LAPORAN PRAKTIKUM BUDIDAYA TANAMAN TAHUNAN
ACARA I KARAKTERISASI DAN PERKECAMBAHAN BIJI KAKAO
Disusun oleh: Nama & NIM : 1. Frigita Cahyaningrum (14464) 2. Amalisa Annestasya
(14561)
3. Amy Supriyanti
(14715)
4. Intan Berliana Putri
(14858)
Gol./Kelompok : A4/3 Asisten
: 1. Sholehudin Al Ghifari 2. Suryana Riski Siregar 3. Khoirunnisa Anindika M.
LABORATORIUM MANAJEMEN PRODUKSI TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2019
ACARA I KARAKTERISASI DAN PERKECAMBAHAN BEBERAPA KLON KAKAO
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang terus mendapat perhatian untuk dikembangkan. Upaya pengembangan tanaman kakao disamping masih diarahkan pada peningkatan populasi (luas lahan) juga telah banyak diarahkan pada peningkatan jumlah produksi dan mutu hasil. Terdapat berbagai cara perbanyakan tanaman kakao baik secara generatif maupun vegetatif. Masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Perkembangbiakan secara generatif melalui biji. Perbanyakan secara generatif memiliki keunggulan dapat diproduksi dalam jumlah banyak, teknik pelaksanaan yang mudah, biaya yang relatif murah, pemeliharaan dan pengawasan bibit dapat lebih intensif, bibit yang dihasilkan mampu menghasilkan tajuk dan perakaran yang kuat. Kakao juga merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan di Indonesia. Kakao mempunyai peluang untuk dikembangkan dalam rangka usaha memperbesar atau meningkatkan devisa negara serta penghasilan petani kakao. Produksi biji kakao Indonesia secara signifikan terus meningkat, namun mutu yang dihasilkan sangat beragam. Sifat-sifat unggul diharapkan dapat diwariskan sehingga didapatkan kakao-kakao dengan sifat yang diharapkan. Sifat-sifat tersebut perlu diamati dan diketahui untuk menentukan karakteristik masing-masing sebagai bahan tanam selanjutnya. Karakterisasi pada berbagai klon kakao bertujuan untuk mengetahui sifat morfologi dari benih kakao untuk dapat membedakan akselerasi, keragaman genetik, mengindentifikasi varietas dari benih kakao yang akan dikecambahkan. Mengingat kakao merupakan tanaman perkebunan yang memiliki umur tanam lama, karakterisasi kakao sangat penting untuk dilakukan
agar tidak terjadi kesalahan dalam jangka panjang. Kegiatan pembibitan dan asal benih sangat menentukan produktifitas dari kakao nantinya. Dalam praktikum acara satu ini akan dilakukan kegiatan karekterisasi dan perkecambahan beberapa klon buah kakao
B. Tujuan 1. Mempelajari perbedaan morfologi buah beberapa klon kakao. 2. Mempelajari perbanyakan perkecambahan biji dari bagian buah kakao.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia yang terus mendapat perhatian untuk dikembangkan. Kakao adalah tanaman tahunan yang dibudidayakan secara luas sebagai bahan baku pembuatan cokelat, selai cokelat, dan bubuk cokelat pada industri pengolahan cokelat. Kakao merupakan komoditas tanaman tahunan yang memegang peranan penting dalam perekonomian masyarakat dunia. Jumlah produksi yang dihasilkan tanaman secara rerata di berbagai belahan dunia mencapai 448 kg per hectare (ha). Namun, tingkat produktivitas tanaman kakao sangat bergantung pada keadaan lingkungan seperti kesuburan tanah dan faktor internal seperti keberhasilan proses fertilisasi. Tanaman kakao tumbuh baik di daerah tropis dengan tanah yang tidak asam dan kaya akan nutrisi bagi tanaman (Susanto, 1994). Perbedaan susunan genetik dari pohon induk yang berbeda akan menghasilkan tingkat produktivitas yang berbeda-beda dikarenakan memiliki respon terhadap penyerapan unsur hara yang berbeda-beda pula. Tanaman Kakao lebih cocok tumbuh di daerah dengan temperatur suhu harian sekitar 30 oC dengan kelembaban relatif 75%. Kemudian suhu pada saat malam hari sekitar 28 oC dan keberadaan CO2 bebas di udara sekitar 400 cm3 per m3 (Li et al., 2013). Upaya pengembangan tanaman kakao diarahkan pada peningkatan luas lahan, peningkatan produksi, dan peningkatan mutu hasil. Menurut data Badan Pusat Statistik dalam Hansen dkk. (2017), dilaporkan bahwa produksi kakao di Riau pada tahun 2010 sebesar 3.321 ton dengan luas areal 6.688 ha, tahun 2011 luas 7.215 ha dengan produksi 3.544 ton, tahun 2012 luas 7.401 ha dengan produksi 3.505 ton, tahun 2013 luas 6.179 ha dengan produksi 1.552 ton. Produksi kakao di Riau tiap tahun terus mengalami penurunan. Hal ini disebabkan berbagai faktor, salah satu nya adalah bibit kakao yang kurang baik kualitasnya. Terdapat beberapa hal penting dalam proses budidaya tanaman kakao selain faktor keadaan lingkungan, yaitu penyediaan bahan tanam dalam pembibitan. Hal tersebut dikarenakan dari pembibitan akan didapatkan bahan tanam yang layak untuk ditanam di lapangan dan nantinya akan menghasilkan bibit tanaman kakao
yang mampu berproduksi secara maksimal (Triwanto, 2000 cit. Dalimunthe dkk., 2015). Pembibitan merupakan tahapan awal yang menentukan pertumbuhan tanaman kakao di lapangan. Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan pembibitan salah satunya kualitas media tanam sebagai penyedia unsur hara air dan udara bagi pertumbuhan dan perkembangan bibit. Bibit kakao membutuhkan media tanam yang mempunyai sifat fisik dan kimia yang baik. Media tanam yang digunakan dalam pembibitan kakao adalah tanah lapisan atas (top soil) dengan ketebalan 0 – 20 cm dari permukaan. Ketersediaan top soil yang subur dan potensial semakin berkurang karena telah dimanfaatkan. Kondisi tersebut mengakibatkan tanah yang kurang subur atau tidak subur menjadi alternatif untuk digunakan sebagai medium pembibitan (Hansen dkk., 2017). Kakao merupakan tanaman yang rentan terhadap kekurangan air. Tanaman yang kekurangan air merupakan masalah yang paling utama pada tanaman yang masih muda karena lebih peka dibanding tanaman tua. Kekurangan air akan segera mengurangi kegiatan fotosintesis sehingga mengganggu produksi karbohidrat. Bila keadaan ini terus berlanjut akan menyebabkan tanaman mati (Mildaerizanti dan Meilin, 2006 cit. Dalimunthe dkk., 2015). Kakao mempunyai tipe perkecambahan epigeal, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk memunculkan radikula sangat berpengaruh terhadap kecepatan perkecambahan. Proses perkecambahan benih dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Perbaikan lingkungan eksternal secara nyata akan mendorong munculnya radikula sebagai awal proses perkecambahan benih. Pemunculan kecambah di atas permukaan tanah merupakan faktor yang mencerminkan vigor suatu bibit. Untuk mengetahui perlakuan yang dapat meningkatkan vigor dilakukan pengamatan terhadap kecambah yang mampu muncul di atas permukaan tanah dari sejumlah benih yang dikecambahkan (Baon dan Wardani, 2010). Sebelum kegiatan perkecambahan benih atau pembibitan dilakukan maka terlebih dahulu dilakukan identifikasi, karakterisasi, dan pemilihan secara tepat terhadap buah kakao yang tepat untuk dijadikan bahan tanam kembali. Benih kakao harus berasal dari pohon induk kakao atau klon kakao yang memiliki kenampakkan baik. Pohon induk tersebut harus diakui secara sah oleh badan yang berwenang dan telah lolos dalam berbagai pengujian yang dilakukan. Pengujian tersebut dilakukan
selama proses penangkaran benih. Selama dalam proses penangkaran, benih akan melalui berbagai tahapan pengujian lapangan, yang meliputi kemurnian, keseragaman, dan kebersihan pertanaman. Setelah pengujian lapangan, dilakukan pengujian laboratorium, untuk menguji kemurnian varietas dan fisik, kandungan air, dan daya kecambah (Limbongan, 2011) Kegiatan karakterisasi dilakukan untuk mendapatkan deskripsi sifat tanaman untuk dimanfaatkan sebagai bahan tanam dalam program pemuliaan. Deskripsi merupakan ciri dari sifat tanaman yang dikoleksi (Kusandriyani dkk., 2005). Adapun deskripsi yang digunakan dalam melakukan karakterisasi terhadap buah kakao antara lain berat biji, jumlah biji per polong dan jumlah bakal biji per ovarium untuk menentukan hasil produksi kakao (Ofori et al., 2016). Perlu diketahui bahwa proses karakterisasi dengan mengupas kulit buah dan mengeluarkan seluruh isi buah akan menimbulkan penurunan daya tumbuh biji kakao karena sifat dari biji kakao yang tidak tahan akan kering. Benih kakao dan tanaman tahunan lain tergolong benih rekalsitran. Benih rekalsitran tidak toleran terhadap kekeringan dan penyimpanan yang lama, meskipun pada suhu yang dingin. Benih tersebut bahkan tidak tahan pengeringan dan suhu rendah. Suhu di bawah 20 oC mulai merusak daya tumbuh benih tanaman kakao. Embrio dari rekalsitran tetap melakukan proses metabolisme secara aktif meskipun tidak terdapat air yang masuk ke dalam intraseluler membran. Hal tersebut menimbulkan benih rekalsitran hanya dapat disimpan sampai proses perkecambahan dimulai, kurang lebih sekitar beberapa hari sampai satu bulan tergantung jenis spesiesnya (Pammenter and Berjak, 2014).
III. METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Praktikum Budidaya Tanaman Tahunan (BTT) Acara 1 yang berjudul Karakterisasi dan Perkecambahan Biji Kakao dilaksanakan pada hari Kamis, 21 Februari 2018 pukul 13.30 – 17.00 WIB di Laboratorium Manajemen Produksi Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Adapun alat-alat yang digunakan selama proses praktikum berlangsung yaitu pisau, cawan petri untuk media perkecambahan, kertas label, alat tulis, dan kertas saring. Selain itu, bahan-bahan yang diperlukan dalam praktikum tersebut meliputi buah kakao klon hybrid, klon KKM 22, klon RCC 71, abu gosok, dan larutan Dithane M-45. Pelaksanaan proses paktikum tersebut diawali dengan pengamatan terhadap buah kakao yang telah disediakan. Pengamatan terhadap buah kakao dilakukan berdasarkan beberapa variabel pengamatan, seperti bentuk buah, warna kulit buah muda, warna kulit buah masak, tekstur kulit buah, panjang buah, lingkar buah, ujung buah, warna kotiledon, kedalaman alur buah, bobot per biji, bobot biji per buah, dan jumlah biji per buah. Kemudian buah kakao dibelah menjadi tiga bagian, yaitu ujung, tengah, dan pangkal. Hal tersebut bertujuan agar biji dapat diambil dengan mudah. Pulp yang menempel pada biji dibersihkan dengan menggunakan abu gosok. Selanjutnya diambil 25 biji dari masing-masing bagian pada buah yang telah dipotong atau dibelah. Biji yang telah dibersihkan dari pulp dicelupkan pada larutan fungisida Dithane M-45 selama 30 detik agar tidak terkontaminasi jamur. Sebanyak dua puluh biji dari masing-masing bagian buah dikecambahkan pada petridish dengan perlakuan sebagai berikut: U = Biji bagian ujung buah T = Biji bagian tengah buah P = Biji bagian pangkal buah Percobaan disusun dalam rancangan lingkungan berupa Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan banyak kelompok besar dalam praktikum sebagai ulangan (ada tiga kelompok besar). Biji yang dikecambahkan atau disemai dipelihara sesuai dengan kebutuhan. Kemudian diamati jumlah benih yang berkecambah setiap hari selama seminggu. Gaya berkecambah (GB) atau daya tumbuh dihitung pada hari
ketujuh dan indeks vigor (IV) dihitung setiap hari. Adapun persamaan rumus untuk menghitung GB dan IV adalah sebagai berikut:
GB =
jumlah biji berkecambah sampai hari ke − n x 100% total biji yang dikecambahkan
Indeks Vigor =
Jumlah biji berkecambah hari ke − n hari ke − n
Variabel data gaya berkecambah (GB) dan indeks vigor (IV) yang diperoleh setelah pengamatan telah selesai dilakukan kemudian dianalisis dengan analisis varian model satu arah (one-way ANOVA) terhadap taraf kesalahan (α) sebesar 0,05 atau 5%. Apabila terdapat perbedaan nyata pada pengaruh perlakuan, dilakukan uji lanjut dengan uji jarak berganda Duncan terhadap taraf kesalahan (α) sebesar 0,05 atau 5%. Data yang telah dianalisis disajikan dalam histogram untuk GB dan grafik untuk IV vs waktu pengamatan.
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil 1. Karakterisasi Klon Kakao a. RCC71 Nama Klon
: RCC 71
Panjang Buah
: 32 cm
Lingkar Buah
: 40 cm
Bentuk Buah
:.Bulat ..memanjang
Ujung Buah
: Agak Tumpul
Kedalaman Alur
: Dangkal
Gambar 4.1 Kakao RRC Tekstur Kulit Buah 71 Warna kulit buah muda
: Agak halus : Hijau
Warna kulit buah matang : Jingga Warna kotiledon
: Ungu tua
Jumlah biji/buah
: 36
Bobot per biji
: 1,58 gr
Deskripsi : RCC 71 merupakan klon kakao hasil persilangan tetua UF 667 x IMC 10 dengan habitus sedang. Bunga tanaman ini bersifat compatible sendiri yang artinya mampu menyerbuki bunganya sendiri. Produktivitas kakao klon RCC 71 adalah 2,284 g.ha. Berat biji kering 1,18 g/bijji. Klon ini tergolong toleran penyakit busuk buah yang disebabkan oleh jamur Phytophtora palmivora (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2006).
b. KKM 22 Nama Klon
: KKM 22
Panjang Buah
: 14 cm
Lingkar Buah
: 23,1 cm
Bentuk Buah
:.Bulat ..memanjang
Ujung Buah
: Runcing
Kedalaman Alur
: Dangkal
Tekstur Kulit Buah
: Agak halus
Warna kulit buah muda
: Hijau
Gambar 4.1 Kakao KKM Warna kulit buah matang : Jingga 22 Warna kotiledon : Ungu Kemerahan Jumlah biji/buah
: 32
Bobot per biji
: 1,371 gr
Deskripsi : Klon KKM 22 memiliki sifat compatible menyerbuk sendiri secara sebagian, dimana ditunjukan dengan masih terjadinya penyerbukan walaupun pentil buah sudah terbentuk (Susilo,2006). Klon ini merupakan klon yang paling rentan terhadap infeksi Pytophtora palmivora yang dapat menyebabkan busuk buah (Rubiyo et.al., 2010).
c. Hybrid Nama Klon
: Hybrid
Panjang Buah
: 21 cm
Lingkar Buah
: 27 cm
Bentuk Buah
:.Bulat ..memanjang
Ujung Buah
: Agak Tumpul
Kedalaman Alur
: Dalam
Gambar 4.3 Kakao Hybrid Tekstur Kulit Buah Warna kulit buah muda
: Kasar : Hijau
Warna kulit buah matang : Kuning Warna kotiledon
: Ungu
Jumlah biji/buah
: 52
Bobot per biji
: 1,201 gr
Deskripsi : Klon kakao hibrida F1 merupakan hasil persilangan kedua tetua dengan sifat unggul tertentu. Adapun disebutkan dalam Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2013) bahwa jenis hibrida ini dapat tersedia melalui persilangan ICS 12 x Sca 6/Sca 12, ICS 60 x Sca 6/Sca 12, GC 7 x Sca 6/Sca 12, DR 1 x Sca 6/Sca12. Adapunhabitus tanaman ini besar dengan daya hasil 2000 kg/ha. Berat kering biji sekitar 1g/biji
2. Perkecambahan Biji Tabel 4. 1. Data variabel pengamatan perkecambahan 3 klon kakao Klon Kakao Ujung Tengah Pangkal
Variabel Bobot 20 Biji (gram) GB (%) IV 1,135 97 5,87 1,250 98 6,72 1,219 100 7,53
B. Pembahasan Karakterisasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi sifat-sifat penting yang bernilai ekonomis, atau yang merupakan penciri dari varietas yang bersangkutan. Karakter yang diamati dapat berupa karakter morfologis (bentuk daun, bentuk buah, warna kulit biji, dan sebagainya), karakter agronomis (umur panen, tinggi tanaman, panjang tangkai daun, jumlah anakan, dan sebagainya), karakter fisiologis (senyawa alelopati, fenol, alkaloid, reaksi pencoklatan, dan sebagainya), marka isoenzim, dan marka molekular. Kegiatan karakterisasi dan evaluasi memiliki arti dan peran penting yang akan menentukan nilai guna dari materi plasma nutfah yang bersangkutan. Kegiatan karakterisasi dan evaluasi dilakukan secara bertahap dan sistematis dalam rangka mempermudah upaya pemanfaatan plasma nutfah. Kegiatan tersebut menghasilkan sumber gen dari sifat-sifat potensial yang siap untuk digunakan dalam program pemuliaan (Kusumawati et al., 2013).
Tanaman kakao dapat diperbanyak secara generatif dan vegetatif. Untuk perbanyakan secara generatif digunakan bahan berupa biji dan benih. Perbanyak vegetatif tanaman kakao dapat dilakukan dengan cara okulasi, setek, atau kultur jaringan. Perbanyakan vegetatif yang dilakukan adalah dengan cara okulasi, karena penyetekan masih sulit dilakukan di tingkat perkebun. Sementara itu, perbanyakan secara kultur jaringan masih dalam penelitian. Okulasi dilakukan dengan menempelkan mata kayu pada kayu batang bawah yang telah disayat kulit kayunya dengan ukuran tertentu, diikat, dan dipelihara sampai menempel dengan sempurna walaupun tanpa ikatan lagi. Perbanyakan vegetatif akan menghasilkan tanaman yang secara genetis sama dengan induknya sehingga akan diperoleh tanaman kakao yang produktivitas serta kualitas seragam. Karena itu, penggunaan bahan tanam vegetatif yang berasal dari klon-klon kakao yang sudah teruji keunggulannya akan lebih menjamin produktivitas dan kualitas biji kakao yang dihasilkan. Perbanyakan biji kakao secara vegetatif telah lama dilakukan pada tanaman kakao mulia dengan cara okulasi dan menggunakan bahan tanam berupa entres klon-klon unggul dari jenis DR 1, DR2, dan DR 38. Perbanyakan vegetatif dengan cara okulasi dapat dilakukan pada tanaman kakao lindak dengan menggunakan bahan tanam berupa entres (kayu okulasi) klonklon kakao lindak. Perbanyakan generatif bisa dilakukan dengan dua cara, yakni secara buatan (hand pollination) dan alami (open pollination). Perbanyakan secara buatan dilakukan dengan menyilangkan dengan tangan antara dua tanaman kakao. Serbuk sari jantan tanaman kakao ditempelkan pada kepala putik tanaman kakao lainnya. Sementara itu, perbanyakan secara alami biasanya dilakukan oleh lalat yang menempelkan serbuk sari jantan pada kepala putik tanaman kakao lainnya di kebun benih hibrida yang telah dirancang tanaman dan pola tanamannya. Untuk budidaya, perbanyakan tanaman kakao secara generatif dengan menggunakan benih yang berasal dari sembarang biji tidak dibenarkan. Benih diambil dari tanaman kakao produksi, baik pada pertanaman kakao klonal maupun pertanaman kakao hibrida. Jika biji ini ditanam akan menghasilkan tanaman dengan tingkat segresi (pemisahan sifat) yang sangat beragam, sehingga produktivitas dan mutu hasilnya tidak menentu. Biji kakao yang baik
untuk benih adalah berukuran besar, bernas (tidak kosong), bebas dari hama dan penyakit, dan biji tidak kadaluwarsa (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010).
Tabel 4. 2. Variasi tiga jenis klon kakao Parameter Pengamatan Panjang Buah cm) Lingkar buah (cm) Bentuk buah Ujung buah Kedalaman alur Tekstur kulit buah Warna kulit buah muda Warna kulit buah matang Warna kotiledon Jumlah biji/buah Bobot/buah (gr)
Hybrid
KKM 22
RCC 71
18 30
14 23,1
Bulat memanjang
Bulat memanjang
Runcing Dalam Kasar
Runcing Dangkal Agak halus
32 40 Lonjong (bulat memanjang) Agak tumpul Dangkal Agak halus
Hijau
Hijau
Hijau
Kuning
Jingga
Jingga
Ungu 52 1,201
Ungu kemerahan 32 1,371
Ungu tua 36 1,58
Pada table 4. 2 diatas dijelaskan bahwa pada ketiga jenis klon kakao memiliki variasi dan morfologi yang berbeda-beda. Kriteria biji yang digunakan sebagai benih dapat dilakukan dengan perbanyakan benih. Perbanyakan secara generatif untuk perluasan tanaman kakao disarankan menggunakan benih kakao hibrida F1 terpilih yang dianjurkan berasal dari kebun benih yang diatur pola pertanamannya dan telah direkomendasikan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan (Puslitkoka, 2000). Biji kakao yang baik untuk benih adalah berukuran besar, bernas (tidak kosong), bebas dari hama penyakit dan biji tidak kadaluwarsa (Puslitkoka, 2010 cit. Asrining, 2013). Menurut Asrining (2013), kriteria benih kakao yang baik adalah (i) berasal dari tanaman klonal dengan luas lahan minimal 10 ha dan produksinya tinggi yaitu di atas 1 ton/ha/tahun, (ii) buah berasal dari kebun kakao yang sudah bersertifikat, (iii) buah yang akan dijadikan benih sudah masak dengan kriteria sudah mengalami perubahan warna yaitu bila masih muda berwarna hijau dan ketika sudah masak berwarna kuning. Apabila ketika muda kulit buahnya berwarna merah maka kketika masak berubah warna menjadi oranye atau jingga, (iv) umur buah antara 150 – 172 hari
sejak berbunga dan dompolan benih sudah terlepas dari kulit buah serta dipetik dari batang utama atau cabang primer dengan ukuran buahnya sedang, (v) dan terakhir yaitu buahnya harus bebas dari serangan hama dan penyakit. Posisi letak biji di dalam buah kakao mempengaruhi distribusi hasil fotosintesis, biji yang berada di tengah mempunyai ukuran yang lebih besar dibandingkan biji yang berada di ujung dan pangkal buah. Berdasarkan hasil penelitian (Matheus dan Souza, 2014) yang menyatakan bahwa benih dengan ukuran lebih besar menghasilkan bibit yang lebih berkualitas dibanding benih yang berukuran lebih kecil. Diasumsikan biji yang berada di tengah berukuran lebih besar dan mempunyai cadangan makanan yang lebih banyak untuk proses perkecambahan. Oleh karena itu butuh suatu pembuktian apakah ada pengaruh antara perendaman dan letak posisi biji di dalam buah terhadap perkecambahan dan pertumbuhan kecambah biji kakao.
Gambar 4. 2. Diagram gaya berkecambah
Gaya berkecambah (GB) merupakan parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui baik tidaknya kualitas biji yang akan digunakan sebagai benih. Dengan nilai GB yang mendekati 100% berarti mengindikasikan bahwa biji tersebut sangat cocok digunakan sebagai benih karena hampir 100% seluruh biji akan berkecambah sehingga tidak
menimbulkan kerugian dalam dunia usaha tani perkebunan kakao. Berdasarkan diagram pada gambar 4. 2 diketahui bahwa biji kakao dari bagian ujung kakao memiliki gaya berkecambah 97% dan biji dari bagian tengah buah kakao memiliki GB sebesar 98%, sedangkan biji dari bagian pangkal buah kakao memiliki nilai gaya berkecambah sebesar 100%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa tidak semua biji dari bagian ujung dan tengah buah kakao yang dikecambahkan berhasil berkecambah. Hal ini dapat disebabkan faktor-faktor yang berasal dari dalam biji yaitu keadaan cadangan makanan (endosperm) dan keadaan embrio. Cadangan makanan (karbohidrat) dalam biji harus cukup selama proses perkecambahan sampai tanaman dapat mencari makan dalam tanah. Embrio harus dalam keadaan sehat karena menentukan proses pertumbuhan dan hasil produksi. Berdasarkan hasil uji f yang telah dilakukan, diperoleh probilitas sebesar 0,579 adalah lebih besar dari 0,05 sehingga H0 gagal ditolak, yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada indeks vigor biji dari pangkal, tengah, maupun ujung buah kakao.
Gambar 4. 3. Grafik indek vigor kakao Indeks vigor merupakan parameter untuk mengetahui keserampakan perkecambahan pada biji atau benih. Berdasarkan gambar 4.3, dapat diketahui bahwa semua biji memiliki nilai IV nol (0) pada hari pertama dan
mulai berangsur naik pada hari selanjutnya. Pada hari pertama benih masih mengalami masa awal untuk memulai masa perkecambahan sehingga belum menunjukkan kecambahnya. Perkecambahan benih dimulai ketika terjadi imbibisi air kedalam benih. Indeks vigor semua biji mencapai titik tertinggi pada hari ke-2. Pada hari ke-2 biji dari pangkal buah memiliki nilai IV tertinggi, sedangkan biji dari bagian ujung buah memiliki nilai indeks vigor terendah. Berdasarkan hasil uji f yang telah dilakukan, diperoleh probilitas sebesar 0,224 adalah lebih besar dari 0,05 sehingga H0 gagal ditolak, yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada indeks vigor biji dari pangkal, tengah, maupun ujung buah kakao.
V. KESIMPULAN
1. Perbedaan dari 3 klon tersebut adalah biji yang berada di tengah berukuran lebih besar dan mempunyai cadangan makanan yang lebih banyak untuk proses perkecambahan. 2. Perbanyakan vegetatif dengan cara okulasi dapat dilakukan pada tanaman kakao lindak dengan menggunakan bahan tanam berupa entres (kayu okulasi) klonklon kakao lindak. Perbanyakan generatif bisa dilakukan dengan dua cara, yakni secara buatan (hand pollination) dan alami (open pollination). Perbanyakan secara buatan dilakukan dengan menyilangkan dengan tangan antara dua tanaman kakao. Serbuk sari jantan tanaman kakao ditempelkan pada kepala putik tanaman kakao lainnya. Sementara itu, perbanyakan secara alami biasanya dilakukan oleh lalat yang menempelkan serbuk sari jantan pada kepala putik tanaman kakao lainnya di kebun benih hibrida yang telah dirancang tanaman dan pola tanamannya.
DAFTAR PUSTAKA Asrining, Wahyu Cahyowati. 2013. Pembuatan Bahan Tanam Unggul Kakao Hibrida F1. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya. Surabaya. Baon, J. B. dan Wardani. S. 2010. Sejarah Dan Perkembangan Kakao. In : Lukito, Mulyono, Tetty, dan Hadi. Buku Pintar Budidaya Kakao. Agro Media Pustaka. Jakarta. Dalimunthe, R. R., Irsal, dan Meirian. 2015. Respons pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao L.) terhadap pemberian pupuk organik vermikompos dan interval waktu penyiraman air pada tanah subsoil. Jurnal Online Agroekoteknologi 3 (1):188 – 197. Hansen, I. J., Nelvia, dan A. I. Amri. 2017. Pengaruh pemberian dosis kompos kulit buah kakao dan dolomit terhadap pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao L.) di media ultisol. Jurnal Agroteknologi 8 (1): 29 – 34. Kusandryani, Y., Luthfy, dan Gunawan. 2015. Karakterisasi dan deskripsi plasma nutfah tomat. Buletin Plasma Nutfah 11 (1): 55 – 59. Kusumawati, A., Nurwanita E. P., Irfan S. 2013. Karakterisasi dan evaluasi beberapa genotipe sorgum di Sukarami Kabupaten Solok. Jurnal Agroteknologi. 4 (1): 7 – 12. Li, Y. M., M. Elson, D. Zhang, R. C. Sicher, H. Li, L. W. Meinhardt, and V. Baligar. 2013. Physiological traits and metabolites of cacao seedlings influenced by potassium in growth medium. American Journal of Plant Sciences 4 (5): 1074 – 1080. Limbongan, L. 2011. Karakteristik morfologis dan anatomis klon harapan tahan penggerek buah kakao sebagai sumber bahan tanam. Jurnal Litbang Pertanian 31 (1): 14 – 20. Matheus Lopes Souza & Marcílio Fagundes. 2014. Seed Size as Key Factor in Germination and Seedling Development of Copaifera langsdorffii (Fabaceae) American Journal of Plant Sciences. 5 pp. Ofori, A., F. K. Padi, F. O. Ansah, A. Akpertery, and G. J. Anim-Kwapong. 2016. Genetic variation for vigour and yield of cocoa (Theobroma cacao L.) clones in Ghana. Scientia Horticulturae 213 : 287 – 293. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2006. Pedoman Teknis Budidaya Tanaman Kakao. Megah Offset. Jember Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2010. Budi Daya Kakao. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2013. Bahan http://iccri.net/bahan-tanam-kakao. Diakses 12 Maret 2019.
Tanam.
Rubiyo, A., Purwantara, dan Sudarsono. 2010. Ketahanan 35 klon kakao terhadap infeksi Phytophtora palmivora Butl berdasarkan uji detached pod. Jurnal Littri 16 :172 – 178. Susanto, Ir. FX. 1994. Tanaman Kakao Budi Daya dan Pengolahan Hasil. Kanisius, Yogyakarta. Susilo, A. W. 2006. Kemampuan menyerbuk sendiri beberapa klon kakao. Pelita Perkebunan 22 : 159 – 167.