A S M A.docx

  • Uploaded by: alfa 1
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View A S M A.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,801
  • Pages: 14
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ASMA

A. Pengertian Asma adalah suatu penyakit yang heterogen, yang dikarakterisir oleh adanya inflamasi kronis pada saluran pernafasan. Hal ini ditentukan oleh adanya riwayat gejala gangguan pernafasan seperti mengi, nafas terengah-engah, dada terasa berat/tertekan, dan batuk yang bervariasi waktu dan intensitasnya diikuti dengan keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi (Zullies, 2016). Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan bronkus yang berulang namun reversible, dan diantara penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. Asma terjadi ketika ada kepekaan yang meningkat terhadap rangsangan dari lingkungan sebagai pemicunya.(Hasdianah dan sentot, 2014)

B. Etiologi Menurut Hasdianah dan Sentot (2014), sampai saat ini etiologi dari asma belum diketahui. Berbagai teori sudah diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis (hiperaktivitas saraf kalinergik), Gangguan simpatis. Berdasarkan penyebabnya, asma dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe : 1. Ekstrinsik (alergik) Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetic terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik. 2. Instrinsik (non alergen) Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat

berkembang menjadi bronchitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan. 3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum, asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non alergik. Berdasarka keparahan penyakitnya : a. Asma intermiten Gejala muncul <1 kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam beberapa jam atau hari, gejala asma malam hari terjadi <2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru normal di antara waktu serangan. b. Asma ringan Gejala muncul >1 kali dalam 1 minggu tetapi <1 kali dalam 1 hari, eksaserbi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi >2 kali dalam 1 bulan. c. Asma sedang (moderate) Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi >1 kali dala 1 minggu. d. Asma parah (severe) Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma malam hari sering terjadi, aktivitas fisik terganggu oleh gejala asma. Menurut Hasdianah dan Sentot (2014), Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma : 1. Faktor Predisposisi a) Genetik Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitifitas saluraan pernafasannya juga bisa diturunkan. 2. Faktor Presipitasi Alergen, dapat dibagi menjadi 3 jenis, Yaitu : a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Misalnya : Debu, bulu binatang, serbuk bunga, bakteri dan polusi.

b. Ingestan, yang masuk melalui mulut. Misalnya : Makanan dan obat-obatan. c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Misalnya : Perhiasan, logam dan jam tangan. 3. Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti : musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. 4. Stress Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati, penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. 5. Lingkungan Kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industry tekstil, pabrik asbes, polusi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

C. Gejala

Klinis

Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai serangan napas yang kumat-kumat. pada beberapa penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat. Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. (Hasdianah dan sentot, 2014) Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk hampir selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental

dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat. Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. (Hasdianah dan sentot, 2014) Posisi ini didapati juga pada pasien dengan chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu), otot bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah akibat

respons hipoksemia. (Hasdianah dan sentot,

2014).

D. Patofisiologi Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut: Seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody abnormal dalam jumlah besar dan antibody ini menyebabkan reaksi alergi. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronhiolus dan bronchus kecil ( Zulies, 2016). Bila seorang menghirup alergen maka antibody orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibody yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamine, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrien), faktor kemotaktik, eosinofilik dan bradikinin, Efek gabungan dari semua faktorfaktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhiolus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot polos sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma, diameter bronkiolus berkurang selama ekspirasi dari pada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian

luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume

resudu paru

menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest ( Zulies, 2016).

E. Pemeriksaan Penunjang Menurut Hasdiansah dan sentot (2014), pemeriksaan Laboratorium meliputi : 1. Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati : a.

Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristal eosinopil

b.

Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.

c.

Crole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

d.

Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plung.

2. Pemeriksaan Darah a.

Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemi, hiperkapnia, atau asidosis.

b.

Kadang pada darah terdapat peningkatan Dari SGOT dan LDH.

c.

Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang diatas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.

d.

Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

3. Pemeriksaan Radiologi a.

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi, pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diagfragma yang menurun.

b.

Bila disertai dengan bronchitis, maka bercak-bercak dihilis akan berambah.

c.

Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.

d.

Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.

e.

Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

f.

Bila

terjadi

pneumonia

mediastinum,

pneumotoraks,

dan

pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru. 4. Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes temple. 5. Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu : a.

Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clockwise rotation.

b.

Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block).

c.

Tanda-tanda hipoksemia, yakni terdapatnaya sinus tachycardia.

d.

VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

6. Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergic. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometer tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis, tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi (Medicarma, 2008).

F. Penatalaksanaan Penatalaksanaa asma yang efektif membutuhkan kerjasama yang baik antara pasien dengan tenaga kesehatan yang memberikan perawatan (dokter, apoteker, perawat). Mengajarkan kemamouan komunikasi kepada tenaga kesehatan dapat meningkatkan kepuasan pasien, outcome kesehatan yang lebih baik, dan mengurangi penggunaan obat yang tidak diperlukan. Pasien perlu diedukasi mengenai dasar-dasar pengetahuan tentang asma dan mengelolanya (Zullies, 2016). Menurut Zulies (2016), strategi terapi pada asma meliputi: 1.

Terapi non-Farmakologi Terapi non-farmakologi meliputi 2 komponen utama, yaitu lokasi pada pasien atau yang merawat mengenai berbagai hal tentang asma, dan kontrol terhadap faktor-faktor pemicu serangan antara lain adalah debu, polusi merokok, olah raga, perubahan temperature secara ekstrim. Termasuk penyakit-penyakit yang sering mempengaruhi kejadian asma seperti rintis, sinusitis, gastro esophagal refliks disease (GERD), infeksi virus. Untuk

memastikan

macam

alergen

pemicu

serangan

pasien,

maka

direkomendasikan untuk mengetahui riwayat kesehatan pasien serta uji kulit (skin test). Jika penyebab serangan sudah mengidentifikasi, pasien perlu diedukasi mengenai berbagai cara mencegah dan mengatasi diri dalam serangan asma. Edukasi pada pasien juga meliputi pengetahuan tentang pathogenesis, bagaimana mengenal pemicu asmanya dan mengenal tandatanda awal keparahan gejala, cara penggunaan obat yang tepat terutama teknik inhalasi yang benar, dan bagaimana memonitor fungsi paru-parunya. Selain itu juga dapat dilakukan fisioterapi napas (senam asma), vibrasi dan atau perkusi toraks, dan batuk yang efisien. 2.

Terapi Farmakologi Menurut Ikawati Zullies (2016), Asma merupakan penyakit kronis, sehingga membutuhkan pengobatan yang perlu dilakukan secara teratur untuk mencegah kekambuhan. Berdasarkan penggunaannya, maka obat asma terbagi dalam tiga golongan yaitu : a.

Obat Pengontrol Digunakan

secara

rutin

untuk

terapi

pemeliharaan/

pencegahan

kekambuhan. Golongan obat ini dapat mengurangi inflamasi saluran nafas, mengontrol gejala dan mengurangi risiko kekambuhan dan penurunan

fungsi paru. Beberapa obat yang digunakan untuk terapi pemeliharaan antara lain

inhalasi steroid, sodium kromoglikat atau kromolin,

nedokromil, modifier leukotrien, dan golongan metal ksatin b.

Obat Pelega Digunakan

bila

perlu

untuk

meredakan

gejala

pada

saat

eksaserbasi/kekambuhan asma, termasuk pada saat terjadi perburukan gejala asma. Golongan obat ini direkomendasikan juga untuk mencegah borkokonstrinsik akibat olahraga. Pengurangan kebutuhan penggunaan obat pelega merupakan tujuan penatalaksanaa asma dan menjadi ukuran keberhasilan terapi asma, karena berarti pasien semakin jarang kambuh. Obat yang sering digunakan untuk terapi pelega adalah suatu bronkodilator (antikolinergik, metilksantin, dan kortikosteroid oral (sistemik). c.

Obat Tambahan Untuk pasien dengan asma berat : digunakan jika pasien mengalami gejala yang menetap (persisten) dan atau mengalami eksaserbasi walaupun sudah mandapatkan terapi pengontrol yang optimal dengan dosis tinggi. Juga digunakan untuk mangatasi faktor-faktor risiko yang bisa dimodifikasi. Termasuk obat golongan ini adalah antagonis leukotrien, omalizumab (anti IgE).

G. Tinjauan Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Menurut Zullies (2016), identitas pasien dan penanggung jawab mencangkup: a. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan utama

: Klien mengeluh sesak nafas

2) Riwayat Penyakit : Biasanya pasien sudah mengalami sesak nafas sejak kecil bila terpajan/ kontak zat alergen disertai dengan keluhan batuk produktif yang susah keluar, mengi. Pasien bernafas dengan menggunakan bantuan oksigen . b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu Pasien mempunyai riwayat alergen seperti debu, cuaca dingin. c. Riwayat Keluarga Ada anggota keluarga yang mengalami asma.

d. Riwayat Psikososial 1) Tinggal didaerah dengan tingkat polusi yang tinggi 2) Terpapar dengan asap rokok 3) Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah terlalu banyak. e. Pemeriksaan Fisik 1) Inspeksi a) Kelemahan b) Tampak sesak c) Pernafasan cupping hidung d) Tampak gelisah, berkeringat dingin e) Batuk produktif f) Bibir kering. 2) Auskultasi Bunyi nafas mengi dan ronchi sepanjang area paru pada ekspirasi, penurunan/ tidak ada bunyi nafas saat inspirasi. 3) Palpasi a) Kulit teraba dingin b) Takikardi. f. Pengelompokan Data a) Pasien mengeluh sesak nafas b) Merasa cemas terhadap penyakitnya c) Batuk produktif d) Dada tertekan e) Ketidakmampuan untuk bernafas f) Tidak dapat tidur g) Tidak dapat melakukan aktivitas h) Kelemahan i) Takikardi j) Tampak sesak k) Pernafasan gelisah dan keringat dingin l) Penggunaan otot bantu pernafasan : meninggikan bahu m) Batuk n) Bunyi nafas mengi dan ronchi pada ekspirasi dan selama inspirasi terjadi penurunan bunyi nafas.

2. Diagnosa Keperawatan Menurut Zullies (2016), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien asma meliputi: a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan b. Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas berhubungan dengan inflamasi c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan suplai oksigen 3. Rencana Asuhan Keperawatan Tabel 2.1 intervensi asma Diagnosa

NOC

1.) Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan Batasan Karakteristik: a.) Perubahan kedalamn pernafasan b.) Perubahan ekskursi dada c.) Bradipneu d.) Penurunan tekanan ekspirasi e.) Dipneu f.) Peningkatan diameter anteriorpasterior g.) Pernapasan cupping hidung h.) Takipneu i.) Penggunan otot aksesorius untuk bernapas Faktor Yang Berhubungan: a.) Ansietas b.) Posisi tubuh c.) Deformitas tulang d.) Deformitas dinding dada e.) Keletihan f.) Hiperventilasi g.) Nyeri h.) Keletihan otot pernapasan cedera medulla spinalis

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada pasien, diharapkan sesak nafas berkurang dengan bantuan kriteria hasil: 1. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik,irama nafas,frekuensi pernafasan dalam rentang normal,tidak ada suara nafas abnormal) 2. Tanda-tanda vital dalam rentang normal(tekanan darah,nadi,pernafa san)

NIC

a.) Bantuan ventilasi b.) Monitor tanda tanda vital c.) Pemberian analgesic d.) Fisioterapi dada e.) Pengaturan posisi semi fowler f.) Monitor suara paru g.) Monitor pola pernapasan abnormal h.) Monitor frekuensi dan irama pernapasan

a)

b)

2.) Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi Batasan Karakteristik: a.) Tidak ada batuk b.) Suara nafas tambahan c.) Perubhan frekuensi napas d.) Perubahan irama napas e.) Sianosis f.) Kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara g.) Penurunan bunyi nafas h.) Dispneu i.) Sputum dalam jumlah yang berlebihan j.) Batuk yang tidak efektif Faktor yang Berhubungan: Lingkungan : a.) Perokok b.) Perokok pasif c.) Terpajan asap Obstruksi Jalan Napas : a.) Adanya jalan napas buatan b.) Abaenda asing dalam jalan napas c.) Hiperplasia pada dinding bronkus d.) Mukus berlebihan e.) Penyakit paru obstriksi kronis f.) Sekresi yang tertahan g.) Spasme jalan nafas Fisiologis : a.) Asma b.) Penyakit paru obstruksi paru c.) Infeksi 3.) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi Batasan Karakteristik: a) Diaforesis b) Dispnea c) Ganguan penglihatan d) Gas darah arteri abnormal

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada pasie, diharapkan secret dapat keluar,dengan batuan criteria hasil: 1. Mendemonstra sikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,tidak ada sianosis dan dispneu(mamp u mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah) 2. Mampu mengidentifika sikan dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan nafas

a.) Patikan kebutuhan oral/trachea suction b.) Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction c.) Informasikan pada klien dan keluarga tentang suction d.) Minta klien nafas dalamm sbelum suction dilakukan e.) Berikan O2 dengan menggunakan nasal f.) Lakukan fisioterapi dada

e) f) g) h) i) j) k) l)

Gelisah Hiperkapnia Hipoksemia Hipoksia Iritabelitas Konfusi Napas cuping hidung Penurunan karbondioksida m) pH arteri abnormal n) pola pernapasan ab normal (kecepatan,irama, kedalaman) o) sakit kepala saat bangun p) sianosis q) samnolen r) takikardia s) warna kulit abnormal (pucat, kehitaman) faktor yang berhubungan a) ketidak seimbangan ventilasi - perfusi b) perubahan membran alveolar - kapiler

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada pasien di harapkan pernapasan kembali normal dengan kriteria hasil: a.) Mendemonstra sikan peningkatan ventilasi dan oksigen yang adekuat b.) Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-tanda distress c.) Tanda-tanda vital dalam rentang normal

a. Dikutip dari Nanda.2015, NIC-NOC, 2013

a.) Posisikan paien untuk memaksimalka n ventilasi b.) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan napas buatan c.) Monitor ratarata kedalaman,ira ma dan usaha respirasi d.) Monitor pola napas:bradipne u,takipneu,hip erventilasi e.) Monitor kelelahan otot diagfragma

DAFTAR PUSTAKA

Hasdianah dan Sentot.(2014). Patologi dan patofisiologi penyakit. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Ikawati Zullies.(2016). Penatalaksanaan Kedokteran. EGC: Jakarta.

terapi

penyalit

sistem

pernafasan.

NurarifdanHadi.(2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda Nic-Noc.Edisi Revisi Jilid 3. Mediaction.Yogyakarta.

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ASMA

DI SUSUN OLEH : VERONICA USWATUN KHASANAH 170451

AKADEMI KEPERAWATAN YAPPI SRAGEN TAHUN 2018/2019

Related Documents


More Documents from "Khalid Ahmed Memon"

P P O K 1.docx
December 2019 10
A S M A.docx
December 2019 17
Sap Bronkitis.docx
December 2019 15
Asam Basa.pptx
December 2019 15
Ckd Lp Adnan
October 2019 32
Informe Huata.docx
May 2020 13