BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Salah satu sistem terpenting yang terus menerus melakukan tugas dan kegiatan dan
tidak pernah melalaikan tugas-nya adalah sistem kekebalan tubuh atau biasa kita sebut dengan sistem imun. Sistem ini melindungi tubuh sepanjang waktu dari semua jenis penyerang yang berpotensi menimbulkan penyakit pada tubuh kita. Ia bekerja bagi tubuh bagaikan pasukan tempur yang mempunyai persenjataan lengkap. Setiap sistem, organ, atau kelompok sel di dalam tubuh mewakili keseluruhan di dalam suatu pembagian kerja yang sempurna. Setiap kegagalan dalam sistem akan menghancurkan tatanan ini. Sistem imun sangat diperlukan bagi tubuh kita. System imun diperlukan sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi. Berbagai komponen system imun bekerja sama dalam sebuah respon imun. Apabila seseorang secara imunologis terpapar pertama kali dengan antigen kemudian terpapar lagi dengan antigen yang sama, maka akan timbul respon imun sekunder yang lebih efektif. Reaksi tersebut dapat berlebihan dan menjurus ke kerusakan individu mempunyai respon imun yang menyimpang. Kelainan yang disebabkan oleh respon imun tersebut disebut hipersensitivitas. Oleh karena itu, untuk dapat lebih memahami tentang sistem imun ini dan berbagai komponen penyusun yang ada di dalamnya, maka kami membuat makalah ini, makalah yang akan menambah pengetahuan kita tentang peranan sistem imun dalam tubuh manusia yang mempunyai peranan penting dalam sistem mempertahankan kesehatan dan daya tahan tubuh seseorang.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah sejarah imunologi itu?
2.
Apa yang dimaksud dengan sistem imun?
3.
Apa sajakah fungsi dari sistem imun?
4.
Apakah yang dimaksud dengan respon imun?
5.
Pembagian pertahanan tubuh pada manusia?
6.
Bagaimanakah kemanisme imunitas?
7.
Bagaimanakah hubungan imunitas dengan imunisasi?
8.
Bagaimanakah interaksisi antibody-antigen?
9.
Apa itu sel polimorfonuklear (PMN)?
10.
Bagaimanakah interaksi mikroba dan fagosit?
11.
Bagaimanakah kelainan dan penyakit pada sistem kekebalan tubuh?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut: 1.
Mengatahui sejarah dari imunologi.
2.
Mengetahui pengertian sistem imun.
3.
Mengetahui fungsi dari sistem imun.
4.
Mengatahui pengertian dari respon imun.
5.
Mengetahui pembagian dari sistem pertahanan tubuh.
6.
Mengetahui mekanisme imunitas.
7.
Memahami hubungan imunitas dengan imunisasi.
8.
Mengetahui interaksi antibody-antigen
9.
Memahami apa sel polimorfonuklear (PMN) itu.
10.
Memahani interaksi mikroba dan fagosit.
11.
Mengetahui kelainan dan penyakit pada sistem kekebalan tubuh.
D.
Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1.
Sebagai sumber informasi yang sangat berguna dalam menambah pengetahuan dan
wawasan ( aspek teoritis ). 2.
Sebagai sumber informasi yang sangat penting untuk dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari ( aspek praktis ).
BAB II PEMBAHASAN
A.
Sejarah Imunologi
Imunologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi imunitas. Imunologi berasal dari ilmu kedokteran dan penelitian awal akibat dari imunitas sampai penyakit. Sebutan imunitas yang pertama kali diketahui adalah selama wabah Athena tahun 430 SM. Thucydides mencatat bahwa orang yang sembuh dari penyakit sebelumnya dapat mengobati penyakit tanpa terkena penyakit sekali lagi. Observasi imunitas nantinya diteliti oleh Louis Pasteur pada perkembangan vaksinasi dan teori penyakit kuman. Teori Pasteur merupakan perlawanan dari teori penyakit saat itu, seperti teori penyakit miasma. Robert Koch membuktikan teori ini pada tahun 1891, untuk itu ia diberikan hadiah nobel pada tahun 1905. Ia membuktikan bahwa mikroorganisme merupakan penyebab dari penyakit infeksi. Virus dikonfirmasi sebagai patogen manusia pada tahun 1901 dengan penemuan virus demam kuning oleh Walter Reed.
Imunologi membuat perkembangan hebat pada akhir abad ke-19 melalui perkembangan cepat pada penelitian imunitas humoral dan imunitas selular. Paul Ehrlich mengusulkan teori rantai-sisi yang menjelaskan spesifisitas reaksi antigen-antibodi. Kontribusinya pada pengertian imunitas humoral diakui dengan penghargaan hadiah nobel pada tahun 1908, yang bersamaan dengan penghargaan untuk pendiri imunologi selular, Elie Metchnikoff.
B.
Pengertian Sistem Imun/Kekebalan Tubuh
Beberapa devinisi dari sistem imun/kekebalan tubuh, yaitu antara lain: a) Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme. b) Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker. C.
Fungsi Sistem Imun
Sistem Imun mempunyai beberapa fungsi, diantaranya: 1.
Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit.
2.
Menghancurkan dan menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri,
parasit, jamur, dan virus, serta tumor) yang masuk ke dalam tubuh.
3.
Menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak (debris sel) untuk perbaikan
jaringan. 4.
Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal.
D.
Respon Imun
Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Respons imun ini dapat melibatkan berbagai macam sel dan protein, terutama sel makrofag, sel limfosit, komplemen, dansitokin yang saling berinteraksi secara kompleks. Dilihat dari beberapa kali pajanan antigen maka dapat dikenal dua macam respon imun yaitu: 1.
Respons imun primer
Respons imun primer adalah respon imun yang terjadi pada pajanan yang pertama kalinya dengan antibodi. Antibodi yang terbentuk pada respons imun ini kebanyakan adalah IgM dengan titer yang lebih rendah dibanding dengan respons imun sekunder, demikian pula daya afinitasnya. Waktu antara antigen masuk sampai timbul antibodi (lag phase) lebih lama bila disbanding dengan respons imun sekunder. 2.
Respons imun sekunder
Pada respons imun ini, antibodi yang dibentuk terutama adalah IgG, dengan titer dan afinitas lebih tinggi, serta fase lag lebih pendek dibanding respons imun primer. Hal ini disebabkan oleh karena sel memori yang yang terbentuk pada respons imun primer akancepat mengalami transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan antibodi. Demikian pula dengan imunitas seluler, sel limfosit T akan lebih cepat mengalami transformasi blast dan berdeferensiasi menjadi sel T aktif sehingga lebih banyak terbentuk sel efektor dan sel memori (Ranuh, 2001).
E.
Pembagian Pertahanan Tubuh
Pertahanan tubuh melindungi tubuh terhadap agen lingkungan yang asing bagi tubuh. Agen lingkungan ini antara lain adalah: 1. Patogen (virus, bakteri, jamur, dan lain-lain) 2. Produk tumbuhan 3. Produk hewan 4. Zat kimia Pertahanan tubuh ada 2 yaitu pertahanan tubuh spesifik dan pertahanan tubuh non spesifik. 1.
Pertahanan tubuh spesifik
Dikatakan spesifik karena hanya terbatas pada satu mikro organisme dan tidak memberikan proteksi terhadap mikro organisme yang tidak berkaitan. Pertahanan ini di dapat melalui pejanan terhadap agen infeksius spesifik sehingga jaringan tubuh membentuk sistem imun. Imunitas Kemampuan tubuh untuk pertahanan diri melawan infeksi dan berupaya untuk membawanya kedalam sel dari orang atau hewan lain. Karakteristik sistem imun –
Spesifitas, dapat membedakan berbagai zat asing.
–
Memikro organismeri dan amplifikasi, mengingat kembali kontak sebelumnya.
–
Pengenalan bagian diri, membedakan agen asing dan sel tubuh sendiri.
Komponen respon imun –
Antigen, yaitu zat yang menyebabkan respon imun spesifik.
–
Antibody, yaitu suatu protein yang dihasilkan oleh sistem imun sebagai respon
terhadap keadaan antigen. 2.
Pertahanan tubuh non spesifik
Dikatakan tidak spesifik karena berlaku untuk semua organisme dan memberikan perlindungan umum terhadap berbagai jenis agens. Secara umum pertahanan tubuh non spesifik ini terbagi menjadi pertahanan fisik, mekanik dan kimiawi. Pertahanan fisik Pertahanan tubuh non spesifik dengan pertahanan fisik dalam tubuh manusia antara lain adalah: a.
kulit, kulit yang utuh menjadi salah satu garis pertahanan pertama karena sifatnya
yang permeabel terhadap infeksi berbagai organisme. b.
asam laktat, dalam keringat dan sekresi sebasea dalam mempertahankan pH kulit tetap
rendah, sehingga sebagian besar mikro organisme tidak mampu bertahan hidup dalam kondisi ini. c.
cilia, mikro organisme yang masuk saluran nafas diangkut keluar oleh gerakan silia
yang melekat pada sel epitel. d.
mukus, membran mukosa mensekresi mukus untuk menjebak mikroba dan partikel
asing lainnya serta menutup masuk jalurnya bakteri/virus. e.
granulosit, mengenali mikroba organisme sebagai musuh dan menelan serta
menghancurkan mereka. f.
proses inflamasi, invasi jaringan oleh mikro organisme merangsang respon inflamasi
pada tubuh dengan tanda inflamasi yaitu kemerahan, panas, pembengkakan, nyeri, hilangnya fungsi dan granulosit dan mikro organismenosit keluar. Pertahanan mekanik Pertahanan tubuh non spesifik dengan cara pertahanan mekanik antara lain adalah: a.
Bersin, reaksi tubuh karena ada benda asing (bakteri, virus, benda dan lain-lain yang
masuk hidung) reaksi tubuh untuk mengeluarkan dengan bersin. b.
Bilasan air mata, saat ada benda asing produksi air mata berlebih untuk mengeluarkan
benda tersebut. c.
Bilasan saliva, kalau ada zat berbahaya produksi saliva berlebih untuk menetralkan
d.
Urin dan feses, jika berlebih maka respon tubuh untuk segera mengeluarkannya. Pertahanan kimiawi
Pertahanan tubuh non spesifik dengan cara kimiawi antara lain adalah: a.
Enzim dan asam dalam cairan pencernaan berfungsi sebagai pelindung bagi tubuh.
b.
HCL lambung, membunuh bakteri yang tidak tahan asam.
c.
Asiditas vagina, membunuh bakteri yang tidak tahan asam.
d.
Cairan empedu, membunuh bakteri yang tidak tahan asam (Setiadi, 2007: 204-245).
F.
Mekanisme Imunitas
Langkah pertama dalam memusnahkan patogen atau sel asing adalah mengenal antigen sebagai bahan asing. Baik sel T maupun sel B mampu melakukan hal ini, namun mekanisme immunya diaktivasi dengan sangat baik, bila pengenalan ini dilakukan oleh makrofag dan kelompok khusus limfosit T yang disebut sel T helper. Antigen asing difagosit oleh suatu makrofag, dan bagian-bagian dipresentasi pada membran sel makrofag. Pada membran makrofag juga terdapat antigen “ self ” yang merupakan representasi semua antigen yang terdapat di semua sel individu. Oleh karena itu, sel T helper yang bertemu makrofag ini tersaji tidak hanya bersama antigen “ self ” sebagai pembandingnya. Sel T helper sekarang menjadi tersensitisasi dan spesifik bagi antigen asing. Satu hal yang tidak dimiliki tubuh. Pengenalan antigen sebagai benda asing mengawali satu atau kedua mekanisme imunitas. Mekanisme tersebut adalah imunitas selular, yang dalamnya sel T dan makrofag berpartisipasi dan imunitas humoral (dengan perantara antibodi) yang melibatkan dalam sel T, sel B dan makrofag. 1.
Imunitas Selular
Mekanisme imunitas ini tidak menghasilkan antibodi, tetapi tetap efektif melawan patogen intrasel (misalnya virus), fungi , sel-sel ganas, dan tandur jaringan asing. Setelah pengenalan
antigen asing oleh makrofag dan sel T helper yang menjadi teraktivasi dan spesifik kemudian membelah berkali-kali membentuk sel T memori dan sel T sitotoksik (killer). Sel T memori akan mengingat antigen asing yang spesifik dan menjadi aktif bila antigen tersebut masuk lagi ke dalam tubuh. Sel T sitotoksik secar kimiawi mampu merusak antigen asing dengan mengoyak membran sel. Dengan cara ini, sel T sitotoksik merusak sel-sel yang terinfeksi oleh virus, dan mencegah virus berepsroduksi. Sel T ini juga memproduksi sitokinin, yang secara kimiawi menarik makrofag menuju area tersebut dan mengaktifkan makrofag untuk memfagosit antigen asing. Sel T teraktivitasi lainnya menjadi sel T supresor, yang akan menghentikan respons imun ketika antigen asing telah dirusak. Namun, sel T memori secara cepat akan melakukan respons imun selular begitu terjadi pajanan selanjutnya terhadap antigen.
2.
Imunitas Humoral
Mekanisme imunitas ini tidak melibatkan produksi antibodi. Tahap pertama yaitu pengenalan antigen asing, yang kali ini dilakukan oleh sel B serta makrofag dan sel T helper. Sel T helper yang tersensitisasi menyajikan antigen asing pada sel B, yang memberikan stimulus kuat bagi aktivasi sel B yang spesifik untuk antigen ini. Sel B teraktivasi mulai membelah berkali-kali dan membentuk dua jenis sel. Beberapa sel B baru yang dihasilkan adalah sel-sel B memori, yang akan mengingat antigen spesifik. Sel-sel B lain menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan antibodi spesifik bagi antigen asing yang satu ini. Antibodi kemudian berikatan dengan antigen, membentuk kompleks antigen-antibodi. Ikatan kompleks ini menyebabkan opsonisasi yang berarti bahwa antigen sekarang “ dilabel “ untuk di fagosit oleh makrofag atau neutrofil. Kompleks antigen antibodi juga menstimulasi proses fiksasi komplemen. Komplemen adalah suatu kelompok yang terdiri atas 20 protein plasma yang bersirkulasi dalam darah sampai teraktivasi atau terfiksasi oleh suatu kompleks antigen-antibodi. Fiksasi komplemen bisa komplet atau parsial. Jika antigen asingnya seluler, protein komplemen mengikat kompleks antigen-antibodi, lalu slaing berikatan satu dengan lainnya, dan menyusun cincin enzimatik yang membentuk satu lubang dalam sel, yang dapat menyebabkan kematian sel. Ini adlaha fiksasi komplemen komplet ( menyeluruh) dan merupakan keadaan yang terjadi pada sel-sel bakteri (yang bisa terjadi pada reaksi transfusi, juga dapat meyebabkan hemolisis).
Apabila antigen asing bukan sel, misalnya virus, maka akan berlangsung fiksasi, komplemen parsial, yakni beberpa protein komplemen berikatan dengan kompleks antigen-antibodi. Hal ini merupakan faktor kemotaktik. Kemotaksit berarti “ Pergerakan kimiawi “ dan sebenarnya merupakan penanda yang menarik makrofag untuk memangsa dan merusak antigen asing. Bila antigen asing telah dirusak, sel T supresor tersensitisasi untuk menghentikan respon imun. Hal ini penting dalam membatasi produksi antibodi sampai jumlah yang diperlukan untuk mengeliminasi patogen tanpa memicu respons tanpa memicu respons autoimun (Scanlon, 2006: 305-306). G.
Hubungan Imunitas dengan Imunisasi
Ditinjau dari cara memperolehnya, imunitas dibagi menjadi: a.
Imunitas aktif, yaitu bila seseorang secara aktif membentuk sendiri imunitasnya
terhadap suatu penyakit. b.
Imunitas pasif, yaitu bila imunitas itu berasal dari luar yang kemudian masuk atau
dimasukkan ke dalam tubuh.
1.
Imunitas aktif
Imunitas aktif dibedakan menjadi “di dapat secara alamiah” dan dimasukkan secara buatan”. a)
Imuniats aktif di dapat secara alamiah
Imunitas ini di dapatkan bila seseorang terserang suatu bibit penyakit terutama mikroorganisme, kemudian menjadi sakit ringan ataupun berat. Sementara itu di dalam tubuhnya dikembangkan imunitas humoral dan imunitas seluler terhadap bibit penyakit tersebut. Bila imunitasnya dapat mengatasi bibit penyakit, maka orang ini akan sembuh dan menjadi kebal khusus terhadap penyakit tersebut. Contohnya yaitu “ Di negara-negara berkembang lebih dari 90% anak-anak pada usia 7 tahun sudah memiliki antibody terhadap virus poliomielitis. Mungkin sebagian besar anak-anak di atas usia 10 tahun sudah memiliki imunitas terhadap dipteri. Hal ini terjadi karena anak-anak itu sudah terserang penyakit, sebagian besar dalam bentuk ringan, kemudian sembuh dan menjadi kebal (imun). Hanya sebagian kecil dari anak-anak tersebut yang oleh suatu sebab menderita sakit berat dan membahayakan “.
b)
Imunitas aktif dimasukkan secara buatan
Pada akhir abad ke-18, saat penyakit cacar sedang melanda dunia. Edward Jenner menemukan bahwa seseorang yang telah ditulari dan telah menderita penyakit cacar lembu yang jinak dan tidak berbahaya dapat menjadi kebal terhadap penyakit cacar yang ganas. Dengan dasar ini, maka para ahli berlomba membuat berbagai antigen yang aman untuk dimasukkan ke dalam tubuh dengan tujuan agar tubuh dan membentuk antibody (imunitas) tetapi tidak mengalami sakit yang berat. Antigen-antigen tersebut dapat berupa: –
Vaksin adalah suatu suspensi mikroorganisme atau bagian mikroorganisme (virus,
riketsia, bakteri) yang telah mati atau dilemahkan. –
Toksoid adalah toksin yang telah dilemahkan.
Reaksi dari sistem imunitas tubuh terhadap vaksin dan toksin biasanya lemah dan lambat karena antigen yang dimasukkan sedikit-sedikit dan telah dilemahkan. Agar kekebalan yang cukup dapat diperoleh maka diperlukan ulangan-ulangan dengan maksud mendapatkan respon sekunder (amamnestik) yang kuat. 2.
Imunitas pasif
Imunitas pasif dibedakan juga menjadi “didapat secara alamiah” dan “dimasukkan secara buatan” (Irianto, 2004: 310-311).
H.
Interaksi Antibody-Antigen
Sisi pengikat antigen pada regio variabel antibodi akan berikatan dengan sisi penghubung determinan antigenik pada antigen untuk membentuk kompleks antigen-antibodi (atau imun). Pengikatan ini memungkinkan inaktivasi antigen melalui proses fiksasi, netralisasi, aglutinasi, atau presipitasi. a.
Fiksasi komplemen terjadi jika bagian molekul antibodi mengikat komplemen. Ikatan
molekul komplemen diaktivasi melalui “jalur klasik”, yang memicu efek cascade untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat organisme atau toksin npenyusup. Efek yang paling penting meliputi : 1.
Opsonisasi
Partikel antigen diselubungi antibodi atau komponen komplemen yang memfasilitasi proses fagositosisi partikel. 2.
Sitolisis
Kombinasi dari nfaktor-faktor komplemen multipel mengakibatkan rupturnya membran plasma bakteri atau penyusup lain dan menyebabkan isi selular keluar. 3.
Inflamasi
Produk komplemen berkontribusi dalam inflamasi akut melalui aktivasi sel mast, basofil, dan trombosit darah. b.
Netralisasi terjadi saat antibodi menutup sisi toksik antigen dan menjadikannya tidak
berbahaya. c.
Aglutinasi (penggumpalan) terjadi jiak antigen adalah materi partikulat, seperti
bakteri atau sel-sel merah. d.
Presipitasi terjadi jika antigen dapat larut. Kompleks imun menjadi besar akibat
hubungan silang molekul antigen sehingga tidak dapat larut dan berpresipitasi. Reaksi presipitasi antara antigen dan antibodi dapat dipakai secara klinis untuk mendeteksi dan mengukur salah satu komponen berikut. 1.
Imunoelektroforesis adalah suatu metode untuk menganalisis campuran antigen
(protein) dan antibodinya.protein digerakkan pada bidang listrik (elektroforesis) untuk dipisahkan dan kemudian dibiarkan berdifusi dalam jeli agar tempat setiap protein membentuk garis presipitin dengan antibodinya. 2.
Radioimunoassai (RIA) didasarkan pada pengikatan kompetitif secara radioaktif
antara antigen berlabel dan antigen tanpa label untuk sejumlah kecil antibodi. Metode ini memungkinkan dilakukannya anlisis terhadap antigen, antibodi, atau kompleks dalam jumlah yang sangat kecil melalui pengukuran radioaktivitasnya bukan melalui cara kimia (Sloane, 2003: 257).
I.
Sel Polimorfonuklear (PMN)
Sel-sel polimorfonuklear ( PMN ) berasal dari sel induk mieloid, dan merupakan 60%-70% dari jumlah leukosit dalam sirkulasi darah, walaupun sel-sel itu dapat juga dijumpai ekstravaskuler. Sel PMN mempunyai inti yang terbagi atas beberapa lobul, dan dalam sitoplasma terdapat 3 macam granula yaitu granula primer, sekunder, dan tertier. Granula primer merupakan granula azurofilik yang mengandung mieloperoksidase, lisozim dan sejumlah protein bermuatan positif ( kationic ). Granula sekunder mengandung laktoferin, lisozim dan protein pengikay B-12, sedangkan granula tersier mengandung lisozom dan hidrolase asam. Granula ini penting sekali dalam proses pembunuhan bakteri dan reaksi imunologik yang lain. Bersama-sama dengan makrofag, PMN merupakan garis pertahanan terdepan dan melindungi tubuh dengan menyingkirkan mikroorganisme yang masuk. Sel sel ini sering disebut sel-sel inflamasi karena ia berperan penting pada proses inflamasi. Sel PMN dapat melekat dan menembus sel endotel yang melapisi pembuluh darah. Termasuk dalam golongan PMN adalah neutrofil, eosinofil dan basofil. 1. Neutrofil Hampir 90% dari granulosit dalam sirkulasi terdiri atas neutrofil. Masa hidupnya dalam aliran darah adalah sekitar 4-8 jam .tetapi dalam jaringan sel itu dapat hidup lebih lama. Neutrofil bereaksi cepat terhadap rangsangan, dapat bergerak menuju daerah inflamasi karena dirangsang oleh faktor kemotaktikyang antara lain di lepaskan oleh komplemen atau limfosit teraktivasi. Seperti halnya makrofag, fungsi neutrofil yang utama adalah memberikan respons imun nonspesifik dengan melakukan fagositosis serta membunuh atau menyingkirkan mikroorganisme yang masuk. Fungsi ini didukung dan ditingkatkan oleh komplemen atau antibodi, dan intuk mengikat komplemen dan antibodi neutrofil mempunyai reseptor untuk Fc-IgG maupun reseptor untuk C3b dan C3d. Neutrofil mempunyai granula yang berisi enzim-enzim perusak dan berbagai protein yang selain dapat merusak mikroorganisme juga dapat menyulut reaksi inflamasi bila dilepaskan. 2. Eosinofil Dalam darah perifer orang normal terdapat eosinofil dala jumlah 2-5% dari jumlah leukosit. Sel ini dapat dibedakan dari s.el lain karena mempunyai granula berwarna .merah jingga yang berisi protein basa dan enzim perusak. Eosonofil terutama efektif dalam menyingkirkan antigen yang merangsang pembentukan IgE. Sel ini mempunyai reseptor untuk IgE dan dapat melekat erat pada partikel yang dilapisi IgE. Eosinofil juga terdapat jumlah banyak pada tempat-tempat reaksi alergik, dalam konteks ini eosinofil turut betranggung jawab atas
kerusakan jaringan inflamasi. Pertumbuhan dan diferensiasi eosinofil dirangsang oleh sitokin yang diproduksi oleh sel T, yaitu IL-5, dan aktivasi sel T menyebabkan akumulasi eosinifil di tempat-tempat infestasi parasit dan reaksi alergi. Eosinofil bergerak ke arah sel sasaran karena rangsangan mediator yang diproduksi oleh Sel T, mastosit dan basofil yang disebut eosinophil chemotactic factor of anaphylaxis (ECF-A). Sebagian eosinofil mempunyai reseptor untuk Fc dan C3b yang memungkinkan sel tersebut melekat pada sel sasaran, misalnya parasit atau cacing, yang dilapisi antibodi atau komplemen. Aktivasi eosinofil melalui reseptor-resptor ini menghasilkan respiratory burst dan penglepasan major basic protein (MBP) serta protein bermuatan positif yang dapat merusak membran sel sasaran berukuran besar yang tidak dapat dihancurkan dengan cara fagositosis. Di lain pihak, kalu mendapa rangsangan yang sessuai eousinofil menjadi aktif melepaskan berbagai enzim yang dapat mengancurkan berbagai mediator yang dilepaskan oleh basofil dam mastosit, antara lain histaminnase yang dapat merusak histamin, dan aryl sulphatase yang dapat menghancurkan leukotrien LTC 4, LTD 4, serta LTE 4 ( Leukotrien dahulu dikenal dengan nama slow reacting substance of anaphylaxis = SRS-A). Karena itu eousinofil, selain merusak sel sasaran, juga diduga berfungsi mengendalikan atau mengurangi reaksi hipersensitivitas. 3. Basofi dan mastosit Jumlah basofil dalam sirkulasi hanya sedikit, yaitu 0.2% dari jumlah leukosit. Sel ini di tandai dengan inti dengan 2 lobus dan mempunyai granula intrasitoplasmik berwarna ungu yang berisi heparin, SRS-A dan ECF-A. Dibandingkan dengan basofil, mastosit yang umumnya terdapat dalam jaringan dan epitel mukosa, mempunyai inti berlobus tunggal dan granula basifil yang berjumlha lebih banyak dan berukurab lebih kecil. Kedua jenis sel mempunyai fungsi yang sama walaupun diduga berasal dari cikal bakal yang berbeda. Kedua jenis sel ini meiliki reseptor untuk fragmen Fc IgG IgE, tetapi disamping itu mastosit juga mempunyai reseptor untuk C3b. Atas rangsangan alergen yang bereaksi dengan IgE yang melekat pada sel melalui reseptor untuk Fc, sel-sel itu dapat melepaskan berbagai mediator dan mengakibatkan reaksi anafilaktik (Kresno, 2003).
J.
Interaksi Anti Mikroba Dan Fagosit
Antimikroba
memiliki
sifat
imunomodulator
terutama
terhadap
neutrofil
dan
monosit/makrofag. Sifat imunomodulator tersebut kadang-kadang lebih dominan dari efek bakteriostatik dan bakterisidal dari antimikroba tersebut. Fungsi dari sistem fagosit yang dapat dipengaruhi adalah chemotaxis, dan kemampuan untuk membunuh kuman melalui pembentukan superoksida. Antimikroba tertentu dapat meningkatkan kemampuan fagosit baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Keefektifan suatu antimikroba dalam pengobatan penyakit infeksi tergantung dari interaksi antara bakteri, obat antimikroba dan sistem fagosit dalam tubuh. Beberapa antimikroba dilaporkan dapat menimbulkan modifikasi terhadap sistem imunitas tubuh baik secara in vitro maupun secara in vivo. Obat antimikroba akan mempengaruhi interaksi antara neutrofil dengan mikroba melalui berbagai cara, dan begitu juga sebaliknya neutrofil dapat mengganggu aktivitas antimikroba dalam tubuh. Kebanyakan antimikroba golongan -laktam dan quinolone memiliki efek sinergis dengan sistem fagosit dalam menghancurkan kuman di dalam sel neutrofil, oleh karenanya obat tersebut disebut obat yang bersifat imunostimulator. Sebaliknya beberapa antimikroba seperti cyclins, chloramphenicol, sulfonamid dan trimethoprim dapat menekan fungsi imunitas tubuh. Beberapa antimikroba memiliki efek yang meragukan terhadap sistem imunitas meningkatkan kemampuan fagosit dari neutrofil. Antimikroba akan berpengaruh terhadap interaksi antara neutrofil dan monosit/makrofag dengan mikroba/kuman. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, nampaknya sebelum memutuskan untuk memberikan antimikroba untuk menangani penyakit infeksi terutama pada pasien yang sudah mengalami gangguan pada sistem imun, perlu diketahui golongan antimikroba mana yang dapat meningkatkan dan yang dapat menurunkan kemampuan fagosit dari neutrofil, sehingga efek terapi yang diharapkan menjadi lebih baik.Dalam tulisan berikut akan diuraikan berbagai aspek dari interaksi antara antimikroba dengan netrofil dan monosit/makrofag. Mekanisme dari Neutrofil dan Monosit/Makrofag Memfagosit serta Menghancurkan Kuman-Kuman/Benda Asing Neutrofil disebut juga leukosit Polymorphonuclear (PMN) merupakan 50-60% dari komponen leukosit yang berada dalam darah tepi. Neutrofil merupakan salah satu komponen dari sistem imun tubuh non spesifik yang terdepan dalam mencegah infeksi oleh berbagai mikroba seperti: bakteri, jamur, protozoa, virus dan sel-sel yang terinfeksi oleh virus. Sedangkan monosit/makrofag merupakan sistem fagosit yang lain dalam tubuh.
Monosit merupakan bentuk permulaan dari makrofag yang beredar dalam sirkulasi yang jumlahnya kira-kira 10% dari seluruh leukosit. Setelah sampai pada jaringan, monosit akan berdiferensiasi menjadi makrofag yang dapat dibagi menjadi dua yaitu makrofag dan inflammatory macrophage. Makrofag berada dalam berbagai jaringan tubuh dengan nama yang berbeda-beda yaitu: histiocyte (pada jaringan), Kupffer’s cell (pada hati), Alveolar macrophage (pada paru), Langerhans cell (pada kulit) dan makrofag bebas pada limpa, peritoneum, pleura dan kelenjar limfe. Meskipun antimikroba dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri dalam tubuh, namun antimikroba juga berpengaruh terhadap sistem fagosit baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pengaruh tersebut ada yang menguntungkan dan ada juga yang merugikan terutama untuk penderita yang telah mengalami gangguan fungsi imunitas. Kebanyakan antimikroba golongan quinolone dan b-laktam ternyata dapat meningkatkan fungsi
fagosit.
Antimikroba
golongan
cyclins,
chloramphenicol,trimethoprim,
sulfamethoxazole, gyrase inhibitor dan rifampicin dapat menurunkan fungsi fagosit. Antimikroba aminoglycoside, fusidic acid dan lincosamide efeknya terhadap sistem fagosit masih meragukan atau kontroversial. Sedangkan macrolide efeknya berbeda-beda tergantung jenis macrolide (Gould, 2003).
K.
Kelainan dan Penyakit pada Sistem Kekebalan Tubuh
Kelainan dan penyakit pada system kekebalan tubuh, diantaranya yaitu: 1.
Alergi, merupakan suatu reaksi abnormal yang terjadi pada seseorang. Umumnya
alergi bersifat khusus dan hanya muncul jika penderita melakukan kontak dengan penyebab alergi. Alergi dapat diturunkan dari orang tua/keluarga dekat. Alergi dapat terjadi secara tibatiba dan bersifat fatal terhadap penderita. Seseorang yang alergi akan mengalami gangguan emosi, konsentrasi, dan lain-lain. Alergi terjadi karena penderita sangat sensitive terhadap allergen. 2.
AIDS, merupakan suatu sindrom atau penyakit yang disebabkan oleh virus HIV
(Human Immunodeficiency Virus). Pada tubuh manusia, virus HIV hanya menyerang sel yang memiliki protein tertentu. Protein itu ialah yang terdapat pada sel darah putih T4, yaitu sel darah putih yang berperan menjaga system kekebalan tubuh. Apabila virus HIV menginfeksi tubuh, manusia akan mengalami penurunan system kekebalan tubuh. Akibatnya,
para penderita HIV-AIDS akan mudah terinfeksi berbagai jenis penyakit. Penderita HIV positif umumnya masih dapat hidup dengan normal dan tampak sehat, tetapi dapat menularkan virus HIV. Penderita AIDS adalah penderita HIV positif yang telah menunjukkan gejala penyakit AIDS. Waktu yang dibutuhkan seorang penderita HIV positif untuk menjadi penderita AIDS relatif lama, yaitu antara 5-10 tahun. Bahkan ada penderita HIV positif yang seumur hidupnya tidak menjadi penderita AIDS. Hal tersebut dikarenakan virus HIV didalam tubuh membutuhkan waktu untuk menghancurkan system kekebalan tubuh penderita. Ketika system kekebalan tubuh sudah hancur, penderita HIV positif akan menunjukkan gejala penyakit AIDS. Penderita yang telah mengalami gejala AIDS atau penderita AIDS umumnya hanya mampu bertahan hidup selama dua tahun.
BAB III PEMBAHASAN
Pengalaman saya waktu bekerja di Puskesmas Cihurip, saya menangani program salah satunya program yang khususnya berhubungan dengan sistem imunologi manusia. Program yang saya pegang yaitu mengenai masalah kesehatan imunologi penyakit HIV/AIDS. Setelah dilakukan anamnesa/pengkajian pada pasien yang mengalami sistem imunologi khususnya pada waktu saya bekerja di Puskesmas Cihurip saya memegang program HIV. HIV yang ditularkan oleh beberapa faktor yaitu : 1. Melakui donor darah yang terinfeksi 2. Lewat hubungan seksual tanpa kondom, 3. Penularan ibu ke anak. Setelah saya melakukan pengkajian pada beberapa kasus HIV dan penyakit tersebut dipengaruhi oleh hubungan seksual yang tidak dilindungi dengan orang terinfeksi HIV juga dan penggunaan jarum suntik yang bergantiaan dan tidak steril.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa: 1.
Imunologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi imunitas. Imunologi
berasal dari ilmu kedokteran dan penelitian awal akibat dari imunitas sampai penyakit. Sebutan imunitas yang pertama kali diketahui adalah selama wabah Athena tahun 430 SM. Thucydides mencatat bahwa orang yang sembuh dari penyakit sebelumnya dapat mengobati penyakit tanpa terkena penyakit sekali lagi.
2.
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis
yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. 3.
Sistem imun berfungsi sebagai pelindung tubuh dari invasi penyebab penyakit,
menghancurkan dan menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor) yang masuk ke dalam tubuh. 4.
Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks
terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Dilihat dari beberapa kali pajanan antigen maka dapat dikenal dua macam respon imun yaitu respons imun primer dan respons imun sekunder. 5.
Pertahanan tubuh ada 2 yaitu pertahanan tubuh spesifik dan pertahanan tubuh non
spesifik. 6.
Mekanisme imunitas meliputi imunitas selular, yang dalamnya sel T dan makrofag
berpartisipasi dan imunitas humoral (dengan perantara antibodi) yang melibatkan dalam sel T, sel B dan makrofag. 7.
Ditinjau dari cara memperolehnya, imunitas dibagi menjadi dua yaitu imunitas aktif,
yaitu bila seseorang secara aktif membentuk sendiri imunitasnya terhadap suatu penyakit dan imunitas pasif, yaitu bila imunitas itu berasal dari luar yang kemudian masuk atau dimasukkan ke dalam tubuh. 8.
Sisi pengikat antigen pada regio variabel antibodi akan berikatan dengan sisi
penghubung determinan antigenik pada antigen untuk membentuk kompleks antigen-antibodi (atau imun). Pengikatan ini memungkinkan inaktivasi antigen melalui proses fiksasi, netralisasi, aglutinasi, atau presipitasi. 9.
Sel-sel polimorfonuklear ( PMN ) berasal dari sel induk mieloid, dan merupakan
60%-70% dari jumlah leukosit dalam sirkulasi darah, walaupun sel-sel itu dapat juga dijumpai ekstravaskuler. Sel PMN mempunyai inti yang terbagi atas beberapa lobul, dan dalam sitoplasma terdapat 3 macam granula yaitu granula primer, sekunder, dan tertier. 10.
Antimikroba dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri dalam tubuh,
namun antimikroba juga berpengaruh terhadap sistem fagosit baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pengaruh tersebut ada yang menguntungkan dan ada juga yang merugikan terutama untuk penderita yang telah mengalami gangguan fungsi imunitas.
Kebanyakan antimikroba golongan quinolone dan b-laktam ternyata dapat meningkatkan fungsi fagosit. 11.
Kelainan dan penyakit pada system kekebalan tubuh yaitu alergi dan AIDS.
4.2 Saran Saran yang dapat saya sampaikan dalam makalah ini yaitu untuk pembaca diharapkan dalam membaca makalah ini dapat lebih tahu dan memahami tentang pentingnya Sistem Imun sehingga pemahaman itu dapat diinformasikan kepada orang awam dan dapat diaplikasikan untuk diri sendiri dan dilingkungan. Selain itu penulis mengharapkan saran yang membangun yang dapat menjadi motivasi dalam pembuatan makalah-makalah berikutnya sehingga dalam pembuatan makalah berikutnya penulis lebih teliti dan lebih baik lagi dalam menyampaikan informasi dalam bentuk tertulis seperti makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Gould, Dinah, dkk., 2003. Mikrobiologi Terapan Untuk Perawat. EGC. Jakarta. Irianto, Kus, 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis. Yrama Widya. Bandung. Kresno, Siti Boedina. 2003. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Ranuh, I., dkk., 2001. Buku Imunisasi di Indonesia Edisi Pertama. SI-IDAI. Jakarta. Scanlon, Valerie C., 2006. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Edisi 3. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Setiadi, 2007. Anatomi Fisiologi Manusia. Graha Ilmu. Yogyakarta. Sloane, Ethel, 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.