasi permukaan bumi), dan lingkungan iklim (cahaya matahari, suhu, curah hujan dan kelembaban, dan udara atmosfir) (Arijani 2006). Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Surasana 1990). Analisis vegetasi ialah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan (Michael 1994).

5

Dengan demikian pada suatu daerah vegetasi umumnya akan terdapat suatu luas tertentu, dan daerah tadi sudah memperlihatkan kekhususan dari vegetasi secara keseluruhan yang disebut luas minimum. Unit penyusun vegetasi (komunitas) adalah populasi, sedangkan unit penyusun populasi adalah semua individu yang berada di tempat praktikan dilakukan. Oleh karena itu, dalam penelitian mengenai vegetasi tumbuhan dilakukan dilakukan dengan cara mengamati individu-individu yang terdapat dalam populasi tersebut. Kajian mengenai vegetasi mengungkapkan sifat dari setiap populasi sehingga dapat menggambarkan vegetasi berdasarkan karakteristik suatu populasi tersebut (Surasana 1990).

6

III.

METODE

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum kali ini kami lakukan di hutan sekunder Arboretrum Universitas Riau. Adapun praktikum ini dilaksanakan pada hari Minggu, 10 Maret 2019 pada pukul 06.45 sampai 16.00. 3.2 Alat dan Bahan Adapun alat – alat yang kami gunakan dalam praktikum kali ini adalah meteran 100 cm, tali raffia 200 m (transek), meteran tukang, thermometer, penggaris besi, alat tulis dan millimeter blok. 3.3 Cara Kerja Adapun cara kerja dari acara kali ini adalah : 1. Lokasi yang bersifat heterogen atau memiliki beberapa sub habitat dikunjungi. 2. Pengamatan secara umum dilakukan terhadap lokasi yang dikunjungi. 3. Transek sepanjang 200 meter direntangkan sepanjang area melewati beberapa sub habitat yang ada. 4. Masing – masing sub habitat yang dilewati oleh transek dinamai. 5. Sub habitat yang dilalui oleh transek kemudian dihitung panjangnya dan jumlah pohon yang ada dihitung 5 meter dari transek direntangkan, 6.Gambar berupa grafik untuk profil habitat 1 dibuat. 7. Transek 2 kemudian ditarik secara parallel dengan panjang yang sama dan diberi perlakuan yang sama pula. 8. Pengukuran suhu dilakukan secara terjadwal mulai dari jam 08.00, 10.00, 12.00, 14.00 dan 16.00. 9. Grafik transek 1 dan 2 dibandingkan.

7

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Tabel 4.1 Perbandingan profil sub habitat Transek 1 dan Transek 2. Hutan

Transek

Semak

Lahan

Sekunder

Sungai

Hutan

(m)

Terbuka

(m)

(m)

Jalan(m)

Relief

Homogen

Danau

62

50

80

5

3

-

-

-

-

-

41,5

12,65

14,1

95,75

36

Transek 1 Transek 2

Tabel 4.2 Tabel parbandingan suhu sub habitat Transek 1 dan Transek 2.

Waktu Transek

Lokasi

Air Lahan 1

Tertutup Lahan Terbuka Air Lahan

2

Tertutup Lahan Terbuka

08:00

10:00

12:00

14:00

16:00

26

30

30

10

30

28

38

30

26

28

29

32

35

32

34

28

28

30

31

30

22

24

30

30

31

30

31

30

30

28

8

Grafik Perbandingan Subhabitat

250 200 150 100 50 0 Transek 1

Transek 2

Semak (m)

Lahan Terbuka

Hutan Sekunder (m)

Sungai (m)

Jalan(m)

Relief

Hutan Homogen

Danau

Gambar 4.1 Gambar Grafik Perbandingan Profil Habitat Transek 1 dan Transek 2.

Chart Title 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Air

Lahan Tertutup

Lahan Terbuka

Air

1

Lahan Tertutup

Lahan Terbuka

2

Waktu 8:00

Waktu 10:00

Waktu 14:00

Waktu 16:00

Waktu 12:00

Gambar 4.2 Gambar Grafik Perbandingan Suhu Sub Habitat Transek 1 dan Transek 2.

9

4.2 Pembahasan Praktikum ekologi pada hari Minggu, tanggal 10 Maret 2019 membahas tentang habitat yang berlokasi di Arboretrum Universitas Riau dimulai dari pukul 06.45 – 16.30 WIB. Dilokasi kelompok besar dibagi menjadi dua kelompok kecil, masing-masing membuat satu transek. Dari hasil pembuatan transek I dan transek II didapatkan 3 jenis subhabitat, yaitu perairan, lahan terbuka dan lahan tertutup. Keragaman jenis subhabitat yang didapat menunjukkan bahwa bentang ruang habitat ini bersifat heterogen (diskontinum), karena banyak terdapat batas-batas atarhabitat bagi organisme yang mendiami subhabitat masing-masing. Pada daerah yang dijadikan transek juga terdapat perbedaan ketinggian (relief),pada bentang lahan dan juga tidak terdapat adanya bangunan. Adanya heterogen seperti ini menyebabkan adanya perbedaan struktur atau karakter fisik dalam masingmasing subahbitat, termasuk dari kondisi suhu yang nantinya akan sangat memengaruhi jenis organisme yang mendiami habitat tersebut. Praktikum yang kami lakukan kali ini dimulai dengan menarik transek dari titik 0 di sekitaran semak dekat rumah setempat. Transek sepanjang 200 meter melewati sub habitat semak sepanjang 62 meter, sungai sepanjang 5 meter, hutan sekunder sepanjang 80 meter, jalan sepanjang 3 meter dan lahan terbuka sepanjang 50 meter. Pada habitat pertama yaitu lahan tertutup pada transek 1 terdapat banyak tumbuhan – tumbuhan paku, semak – semak, dan pepohonan yang berjarak kurang lebih 5 meter dari transek yang kami tarik. Pada sub habitat pertama yang kami lewati yaitu semak terdapat 3 batang pohon yang berjarak 35 meter, 38 meter dan 35 meter dihitung dari jarak 0 transek ditarik. Dihitung dalam jarak 5 meter dari titik ahir transek berakhir di sub habitat semak terdapat perairan sungai yang tenang dan tidak berarus, Sub habitat inilah yang memisahkan antara sub habitat semak dan hutan sekunder di seberang sungai tersebut. Selanjutnya, transek ditarik melalui hutan sekunder dan didapatkan data bahwa ada 7 batang pohon yang terukur berjarak 63 meter, 68 meter, 75 meter, 85 meter, 86 meter dan 94 meter dari titik 0 transek ditarik. Sepanjang 3 meter gap

10

atau jalan terhitung dalam jalur transek, dengan titik awal ukur dari akhir transek yang melewati hutan sekunder. Transek yang kami tarik berakhir di lahan terbuka dengan jarak 50 meter, terhitung dari titik akhir gap atau jalan yang membatasi antara hutan sekunder dan lahan terbuka. Sepanjang jalur transek yang melewati lahan terbuka terdapat 2 batang pohon yang diukur 5 meter dari transek yang ditarik. Masing – masing pohon berjarak 182 meter dan 185 meter diukur dari titik 0 awal transek mulai ditarik. Jika dibandingkan dengan transek 2 yang melewati beberapa sub habitat yang berbeda dengan yang ditarik oleh kelompok lain, ditemukan ada sub habitat hutan sekunder sepanjang 41, 5 meter, gap atau jalan sepanjang 12, 65 meter, relief sepanjang 14,1 meter, hutan homogeny sepanjang 95,75 meter dan danau sepanjang 36 meter dihitung dari titik 0 mereka menarik transek. Dari perbandingan diatas dapat disimpulkan bahwa masing – masing area yang berbeda memiliki ragam sub habitat yang berbeda pula. Perbedaan tersebut mempengaruhi ragam fauna dan vegetasi yang ada serta mempengaruhi persebaran masing – masing organisme. Karena adanya gap atau pembatas yang panjangnya berbeda pada setiap transek, kami menyimpulkan bahwa transek 1 memiliki rentang gap yang jauh lebih kecil dibandingkan transek 2. Hal ini berdampak pada keragaman yang terdapat di masing – masing area karena pada area 1 gap sangat kecil sehingga memungkinkan organisme – organisme mobile yang kecil serta benih – benih dari pohon yang terbang bias melewati gap yang tidak seberapa jauh tersebut. Setelah kami selesai menarik transek dan mengukur masing – masing letak pohon yang ada, kami melanjutkan praktikum dengan mengukur suhu di tiga sub habitat yaitu perairan, hutan sekunder dan lahan terbuka. Pada pukul 08.00 WIB pagi tercatat suhu perairan yaitu 26oC, suhu hutan sekunder 28oC dan suhu lahan terbuka 29oC untuk transek 1. Sedangkan untuk transek 2 tercatat suhu perairan yaitu 28oC, suhu hutan sekunder 22oC dan suhu lahan terbuka 30oC. Pada pukul 10.00 WIB pagi tercatat suhu perairan yaitu 30oC, suhu hutan sekunder 38oC dan suhu lahan terbuka 32oC untuk transek 1. Sedangkan untuk

11

transek 2 tercatat suhu perairan yaitu 28oC, suhu hutan sekunder 24oC dan suhu lahan terbuka 31oC. Selanjutnya pada pukul 12.00 WIB pagi tercatat suhu perairan yaitu 30oC, suhu hutan sekunder 30oC dan suhu lahan terbuka 35oC untuk transek 1. Sedangkan untuk transek 2 tercatat suhu perairan yaitu 30oC, suhu hutan sekunder 30oC dan suhu lahan terbuka 30oC. Setelah break selama 2 jam, kami melanjutkan mengukur suhu sub habitat pada pukul 14.00 WIB siang tercatat suhu perairan yaitu 10oC, suhu hutan sekunder 26oC dan suhu lahan terbuka 32oC untuk transek 1. Sedangkan untuk transek 2 tercatat suhu perairan yaitu 31oC, suhu hutan sekunder 30oC dan suhu lahan terbuka 30oC. Lalu pada pukul 16.00 WIB sore tercatat suhu perairan yaitu 30oC, suhu hutan sekunder 28oC dan suhu lahan terbuka 34oC untuk transek 1. Sedangkan untuk transek 2 tercatat suhu perairan yaitu 30oC, suhu hutan sekunder 31oC dan suhu lahan terbuka 28oC. Berdasarkan perbandingan tersebut kami menyimpulkan bahwa suhu air pada area transek 1 lebih rendah jika dibandingkan dengan transek 2. Hal ini dapat disebabkan oleh pertama, pengaruh letak area transek 1 yang tertutup dan perairannya yang tidak terpapar lansung dengan matahari. Kedua, aktivitas manusi pada transek 1 lebih minim jika dibandingkan dengan transek 2, sehingga menyebabkan sub habitat perairan di transek 2 lebih tinggi dan konstan di atas jika dibandingkan dengan transek 1. Perbandingan antara suhu hutan sekunder transek 1 dan transek dua tidak terlalu menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan. Sedangkan untuk lahan terbuka, suhu di area transek 1 lebuh tinggi jika dibandingkan dengan suhu di area transek 2. Kami mengambil kesimpulan bahwa perbedaan suhu yang tinggi ini disebabkan oleh intensifnya aktivitas manusia di area transek 1. Saat kami menarik transek, kami melewati perkemahaan yang merupakan bentuk nyata aktivitas manusia yang mempengaruhi tingginya suhu dilingkungan tersebut. Salah satu contoh aktivitas yang ada adalah seperti memasak, membakar dan mencuci. Lahan terbuka pada area transek 1 merupakan bekas kebun pohon akasia yang telah ditebang. Kami berkesimpulan bahwa penebangan kebun tersebut

12

mempengaruhi habitat tersebut beserta organisme yang hidup di dalamnya. Terbukti kami hanya menemukan beberapa pohon dan semak perdu yang tersebar dengan minimnya aktivitas hewan. Berdasarkan praktikum kali ini kami menarik kesimpulan bahwa, masing – masing habitat memiliki sub habitat yang berbeda – beda dengan keberagaman fauna dan vegetasi yang berbeda pula. Aktivitas manusia sangat mempengaruhi baik habitat maupun sub habitatnya. Suhu di perairan cenderung lebih dingin di bagian hutan tertutup dengan aliran air yang tenang dan minimnya aktivitas manusia. Kesimpulan terakhir yang kami dapatkan adalah kebanyakan aktivitas yang dilakukan manusia cenderung berdampak negative seperti membuang sampah sembarangan, menebang dan menyalakan api disekitaran lahan. Maka dari itu, kami sadar bahwa menjaga lingkungan adalah tugas wajib bagi kita bersama. Karena sebanyak apapun hal baik yang kita lakukan terhadap lingkungan, masih ada oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab dan dapat merusak lingkungan yang kita cintai.

13

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Dari praktikum ini maka dapat disimpulkan bahwa ada metode untuk analisa vegetasi hutan sekunder menggunakan metode transek. Tipe ruang subhabitat yang didapat dari hasil pembuatan transek ini, yaitu diskontinuum atau heterogen. Ini dikarenakan sepanjang transek 100 m terdapat gab atau kesenjangan di dekat lahan terbuka terdapat jalan yang lebarnya 10 m. Dari transek yang telah dibuat, didapatkan adanya habitat tertutup,habitat terbuka, dam Perairan .Antara transek I dan transek II terdapat perbedaaan transek, yaitu pada transek ke dua tidak ditemui transek berupa jalan setapak dan hutan sekunder II. Perbedaan suhu antar masing-masing subhabitat tampak jelas. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pola tutupan(kanopi) masing-masing lahan, jenis atau tipe vegetasi, keberadaan badan air, dan perbedaan relief serta perbedaan terkenanya cahaya matahari ke sub-sub habitat sepanjang transek.

5.2 Saran Praktikum yang dilakukan kali ini sudah berlansung dengan lancer dan Alhamdulillah tercapai tujuan kita bersama dalam melaksanakan praktikum Namun hal yang harus digaris bawahi adalah jalur dari base camp ke lokasi yang acak. Jadi setiap praktikan mengandalkan jalur sendiri dan efektivitas dalam pengumpulan data terhambat karena masing – masing praktikan menempuh jalur yang terlalu jauh berbeda.

14

DAFTAR PUSTAKA Arrijani, dkk. 2006. Analisis Vegetasi Hulu DAS Cianjur Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Biodiversitas 7(2): 147-153. Harjosuwarno, S. 1990. Dasar-dasar Ekologi Tumbuhan. Fakultas Biologi UGM:Yogyakarta. Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. PT. Bumi Aksara: Bandar Lampung. Latifah, S. 2005. Analisis Vegetasi Hutan Alam. USU Reository:Sumatera Utara. Michael,P.1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. UI Press: Jakarta. Otto, Soemarwoto.1926.Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan: Jakarta. Rahardjanto, A. 2001. Ekologi Tumbuhan. UMM Press: Malang. Supriatno, B. 2001. Pengantar Praktikum Ekologi Tumbuhan. FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung. Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. ITB: Bandung.

15

LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur kerja praktikum karakteristik tanah

Gambar

Gambar

Keterangan

Keterangan

Gambar

Gambar

Keterangan

Keterangan

16

17

Related Documents

Acara 2 Siap Print.docx
December 2019 6
Acara 3 Siap Print.docx
December 2019 20
Siap
May 2020 29
Acara 2 (2).docx
October 2019 13
Siap Print.docx
April 2020 25

More Documents from "Erine Fibriani"