Pengalaman Pengoperasian Pengatur Beban Kendari (PB Kendari) di Sistem 20kV Kendari Ricky Cahya Andrian Pengatur Beban Kendari (PB Kendari) Area Penyaluran dan Pengaturan Beban (AP2B) PT. PLN (Persero) Wilayah Sulsel, Sultra dan Sulbar Jl. Letjen. Hertasning Blok B No. 1, Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia Telp. : +62 411 440066, Fax : +62 411 44002, Email :
[email protected]
Abstrak Di dalam paper ini, penulis akan menceritakan pengalaman PB Kendari di dalam pengoperasian sistem 20kV Sistem Kendari. Pengalaman yang diceritakan di sini adalah pengalaman yang tidak menyenangkan, sehingga diharapkan lebih banyak diskusi yang terjadi. Sistem Kendari terdiri dari dua site pembangkit yaitu PLTD Wuawua yang diinterkoneksikan dengan PLTD PJB Poasia melalui feeder ekspress. PLTD Wuawua memiliki 8 unit mesin yaitu MAK1,MAK2,MAK3,MAK4,MAK5,Daihatsu1,Daihatsu2 dan Caterpillar sedangkan PJB memiliki 5 unit mesin yaitu Mirrlees 1,2,3,4 dan 5. Di PLTD Wuawua memiliki 6 feeder yaitu Kendari Beach,Mata,Batugong,Pohara,Konda, Mowila dan 1 tieline. Sedangkan di PLTD PJB memiliki 4 feeder yaitu Lapuko,Andonohu, PPS,Crossing Teluk dan 1 tieline. Sebelum adanya PB Kendari, Sistem diatur oleh PLTD dan Distribusi sehingga tidak optimal baik dari sisi penghematan BBM dan sisi kehandalan. UFR sering terjadi akibat beban yang akan masuk tidak diantisipasi oleh pembangkit karena tidak ada koordinasi antara distribusi dan PLTD. Frekuensi Sistem selalu di atas 50Hz menyebabkan pemborosan BBM. Gangguan yang terjadi sering mentripkan pembangkit akibat koordinasi relay yang tidak selektif. Saat ini, digunakan AMR untuk kepentingan dispatch dan EMS pembangkit ataupun feeder sehingga dapat diketahui kondisi manuver, normal, atau gangguan melalui feeder sehingga walaupun tanpa SCADA, telemetering tetap dapat dilakukan oleh PB Kendari. Kata kunci : sistem 20kV, PLTD, Koordinasi Relay, UFR, BBM 1. Pendahuluan PB (Pengatur Beban) Kendari mulai bertugas pada tanggal 4 April 2006, bertugas untuk mengatur sistem Kendari agar lebih efisien (economic) dan handal (reliable). PB Kendari adalah sub unit dari AP2B Sistem Sulsel di Makassar dan dikepalai oleh seorang Supervisor Operasi di bawah Asman Teknik. Manajemen PLN Wilayah Sulsel, Sultra dan Sulbar menganggap AP2B berpengalaman dalam mengatur sistem, sehingga diberikan wewenang atau tugas untuk mengatur sistem Kendari. Sebelumnya, di Kendari hanya bermain dua unit yaitu unit pembangkit dan unit distribusi atau cabang. Unit pembangkit bertugas mengurusi kinerja pembangkit, sedangkan unit distribusi atau cabang ini mengurusi kinerja distribusi, sehingga dalam pengoperasian sistem sering mengalami kendala bentrok (crash) karena tujuan atau goal dari kedua unit ini tidak ketemu. Distribusi
menghendaki SAIDI dan SAIFI yang rendah, sedangkan unit pembangkit menghendaki mesinnya aman dan tidak rusak atau dengan kata lain menghendaki Afa (Faktor Availability) mesinnya tinggi. Tidak ada yang mengurusi masalah sistem, apalagi di dalamnya terdapat IPP PJB yang berbahan bakar MFO yang harus dimaksimalkan atau memikul beban dasar (base load).
Tabel 1. Kemampuan Pembangkit Sistem Kendari
Gbr. 1 – Struktur Organisasi AP2B Sistem Sulsel 2. Pembahasan 2.1 Operasi Sistem Sistem Kendari disupply dari 2 lokasi pembangkit yaitu PLTD Wuawua dan PLTD PJB yang saling interkoneksi dengan 1 feeder ekspress atau tieline. PLTD Wuawua memiliki 8 mesin yang berbahan bakar HSD (minyak solar) yaitu MAK1,2,3,4,5, Daihatsu1,2 dan Caterpillar sedangkan PJB memiliki 5 unit mesin yang berbahan bakar MFO (minyak bakar) yaitu Mirrlees1,2,3,4,5. Di site PLTD Wuawua ada 6 feeder yaitu Feeder Kendari Beach, Mata, Batugong, Pohara, Mowila dan Konda sedangkan di PJB ada 4 feeder yaitu Feeder Lapuko, Andonohu, PPS dan Teluk. 10 feeder inilah yang melistriki wilayah Kendari dan sekitarnya. Beban puncak tertinggi Sistem Kendari adalah 28.8 MW pada tanggal 20 Desember pukul 19.30 WITA. Sehingga jika semua kondisi pembangkit normal, maka Kendari masih memiliki cadangan operasi sekitar 2.7 MW. Karena total kemampuan pembangkit pada kondisi normal sekitar 31.5 MW.
Dalam perjalananannya selama tahun 2006, PB Kendari telah melaksanakan pekerjaannya dengan baik dari sistem operasi sistem yang dituangkan dalam bentuk evaluasi operasi sistem tahun 2006. 2.2 Evaluasi Operasi Sistem Tahun 2006 2.2.1. Beban Puncak
Gbr.2 – Beban Puncak Bulanan Pada gambar 2 di atas, BP real yang terjadi di sistem diambil mulai bulan April 2006, karena sebelum PB Kendari bertugas, frekuensi sistem selalu di atas 50.0Hz, sehingga BP-nya tidak real karena supply pembangkit di atas demand. 2.2.2. Kinerja Pembangkit Tabel 2. Kinerja Pembangkit Sistem Kendari
Gbr.1 – Sistem Kendari
Pada tabel 2 di atas, dilihat bahwa dalam kurun waktu 2006, dari sisi kinerja pembangkit, yang sering mengalami gangguan pembangkit adalah PJB. Inilah yang menyebabkan pola operasi Sistem Kendari tidak bisa maksimum karena pembangkit yang berbahan bakar murah tetapi sering mengalami gangguan. Hal ini dilihat dari sisi POF (pemeliharaan) dan FOF (gangguan).
2.2.5. Komposisi Pembangkit
2.2.3. Pemakaian BBM Pada tabel 3 di bawah, pemakaian BBM selama tahun 2006 adalah sebagai berikut : HSD = 24.189 KL dan MFO = 15.388 KL. Dari sisi SFC, diperoleh MAK1,2,3,4,5 SFC = 0.249, Daihatsu1,2 = 0.252, Caterpillar = 0.242 dan Mirr PJB = 0.258. Tabel 3. Pemakaian BBM Sistem Kendari
Gbr. 4 – Komposisi Pembangkit Dari gambar 4 di atas, terlihat komposisi pembangkit untuk PJB lebih rendah dibandingkan dengan MAK karena PJB sering mengalami gangguan (FOF) dan sering keluar pemeliharaan (POF) sehingga produksinya menurun. 2.2.6. Biaya Operasi
2.2.4. Neraca Energi
Biaya operasi yang ada di gambar 5 adalah dari sisi komponen C (Bahan Bakar), tidak termasuk fixed variable (komponen A dan B ) dan Komponen D. Untuk Sistem Kendari, karena menggunakan minyak atau BBM, maka biaya operasinya sekitar 1500 rupiah/kWh. Sehingga wajar saja, PLN mengalami defisit yang sangat besar. Jika diikutsertakan komponen A,B dan D, maka harga 1 kWh di Kendari sekitar 2200 rupiah/kWh.
Gbr. 3 – Komposisi Energi Sistem Kendari Dari gambar 3, terlihat bahwa supply energi ke distribusi sebesar 95% dari yang diproduksi pembangkit, sedangkan PS Kit di Wuawua dan PJB sekitar 3% dan losses di kubikel PLTD Wuawua dan PJB sekitar 2%.
Gbr. 5 – Biaya Operasi Sistem Kendari 2.2.7. Gangguan Feeder Gangguan feeder di sistem 20kV sangat banyak karena memang selain overhead (naked), juga daerah yang dilalui oleh feeder ini berhutan atau banyak pepohonan. Sehingga wajar saja, kalo
sering gangguan OCR atau GFR. Memang dibutuhkan kerja keras unit distribusi atau cabang untuk mengatasi hal ini. Karena gangguan feeder ini terkadang sering mentripkan pembangkit bahkan menyebabkan gangguan pembangkit. Hal ini disebabkan untuk sistem 20kV, pembangkit atau mesin langsung berhadapan dengan feeder langsung, berbeda halnya dengan sistem 150kV, dimana jarak antara feeder dengan pembangkit sangat jauh karena transmisi 150kV jarang terjadi gangguan. Tabel 4. Jumlah Gangguan Feeder
Dari tabel 5 di atas, terlihat jumlah gangguan pembangkit dalam waktu 9 bulan berjumlah 168 kali gangguan, artinya dalam 1 bulan rata-rata 20 kali gangguan pembangkit. Gangguan pembangkit ini bisa menyebabkan relay UFR bekerja yang akan mentripkan feeder yang masuk dalam tahapan UFR. Sehingga tidak jarang, gangguan feeder di luar akibat OCR atau GFR dapat menyebabkan feeder lain UFR. Hal ini disebabkan gangguan feeder tersebut menyebabkan PMT mesin trip sehingga frekuensi akan menyentuh level tahapan UFR. Untuk sistem Kendari, tahapan UFR yang disetting adalah sebagai berikut : Tahap I : 49.0 Hz Feeder : Mowila dan Lapuko Tahap II : 48.7 Hz Feeder : Pohara dan Andonohu Tahap II : 48.5 Hz Feeder : Teluk
Untuk sistem Kendari, jika dilihat dari tabel 4, terlihat bahwa rata-rata 1 hari terjadi gangguan feeder lebih dari dua kali. 2.2.8 Gangguan Feeder dan Pembangkit Gangguan pembangkit di Sistem Kendari juga cukup tinggi. Hal ini bisa dilihat dari tabel 2 kinerja pembangkit. Gangguan pembangkit ini bisa disebabkan internal pembangkit atau juga karena faktor feeder yang mentripkan pembangkit. Hal ini yang disebut dengan kegagalan proteksi feeder. Di sistem 20kV sangat mungkin terjadi karena gangguan di dekat pangkal sehingga arus gangguan besar sehingga PMT mesin lebih dulu trip dibandingkan PMT feeder. Tidak bisa dipungkiri, hal ini juga untuk melindungi mesin dari gangguan ekstrenal yang tidak diinginkan.
Hal yang sama terjadi, jika gangguan feeder yang besar, terkadang menyebabkan swing frekuensi sangat rendah yang terkadang menyentuh level tahap I UFR yaitu 49.0 Hz, sehingga tahapan UFR ini sebaiknya diturunkan lagi. Hal ini menyebabkan feeder yang seharusnya gangguan GFR, tetapi indikasi yang terbaca di panel relay adalah UFR. Rekaman gangguan feeder bisa terlihat sebagai berikut :
Tabel 5. Gangguan Pembangkit dan Feeder Gbr. 6 – Gangguan Feeder Teluk Pada gambar 6 di atas, gangguan Feeder Teluk yang berhasil terekam oleh frekuensi recorder. Terlihat, pada saat gangguan, frekuensi turun dulu menyentuh level 49.30 Hz. Bisa dibayangkan bahwa jika gangguan yang terjadi di dekat pangkal, artinya swing frekuensi yang turun tersebut dapat menyentuh level 49.0 (tahap I UFR) yang menyebabkan feeder Mowila dan Lapuko trip. Apakah ini yang disebut kegagalan proteksi ?
3. Dispatching Sistem Kendari Seorang dispatcher dalam mengatur sistem Kendari hanya menggunakan 3 alat bantu yaitu Frekuensi meter, radio komunikasi yang dibackup telpon PABX dan AMR. Sekedar informasi, bahwa di Sistem Kendari belum menggunakan SCADA yang bisa telemetering dan telecontrolling . AMR yang digunakan dispatcher, adalah kWhmeter digital merek EDMI yang terhubung secara wireless dengan ruang dispatcher. Kebetulan jarak antara PLTD Wuawua dengan ruang dispatcher cukup dekat, sekitar 300meter sehingga penggunaan wireless masih memungkinkan.
Gbr. 9 – AMR (Automatic Meter Reading) 4. Kesimpulan 1. Gbr. 7 – Frekuensi Meter
2.
3. Gbr. 8 – Radio Komunikasi
4.
5.
Pengoperasian sistem 20kV lebih mudah dari 150kV karena tidak memperhitungkan kapasitor sistem beban Trafo GI maupun rating penghantar transmisi. Yang diatur hanya beban pembangkit dan feeder. Sistem 20kV lebih sering terjadi gangguan pembangkit karena kondisi pembangkit yang berhadapan langsung dengan feeder. Artinya jika feeder gangguan, terkadang menyebabkan mesin trip karena kegagalan proteksi feeder. UFR yang terjadi di sistem 20kV Kendari diakibatkan swing frekuensi akibat gangguan feeder. Gangguan feeder yang besar menyebabkan swing frekuensi turun ke tahap I UFR. Sehingga gangguan 1 feeder bisa menyebabkan feeder lain trip. Proses masuk beban di feeder di sistem 20kV harus secara bertahap, artinya dipotong di LBS atau VCB di luar, tidak bisa masuk sekaligus. Hal ini disebabkan respon mesin yang tidak menerima beban masuk yang besar karena posisi mesin yang dekat dengan feeder. AMR, frekuensi meter digital sangat membantu tugas dispatcher 20kV untuk mengatur sistem dengan baik sehingga bisa menggantikan fungsi SCADA.