Ab3 Resetting.docx

  • Uploaded by: Billy Desyanta Manika
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ab3 Resetting.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,955
  • Pages: 16
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas latar belakang penulisan, tujuan serta manfaat penulisan, dan rumusan masalah. Hal-hal seperti penyampaian informasi umum dan pemaparan masalah yang akan diselesaikan dipaparkan pada bagian ini. 1.1 Latar Belakang Keberadaan teknologi dikembangkan atas dasar kemajuan ilmu pengetahuan. Alat-alat elektronik yang dinilai mempermudah manusia beraktivitas merupakan output dari perkembangan teknologi dan perkembangan zaman. Memasuki abad ke-21, alat-alat elektronik berbasis program diciptakan seperti telepon genggam, komputer portable (laptop), dsb. Kemajuan teknologi – berbasis komputer – ini telah berkembang sangat pesat termasuk di Indonesia. Pada dasarnya, perkembangan teknologi merupapakan akibat dari pengaruh kebudayaan asing yang secara sengaja ataupun tidak sengaja diarahkan ke Indonesia. Merk-merk dagang asing mendominasi pasar di Indonesia, khususnya dalam bidang barang-barang elektronik. Hal ini terjadi karena tidak adanya merk dagang lokal yang mampu menyaingi kualitas dan kuantitas barang yang ditawarkan oleh merk dagang asing. Perihal perkembangan teknologi yang dipaparkan di atas merupakan contoh dari globalisasi yang terjadi, khususnya di Indonesia. Secara sederhana, globalisasi adalah usaha atau proses “peng-global-an” atau usaha menyatukan dunia dalam aspekaspek tertentu. Bentuk dari globalisasi adalah hadirnya pengaruh negara asing ke Indonesia. Pengaruh tersebut dapat berupa hubungan diplomasi ataupun pengaruh hadirnya kebudayaan asing ke Indonesia. Fakta yang terjadi di Indonesia adalah bahwa beberapa kota-kota besar telah kehilangan identitasnya dalam segi adat istiadat dan kebudayaannya seperti di beberapa kota besar. Pembahasan mengenai kebudayaan di Indonesia, Pulau Bali merupakan salah satu pulau atau daerah yang sangat erat kaitannya dengan adat istiadat serta tradisi turun-temurunnya. Arus globalisasi yang hadir tidak menjadikan Pulau Bali

meninggalkan kebudayaannya, namun menjadikan Pulau Bali berkompromi dengan kebudayaannya sendiri dan kebudayaan asing. Pengaruh kebudayaan dari negara asing tidak dijadikan sesuatu yang bersifat “agung”, sedangkan tradisi lokal yang telah berkembang turun-temurun tetap dilakukan karena di dalamnya terkandung unsurunsur keagamaan atau kepercayaan. Selain itu, konsep kebudayaan di Pulau Bali (kebudayaan Bali) tidak hanya terbatas pada upacara atau perayaan tertentu, namun diterapkan pada kehidupan sehari-hari. Secara umum, konsep atau filosofi kebudayaan Bali didasari oleh prinsip keseimbangan (harmonisasi) antara manusia dengan alam atau lingkungan sekitar. Untuk lebih jelasnya terkait keberadaan budaya Bali pada keseharian masyarakatnya, dapat dilihat secara sekilas bangunan-bangunan yang ada di Pulai Bali. Setiap bangunan mungkin memiliki kekhasannya masing-masing, namun terdapat suatu persamaan yang menjadikan bangunan di Bali berbeda dengan bangunan di kota besar lainnya. Secara regulasi, terdapat batasan terkait angka maksimal ketinggian bangunan. Secara arsitektural terdapat detil arsitektur Bali yang didasari oleh filosofi dan kepercayaan umat Hindu di Bali. Selain ukiran, terdapat juga filosofi pada bangunan Bali yang didasari oleh analogi terhadap bagian tubuh manusia, yaitu kakitubuh-kepala. Setiap bentuk – baik strukturan ataupun arsitektural – pada bangunan Bali dimungkinkan memiliki makna atau filosofi di baliknya. Keberadaan arsitektur tradisional Bali dinilai sulit menyaingi keberadaan arsitektur modern yang berkembang di masyarakat. Hal ini disebabkan oleh sifat arsitektur tradisional Bali yang cenderung mahal, memakan waktu, dan memakan tempat. Di samping itu, arsitektur modern atau arsitektur masa kini bersifat lebih fleksibel atau dinamis dan relatif. Meskipun begitu, masih ada sejumlah masyarakat yang masih berusaha mempertahankan arsitektur tradisional Bali. Pemerintah daerah (Provinsi Bali) menetapkan peraturan-peraturan tentang bangunan untuk membantu melestarikan unsur kebudayaan Bali. Bangunan tradisional Bali seperti bale-bale dapat dikatakan terbatas fungsinya mengingat perkembangan zaman yang mengharuskan tempat-tempat tertentu

terfasilitasi. Dalam usaha melestarikan arsitektur tradisional Bali, digunakan arsitektur modern sebagai sarana. Unsur-unsur arsitektur tradisional Bali diterapkan pada bangunan modern atau bangunan masa kini. Unsur yang dimaksud tidak hanya terbatas pada bentuk fisiknya seperti ukiran dan kekarangan, namun juga dapat diterapkan melalui filosofi atau pemahamannya (nilai-nilai budaya).

1.2 Rumusan Masalah Melalui pendahuluan yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, terdapat permasalahan-permasalahan yang dapat dirumuskan. a. Bagaimana keberadaan arsitektur masa kini mempengaruhi eksistensi arsitektur tradisional Bali? b. Apa unsur arsitektur tradisional Bali yang diaplikasikan pada bangunan masa kini di Bali, khususnya pada objek studi observasi? c. Bagimana cara arsitek menerapkan unsur-unsur arsitektur tradisional Bali pada bangunan masa kini, khususnya pada objek studi observasi?

1.3 Tujuan Penulisan Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan, adapun tujuan dari penulisan ini adalah seperti yang dipaparkan pada bagian berikut ini. a. Menjelaskan pengaruh dari arsitektur masa kini atau arsitektur modern yang berkembang di masyarakat terhadap keberadaan arsitektur tradisional Bali yang dapat dikatakan merupakan peninggalan kebudayaan masyarakat Bali. b. Memaparkan unsur-unsur arsitektur tradisional yang umum diterapkan pada bangunan modern atau bangunan masa kini di Bali. c. Menjelaskan metode atau cara arsitek dalam merancang suatu bangunan masa kini di Bali dengan mempertimbangkan aplikasi unsur arsitektur tradisional Bali.

1.4 Manfaat Penulisan

Adapula manfaat dari penulisan ini yang merupakan hal-hal yang diharapkan dapat terwujud. Hal-hal yang dimaksudkan adalah seperti yang dipaparkan di bawah ini. a. Memperluas wawasan mahasiswa dan masyarakat awam sehubungan dengan dampak dari keberadaan arsitektur masa kini serta pengaruhnya terhadap eksistensi arsitektur tradisional Bali yang mana merupakan peninggalan tradisi yang perlu dilestarikan terus menerus. b. Menambah wawasan mahasiswa dan masyarakat awam sehubungan dengan bagian mana pada suatu bangunan yang dapat dikatakan sebagai unsur arsitektur tradisional Bali dan bagimana penerapannya. c. Menambah wawasan mahasiswa khususnya mahasiswa arsitektur terkait metode perancangan bangunan yang digunakan dalam rangka menerapkan unsur arsitektur tradisional Bali pada bangunan modern.

BAB II LANDASAN TEORI Pemahaman mengenai konsep arsitektur tradisional Bali dirasa penting sebagai dasar pengetahuan untuk membahas metode apa yang digunakan pada objek studi, yaitu Paviliun Wing Amerta, RSUP Sanglah. Pada BAB II ini akan mencakup mengenai pengertian konsep – konsep dalam arsitektur tradisional Bali, dan perkembangan arsitektur tradisional Bali dalam dunia arsitektur masa kini. Selanjutnya pemahaman ini akan digunakan sebagai acuan untuk menjawab permasalahan pada rumusan masalah. 2.1 Konsep – Konsep pada Arsitektur Tradisional Bali Konsep pada arsitektur tradisional Bali sebenarnya sangat besar dijiwai oleh Agama Hindu dan dilandasi oleh beberapa filosofi. Dalam arsitektur tradisional Bali sendiri terdapat beberapa landasan yang mendasari suatu konsep, yaitu : a. Landasan Keagamaan Di dalam landasan agama sendiri biasa berkaitan dengan sumber – sumber pustaka Agama Hindu, penjiwaan agama dalam arsitektur tradisional Bali, hubungan arsitektur tradisional Bali dengan tujuan hidup, dan hubugan arsitektur tradisional Bali dengan perkembangan agama Hindu. b. Landasan Filosofis Landasan filosofis mencakup beberapa filosofi – filosofi seperti filosofi “ Manik Ring Cecepu “, Filosofi ” Tri Hita Karana”, Filosofi Undagi dan Filosofi bahan bangunan. Filosofi “Manik Ring Cecepu” sendiri merupakan filosofi tentang kekuatan kosmologi yang memusat pada satu arah. Filosofi tersebut juga berkaitan dengan sususan alam semesta seperti Bhuana Alit yang berada di Bhuana Agung. Filosofi Tri Hita Karana merupakan filosofi tentang unsur – unsur Bhuana Agung dan Bhuana Alit yang utuh. Tri Hita Karana terdiri dari tiga bagian yaitu Atma, Prana, dan Angga. Tri Hita Karana sendiri bisa diartikan sebagai tiga sebab atau sumber kehidupan. Dalam hal arsitektur tradisional Bali, Tri Hita Karana digunakan dalam pola perumahan tradisional Bali yaitu, Parahyangan sebagai Atma/jiwa, Krama/warga sebagai unsur prana/tenaga dan Palemahan sebagai unsur Angga/ Jasad ( Kaler, 1983:44 ).

Filosofi Tri Hita Karana sendiri memiliki turunan yaitu filosofi Tri Angga. Tri Angga sendiri bisa diartikan sebagai tiga nilai fisik atau badan yaitu Utama, Madya dan Nista. Tri Angga sendiri merupakan suatu teori yang sangat mendasar pada arsitektur tradisional Bali. c. Landasan Etik Landasan etik berkaitan dengan menjaga dasar – dasar hubungan manusia, arsitektur, dan alam, juga berkaitan dengan landasan berpikir dan bersikap dalam proses pembangunan sebuah arsitektur tradisional Bali. d. Landasan Ritual Landasan ritual yang dimaksud adalah bagaimana unsur – unsur ritual dalam arsitektur tradisional Bali disesuaikan dengan jenis dan makna dari ritual – ritual itu sendiri, dalam hal ini memilih hari – hari baik dalam proses pembangunan secara tradisional. Terdapat beberapa konsep dalam arsitektur tradisional Bali, seperti : a. Konsep Keseimbangan Kosmos Konsep ini merupakan konsep yang didasari oleh kondisi geografis Bali sendiri dengan dua sumbunya yaitu sumbu kosmos dan sumbu ritual. Gunung yang terletak di tengah – tengah Pulau Bali sendiri merupakan sumbu kosmos. Dengan gunung sebagai sumbu kosmos, maka terbentuklah kaja dan kelod. Orientasi ke arah gunung atau kaja memiliki nilai utama, daerah dataran ( tengah ) memiliki nilai madya dan orientasi ke laut atau kelod memiliki nilai nista. Sumbu ritual merupakan sebuah prosesi terbit dan terbenamnya matahari yaitu arah timur atau kangin dan barat atau kauh. Orientasi ke arah timur memiliki nilai utama, bagian tengah memiliki nilai madya, sedangkan ke arah barat memiliki nilai nista. Eksistensi tadi akan mendasari terbentuknya konsepsi keseimbangan kosmos Bali yang dapat dibagi menjadi dua konsep dasar yaitu : (a) Keseimbangan alam Dewa, manusia, dan bhuta ; (b) Keseimbangan horizontal : Catur Lokapala, Sad Winayaka, dan Dewata Nawa Sanga. b. Konsep Rwabhineda Konsep ini merupakan konsepsi dua tempat pemujaan Tuhan sebagai pencipta yang terdiri dari Purusa dan Pradana. Perwujudannya dalam Arsitektur Tradisional Bali adalah perwujudan berupa ruang kosong sebagai simbolis pertemuan Purusa dan Pradana yang dapat melahirkan suatu kehidupan. Biasanya diaplikasikan dalam penempatan Catusphata dan jalan utama desa. c. Konsep Tribhuana – Tri Angga

Konsep Triangga memberikan dasar bahwa Arsitektur Tradisional Bali memiliki bagian-bagian fisik yang memiliki nilai. Secara vertical bagian kepala terletak paling atas bernilai utama, bagian badan terletak di tengah bernilai madya dan bagian kaki yang terletak dibawah bernilai nista. Secara horizontal membentuk zonasi dengan hirarki sebagai berikut : bagian hulu bernilai utama, bagian tengah bernilai madya sedangkan bagian hilir bernilai nista. d. Konsep Keserasian dengan Lingkungan Konsepsi keharmonisan dengan lingkungan yang dimaksud adalah pengutamaan pemanfaatan potensi sumber daya alam setempat dan pengutamaan penerapan potensi pola – pola fisik arsitektur setempat.

BAB III METODE Pemahaman mengenai metode yang digunakan dalam penggunaan unsur – unsur arsitektur tradisional Bali dirasa penting sebagai dasar pengetahuan untuk membahas metode apa yang digunakan pada objek studi, yaitu Paviliun Wing Amerta, RSUP Sanglah. Pada BAB III ini akan mencakup mengenai pengertian metode transformasi arsitektur tradisional Bali pada bangunan Paviliun Wing Amerta di RSUP Sanglah.

3.1 Metode Tranformasi Di jaman yang terus berkembang ini pentransformasi elemen – elemen arsitektur tradisional Bali ke dalam arsitektur masa kini semakin marak dilakukan, untuk menjaga dan melestarikan elemen – elemen tradisional dari arsitektur tradisional Bali sendiri. Transofrmasi nilai – nilai arsitektur tradisional ke dalam arsitektur masa kini seringkali diasosiasikan secara cepat sebagai transformasi arsitektur tradisional atau yang lebih sempit lagi transformasi rumah tradisional. Padahal sebenarnya pentranformasian ke dalam arsitektur masa kini sekarang ini merupakan pentranformasian yang lebih dalam lagi yang menyangkut kebudayaan dan nilai – nilai tradisional itu sendiri. Dalam perancangan arsitektur yang mentransformasikan nilai – nilai arsitektur tradisional dalam muncul suatu identitas baru yang menawarkan pentafsiran baru dari pengamatnya. Bila identitas baru ini hanya hadir dalam fisik dari arsitektur tersebut maka arsitektur tersebut hanya akan menjadi sebuah karya fungsional dengan citra visualnya, namun bila identitas baru tersebut dapat mengikat secara utuh desain dan harapan masyarakat akan identitas tersebut, makan arsitektur tersebut akan bisa menjalankan fungsi lainnya sebagai pelestarian budaya.

BAB IV OBJEK STUDI Sebelum menjawab permasalahan yang ada, maka kita harus mengetahui bagaimana arsitektur yang ada pada Paviliun Wing Amerta, RSUP Sanglah tersebut. BAB III akan membahas tentang letak, hingga arsitektur pada Paviliun Wing Amerta. Pemahaman tentang arsitektur Paviliun Wing Amerta inilah yang nanti akan dikomparasikan dengan pemahaman metode tranformasi arsitektur tradisional Bali pada arsitektur masa kini pada Arsitektur Paviliun Wing Amerta yang akan dibahas pada BAB selanjutnya.

4.1 Lokasi Objek Paviliun Wing Amerta merupakan salah satu bangunan yang berada di komplek Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. RSUP Sanglah sendiri beralamat di Jl. Diponegoro, Dauh Puri Klod, Denpasar Barat.

4.2 Profil Singkat RSUP Sanglah dan Paviliun Wing Amerta RSUP Sanglah mulai dibangun pada tahun 1956 dan diresmikan pada tanggal 30 Desember 1959 dengan kapasitas 150 tempat tidur. Pada tahun 1962 bekerjasama dengan FK Unud sebagai RS Pendidikan. Pada tahun 1978 menjadi rumah sakit pendidikan tipe B dan sebagai Rumah Sakit Rujukan untuk Bali, NTB, NTT, Timor Timur (SK Menkes RI No.134/1978). Dalam perkembangannya RSUP Sanglah mengalami beberapa kali perubahan status, pada tahun 1993 menjadi rumah sakit swadana (SK Menkes No. 1133/Menkes/SK/VI/1994). Kemudian tahun 1997 menjadi Rumah Sakit PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak). Pada tahun 2000 berubah status menjadi Perjan (Perusahaan Jawatan) sesuai peraturan pemerintah tahun 2000. Terakhir pada tahun 2005 berubah menjadi PPK BLU (Kepmenkes RI NO.1243 tahun 2005 tgl 11 Agustus 2005) dan ditetapkan sebagai RS Pendidikan Tipe A sesuai Permenkes 1636 tahun 2005 tertanggal 12 Desember 2005. Seperti halnya organisasi lain, RSUP Sanglah Denpasar juga memiliki visi sebagai arah yang akan dituju, menjadi Rumah Sakit Unggulan dalam bidang

Pelayanan, Pendidikan dan Penelitian tingkat Nasional dan Internasional. Dalam mewujudkan visi tersebut RSUP Sanglah dalam memberikan pelayanan selalu berusaha dengan segala upaya agar pelayanannya prima sehingga dapat memuaskan masyarakat yang membutuhkan pelayanan. Apalagi RSUP Sanglah adalah merupakan rumah sakit rujukan utama untuk wilayah Bali, NTB dan NTT. Disamping itu RSUP Sanglah juga selalu mengedepankan pemberdayaan sumber daya yang dimilikinya untuk bisa menghasilkan unggulan di bidang pendidikan dan penelitian kedokteran, kesehatan dan keperawatan. Paviliun Amertha RSUP Sanglah dibuka pada tanggal 30 Desember 2004 sebagai perwujudan impian masyarakat untuk memiliki sebuah rumah sakit yang bertaraf internasional di Bali. Paviliun Amerta adalah sebuah unit layanan yang memiliki pelayanan rawat jalan/poliklinik, rawat inap, kamar bersalin, kamar operasi, dan layanan penunjang untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat yang menghendaki pelayanan lebih nyaman di RSUP Sanglah Denpasar. Paviliun Amerta adalah bagian dari RSUP Sanglah yang di kelola secara pararel untuk mengoptimalkan penggunaan seluruh fasilitas yang ada, sehingga memberian pilihan yang lebih luas kepada masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di Bali. Pelayanan pavliun Amerta dikemas sedemikian rupa sehingga memberikan kemudahan akses terhadap segala fasilitas yang ada. Pelayanan Paviliun Amerta juga memungkinkan pasien untuk memilih dokter spesialis yang diinginkan. Paviliun Amerta RSUP Sanglah memiliki 18 poliklinik, 28 kamar rawat inap, 2 kamar operasi, 2 kamar bersalin, 3 ruang post partum, 1 ruang gynekologi, 1 ruang bayi, beberapa fasilitas penunjang medis: laboratorium, radiologi konvensional, USG abdomen, CT Scan, USG kebidanan, Echocardiografi, Treadmill, Bronchoscopy, EEG, ERCP, audiometri dan penunjang pelayanan seperti farmasi, bank, cafetaria, pojok laktasi, arena bermain dan wifi. 4.3 Penggunaan Elemen – Elemen Arsitektur Tradisional Bali pada Paviliun Wing Amerta a. Penggunaan Analogi Tri Angga

Paviliun Wing Amerta terbukti menggunakan analogi Tri Angga pada bangunannya, bisa dilihat dari bagian pondasi sebagai kaki, bagian badan bangunan sebagai badan, dan bagian atap sebagai kepala.

b. Transformasi Saka menjadi Kolom Bangunan Dalam setiap bangunan arsitektur tradisional Bali dikenal istilah saka. Saka sendiri merupakan tiang penyangga atap bangunan tradisional Bali. Saka sendiri bermakna stabilitas menurut Lontar Asta Patah. Jika dilihat kolom – kolom pada paviliun Wing Amerta bisa dibilang mirip saka dari bangunan tradisional Bali.

c.Penggunaan Sendi pada Kolom Sendi juga merupakan bagian penting pada arsitektur tradisional Bali, sendi biasanya dapat dilihat di bawah saka. Paviliun Wing Amerta bisa dilihat menggunakan sendi pada bagian bawah kolom yang ditranformasi dari saka.

d.Ornamen Bali Terdapat beberapa ornamen tradisional Bali seperti di beberapa bagian Paviliun Wing Amerta

BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan tinjauan pustaka, terdapat beberapa elemen yang merupakan konsep arsitektur tradisional Bali. Namun tidak semua elemen arsitektur tradisional Bali tersebut terdapat pada bangunan Paviliun Wing Amerta . Elemen-elemen yang ada inilah yang akan menjadi topik pembahasan pada bab ini. Pembahasan akan mencakup komparasi elemen dalam metode transformasi yang digunakan pada Paviliun Wing Amerta.

Proses atau metode yang digunakan dalam hal ini adalah metode transformasi. Metode transformasi sendiri adalah suatu metode yang dinamis dimana konfigurasi fisik, aktivitas keagamaan, dan sosial mengalami perubahan secara terus menerus di dalam merespon kondisi kekinian sebagai sebuah representasi kemajuan teknologi dan gaya hidup modern. Paviliun Wing Amerta di RSUP Sanglah sendiri terdapat beberapa karakter arsitektur Bali yang masih tetap digunakan dalam unsur arsitektur modern bangunan pavilion Wing Amerta, seperti : A. Analogi Bangunan ( Kaki, Badan, Kepala ) BAGIAN KEPALA ( ATAP PAVILIUN ) BAGIAN BADAN ( KOLOM & DINDING BAGIAN KAKI ( PONDASI BANGUNAN )

Transformasi pertama merupakan suatu teori dasar dalam arsitektur Bali yaitu Tri Angga yang merupakan ungkapan tata nilai pada ruang terbesar alam semesta lalu mengecil hingga ke elemen – elemen seperti manusia dan arsitektur. Jika dalam arsitektur tradisional Bali kepala merupakan rab / atap bangunan, badan merupakan badan bangunan itu sendiri sedangkan kaki merupakan bataran yang ada pada

bangunan, sama mirip dengan bangunan arsitektur Bali modern seperti Paviliun Wing Amerta yang dimana bagian kepala merupakan bagian atap bangunan, bagian badan merupakan bagian badan bangunan yang berupa dinding dan kolom sedangkan bagian kaki merupakan pondasi dari bangunan itu sendiri.

B. Penggunaan Kolom yang mirip dengan Saka

KOLOM BANGUNAN PAVILIUN

Dalam setiap bangunan arsitektur tradisional Bali dikenal istilah saka. Saka sendiri merupakan tiang penyangga atap bangunan tradisional Bali. Saka sendiri bermakna stabilitas menurut Lontar Asta Patah. Dalam bangunan Paviliun Wing Amerta RSUP Sanglah sendiri perwujudan saka diwujudkan dengan kolom – kolom bangunan. Dalam perwujudannya pun kolom dibuat mirip dengan saka bisa dilihat dari adanya kencut dan papalihan yang berada diatas saka.

C. Penggunaan Sendi pada Kolom

SENDI KOLOM

Penggunaan sendi juga merupakan salah satu ciri khas Arsitektur Tradisional Bali. Pengaplikasian penggunaan sendiri pada arsitektur tradisional Bali biasanya digunakan dibawah tiang saka bangunan, sedangkan dalam hal ini digunakan dibawah daripada kolom bangunan pavilion. D. Penggunaan Ornamen Tradisional Bali pada Bangunan

ORNAMEN TRADISIONAL

Pada bangunan Paviliun Wing Amerta, ornamen tradisional masih digunakan, bisa dilihat dari penggunaan ornamen serupa ornament keketusan.

BAB VI PENUTUP Berdasarkan apa yang telah dibahas pada beberapa bab sebelumnya maka didapatlah sebuah keseimpulan akhir mengenai penerapan metode transformasi arsitektur tradisional Bali pada bangunan Paviliun Wing Amerta. Bab V ini akan membahas tidak saja kesimpulan tapi juga saran yang ditujukan kepada semua pembaca

5.1 Kesimpulan Pada era sekarang ini

banyak pembangunan di bali sudah mengalami

perkembangan. Perkembangan bangunan yang semakin maju ini membuat fasilitas dalam segi pembangunan sebuah bangunan di mudahkan dengan adanya teknologi yang canggih, maka dari itu akan muncul berbagai jenis perubahan-perubahan pada desain bangunan Arsitektur Tradisional Bali, terutama yang sangat mencolok perubahannya adalah pada bentuk fasad bangunannya itu sendiri. Sehingga kemungkinan pandangan masyarakat lingkungan sekitar terhadap bangunan arsitektur tradisional bali akan berkurang an sulit untuk dipahami. 5.2 Saran Pada perubahan dan perkembangan zaman tentu saja dapat mempengaruhi suatu tatanan budaya, khususnya di bidang bangunan Arsitektur Tradisional Bali, oleh karena itu pada perkembangan bangunan arsitektur di Bali harus ditegaskan untuk penerapan Arsitektur Tradisional Bali yang diselenggarakan berdasarkan filsafat Tri Hita Karana, nilai-nilai luhur budaya masyarakat Bali yang tertera pada PERDA Nomor 5 Tahun 2005 tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung.

Related Documents

Ab3
November 2019 10
Ab3 Resetting.docx
November 2019 18
Ab3.docx
November 2019 15

More Documents from "Billy Desyanta Manika"

Ekologi Bangunan.docx
November 2019 46
Pengertian Desa Wisata.docx
November 2019 17
Struktur Bangunan.docx
November 2019 16
Ab3 Resetting.docx
November 2019 18
30 St Mary Axe.docx
November 2019 16