BUKU AJAR
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
Oleh:
Ali Mashar JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG KEMENTERIAN RISTEK DAN PENDIDIKAN TINGGI 2019
KATA PENGANTAR
Buku Ajar mata kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Edisi Tahun 2019 merupakan hasil perbaikan yang edisi pertama tahun 2011. Tujuan utama buku masih tetap sama, yaitu sebagai pegangan mahasiswa selama mengikuti kuliah K3 di Jurusan Teknik Konversi Energi, Politeknik Negeri Bandung. Dengan adanya buku ini, diharapkan mahasiswa lebih mudah dalam mengikuti perkuliahan dan mahasiswa berkesempatan untuk belajar secara mandiri selain ketika mingikuti perkuliahannya sendiri. Di samping redaksionalnya, isi buku diperbaiki dari aspek isi atau substansinya. Perbaikan dilakukan hampir pada semua bab yang ada, termasuk pelengkapan gambargambar dan table-tabel datanya. Dengan perbaikan ini diharapkan proses pembelajaran bisa berjalan dengan lebih baik dari aspek kelenkapan maupun pemahamannya sehingga kualitas proses pembelajarannya meningkat. Atas selesainya buku edisi 2019 ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah memberikan kontribusinya, khususnya bagi para mahasiswa yang telah banyak memberikan masukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan dosen pengampu serta para pihak lain yang membacanya. Semoga mendapatkan keberkahan dan keridhoan dari Allah SWT. Aamiin.
Bandung, Februari 2019 Hormat saya, Penulis
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
ii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Untuk mempertahankan hidup diperlukan senjata
2
Gambar 1.2 Suatu kreasi selalu ada konsekwensi
2
Gambar 1.3 Keselamatan zaman dahulu dan sekarang
4
Gambar 1.4 Contoh-contoh produk dan pengguna teknologi modern
4
Gambar 2.1 Pengaruh kecelakaan
7
Gambar 2.2 Gunung Es Biaya Kecelakaan (Accident Cost Iceberg)
9
Gambar 2.3 Penyebab kecelakaan
11
Gambar 2.4 Contoh-contoh tindakan tidak aman
12
Gambar 2.5. Contoh kondisi perkakas tangan yang tidak aman
13
Gambar 2.6 Unsur-unsur utama dalam perusahaan
15
Gambar 2.7 Key person dalam pencegahan kecelakaan
17
Gambar 2.8 Prinsip pencegahan kecelakaan ”Urutan domino
18
Gambar 3.1 Bahaya primer listrik
22
Gambar 3.2 Bahaya Sekunder Listrik
22
Gambar 3.3 Segitiga tegangan, arus, dan tahanan
23
Gambar 3.4 Tubuh manusia bagian dari rangkaian
24
Gambar 3.5 Sistem tegangan rendah di Indonesia
25
Gambar 3.6 Sentuhan langsung dan tak langsung
26
Gambar 3.7 Reaksi Tubuh terhadap Sengatan Listrik
28
Gambar 3.8 Isolasi kabel sudah rusak
29
Gambar 3.9 Konduktor terbuka
30
Gambar 3.10 Kontak yang jelek
30
Gambar 3.11 Pemakaian stop kontak yang bertumpuk
30
Gambar 3.12. Proteksi dengan isolasi pengaman
31
Gambar 3.13 Pengamanan dengan pemagaran
32
Gambar 3.14 Sistem peralatan tanpa dan dengan pengetanahan
32
Gambar 3.15 Bentuk kompak MCB dan RCD
33
Gambar 3.16 Diagram skematik sebuah RCD
33
Gambar 3.17 Pemasangan GPAS fasa tiga pada beban
35
Gambar 3.18 Diagram skematik pemasangan GPAS (RCD) pada pusat beban
35
Gambar 3.19 Kondisi hubung singkat
37
Gambar 3.20 Contoh-contoh sekering lebur jenis kaca dan pisau
38
Gambar 3.21 Contoh-contoh pemutus daya (CB dan MCB)
38
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
iii
Gambar 3.23 Penggunaan tangga di daerah instalasi listrik
40
Gambar 3.24 Inspeksi kondisi peralatan
40
Gambar 3.25 Pemisahan si korban dari aliran listrik
41
Gambar 3.26 Tindakan pertolongan pertama
41
Gambar 3.25 Bahaya Kebakaran dan Peledakan
42
Gambar 3.26 Ukuran kabel harus sesuai dengan kapasitas arus
42
Gambar 3.27 Pemakaian stop-kontak yang salah
43
Gambar 3.28 Koneksi yang kendor
43
Gambar 3.29 Lingkungan sangat berbahaya
43
Gambar 4.1 Bagian-bagian mesin yang memerlukan pelindung bahaya
47
Gambar 4.2 Pelindung transmisi daya
49
Gambar 4.3 Pelindung bagian-bagian mesin gerinda
49
Gambar 5.1 Sebuah boiler tipikal
52
Gambar 5.2 Katup pengaman pada boiler
52
Gambar 5.3 Alat pengukur tekanan pada sebuah boiler
52
Gambar 5.4 Gelas pengukur pada boiler
53
Gambar 5.5 Kran sembur pada boiler
53
Gambar 5.6 Pompa pengisi air boiler
54
Gambar 5.7 Alarm suara (bel) dari sebuah boiler tipikal
54
Gambar 5.9 Kran buang
54
Gambar 5.10 Lubang lalu kotoran
54
Gambar 5.11 Peletakan dan Penyimpanan Tabung Gas Mudah terbakar
57
Gambar 6.1 Segitiga Api
59
Gambar 6.2 Gambar Piramida Api
59
Gambar 6.3 Contoh APAR
64
Gambar 6.4 Pemilihan Media Pemadam berdasarkan Kelas Kebakaran
65
Gambar 6.5 Teknik pemadaman api dengan APAR
67
Gambar 6.6 Detektor panas fusible alloy pada ruang pembakaran
68
Gambar 6.7 Detektor panas jenis liquid expansion dan thermistor
68
Gambar 6.10 Contoh Detektor Gas Kebakaran
71
Gambar 6.11 Sistem hidrant untuk pemadam kebakaran otomatis
72
Gambar 6.12 Sistem pemadam api otomatis media gas
72
Gambar 7.1 Tingkat Kebisingan pada Bermacam-macam Jenis Pekerjaan
77
Gambar 8.1 Safety Goggles
82
Gambar 8.2 Pelindung Muka dan Mata
83
Gambar 8.3 Pelindung Telinga
83
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
iv
Gambar 8.4 Pelindung Kaki dan Tangan
83
Gambar 9.1 Manajemen 5S
87
Gambar 9.2 Barang-barang Berserakan
88
Gambar 9.3 Penympanan Barang dan Pembuangan Limbah yang Lemah
89
Gambar 9.4 Kondisi Kabel Tidak Rapih
89
Gambar 9.5 Meja Kerja Tidak Rapih
90
Gambar 9.6 Lingkungan Kerja Kumuh
90
Gambar 9.7 Wastafel Tempat Cuci
91
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Simbol-simbol yang digunakan untuk berbagai jenis proteksi menurut EN 60529 44 Tabel 7.1 Baku Tingkat Getaran
76
Tabel 7.2 Nilai Ambang Kebisingan
77
Tabel 7.3 Nilai Ambang Batas Suhu Berdasarkan Jenis Kerja (°C)
79
Tabel 8.1 Jenis-jenis alat keselamatan diri dan Penggunaannya
81
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
v
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... iii DAFTAR TABEL............................................................................................................. v BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................ 1 1.1.
Apakah K3? ........................................................................................................ 1
1.2.
K3 dan Perkembangannya.................................................................................. 2
BAB 2 PENCEGAHAN KECELAKAAN ....................................................................... 6 2.1.
Pendahuluan ....................................................................................................... 6
2.2.
Data Kecelakaan................................................................................................. 6
2.3.
Pengaruh Kecelakaan ......................................................................................... 7
2.4.
Apakah Kecelakaan itu? ................................................................................... 10
2.5.
Penyebab Kecelakaan....................................................................................... 10
2.6.
Pencegahan Kecelakaan ................................................................................... 13
2.7.
Tip tindakan pencegahan kecelakaan. .............................................................. 19
BAB 3 BAHAYA LISTRIK DAN PENGAMANANNYA ........................................... 21 3.1.
Pendahuluan ..................................................................................................... 21
3.2.
Bahaya Listrik .................................................................................................. 21
3.3.
Bahaya Listrik bagi Manusia ........................................................................... 23
3.4.
Sistem Tegangan di Indonesia ......................................................................... 24
3.5.
Jenis Sengatan Listrik ...................................................................................... 25
3.6.
Tiga faktor penentu keseriusan akibat sengatan listrik .................................... 26
3.7.
Kondisi-kondisi berbahaya............................................................................... 29
3.8.
Sistem Proteksi terhadap Bahaya Listrik ......................................................... 31
3.9
Beberapa Tip Keselamatan Kerja Kelistrikan .................................................. 39
3.10. Bahaya Kebakaran dan Ledakan akibat Listrik ............................................... 41 BAB 4 BAHAYA MEKANIK DAN PENGAMANANNYA ....................................... 46 4.1.
Pendahuluan ..................................................................................................... 46
4.2.
Bahaya-bahaya Mesin ...................................................................................... 46
BAB 5 BAHAYA PADA KETEL UAP DAN BEJANA TEKAN ................................ 51 5.1.
Pendahuluan ..................................................................................................... 51
5.2.
Perlengkapan Minimal Ketel Uap (Boiler) ...................................................... 51
5.3.
Kompresor Udara ............................................................................................. 55
5.4.
Silinder gas ....................................................................................................... 56
BAB 6 PENCEGAHAN DAN PEMADAMAN KEBAKARAN .................................. 58 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
vi
6.1.
Pendahuluan ..................................................................................................... 58
6.2.
Proses Terjadinya Api ...................................................................................... 59
6.3.
Prinsip Pencegahan dan Pemadaman Api ........................................................ 60
6.4.
Penyebab Kebakaran ........................................................................................ 61
6.5.
Alarm Kebakaran ............................................................................................. 63
6.6.
Alat Pemadam Api Ringan (APAR) ................................................................ 63
6.7.
Pemadam Kebakaran Otomatis ........................................................................ 71
BAB 7 KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA ........................................................... 73 7.1.
Pendahuluan ..................................................................................................... 73
7.2.
Klasifikasi Bahaya terhadap Kesehatan ........................................................... 74
7.3.
Cara penyerangan ke tubuh .............................................................................. 74
7.4.
Kondisi lingkungan yang berbahaya ................................................................ 75
BAB 8 ALAT PENGAMAN DIRI (PPE) ...................................................................... 80 8.1.
Pendahuluan ..................................................................................................... 80
8.2.
Klasifikasi Alat Keselamatan Diri ................................................................... 80
BAB 9 HOUSE-KEEPING ............................................................................................. 84 9.1.
Pendahuluan ..................................................................................................... 84
9.2.
Housekeeping dan Keterkaitannya dangan Safety............................................ 84
9.3.
Prinsip-prinsip Housekeeping .......................................................................... 85
9.4.
Indikator-indikator House Keeping yang Jelek ................................................ 86
9.5.
Pelaksanaan House Keeping ............................................................................ 87
BAB 10 PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K)...................... 92 10.1. Tujuan P3K ...................................................................................................... 92 10.2. Kondisi-kondisi Fisiologi Manusia .................................................................. 92 10.3. Peralatan dan obat P3K .................................................................................... 92 10.4. Pokok-pokok yang penting dalam P3K............................................................ 94 10.5. Kasus-kasus P3K .............................................................................................. 94
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
vii
BAB I PENDAHULUAN
Tujuan Pembelajaran Umum: Mahasiswa mempunyai wawasan dasar tentang K3 sehingga mempunyai sikap selalu mengutamakan keselamatan (diri sendiri, orang lain, peralatan dan lingkungan kerja) dalam segala situasi; Mahasiswa dapat menerapkan konsep K3 dalam kehidupan sehari-hari, baik di rumah, di tempat kerja maupun di tempat lain guna menghindari kecelakaan, kebakaran, dan peledakan serta penyakit akibat kerja
Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan mampu:
Menjelaskan pentingnya K3 bagi mahasiswa politeknik;
Menjelaskan kesamaan dan perbedaan permasalahan keselamatan pada zaman dahulu dan sekarang (modern).
1.1.
Apakah K3? Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau yang disingkat dengan K3 merupakan suatu
konsep pencegahan kecelakaan, kebakaran, ledakan dan penyakit akibat kerja. Sesuai dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, K3 dimaksudkan untuk menyelamatkan para karyawan dan orang lain di tempat kerja, serta peralatan dan lingkungan kerja. Dengan K3 ini diharapkan para karyawan aman, terhindar dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta merasa nyaman dalam bekerja. Kenyamanan bisa membangkitkan gairah kerja dan memberikan produktivitas kerja yang tinggi. Para ahli sepakat bahwa penerapan K3 yang baik mempunyai korelasi positif terhadap produktivitas kerja.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
1
1.2.
K3 dan Perkembangannya Terkait dengan masalah bahaya terhadap keselamatan, sebenarnya tidak ada
bedanya dari zaman kuno dahulu sampai dengan zaman modern seperti sekarang ini, ancaman bahaya selalu ada walaupun berbeda dalam jenis dan kualitasnya. Sebagai contoh, pada zaman kuno dahulu, manusia tidak lepas dari ancaman binatang-binatang buas yang ada di sekitarnya. Untuk dapat terbebas dari ancaman tersebut mereka membuat tempat peristirahatan di atas pohon atau membuat rumah-rumah panggung. Dengan kemampuan pikirnya mereka membuat peralatan-peralatan dari kayu, batubatuan sebagai senjata untuk mempertahankan hidup dan melindungi diri dari bahayabahaya yang ada. Namun dengan adanya, misalnya, tempat peristirahatan di atas pohon atau rumah-rumah panggung, manusia harus membuat tangga untuk dapat mencapai ke atas. Dengan adanya tangga ini membawa dampak negatif, yaitu adanya potensi bahaya terjatuh atau tertimpa tangga. Demikian pula dengan senjata-senjata yang dibuat untuk mempertahankan hidup, dapat pula memberikan ancaman bagi dirinya sendiri maupun orang di sekitarnya sebagaimana yang diilustrasikan pada Gambar 1.1 dan 1.2.
Gambar 1.1 Untuk mempertahankan hidup diperlukan senjata Gambar 1.2 Suatu kreasi selalu ada konsekwensi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
2
“There is nothing change under the sun about safety”. Ini merupakan jargon yang memposisikan kita untuk selalu waspada dengan bahaya. Mulai zaman kuno dahulu sampai dengan sekarang, kita tak pernah lepas dari ancaman bahaya. Pada zaman dahulu sebagaimana yang telah diilustrasikan di atas. Coba sekarang bandingkan dengan kehidupan kita yang ada pada era modern ini, semakin banyak industri kecil maupun besar, peralatan-peralatan juga semakin canggih. Lalu semakin amankan kita? Jawabnya adalah tidak. Semakin tinggi teknologi yang berhasil kita ciptakan akan semakin tinggi pula konsekwensi terhadap keselamatan yang harus ditanggung. Jadi, sekali lagi, tidak ada yang berubah di dunia ini bahwa ancaman bahaya akan selalu hadir. Mulai dunia diciptakan sampai dengan saat ini dan waktuwaktu yang akan datang bahaya akan tetap ada di sekitar kita. Pada zaman kuno dahulu dalam menjaga keselamatan cukup menggunakan naluri (insting) semata, sedangkan untuk zaman modern, di mana teknologi terus berkembang maka tidaklah cukup untuk mengatasi bahaya yang ada hanya menggunakan naluri semata, melainkan perlu ilmu pengetahuan, keterampilan dan teknologi yang memadai. Sebagai contoh, bila teknologi transportasi kita hanya sampai pada teknologi becak, maka masalah pengamanannya tidaklah serumit bila kita menggunakan mobil, pesawat terbang atau pesawat ulang alik, di mana aspek keselamatannya semakin banyak dan rumit sekali. Dengan transportasi becak aspek keselamatan terbatas pada kekuatan konstruksi, ban, rem dan keseimbangannya dan tidak pernah mendengar kecelakaan akibat alat transportasi ini menimbulkan akibat yang fatal (luka parah atau meninggal dunia). Sebaliknya dengan alat transportasi modern, seperti kendaraan bermotor dengan kecepatan yang sangat tinggi, atau pesawat luar angkasa yang beroperasi di luar angkasa, menjadi demikian rentannya terhadap kecelakaan (Gambar 1.3) sebagai akibat dari semakin meningkatnya jumlah dan kualitas potensi bahaya yang dimilikinya yang melibatkan ratusan bahkan ribuan aspek keselamatan yang harus dipertimbangkan agar alat bisa beroperasi secara aman.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
3
Gambar 1.3 Keselamatan zaman dahulu dan sekarang
Gambar 1.4 Contoh-contoh produk dan pengguna teknologi modern Begitu pula dengan perkembangan di dunia industri, semakin modern dan canggih sistem peralatan, maka akan semakin rumit pula aspek keselamatannya. Coba bila Anda perhatikan, kondisi industri seperti pabrik-pabrik kimia, manufaktur, dan pembangkit tenaga listrik, pastilah akan Anda temukan betapa kompleks sistem dan juga aspek keselamatannya untuk menjamin agar sistem produksi/operasinya bisa berjalan dengan baik dan aman.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
4
Terkait dengan itu, kita sebagai seorang praktisi/calon praktisi di dunia kerja perlu belajar dan melatih diri sehingga mampu menjaga keselamatan kita, orang lain, peralatan dan lingkungan sekitar kita sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan peraturan perundangan lain yang terkait. Matakuliah ini dimaksudkan untuk memberikan prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja dengan harapan bahwa kita selalu mengutamakan keselamatan (safety first) dalam segala tindakan. Dengan demikian dalam bekerja kita akan selalu mematuhi sistem prosedur yang telah ditetapkan, menggunakan cara-cara dan sikap yang benar dalam bekerja. Dengan adanya kesadaran dan kewaspadaan yang tinggi niscaya keselamatan akan tetap terjaga.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
5
BAB 2 PENCEGAHAN KECELAKAAN
Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mempelajari bagian ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1. Menjelaskan definisi, pengaruh dan kerugian akibat kecelakaan; 2. Menjelaskan penyebab-penyebab kecelakaan kerja; 3. Menjelaskan konsep pencegahan kecelakaan melalui pendekatan sub-sub sistem dalam perusahaan dan prinsip “domino sequence”; 4. Menjelaskan tip-tip praktis tentang pencegahan kecelakan di tempat kerja
2.1.
Pendahuluan Seiring dengan laju program industrialisasi di negara-negara yang sedang memba-
ngun, khususnya Indonesia, telah disepakati bahwa masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan masalah yang sangat penting untuk dilaksanakan. Pengalaman telah membuktikan bahwa akibat tidak dipatuhinya K3 banyak terjadi peristiwa-peristiwa seperti terbakarnya suatu industri, meledaknya tangki-tangki bahan bakar atau kecelakaan yang banyak memakan korban baik harta maupun jiwa. Memang tidak dapat dipungkiri, dengan masih sangat tingginya tingkat kecelakaan yang ada di Indonesia menunjukkan masih perlunya penyuluhan, pembinaan dan pengawasan terhadap dipatuhinya program K3 ini. Salah satu bagian dari program K3 yang sangat penting adalah Pencegahan Kecelakaan (Accident Prevention). Semua pihak yang terlibat dalam proses produksi perlu memahami, menghayati dan menerapkan prinsipprinsip pencegahan kecelakaan ini.
2.2.
Data Kecelakaan Di Amerika Utara (MJ Crowe, Effective loss prevention), setiap tahunnya sebanyak
125.000 orang mengalami kecelakaan fatal, 500.000 orang mengalami cacat tetap seperti kehilangan mata, tangan, dan lainnya yang cedera sehingga ia tidak dapat masuk kerja lebih dari satu hari. Kalau kerugian akibat kecelakaan tersebut dinilai dengan uang, diperoleh angka yang menakjubkan, yaitu 40 milyar dolar per tahun Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
6
Data-data dari industri menunjukkan bahwa 15 dari setiap juta pegawai mengalami kecelakaan fatal, sedangkan kecelakaan yang terjadi di rumah tangga 12 orang meninggal dari setiap juta penduduk. Yang terjadi di jalan raya (1974) tercatat 46200 meninggal dan 1,5 juta orang cidera. Kemudian yang terjadi di perminyakkan akibat kebakaran besar, rata-rata menimbulkan kerugian 37 juta dolar, angka ini menunjukkan suatu kenaikan sebesar 30% dari dasa warsa sebelumnya. Namun dengan diterapkannya keselamatan kerja tingkat kecelakaan menurun secara drastis dari tahun ke tahun.
2.3.
Pengaruh Kecelakaan Pengaruh kecelakaan demikian luasnya. Bila kecelakaan menimpa seseorang, akibat
yang ditimbulkannya tidak terbatas pada yang tertimpa kecelakaan itu sendiri, namun meliputi keluarga, perusahaan di mana dia bekerja dan negara. Berikut ini adalah contoh tentang pengaruh kecelakaan. 2.5.2. Pengaruh terhadap Pegawai yang bersangkutan Akibat kecelakaan bagi yang mengalami kecelakaan di antaranya adalah: Menderita (sakit,takut, dll.) Tidak mampu untuk selama-lamanya Tidak mampu malaksanakan pekerja semula Pengaruh secara psikologis Kehilangan pendapatan Tidak dapat mengikuti kehidupan sosial seperti semula.
Gambar 2.1 Pengaruh kecelakaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
7
Jelas bahwa seseorang yang mengalami kecelakaan merupakan pihak yang paling menderita baik secara fisik, material dan juga psikologis. Oleh karena itu, jagalah diri Anda dari kecelakaan dengan selalu mengutamakan keselamatan dalam menjalankan aktivitas.
2.5.3. Pengaruh terhadap keluarga yang bersangkutan Walapun tidak menderita secara langsung sebagaimana penderita, keluarga yang terkena dampak akibat dari kecelakaan, seperti: Kehilangan seseorang yang dicintainya. Kehilangan seseorang pemberi nafkah bagi keluarga. Kegiatan dalam masyarakat menjadi terganggu/kurang. Berdasarkan, penderitaan yang dijelaskan tersebut, perlu disadari bahwa keselamatan tidak terbatas pada diri sendiri, namun keluarga pun akan ikut menderita jika ada yang mengalami kecelakaan fatal. Oleh karena itu selalu ingatlah keluarga, dan berusahalah agar keluarga tidak menderita karena terjadinya kecelakaan. Selalu waspada dan hati-hati dalam bekerja, jangan menjadi korban egoisme dan lupa diri dengan selalu mengutamakan kesalamatan.
2.5.4. Kerugian perusahaan terhadap kecelakaan Perusahaan di mana Anda bekerja paling bertanggungjawab terhadap keselamatan Anda dan bila terjadi kecelakaan perusahaan yang paling merugi secara ekonomi: Kerugian waktu sikorban Kerugian waktu kerja pegawai Kerugian waktu kerja pengawas Biaya pertolongan pertama Biaya kerusakan mesin (bila ada) Biaya kerusakan bahan (bila ada) Biaya terganggunya produksi Biaya akibat “claim” pemesan bila terjadi kelambatan penyerahan barang Biaya pembayaran dana sosial Kemunduran moral pegawai Biaya pengadilan jika ada pelanggaran peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
8
Demikian besar kerugian yang harus ditanggung oleh perusahaan bila kecelakaan menimpa karyawannya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila perusahaan akan menerapkan pelaksanaan K3 ini secara sangat ketat dan tegas dalam pemberian sangsi kepada karyawannya bila melanggar peraturan K3 ini. Karena demikian penting masalah kesematan ini, sertifikat K3 merupakan salah satu syarat bekerja di perusahaan. 2.5.5. Kerugian negara Negara akan mengalami kerugian bila kecelakaan menimpa seseorang: Kehilangan pegawai yang terampil; Kekurangan tenaga terampil; Mengurangi minat orang untuk menerima pekerjaan tersebut. Negara juga mengalami kerugian bila ada tenaga kerjanya yang berkualitas mengalami kecelakaan. Secara makro, hal ini akan sangat berpengaruh terhadap proses perkembangan dan pembangunan bangsanya. Betapa mahal biaya untuk mencetak seorang tenaga terampil. Anda bisa membayangkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk sekolah, latihan dan lain sebagainya sampai menjadi terampil, berapa jumlah biaya yang harus dikeluarkan? Betapa besar konsekwensi biaya akibat kecelakaan terjadi seperti yang diilustrasikan sebagai gunung es pada Gambar 2.2. Ini hendaknya menjadi renungan dan membuka kesadaran kita seluas-luasnya dalam pencegahan kecelakaan.
Gambar 2.2 Gunung Es Biaya Kecelakaan (Accident Cost Iceberg)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
9
2.4.
Apakah Kecelakaan itu? Banyak definisi tentang kecelakaan. Berikut ini beberapa pendapat mengenai
kecelakaan kerja yang bisa kita gunakan sebagai dasar pemikiran, dari yang sangat filosofis sampai dengan yang praktis. Khong Hu Cu: Kecelakaan merupakan data statistik jika menimpa orang lain dan merupakan suatu kejadian yang sangat menyedihkan bila menimpa saudara atau keluarga sendiri. H.H. Berman dan W.W. Mc Cron (Applied Safety Engineering): “Kecelakaan adalah suatu kejadian tiba tiba yang merintangi suatu pekerjaan atau aktifitas”. Dr. L.P Alford (The Moral Responsibility of Management): “Kecelakaan dalam industri harus dianggap sebagai suatu bukti adanya kesalahan dalam pengawasan terhadap kondisi kerja”. Jadi, kecelakaan merupakan suatu kejadian yang tiba-tiba yang menimbulkan kerugian, baik material, maupun moral bahkan jiwa. Kecelakaan juga merupakan bukti adanya kesalahan dalam pengawasan terhadap kondisi kerja. Secara manajemen, penanggungjawab utama dalam pengawasan ini adalah organisasi dan karyawan sebagai ujung tombak dalam suatu proses produksi dan oleh karenanya harus selalu mengutamakan kelamatan.
2.5.
Penyebab Kecelakaan Kecelakaan kerja tidak terjadi dengan begitu saja, akan tetapi pasti ada penyebab-
nya. Penyebab inilah yang harus ditemukan untuk dapat mencegah terjadinya kecelakaan yang sama pada waktu yang akan datang. Secara umum ada tiga penyebab utama terjadinya kecelakaan, yaitu tindakan tidak aman (unsafe action), kondisi lingkungan tidak aman (unsafe condition) dan fenomena alam.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
10
Gambar 2.3 Penyebab kecelakaan 2.5.1. Tindakan tidak aman Contoh-contoh tindakan tidak aman yang sering menimbulkan kecelakaan:
Bekerja tanpa memperhatikan tanda-tanda; Bekerja tidak menggunakan alat pengaman; Membuat alat pengaman tidak berfungsi; Mempergunakan alat tidak sesuai dengan fungsinya; Menempatkan barang tidak sesuai aturan; Mengambil tempat/posisi yg salah (pada bagian mesin yang bergerak); Mengejutkan, menggoda.
2.5.2. Kondisi lingkungan tidak aman Kondisi lingkungan tidak aman yang sering menimbulkan kecelakaan: Mesin dengan desain yang kurang baik; Alat/mesin yang sudah aus/rusak; Housekeeping yang kurang baik; Iluminasi dan ventilasi yang tidak memadai; Alat keselamatan diri yang kurang baik. 2.5.3. Fenomena alam Fenomena alam adalah kondisi-kondisi yang terjadi karena pengaruh cuaca, iklim dan gejala alam lainnya seperti: Petir, Hujan, Badai, Banjir, Gempa bumi, dan cuaca panas.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
11
Dari ketiga penyebab di atas, menurut H .W. Heinrich (Industrial Accident Prevention), bahwa penyebab kecelakaan adalah 88 % oleh tindakan tidak aman (manusia), 10 % oleh keadaan lingkungan yang tidak aman dan sisanya, 2 % oleh fenomena alam. Atas dasar itu, unsur manusia merupakan unsur pertama yang harus mendapat perhatian dalam pencegahan kecelakaan. Dengan segala macam aspeknya, manusia merupakan substansi yang sangat kompleks. Tidak hanya terbatas pada aspek teknis, seperti bagaimana sikap kerja seseorang, namun juga menyangkut faktor psikologisnya. Aspek teknis yang bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja sangatlah luas, tergantung pada bidang pekerjaannya. Gambar 2.4 mengilustrasikan contoh tindakan manusia yang sering mengakibatkan suatu kecelakaan. Untuk hal-hal yang bersifat teknis ini, supervisor merupakan orang kunci yang dapat mencegah terjadinya kecelakaan akibat tindakan tidak aman para pegawai. Di samping itu, pelatihan keterampilan merupakan faktor yang sangat penting untuk dilakukan sebelum seorang pegawai mulai bekerja.
(a). Menggunakan alat yang sudah rusak
(c). Menggunakan alat secara salah
(b). Menggunakan alat tidak sesuai fungsinya
(d). Menyimpan alat secara salah
Gambar 2.4 Contoh-contoh tindakan tidak aman Setelah faktor tindakan tidak aman oleh manusia adalah kondisi peralatan dan lingkungan yang tidak aman. Untuk peralatan, secara prinsip, aspek keselamatannya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
12
sudah diperhitungkan sejak desain dimulai dan ketika akan masuk ke pasaran, peralatan sudah harus lolos uji mutu. Namun karena ada demikian banyak produsen dengan harga yang bervariasi, hal ini menyebabkan harga alat yang berbeda-beda. Selain itu, karena faktor umur dan faktor operasional lainnya seringkali kita menjumpai peralatan yang tidak selengkap ketika masih barunya. Tak jarang pula yang kondisinya sudah tidak baik lagi sehingga tidak aman lagi. Gambar 2.5 menunjukkan beberapa contoh perkakas tangan yang tidak sempurna keadaannya yang apabila digunakan akan berbahaya.
Gambar 2.5. Contoh kondisi perkakas tangan yang tidak aman
2.6.
Pencegahan Kecelakaan
2.6.1. Apakah pencegahan kecelakaan? Menurut F.B Maynard (Industrial Engineering Hand Book): “Pencegahan kecelakaan lebih ditekankan kepada perkataan pengontrolan, pengontrolan cara kerja pegawai, jalannya mesin-mesin dan lingkungan kerja”. Menurut H.W. Heinrich (Industrial Accident Prevention). “Pencegahan kecelakaan sebagai suatu program terpadu yang terdiri dari berbagai aktivitas yang terkoordinir, ditujukan kepada pengawasan terhadap tindakan tidak aman para pegawai, keadaan tidak aman, mesin-mesin dan lingkungan kerja berdasarkan pengetahuan tertentu pendirian dan kemampuan.
Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukaan tersebut, menunjukkan bahwa pencegahan kecelakaan merupakan program yang telah disusun secara sistematis dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
13
terorgnisir dengan baik dalam suatu perusahaan. Oleh karena itu, pencegahan kecelakaan harus melalui pendekatan sistem secara keseluruhan dari suatu perusahaan.
2.6.2. Pendekatan sistem Dalam setiap kegiatan produksi di dalam suatu perusahaan selalu terdapat unsur - unsur utama yang menunjang secara langsung terhadap sistem kegiatan operasi. Unsur-unsur utama ini adalah manusia, peralatan, bahan baku, lingkungan kerja, dan manajemen. Secara garis besar bagaimana peranan unsur-unsur tersebut dijelaskan sebagai beriktut. 1) Manusia: Tidak ada suatu kegiatan pun yang terlepas sama sekali dari unsur manusia. Bahkan mesin-mesin otomatis secanggih apapun masih memerlukan pengawasan manusia. 2) Peralatan: Baik yang berbentuk mesin maupun alat-alat lainnya yang dipergunakan oleh manusia dalam kegiatan operasi perusahaan untuk menghasilkan produk dan jasa. 3) Bahan: Merupakan bahan baku maupun bahan tambahan yang dipergunakan selama proses produksi guna menghasilkan suatu produk. 4) Lingkungan kerja: lingkungan di mana manusia bekeja yang meliputi bangunan, keadaan udara, penerangan, kebisingan, suhu, kelembaban, dan lain sebagainya. 5) Manajemen (sebagai proses): Yaitu suatu proses koordinasi dari ke empat subsistem di atas, sedemikian rupa sehingga semua kegiatan mempunyai arah yang sama yaitu tercapainya tujuan organisasi/perusahaan.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
14
Gambar 2.6 Unsur-unsur utama dalam perusahaan Kelima subsistem di atas saling terkait sehingga apabila kita ingin menyelidiki sebab-sebab kecelakaan perlu meneliti kelima subsistem tersebut. Dari kelima subsistem tersebut unsur manusia dan manajemen merupakan unsur yang paling dominan dalam terjadinya kecelakaan atau dalam pencegahan kecelakaan dan kerugian. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kedua unsur tersebut akan dibahas lebih lanjut.
2.6.2.1 Pendekatan Subsistem Manusia Penyebab kecelakaan tertinggi adalah disebabkan tindakan tidak aman oleh manusia. Oleh karena itu, untuk dapat mencegah kecelakaan perlu pendalaman terhadap sifat-sifat utama yang dimiliki oleh seseorang kemudian berdasarkan sifatsifat tersebut dilakukan pengarahan pada usaha pencegahan kecelakaan. Dalam hal ini akan ditinjau beberapa aspek yang menyangkut manusia dalam pekerjaannya seperti tingkah laku, aspek fisik dan kejiwaan serta faktor lain yang mempengaruhinya yang diurai dalam Sepuluh Sifat Manusia. Kesepuluh sifat ini apabila diberdayakan bisa menjadi aspek yang efektif dalam pencegahan kecelakaan. Sepuluh sifat manusia itu adalah: 1)
Self Preservation: Melindungi diri, Takut akan tertimpa kecelakaan, Ingin mempertahankan hidup
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
15
2) Personal and Material Gain: Menginginkan perbaikan/keuntungan pribadi dan materi 3) Loyality (Kesetiaan): Menginginkan bekerjasama dan rela berkorban dalam membela diri, kelompok, atau institusinya 4) Responsibility: Menginginkan diberi tanggung jawab. Seseorang akan lebih bertanggungjawab bila diberi tanggungjawab 5) Pride (Kebanggaan): Perasaan puas. Seseorang akan merasa puas setelah mampu berprestasi dalam menaklukkan tantangan 6) Conformity (Menyesuaikan diri): Menginginkan persamaan 7) Rivalry (Persaingan): Menginginkan berlomba/berkompetisi 8) Leadership (Kepemimpinan): Berkeinginan memimpin 9) Logic (berfikir logis): Kemampuan untuk memberi alasan yang baik dan tepat 10) Humanity (Kemanusiaan): Berprikemanusiaan
2.6.2.2 Pendekatan Subsistem Manajemen Menurut pendekatan ini, terjadinya kecelakaan adalah akibat dari kekurangan/kesalahan pada manajemen perusahaan, baik dalam bentuk kurangnya pengawasan, kesalahan dalam organisasi maupun kesalahan dalam pelaksanaan operasi perusahaan. Dengan demikian pihak yang bertanggung jawab secara keseluruhan dalam usaha pencegahan kecelakaan adalah manajemen, karena manajemenlah yang mampu mengatur unsur-unsur yang terlibat dalam operasi perusahaan seperti manusia, peralatan, dan bahan – bahan serta lingkungan kerja. Sistem manajemen perusahaan harus dimonitor dan dievaluasi keefektivannya. Bila terdapat
kelemahan, seperti
seringnya
terjadi
kecelakaan
kerja,
sistem
manajemennya harus diperbaiki. Perbaikan ini selain dapat mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan, juga akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan produktivitas dan efisiensi perusahaan. Pencegahan kecelakaan pada dasarnya adalah tugas semua unsur yang terlibat dalam perusahaan walapun dalam pelaksanaannya harus ada pihak yang bertanggungjawab. Oleh karena itu, semua unsur perusahaan harus mengetahui
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
16
tanggung jawab masing-masing sesuai dengan posisi dan fungsinya di dalam perusahaan terkait denganK3. Pihak yang paling efektif dalam pencegahan kecelakaan ini adalah penyelia lapis pertama (First Line Supervisor) karena penyelia ini mengetahui secara persis potensi bahaya di tempat kerja, dan kondisi karyawan yang menjadi tanggungjawabnya. Bila pengetahuan dan kemampuan karyawan masih belum memadai supervisor tidak diperkenankan melakukan pekerjaan, melainkan melatihnya terlebih dahulu. Bila karyawan melakukan tindakan tidak aman supervisor bisa mengingatkan, memberikan petunjuk tentang cara kerja yang aman sampai dengan memberi sanksi.
Gambar 2.7 Key person dalam pencegahan kecelakaan 2.6.3 Domino Sequence (H.M Heinrich) Metoda Domino sequence merupakan teori klasik yang telah banyak digunakan untuk menyampaikan prinsip-prinsip pencegahan kecelakaan. Domino Sequence ini menggambarkan mata rantai suatu kejadian. Dengan diketahuinya mata rantai kejadian ini berarti telah diketahui sebab-sebab kecelakaan. Prinsip dari metoda ini seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.8.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
17
Gambar 2.8 Prinsip pencegahan kecelakaan ”Urutan domino”
Pada prinsip ini terdapat 5 kartu yang disusun secara berurut, yaitu kartu: pertama (latar belakang seseorang), kedua (kelemahan/kekurangan seseorang), ketiga (tindakan dan atau kondisi tidak aman), keempat (kecelakaan) dan kelima (rugi). Kalau terjadi kecelakaan berarti kartu keempat jatuh. Jatuhnya kartu keempat ini akan menimpa kartu nomor lima, yang berarti terjadi kerugian. Berat ringan dari kerugian ini ditentukan oleh berat ringannya kecelakaan. Kartu nomor 4 jatuh pasti ada penyebabnya, yaitu jatuhnya kartu nomor 3. Ini berarti bahwa setiap kecelakaan pasti ada penyebabnya dan penyebabnya adalah akibat dari tindakan dan atau kondisi tidak aman. Mengapa terjadi tindakan dan atau kondisi tidak aman? Ini akibat adanya kelemahan, kelemahan karyawan, manajemen atau desain peralatan. Kelemahan seseorang ini seperti kurangnya keterampilan, pengetahuan dan pengalaman, dan lain sebagainya. Khusus yang terkait dengan aspek manusia bisa dilacak ke belakang lagi sampai pada latar belakang seseorang. Aspek latar belakang ini menyangkut faktor lingkungan sekitar, keturunan (bakat) dan psikologis lainnya. Faktor lingkungan akan sangat berpengaruh pada sikap seseorang. Sebagai contoh seseorang yang berada di lingkungan berpendidikan akan sangat berbeda dengan yang tinggal di jalanan. Sangat dimungkinkan seorang anak menuruni temperamen orang tuanya, dan lain sebagainya.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
18
2.7.
Tip tindakan pencegahan kecelakaan.
1) Menghilangkan bahaya Tindakan ini merupakan tindakan yang paling prinsip dalam pencegah kecelakaan dan harus dilakukan jika dapat dilakukan. Contoh membersihkan lantai dan tempat kerja akan mengurangi kecelakaan. 2) Mengganti bahaya . Kadang-kadang dimungkinkan mengganti bahaya yang besar dengan sesuatu yang bahayanya kurang. Contoh menurunkan tegangan kerja suatu mesin dari tinggi ke yang lebih rendah, mengganti asbes dengan gelas fiber untuk isolasi panas. 3) Memberikan pelindung bahaya Jika bahaya tidak dapat dihilangkan maka harus dipasang alat pelindung bahaya pada mesin sehingga pekerja tidak dapat bersentuhan langsung dengan bahaya mesin. Contoh: Alat pelindung pada mesin bubut, mesin bor, alat listrik, dan lainlain. 4) Memakai alat pengaman Alat pengaman orang diperlukan jika metoda-metoda di atas masih belum dapat menghilangkan potensi bahaya. Seperti kalau seseorang bekerja dengan bahan-bahan kimia beracun (Toxic) atau yang bersifat sangat reaktif maka yang bersangkutan harus mengenakan masker pernafasan, kaca mata keselamatan dan sarung tangan. Memakai alat pelindung mata ketika menggerinda logam, menggunakan sarung tangan untuk memegang benda-benda yang tajam, masker pelindung muka ketika memasang isolasi glas fiber.
5) Mendidik dan melatih pekerja Pendidikan di bidang K3 juga sangat penting dalam pencegahan kecelakaan oleh itu semua pekerja harus diberi informasi, instruksi dan pelatihan memastikan keselamatan kerja pada saat bekerja. Contoh: Pengetahuan prosedur pemadaman kebakaran, tempat P3K penggunaan alat pelindung mesin.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
19
6) Memberikan petunjuk bahaya Untuk membentuk etiket individu dalam masalah K3 dapat diberikan advis tentang keselamatan misalnya melalui gambar, poster-poster di TV, atau pada papan pengumuman pabrik.
Latihan: 1)
Jelaskan, mengapa K3 sangat penting, khususnya bagi mahasiswa politeknik!
2)
Jelaskan penyebab utama terjadinya kecelakaan dan berikan contoh kongkrit mengenai penyebab-penyebab yang dimaksud berdasarkan pengalaman pribadi Anda!
3)
Buatlah cerita tentang suatu kecelakaan (kerja) yang pernah Anda alami. Narasikan mulai dari kejadian sebelum kecelakaan terjadi, ketika kecelakaan terjadi dan setelah kecelakaan terjadi. Sesuai dengan prinsip domino sequence, analisislah penyebab kecelakaan dan cara pencegahannya agar kecelakan yang sama tidak terjadi lagi.
4)
Siapakah yang menjadi kunci (key person) dalam pencegahan kecelakan kerja?
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
20
BAB 3 BAHAYA LISTRIK DAN PENGAMANANNYA
Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1. Menjelaskan bahaya listrik bagi manusia, alat dan lingkungan sekitar; 2. Menjelaskan faktor-faktor yang menentukan tingkat keseriusan akibat sengatan listrik bagi manusia; 3. Menjelaskan prinsip pengamanan dan alat pengaman listrik tegangan rendah; 4. Menjelaskan prinsip pengamanan dan alat pengaman listrik tegangan tinggi bagi manusia, alat, dan lingkungan sekitar.
3.1.
Pendahuluan Pada satu sisi, dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, kita sangat membutuhkan
energi listrik, namun pada sisi lain, listrik sangat membahayakan keselamatan kita kalau tidak dikelola dengan baik. Sebagian besar orang sudah pernah mengalami/merasakan sengatan listrik. Mulai dari yang hanya terkejut saja sampai dengan yang menyakitkan. Oleh karena itu, untuk mencegah dari hal-hal yang tidak diinginkan, kita perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya listrik dan jalan yang terbaik adalah melalui peningkatan pemahaman terhadap sifat dasar kelistrikan yang kita gunakan.
3.2.
Bahaya Listrik Bahaya listrik dibedakan menjadi dua, yaitu bahaya primer dan bahaya
sekunder. Bahaya primer adalah bahaya-bahaya yang disebabkan oleh listrik yang mengalir secara langsung, seperti bahaya sengatan listrik dan bahaya kebakaran atau ledakan (Gambar 3.1).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
21
(a)
(b)
Gambar 3.1 Bahaya primer listrik (a) sengatan listrik, (b) kebakaran dan peledakan
Sedangkan bahaya sekunder adalah bahaya-bahaya yang diakibatkan listrik secara tidak langsung (listrik tidak mengenainya secara langsung). Namun bukan berarti bahwa akibat yang ditimbulkannya lebih ringan dari yang primer. Contoh bahaya sekunder antara lain adalah tubuh/bagian tubuh terbakar akibat bersentuhan dengan benda panas akibat listrik atau orang jatuh dari suatu ketinggian, dan lain-lain (Gambar 3.2)
(a) luka terbakar karena kontak langsung
(b) Jatuh
Gambar 3.2 Bahaya Sekunder Listrik
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
22
3.3.
Bahaya Listrik bagi Manusia
3.3.1. Dampak sengatan listrik bagi manusia Dampak sengatan listrik pada tubuh manusia antara lain adalah:
Gagal kerja jantung (Ventricular Fibrillation), yaitu berhentinya denyut jantung atau denyutan yang sangat lemah sehingga tidak mampu mensirkulasikan darah dengan baik. Untuk mengembalikannya perlu bantuan dari luar;
Gangguan pernafasan akibat kontraksi hebat (suffocation) yang dialami oleh paruparu
Kerusakan sell tubuh akibat energi listrik yang mengalir di dalam tubuh,
Terbakar akibat efek panas dari listrik.
3.3.2. Tiga faktor penentu tingkat bahaya listrik Ada tiga faktor yang menentukan tingkat bahaya listrik bagi manusia, yaitu tegangan (V), arus (I) dan tahanan (R). Ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi antara satu dan lainnya yang ditunjukkan dalam hukum Ohm (Gambar 3.3). Tegangan (V) dalam satuan volt (V) merupakan tegangan sistem jaringan listrik atau sistem tegangan pada peralatan. Arus (I) dalam satuan ampere (A) atau mili amper (mA) adalah arus yang mengalir dalam rangkaian, dan tahanan (R) dalam satuan Ohm atau megaohm adalah nilai tahanan atau resistansi total saluran yang tersambung dengan tegangan. Sehingga berlaku: I
V ; R
R
V ; V IxR I
Gambar 3.3 Segitiga tegangan, arus, dan tahanan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
23
Gambar 3.4 Tubuh manusia bagian dari rangkaian Bila dalam hal ini, titik perhatiannya pada unsur manusia, maka selain kabel (penghantar), sistem pentanahan, dan bagian dari peralatan lain, tubuh kita termasuk bagian dari tahanan rangkaian tersebut (Gambar 3.4). Tingkat bahaya listrik bagi manusia, salah satu faktornya ditentukan oleh tinggi rendah arus listrik yang mengalir ke dalam tubuh kita. Sedangkan kuantitas arus akan ditentukan oleh tegangan dan tahanan tubuh manusia serta tahanan lain yang menjadi bagian dari saluran. Berarti peristiwa bahaya listrik berawal dari sistem tegangan yang digunakan untuk mengoperasikan alat. Semakin tinggi tegangan yang digunakan, semakin tinggi pula tingkat bahayanya.
3.4. Sistem Tegangan di Indonesia Jaringan listrik tegangan rendah di Indonesia mempunyai tegangan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.5. Tegangan-tegangan ini meliputi tegangan fasa-tunggal 220 V, dan fasa-tiga 220/380 V dengan frekuensi 50 Hz. Sistem tegangan walaupun dalam sistem kelistrikan termasuk tegangan rendah, tapi bagi manusia ini sungguh sangat berbahaya. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
24
(a) Fasa-Tunggal
(b) Fasa-Tiga Gambar 3.5 Sistem tegangan rendah di Indonesia
3.5. Jenis Sengatan Listrik Ada dua cara listrik bisa menyengat tubuh kita, yaitu melalui sentuhan langsung dan tidak langsung. Bahaya sentuhan langsung merupakan akibat dari anggota tubuh bersentuhan langsung dengan bagian yang bertegangan sedangkan bahaya sentuhan tidak langsung merupakan akibat dari adanya tegangan liar yang terhubung ke bodi atau selungkup alat yang terbuat dari logam (bukan bagian yang bertegangan) sehingga bila tersentuh akan mengakibatkan sengatan listrik. Gambar 3.6 memberikan ilustrasi tentang kedua bahaya ini.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
25
(a) Sentuhan Langsung
(a) Sentuhan Tak Langsung
Gambar 3.6 Sentuhan langsung dan tak langsung
3.6. Tiga faktor penentu keseriusan akibat sengatan listrik Ada tiga faktor yang menentukan keseriusan sengatan listrik pada tubuh manusia, yaitu: besar arus, lintasan aliran, dan lama sengatan pada tubuh.
3.6.1 Besar arus listrik Besar arus yang mengalir dalam tubuh akan ditentukan oleh tegangan dan tahanan tubuh. Tegangan tergantung sistem tegangan yang digunakan (Gambar 3.5), sedangkan tahanan tubuh manusia bervariasi tergantung pada jenis, kelembaban/moistur kulit dan faktor-faktor lain seperti ukuran tubuh, berat badan, dan lain sebagainya. Tahanan kontak kulit bervariasi dari 1000 kΩ (kulit kering) sampai 100 Ω (kulit basah). Tahanan dalam (internal) tubuh sendiri antara 100 – 500 Ω.
Contoh: Jika tegangan sistem yang digunakan adalah 220 V, berapakah kemungkinan arus yang mengalir ke dalam tubuh manusia? Kondisi terjelek: - Tahanan tubuh
adalah tahanan kontak kulit ditambah tahanan internal tubuh,
(Rk)=100Ω +100Ω = 200 Ω - Arus yang mengalir ke tubuh: I = V/R = 220 V/200 Ω = 1,1 A Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
26
Kondisi terbaik: - Tahanan Tubuh Rk= 1000 kΩ - I = 220 V/1000 kΩ = 0,22 mA.
3.6.2 Lintasan aliran arus dalam tubuh Lintasan arus listrik dalam tubuh juga akan sangat menentukan tingkat akibat sengatan listrik. Lintasan yang sangat berbahaya adalah yang melewati jantung, dan pusat saraf (otak). Untuk menghindari kemungkinan terburuk adalah apabila kita bekerja pada sistem kelistrikan, khususnya yang bersifat ON-LINE adalah sebagai berikut:
gunakan topi isolasi untuk menghindari kepala dari sentuhan listrik,
gunakan sepatu yang berisolasi baik agar kalau terjadi hubungan listrik dari anggota tubuh yang lain tidak mengalir ke kaki sehingga jantung tidak dilalui arus listrik,
gunakan sarung tangan isolasi minimal untuk satu tangan untuk menghindari lintasan aliran ke jantung bila terjadi sentuhan listrik melalui kedua tangan. Bila tidak, satu tangan untuk bekerja sedangkan tangan yang satunya dimasukkan ke dalam saku.
3.6.3 Lama waktu sengatan Lama waktu sengatan listrik ternyata sangat menentukan kefatalan akibat sengatan listrik. Penemuan faktor ini menjadi petunjuk yang sangat berharga bagi pengembangan teknologi proteksi dan keselamatan listrik. Semakin lama waktu tubuh dalam sengatan semakin fatal pengaruh yang diakibatkannya. Oleh karena itu, yang menjadi ekspektasi dalam pengembangan teknologi adalah bagaimana bisa membatasi waktu sengatan agar sependek mungkin. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pengaruh besar dan lama waktu arus sengatan terhadap tubuh secara lengkap ditunjukkan pada Gambar 3.7
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
27
Daerah Reaksi Tubuh 1 Tidak terasa 2 Belum menyebabkan gangguan kesehatan 3 Kejang otot, gangguan pernafasan 4 Kegagalan jantung Gambar 3.7 Reaksi Tubuh terhadap Sengatan Listrik Dalam gambar ini diperlihatkan bagaimana pengaruh sengatan listrik terhadap tubuh, khususnya yang terkait dengan dua faktor, yaitu besar dan lama arus listrik mengalir dalam tubuh. Arus sengatan pada daerah 1 (sampai 0,5 mA) merupakan daerah aman dan belum terasakan oleh tubuh (arus mulai terasa 1-8 mA). Daerah 2, merupakan daerah yang masih aman walaupun sudah memberikan dampak rasa pada tubuh dari ringan sampai sedang walaupun masih belum menyebabkan gangguan kesehatan. Daerah 3 sudah berbahaya bagi manusia karena akan menimbulkan kejang-kejang/kontraksi otot dan paru-paru sehingga menimbulkan gangguan pernafasan. Daerah 4 merupakan daerah yang sangat memungkinkan menimbulkan kematian si penderita. Dalam gambar tersebut juga ditunjukkan karakteristik salah satu pengaman terhadap bahaya sengatan listrik, di mana ada batasan kurang dari 30 mA dan waktu kurang dari 25 ms yang merupakan daerah aman.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
28
3.7. Kondisi-kondisi berbahaya Banyak penyebab bahaya listrik yang ada dan terjadi di sekitar kita, di antaranya adalah isolasi kabel rusak, bagian penghantar terbuka, sambungan terminal yang tidak kencang (longgar).
Gambar 3.8 Isolasi kabel sudah rusak Isolasi kabel yang rusak merupakan akibat dari sudah terlalu tuanya kabel dipakai atau karena sebab-sebab lain (teriris, terpuntir, tergencet oleh benda berat dll), sehingga ada bagian yang terbuka dan kelihatan penghantarnya atau bahkan ada serabut hantaran yang menjuntai. Ini akan sangat berbahaya bagi yang secara tidak sengaja menyentuhnya atau bila terkena ceceran air atau kotoran-kotoran lain bisa menimbulkan kebocoran listrik dan kebakaran. Penghantar yang terbuka biasa terjadi pada daerah titik-titik sambungan terminal dan akan sangat membahayakan bagi yang bekerja pada daerah tersebut, khususnya dari bahaya sentuhan langsung. Sambungan listrik yang kendor atau tidak kencang bisa menimbulkan kebakaran karena efek pemanasan. Ini kalau dibiarkan akan merusak bagian sambungan dan sangat memungkinkan menimbulkan kebakaran. Oleh karena itu, sambungan-sambungan listrik harus dalam keadaan rapat dan kencang.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
29
Gambar 3.9 Konduktor terbuka
Gambar 3.10 Kontak yang jelek Pemakaian ekstension yang berlebihan, bertumpuk seperti yang terlihat pada Gambar 3.11. Pemakaian listrik seperti ini sangat memungkinkan terjadinya beban lebih pada kabel utamanya yang bisa mengakibatkan pemanasan lebih dan kebakaran.
Gambar 3.11 Pemakaian stop kontak yang bertumpuk
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
30
3.8.
Sistem Proteksi terhadap Bahaya Listrik
3.8.1. Proteksi terhadap sentuhan langsung pada sistem tegangan tinggi Yang dimaksud dengan tegangan tinggi di sini adalah tegangan di atas 50 volt, seperti sistem tegangan yang saat ini digunakan di Indonesia, yaitu 220 V untuk sistem fasa tunggal dan 220/380 V untuk sistem fasa-tiga. Sistem tegangan ini sangat berbahaya bagi keselamatan kita. Oleh karena itu, proteksi terhadap sentuhan langsung mutlak harus dilakukan. Proteksi dengan Isolasi Pengaman Proteksi isolasi merupakan metoda proteksi yang paling efektif karena dengan proteksi ini tidak ada bagian konduktor yang bertegangan yang terbuka kecuali pada terminal-terminal sambungannya saja. Seperti kabel yang dilengkapi dengan isolasi secara berlapis pada permukaannya. Atau peralatan-peralatan listrik yang selubungnya luarnya terbuat dari bahan isolasi sehingga tidak memungkinkan terjadinya sentuhan langsung antara anggota tubuh dengan bagian instalasi yang bertegangan. Langkah proteksi dengan isolasi mengharuskan bagian-bagian yang bertegangan (bagian aktif) diisolasi seluruhnya dan hanya bisa dilepas dengan cara merusaknya. Isolator tersebut harus tahan terhadap beban mekanik, kimiawi, listrik dan thermal.
Gambar 3.12. Proteksi dengan isolasi pengaman Proteksi dengan Pemberian Jarak Penyekatan dimaksudkan untuk menghindarkan ketidaksengajaan mendekati daerah aktif (seperti misalnya dengan palang, atau pagar) atau menghindarkan menyentuh bagian aktif secara tidak sengaja (dengan cara penutupan khusus). Penutupnya dapat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
31
dilepas tanpa menggunakan obeng atau peralatan lainnya. Langkah proteksi dengan menjaga jarak, adalah dengan meletakkan bagian-bagian bertegangan diluar jangkauan. Langkah pengamanan ini hanya dapat dilakukan pada keadaan khusus, misalnya untuk instalasi listrik yang tertutup
Gambar 3.13 Pengamanan dengan pemagaran 3.8.2 Proteksi terhadap sengatan tidak langsung Sistem proteksi bagi manusia yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan sistem pengetanahan dan alat proteksi otomatis. Sistem pengetanahan (grounding system). Sistem pengetanahan ini menghubungkan bagian-bagian peralatan (mesin) yang terbuat dari logam yang kemungkinan tersentuh oleh manusia ke tanah melalui elektroda pengetanahan. Sistem pengetanahan ini harus menjamin bahwa apabila terjadi kebocoran listrik pada peralatan kita maka tegangan sentuhnya tidak melebihi 50 volt. Oleh karena itu, saluran pengetanahan juga disebut sebagai saluran pengaman (lihat Gambar 3.14).
(a) Peralatan tanpa pengetanahan
(b) Peralatan dengan pengetanahan
Gambar 3.14 Sistem peralatan tanpa dan dengan pengetanahan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
32
Alat pengaman tegangan sentuh otomatis Alat proteksi ini menggunakan elemen pengindra Residual Current Device (RCD) atau dalam PUIL disebut gawai proteksi arus sisa (GPAS), Dalam perapannya, piranti ini digabung dengan circuit breaker menjadi Earth Leakage Circuit Breaker (ELCB) dan Ground Fault Current Interruptor (GFCI). Bentuk kompak contoh ELCB ini ditunjukkan Gambar 3.15.
Gambar 3.15 Bentuk kompak MCB dan RCD
RCD (GPAS) ini akan bekerja/aktif bila ada arus bocor ke tanah pada ukuran tertentu. Karena kemampuan itulah, arus bocor ini dianalogikan dengan arus sengatan listrik yang mengalir pada tubuh manusia.
Prinsip kerja RCD
Diagram skema RCD sendiri ditunjukkan pada Gambar 3.16
Gambar 3.16 Diagram skematik sebuah RCD Prinsip kerja RCD dapat dijelaskan sebagai berikut: Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
33
Iin
: arus masuk
Iout : arus keluar IR1 : arus residual yang mengalir ke tubuh IR2 : arus residual yang mengalir ke tanah Min : medan magnet yang dibangkitkan oleh arus masuk Mout : medan magnet yang dibangkitkan oleh arus keluar. Dalam keadaan normal (tidak ada arus bocor), prinsip kerja alat ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
arus keluar sama dengan arus masuk, Iout < Iin;
karena Iin=Iout maka Min=Mout
karena Min=Mout, kedua medan magnet ini akan saling meniadakan (arah berlawanan) sehingga tidak menimbulkan aksi dan alat tidak melakukan reaksi apa.
Lalu bagaimana bila ada arus mengalir ke tubuh atau bocor ke tanah? Ikuti penjelasan berikut ini. Dalam keadaan terjadi arus bocor (kondisi tidak normal):
arus keluar lebih kecil dari arus masuk, Iout < Iin;
arus residu mengalir keluar setelah melalui tubuh manusia atau tanah;
karena Iin>Iout maka Min>Mout
akibatnya, akan timbul ggl induksi pada koil yang dibelitkan pada toroida;
ggl induksi mengaktifkan peralatan pemutus rangkaian
Teknik Pemasangan RCD FASA-TIGA Skema diagram pemasangan RCD untuk sistem fasa tiga ditunjukkan pada Gambar 3.17. Prinsip kerja pengaman otomatis untuk sistem fasa tiga ditunjukkan pada Gambar 3.17a. Bila tidak ada arus bocor (ke tanah atau tubuh manusia) maka jumlah resultan arus yang mengalir dalam keempat penghantar sama dengan nol. Sehingga trafo arus (CT) tidak mengalami induksi dan trigger elektromagnet tidak aktif. Dalam hal ini tidak terjadi apa-apa dalam sistem.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
34
(a). Diagram skematik RCD fasa tiga
(b). Diagram skematik pemasangan GPAS (RCD) pada beban fasa-tiga Gambar 3.17 Pemasangan GPAS fasa tiga pada beban Bila GPAS dikehendaki untuk dipasang secara terpusat maka sistem rangkaian ditunjukkan pada Gambar 3.18. Dengan pemasangan terpusat seperti ini maka setiap peralatan di bawahnya diamankan dari bahaya tegangan sentuh yang membahayakan manusia.
Gambar 3.18 Diagram skematik pemasangan GPAS (RCD) pada pusat beban Earth Leakage Circuit Breaker (ELCB). ELCB ini merupakan suatu alat pemutus daya yang akan bereaksi apabila terjadi beban lebih dan apabila terjadi arus bocor Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
35
ke tanah pada besaran tertentu. Sebagai contoh ELCB dengan arus bocor 30 mA untuk peralatan-peralatan kerja yang dalam operasinya tidak bersentuhan langsung dengan tubuh manusia, 10 mA untuk peralatan-peralatan yang dalam operasinya bersentuhan langsung dengan tubuh (alat penyukur rambut, bathing tube, dll.). Alat ini juga dikembangkan untuk pencegahan kebakaran, yaitu dengan arus bocor 400-500 mA. Seperti yang telah disebutkan di bagian sebelumnya bahwa kebakaran sering diakibatkan oleh arus bocor ke tanah, dari yang sangat rendah kemudian berangsur-angsur meningkat hingga mencapai kemampuan membakar, yaitu 400-500 mA.
3.8.3 Bahaya Kebakaran akibat Listrik Kebakaran terjadi karena adanya panas berlebih pada bahan-bahan yang mudah terbakar. Terkait dengan kelistrikan, panas lebih bisa terjadi akibat dari banyak faktor, antara lain adalah: arus beban lebih, arus hubung singkat, sambungan/kontak yang longgar. Arus beban lebih berarti bahwa arus yang mengalir pada komponen instalasi melebihi arus pengenal (nominal) komponen tersebut. Dengan berlebihnya arus tersebut, maka rugi-rugi saluran I2R juga akan berlebih (dari nominalnya). Sementara itu, rugi-rugi ini akan keluar dalam bentuk panas (I2Rt), sehingga komponen-komponen instalasi yang mengalami kelebihan arus akan mengalami kelebihan panas juga. Panas inilah yang akan merusak dan membakar isolasi dan pada akhirnya bisa menimbulkan kebakaran. Sama halnya akan terjadi bila kabel/penghantar yang digunakan terlalu kecil. Pada peristiwa hubung singkat di mana terjadi kontak langsung antara saluran yang mempunyai beda tegangan, Bila ini terjadi maka akan menimbulkan arus hubung singkat yang sangat tinggi. Semakin tinggi arus hubung singkat, semakin tinggi pula busur api yang terjadi dan semakin keras pula bunyi ledakan yang terjadi. Bila dalam kondisi semacam ini di sekitar terdapat bahan-bahan yang mudah terbakar maka akan besar sekali kemungkinan terjadinya kebakaran. Tidak jauh berbeda dengan peristiwa longgarnya suatu kontak listrik, pada kontaknya pasti akan menimbulkan efek pengelasan dan bila hal ini terjadi secara dalam waktu lama maka akan sangat dimungkinkan terjadinya kebakaran. Ada satu hal lagi yang barangkali ini kurang disadari oleh masyarakat adalah dampak arus bocor ke tanah. Peristiwa arus bocor ini terjadi akibat kegagalan isolasi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
36
sehingga ada arus bocor yang mengalir melalui moistur/kotoran-kotoran. Pada awalnya, arus yang mengalir sangat kecil (5 mA), namun dengan mengalirnya arus ini membuat kotoran-kotoran yang dilewati mengalami pemanasan dan terbakar serta berubah menjadi karbon. Setelah menjadi karbon, lintasan arus mempunyai konduktivitas yang lebih baik sehingga arus yang mengalir akan semakin besar. Demikian terjadi terus menerus dan sampai pada keadaan di mana besar arus bocor sampai 500 mA. Berdasarkan penelitian arus 500 mA tersebut sudah mampu membakar benda-benda di sekitarnya sehingga terjadi kebakaran. Penghantar yang berada pada lingkungan lembab, akan terjadi penetrasi kelembaban ke dalam isolasi yang kemudian menimbulkan arus bocor. Itulah beberapa penyebab kebakaran akibat dari sistem kelistrikan yang perlu kita waspadai. Peristiwa hubung singkat diilustrasikan pada Gambar 3.19. Hubung singkat terjadi bila terjadi kontak langsung antara kawat fasa dan netral, kawat fasa dan tanah, dan antar kawat fasa sendiri. Semakin tinggi tegangan maka arus hubung singkat akan semakin besar dan semakin berbahaya.
Gambar 3.19 Kondisi hubung singkat Kegagalan isolasi dapat dihindarkan dengan pemilihan penghantar yang benar dan dengan pembebanan mekanis pada penghantar yang sesuai. Hal ini disebabkan karena kemampuan hantar arus pada penghantar dan kabel ditentukan oleh ketahanan panas dan konduktivitas panas material isolasi, material penghantar (misal tembaga atau
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
37
aluminium), media pendinginan dan juga kondisi lingkungan. Kegagalan isolasi sering terjadi pada isolasi yang besar dan rapuh, juga yang sering terbebani beban lebih. Untuk mencegah bahaya kebakaran karena kesalahan isolasi pada peralatan listrik, upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan pengukuran tahanan isolasi secara teratur dalam interval waktu tertentu.
3.8.4 Proteksi Peralatan Instalasi Proteksi terhadap peralatan-peralatan instalasi, seperti kabel dan mesin-mesin harus dilakukan agar bila terjadi kesalahan kelistrikan dapat terlindung dari kerusakan. Alatalat proteksi yang umum digunakan adalah sekering (fuse), pemutus daya (circuit breaker (CB, MCB)) atau thermal overload relay, dan lain-lain. Alat-alat proteksi semacam ini harus dipilih untuk mengamankan komponen rangkaian dari arus kesalahan (abnormal), seperti arus hubung singkat, arus beban lebih. Oleh karena itu, kapasitas alat pengaman harus disesuaikan dengan kapasitas/kemampuan komponen-komponen instalasi dalam mengatasi arus-arus abnormal semacam ini. Untuk mengetahui ukuran penghantar dan juga ukuran gawai-gawai proteksi dapat dilihat pada PUIL 2011 atau standar-standar lain yang berlaku secara internasional.
Gambar 3.20 Contoh-contoh sekering lebur jenis kaca dan pisau
Gambar 3.21 Contoh-contoh pemutus daya (CB dan MCB)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
38
3.8.5 AC atau DC yang lebih berbahaya? Tingkat bahaya arus bolak-balik adalah lebih tinggi daripada arus searah. Hal ini dibedakan karena adanya faktor frekuensi pada arus bolak-balik. Pada arus bolak-balik bisa menimbulkan Ventricular fibrillation, sementara pada arus searah tidak. Pada standar VDE telah ditetapkan nilai tegangan, yang disebut dengan tegangan sentuh yang dapat terjadi pada peralatan, tanpa harus diikuti dengan pemutusan arus pada peralatan tersebut besarnya adalah:
Arus bolak-balik (nilai efektif) UL 50 V
Arus searah
UL 120 V
Pada kasus-kasus tertentu, seperti di rumah sakit, maka nilai tegangannya adalah
Arus bolak-balik (nilai efektif) UL 25 V
Arus searah UL 60 V
Bila pada peralatan terjadi tegangan sentuh yang tinggi, maka peralatan harus diputuskan hubungannya. Lama waktu pemutusan adalah untuk:
Rangkaian arus stop kontak sampai 32 A
t 0,2 s
Peralatan portable (handy)
t 0,2 s
Rangkaian arus peralatan kerja dengan sambungan tetap
t5s
3.9 Beberapa Tip Keselamatan Kerja Kelistrikan
Hanya orang-orang yang berwenang, berkompeten dan kualifaid yang diperbolehkan bekerja pada atau di sekitar peralatan listrik.
Menggunakan peralatan listrik sesuai dengan prosedur (jangan merusak atau membuat tidak berfungsinya alat pengaman).
Gambar 3.22 Contoh penggunaan alat listrik
Jangan menggunakan tangga logam untuk bekerja di daerah instalasi listrik.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
39
Gambar 3.23 Penggunaan tangga di daerah instalasi listrik
Pelihara alat dan sistem dengan baik.
Gambar 3.24 Inspeksi kondisi peralatan
Menyiapkan langkah-langkah tindakan darurat ketika terjadi kecelakaan. Prosedur shut-down: tombol-pemutus aliran listrik (emergency off) harus gampang diraih; Pertolongan pertama.
Pertolongan pertama pada orang yang tersengat listrik Korban harus dipisahkan dari aliran listrik dengan cara yang aman sebelum dilakukan pertolongan pertama; Hubungi bagian yang berwenang untuk melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan. Pertolongan pertama harus dilakukan oleh orang yang berkompeten
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
40
Gambar 3.25 Pemisahan si korban dari aliran listrik
Gambar 3.26 Tindakan pertolongan pertama
3.10. Bahaya Kebakaran dan Ledakan akibat Listrik Banyak peristiwa kebakaran dan peledakan sebagai akibat dari kesalahan listrik. Peristiwa ini memberikan akibat yang jauh lebih fatal dari pada peristiwa sengatan listrik karena akibat yang ditimbulkannya biasanya jauh lebih hebat. Akibat ini tidak terbatas pada jiwa namun juga pada harta benda. Lebih-lebih lagi bila melibatkan zat-zat berbahaya, maka tingkat bahayanya juga akan merusak lingkungan. Oleh karena itu, peristiwa semacam ini harus dicegah.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
41
Gambar 3.25 Bahaya Kebakaran dan Peledakan 3.10.1 Penyebab Kebakaran dan Pengamanan Ukuran kabel yang tidak memadai Salah satu faktor yang menentukan ukuran kabel atau penghantar adalah besar arus nominal yang akan dialirkan melalui kabel/penghantar tersebut sesuai dengan lingkungan pemasangannya, terbuka atau tertutup. Dasar pertimbangannya adalah efek pemanasan yang dialami oleh penghantar tersebut jangan melampaui batas. Bila kapasitas arus terlampaui maka akan menimbulkan efek panas yang berkepanjangan yang akhirnya bisa merusak isolasi dan atau membakar benda-benda sekitarnya.
Gambar 3.26 Ukuran kabel harus sesuai dengan kapasitas arus Agar terhindar dari peristiwa kapasitas lebih semacam ini maka ukuran kabel harus disesuaikan dengan Persyaratan Umum Instalasi Listrik seperti PUIL 2011.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
42
Penggunaan adaptor atau stop kontak yang salah. Yang dimaksudkan di sini adalah penyambungan beban yang berlebihan sehingga melampaui kapasitas stop-kontak atau kabel sumber dayanya.
Gambar 3.27 Pemakaian stop-kontak yang salah Kontak yang jelek.
Gambar 3.28 Koneksi yang kendor Percikan bunga api pada peralatan listrik atau ketika memasukkan dan mengeluarkan soket ke stop-contact pada lingkungan kerja yang berbahaya di mana terdapat cairan, gas atau debu yang mudah terbakar. Untuk daerah-daerah seperti ini harus digunakan peralatan anti percikan api
Gambar 3.29 Lingkungan sangat berbahaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
43
3.10.2 Sistem Proteksi berdasarkan EN 60529 (DIN VDE 0470)
Tabel 1 Simbol-simbol yang digunakan untuk berbagai jenis proteksi menurut EN 60529 Jenis Proteksi menurut EN 60529 IP 0X IP 1X IP 2X IP 3X IP 4X IP 5X
IP 6X
Jenis Proteksi menurut EN 60529 IP X0 IP X1
IP X2 IP X3
Proteksi terhadap sentuhan
Simbol menurut VDE
Tidak ada proteksi sentuhan Proteksi terhadap benda asing > 50 mm Proteksi terhadap benda asing > 12 mm Proteksi terhadap benda asing > 2,5 mm Proteksi terhadap benda asing dan perkakas krja > 1 mm Proteksi terhadap penumpukan debu di dalam peralatan
Kedap terhadap debu
Proteksi terhadap air
Simbol menurut VDE
Tidak ada proteksi air Proteksi terhadap tetesan air, tetesan air jatuh tegak Proteksi terhadap tetesan air, tetesan air jatuh miring Proteksi terhadap cipratan sampai dengan sudut 30 terhadap garis datar
IP X4
Proteksi terhadap cipratan air dari segala arah
IP X5
Proteksi terhadap semprotan air
IP X6
Proteksi terhadap banjir
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
44
IP X7
Proteksi dalam penyelaman
IP X8
Proteksi penyelaman dalam
LATIHAN: 1. Sebutkan alat-alat proteksi listrik yang digunakan untuk mengamankan komponen instalasi dari bahaya arus abnormal (lebih)! 2. Sebutkan alat-alat proteksi manusia dari bahaya sengatan listrik! 3. Identifikasi alat-alat proteksi dari bahaya listrik yang ada di lab Teknik Energi. 4. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keseriusan akibat sengatan listrik bagi tubuh manusia.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
45
BAB 4 BAHAYA MEKANIK DAN PENGAMANANNYA Tujuan Pembelajaran Khusus: Seteleh mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1. Menjelaskan bahaya-bahaya mesin bagi manusia; 2. Menjelaskan bagian-bagian berbahaya dari suatu mesin; 3. Menjelaskan jenis-jenis pelindung mesin; 4. Mengidentifikasi potensi bahaya dan pengelolaannya (pelindungannya) pada mesin; 5. Menjelaskan jenis-jenis bahaya dari mesin.
4.1.
Pendahuluan Permesinan merupakan sumber bahaya terjadinya kecelakaan industri. Beberapa
studi di Amerika Serikat menyatakan bahwa kecelakaan yang disebabkan oleh mesin menduduki rangking ke-3 dan menduduki rangking pertama penyebab cacat permanen yang dialami oleh pekerja, yaitu 32 %. Dari kecelakaan yang disebabkan oleh permesinan ini, 20 % di antaranya adalah akibat dari lemahnya pelindung/pengaman mesin (machinery guards). Hal ini menjadi perhatian para perancang mesin-mesin dan para enjiner safety bagaimana bisa menciptakan mesin-mesin yang aman dalam pemakaiannya.
4.2.
Bahaya-bahaya Mesin Banyak potensi bahaya terkait dengan mesin. Berikut ini adalah beberapa jenis
potensi bahaya yang ada.
Bersentuhan dengan mesin atau terperangkap antara mesin dan sesuatu benda di mesin.
Terbenturnya anggota tubuh atau tersangkutnya anggota tubuh ke mesin atau bagian mesin yang bergerak.
Terbentur oleh bagian-bagian dari mesin karena operasinya.
Terbentur oleh barang-barang yang terlempar keluar dari mesin.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
46
Di samping bahaya-bahaya tersebut, biasanya masih ada bahaya-bahaya lain seperti bahaya listrik, bahaya kimia, dan lain-lain. Namun pada kesempatan kita akan mempelajari yang terkait dengan bahaya-bahaya mekanik saja.
4.2.1 Bagian-bagian Mesin yang memerlukan Pelindung Bahaya Untuk dapat mengoperasikan mesin secara aman, syarat pertama yang harus dipenuhi adalah keamanan dari mesin itu sendiri. Jadi, mesin harus dirancang secara aman. Secara prinsip ada tiga bagian dari mesin yang menjadi titik perhatian untuk diamankan agar tidak menimbulkan kurban terhadap orang yang menggunakan dan orang-orang di sekitarnya. Ketiga bagian ini adalah: transmisi daya, bagian yang bergerak, dan titik operasi. Perhatikan Gambar 4.1. Transmisi daya Peralatan-peralatan transmisi daya mekanik meliputi: poros, roda gila, puley, sabuk, batang-batang penghubung, kopling, spindel, crank, clutches, cams dan bagianbagian mesin yang digerakkan. Bagian mesin yang bergerak Ini adalah bagian-bagian mesin yang bergerak ketika mesin beoperasi. Titik operasi Ini adalah bagian mesin di mana mesin dirancang untuk melakukan pekerjaannya. Seperti pisau potong, perata logam, feeder rolls pada mesin pres, dan gunting. Jadi, merupakan bagian di mana dilakukan penggambaran, pemotongan, pembentukan, pengecapan (stamping), dan lain-lain.
Keterangan: 1. Transmisi daya, 2. Bagian yang bergerak, 3. Titik operasi
Gambar 4.1 Bagian-bagian mesin yang memerlukan pelindung bahaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
47
4.2.2 Jenis-jenis Pelindung Bahaya Ada sejumlah pelindung yang diterapkan untuk mengamankan suatu peralatan atrau mesin, di atantaranya adalah: pelindung tetap, pelindung yang dapat diatur, pelindung jarak, pelindung berpautan (interlocking) dan pelindung otomatis. Berikut ini adalah penjelasan tentang jenis pelindung-pelindung tersebut. Pelindung Tetap Pelindung ini dirancang secara tetap, tidak mempunyai bagian yang bergerak atau tergantung dari mekanik lainnya. Pelindung ini dimaksudkan untuk menghalangi jalan keluar dari bagian-bagian mesin yang membahayakan. Oleh karena itu, perlengkapan mesin ini dirancang secara kuat dan kokoh serta mampu menahan takanan dari proses dan lingkungan. Pelindung yang Dapat Diatur Pelindung ini merupakan pelindung tetap namun mempunyai bagian-bagian yang dapat diatur, dan bila diatur, pelindung tersebut masih tetap pada posisinya selama operasi. Pelindung ini tidak dapat digunakan untuk melindungi jalan masuk ke bagianbagian mesin yang berbahaya. Pelindung ini boleh digunakan selama mendapatkan pengawasan terhadap kondisi lingkungan seperti penerangan dan operatornya yang harus sudah terampil. Pelindung Jarak Pelindung ini tidak ditempatkan secara langsung pada titik bahaya, namun diletakkan pada jarak di luar jangkauan normal. Pelindung yang Berpautan (Interlocking) Ini adalah pelindung yang mempunyai suatu bagian bergerak yang disambungkan dengan pengendali mesin sehingga mesin tidak dapat dioperasikan apabila pelindung dalam keadaan tidak tertutup (ditutup). Pelindung interlocking ini memerlukan kontrol dan penginderaan (sensing). Pelindung otomatis Pelindung otomatis mempunyai komponen yang bisa bekerja secara otomatis sesuai dengan sistem kerja mesin. Pelindung otomatis juga mencakup suatu pelindung yang mencegah seseorang masuk ke daerah titik bahaya secara tak sengaja, tetapi jalan masuk akan terbuka bila keadaan aman dan menutup kembali bila sedang operasi (bahaya).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
48
Gambar 4.2 Pelindung transmisi daya
Gambar 4.3 Pelindung bagian-bagian mesin gerinda
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
49
Latihan: Pilih salah satu sampel mesin proses/produksi yang ada di lab/bengkel POLBAN dan identifikasi bagian-bagian mesin yang perlu dilindungi untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Jelaskan jenis pelindung yang digunakan dan jelaskan pendapat anda tentang aspek keselamatan mesin yang anda selidiki.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
50
BAB 5 BAHAYA PADA KETEL UAP DAN BEJANA TEKAN
Tujuan Pembelajaran Khusus: 1. Menjelaskan perlengkapan minimal yang harus dimiliki oleh sebuah ketel uap (boiler); 2. Menjelaskan persyaratan operasional yang harus dipenuhi untuk mencegah agar ketel uap tidak sampai meledak; 3. Menjelaskan faktor-faktor penyebab meledaknya ketel uap; 4. Menjelaskan cara operasi dan pemeliharaan kompresor agar tidak terjadi peledakan; 5. Menjelaskan cara menangani tabung-tabung gas bertekanan tinggi.
5.1.
Pendahuluan Ketel uap (boiler), kompresor, dan tabung bertekanan banyak digunakan dalam
aktivitas sehari-hari terutama di gedung-gedung komersial atau industri. Ketel uap (boiler) merupakan peralatan yang digunakan untuk membangkitkan uap. Ketel uap banyak digunakan di pembangkit-pebangkit listrik (PLTU), industri-industri (proses pemanasan, fermentasi, dll.). Jadi sangat luas pemakaiannya. Kompresor banyak digunakan mulai pada usaha tambal ban, sampai dengan industri proses dan manufaktur sebagai pembangkit udara bertekanan dalam menunjang proses produksinya. Sedangkan tabung-tabung bertekanan tinggi juga dipakai di mana diperlukan zat yang penyimpanannya memerlukan tekanan tinggi yang pada umumnya mudah terbakar (flammable). Ketel uap merupakan bejana bertekanan berapi sedangkan kompresor dan tabung yang disebutkan di atas merupakan bejana bertekanan tinggi yang tidak berapi. Walau pun berbeda dalam tingkat bahayanya, namun kedua macam bejana bertekanan tersebut sama-sama berbahayanya.
5.2.
Perlengkapan Minimal Ketel Uap (Boiler) Perlengkapan pengaman pada ketel uap sudah mempunyai standar yang sangat
tinggi, yang dapat diandalkan untuk mencegah bahaya ledakan. Gambar 5.1
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
51
memperlihatkan boiler di lab Teknik Energi lengkap dengan perlengkapan-perlengkapan utamanya.
Gambar 5.1 Sebuah boiler tipikal Dalam peraturan Uap Tahun 1930 juga dimuat perlengkapan ketel uap. Peraturan ini merupakan peraturan tentang ketel uap yang pertama berlaku di Indonesia. Dalam peraturan ini dinyatakan perlengkapan minimal yang ada pada suatu ketel uap adalah sebagai berikut: 1) Sekurang-kurangnva mempunyai 2 katup pengaman (safety valve) yang berkualitas, berukuran cukup, dan dipasang pada ketel uap atau pada kamar uapnya.
Gambar 5.2 Katup pengaman pada boiler Gambar 5.3 Alat pengukur tekanan pada sebuah boiler
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
52
Gambar 5.2 memperlihatkan katup pengaman (safety valve) yang dipasang pada boiler. Katup pengaman ini adalah untuk mencegah terjadinya tekanan lebih pada boiler. Katup pengaman ini sudah diset pada tekanan tertentu sesuai dengan tekanan kerja boiler. Bila terjadi tekanan lebih, katup akan membuka secara otomatis dan kemudian menutup lagi jika tekanan normal kembali. Dengan demikian boiler terhindar dari ledakan akibat tekanan kerja yang berlebih. Disyaratkan dengan dua katup adalah untuk menghindari kegagalan kerja katup secara total. 2) Sekurang-kurangnya mempunyai 1 pedoman tekanan (manometer) (Gambar 5.3). Alat ukur tekanan untuk mengetahui tekanan boiler setiap saat. 3) Sekurang-kurangnya mempunyai 2 kran/kerangan coba atau pengukur air dan 1 gelas pedoman air yang memakai kran sembur yang dapat ditusuk ketika ketel beroperasi, atau 2 gelas pedoman air (Gambar 5.4-5.5). Perlengkapan ini untuk memastikan bahwa air di dalam ketel cukup.
Gambar 5.4 Gelas pengukur pada boiler
Gambar 5.5 Kran sembur pada boiler 4) Sekurang-kurangnya mempunyai 2 alat pengisi yang tidak bergantung antara satu dan lainnya, yang masing-masing dapat memberi air ke dalam ketel dengan leluasa, dan sekurang-kurangnya satu di antaranya dapat bekerja sendiri (otomatik) (Gambar 5.6); 5) Mempunyai alat yang dapat bekerja sendiri, yang dapat memberitahukan kekurangan air dalam ketel uapnya, lepas dari masinis atau peladennya (Gambar 5.7);
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
53
Gambar 5.6 Pompa pengisi air boiler
Gambar 5.7 Alarm suara (bel) dari sebuah boiler tipikal
6) Mempunyai tanda batas air terendah yang diperbolehkan (Gambar 5.8); 7) Mempunyai kran tekanan untuk memasang pedoman tekanan coba; 8) Mempunyai katup/kran buang (Gambar 5.9); 9) Mempunyai lubang lalu orang atau lumpur seperlunya (Gambar 5.10).
Gambar 5.10 Lubang lalu kotoran Gambar 5.9 Kran buang Berdasarkan penjelasan ini, memberikan gambaran bahwa, boiler telah diberi perlengkapan yang sudah memadai untuk menghindari bahaya ledakan atau kerusakan. Dengan standar yang sudah lengkap ini, secara fisik boiler sudah dapat dikatakan aman untuk beroperasi. Walaupun begitu, dalam operasinya boiler masih memerlukan persyaratan lain yang tanpa itu boiler tidak boleh dioperasikan. Persyaratan yang dimaksud adalah: a. Boiler (ketel uap) dibuat dan dipasang berdasarkan standar yang berlaku; b. Boiler (ketel uap) dioperasikan oleh personil yang kompeten dan memegang sertifikat yang dikeluarkan oleh badan yang berwenang; Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
54
c. Boiler (ketel uap) diperiksa secara reguler oleh inspektor (pengawas) yang bersertifikat dari lembaga yang berwenang (Depnaker untuk di Indonesia).
Terjadinya peledakan ketel uap kebanyakan disebabkan oleh akibat peningkatan titik didih air yang ditentukan oleh tekanannya yang kemudian kehilangan tekanan secara ekstrim. Titik didih air meningkat dengan meningkatnya tekanannya. Air masih dalam bentuk cairan pada titik didihnya, 212 °F atau 100°C pada tekanan 1 atmosfir. Sebagai contoh pada tekanan 7 bar, titik didih air adalah 337 °F atau 170 °C. Jika tekanan tersebut hilang secara tiba-tiba, misalkan akibat adanva kegagalan pada bagian tertentu dari ketel, maka air yang bersuhu tinggi tersebut akan berubah fasa menjadi uap secara spontan. Peristiwa ini dapat mengakibatkan ledakan hebat, dan sangat membahayakan..
5.3.
Kompresor Udara Meskipun bahaya ledakan pada alat ini lebih rendah dibandingkan bila terjadi
pada ketel uap, bukan berarti alat ini tidak membahayakan. Kompresor udara menjadi berbahaya, di samping karena tekanan tinggi adalah karena adanya minyak yang digunakan untuk pelumasan torak-torak pada silindernya. Jika udara ditekan, maka suhu udara tersebut akan meningkat. Jika suhu udara bertekanan ini meningkat sangat tinggi, sebagian minyak pelumas dapat menguap dan terbawa ke dalam alat penerima udara, di mana uap minyak ini akan berkumpul di dalam tabung udara bertekanan tersebut. Jika hal ini dibiarkan maka kumpulan uap minyak tersebut bisa mengakibatkan terjadinya ledakan jika terkena api atau panas yang berlebihan.
Untuk mencegah terjadinya ledakan kompresor perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Semua tangki udara harus mempunyai katup buang pada bagian titik terendahnya. Katup dimaksudkan untuk membuang air kondensasi dalam tangki. Tindakan ini harus dilakukan secara rutin setiap hari setelah mesin tak beroperasi beberapa lama. 2) Jangan memberi beban (tekanan) lebih pada kompresor. 3) Pastikan bahwa katup pengamannya (safety valve) bekerja dengan baik. 4) Jangan memasukkan minyak pelumas secara berlebihan, karena kemungkinan akan terbawa ke dalam tangki udara yang bisa menimbulkan bahaya ledakan 5) Gunakan minyak khusus untuk kompresor. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
55
6) Pelihara kompresor dan tabung udara agar tetap baik.
5.4.
Silinder gas Pemakaian silinder/tabung untuk menyimpan gas bertekanan adalah sangat
umum. Gas yang biasa disimpan dalam tabung adalah gas-gas yang flammable, seperti: oksigen, hidrogen dan asetilin, karbon dioksida, khlorin dan nitrogen. Tekanan yang digunakan sangat tinggi (misalnya untuk oksigen - 1800 lb atau 124 bar), maka telah dikembangkan standar konstruksi, pengaman dan penanganannya. Sifat zat-zat yang disimpan dalam tabung yang berbahaya di antaranya adalah gas bertekanan dan oksigen, liquified petruleum gas, asetilin dan khlorin. Contohnya:
oksigen dalam bentuk cair atau gas, jika bercampur dengan minyak, grease dan organic compound lainnya bisa menyebabkan peledakan;
asetilin akan meledak jika ditekan;
gas khlorin sangat korosif dan harus ditangani dengan ekstra hati-hati.
Dalam penyimpanannya perlu diperhatikan hal-hal berikut ini: 1) pada ruang terbuka dengan ventilasi yang memadai; 2) hindari terjadinya benturan pada tabung; 3) tidak terkena sinar rnatahari secara langsung; 4) tidak disimpan dekat dengan bahan-bahan yang mudah terbakar; 5) tidak disimpan dekat dengan sumber panas; 6) suhu penyimpanan harus relatif rendah; 7) tidak disimpan di atas lantai secara langsung.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
56
Gambar 5.11 Peletakan dan Penyimpanan Tabung Gas Mudah terbakar
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
57
BAB 6 PENCEGAHAN DAN PEMADAMAN KEBAKARAN Tujuan Pembelajaran Khusus: 1. Menjelaskan proses terjadinya api; 2. Menjelaskan prinsip pencegahan dan pemadaman api/kebakaran; 3. Menyebutkan dan menjelaskan penyebab-penyebab kebakaran; 4. Menjelaskan fungsi dan operasi alarm kebakaran (fire alarm); 5. Menjelaskan kelas kebakaran; 6. Memilih, menggunakan, mendistribusikan dan memelihara APAR; 7. Menyebutkan jenis-jenis dan menjelaskan prinsip kerja Detektor Kebakaran Otomatik; 8. Memilih Detektor Kebakaran Otomatik sesuai dengan kebutuhan; 9. Menjelaskan prinsip Pemadam Kebakaran Otomatik
6.1.
Pendahuluan Jika kita bicara masalah api akan terlintas di benak kita dua hal: pertama, api
merupakan sahabat yang amat kita butuhkan di dalam kehidupan ini, dan yang kedua, api bisa menjadi sumber malapetaka. Api sangat kita butuhkan, misalnya untuk memasak di dapur, merebus air, peleburan logam di bidang pengecoran. Api akan sangat bermanfaat bagi manusia selama ada di bawah kontrol manusia itu sendiri. Api akan menjadi sumber bahaya bagi manusia karena dapat menimbulkan kerugian baik harta benda maupun jiwa jika api tersebut di luar kemampuan kendali kita, seperti: kebakaran rumah, pabrik, dan pasar-pasar. Sebagaimana kita ketahui, semakin maju budaya manusia, dunia semakin dipenuhi oleh industri-industri yang semakin canggih juga. Kalau perkembangan industri dan perkembangan teknologi yang semakin canggih ini kurang diimbangi dengan sistem keselamatannya dapat menimbulkan potensi kebakaran yang tinggi. Disinyalir, selama periode 30 tahun terakhir ini nilai kerugian rata-rata setiap dasa warsa meningkat lebih dari 30%. Ini menunjukkan betapa kritisnya masalah kebakaran yang memerlukan kewaspadaan dan kesigapan semua lapisan masyarakat, industri dan turun tangannya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
58
Pemerintah dalam usaha ini. Mengingat betapa kritis masalah kebakaran ini maka pada bagian ini akan dibahas masalah pencegahan dan penanggulangan/pemadaman kebakaran
6.2.
Proses Terjadinya Api Untuk dapat melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran, terlebih da-
hulu perlu mengetahui asal mula terjadinya api (kebakaran). Api akan timbul jika terdapat tiga komponen, yaitu, bahan bakar (fuel), oksigen (oxygen) dan panas (heat) pada suatu tingkat keadaan tertentu. 4
Bahan bakar: dapat berbentuk padat, cair dan gas. Contohnya: Bahan bakar padat: kayu, kertas, karet, dan lain-lain. Bahan bakar cair: bensin, kerosin, alkohol, dan lain-lain Bahan bakar gas; asetilin, hidrogen, gas alam, dan lain-lain.
Panas: adalah panas yang cukup untuk menimbulkan api (titik bakar). Sumber panas ini bisa berasal dari panas matahari, listrik, gesekan, reaksi kimia, dan lain-lain.
Oksigen: Sumber oksigen adalah udara sekitar kita, yang kandungan oksigennya 21%. Oleh karena api terjadi akibat dari terkumpulnya ketiga komponen sehingga
konsep terjadinya api dapat digambarkan dengan segi tiga yang disebut “Segitiga api” (fire triangle), di mana bahan bakar (fuel), oksigen (oxygen), dan panas (heat) membentuk sisi-sisinya (Gambar 6.1). Hilangnya salah satu komponen akan menghilangkan kemungkinan timbulnya api.
Reaksi kimia
Bhn Bakar
Oksigen
Oksigen Bhn bakar
Sumber
Gambar 6.1 Segitiga Api
Sumber
Gambar 6.2 Gambar Piramida Api
Biasanya di setiap tempat kerja selalu terdapat bahan bakar (kayu, minyak, kertas, atau bahan-bahan lain yang dapat terbakar). dan oksigen, sehingga jalan yang paling
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
59
efektif untuk mencegah timbulnya kebakaran adalah dengan menghilangkan atau mengontrol sumber panas. Untuk mencegah timbulnya kebakaran, di samping pengontrolan sumber panas, perlu juga dilakukan pembatasan jumlah bahan bakar sebatas yang diperlukan saja. Untuk menghindari bahaya kebakaran pada tempat-tempat penyimpanan (terutama tempat penyimpanan bahan-bahan kimia, bahan bakar cair atau gas) di samping cara penyimpannya harus betul, harus diperhatikan juga masalah ventilasinya. Dengan adanya ventilasi yang baik akan mencegah kebakaran akibat rendahnya kandungan uap bahan bakar di udara. Sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan telah ditemukan bahwa api terjadi karena adanya reaksi kimia, maka timbullah konsep baru yang merupakan penyempurnaan konsep segi tiga api, yang disebut “Piramida Api” (fire pyramid). Piramida api terdiri dari empat elemen, yaitu: bahan bakar, oksigen, panas dan reaksi kimia seperti yang terlihat pada Gambar 6.2.
6.3.
Prinsip Pencegahan dan Pemadaman Api Berdasarkan konsep piramida api kita mempunyai empat cara untuk menang-
gulangi/memadamkan api (kebakaran):
Pemisahan Oksigen Prinsip ini memisahkan oksigen dari api, dengan jalan, misalnya, menutup lobang
pengisi tangki bahan bakar yang terbakar, atau menggunakan busa (foam) di mana busa akan mengisolir api dari udara/oksigen. Hal ini akan menyebabkan kadar oksigen menurun/hilang sampai dengan api mati (smoothering action), atau dengan memasukkan gas murni CO2 (purging/inerting) di mana CO2 akan mengikat oksigen dari api sehingga api mati.
Penghilangan Bahan Bakar Menghilangkan/memisahkan bahan bakar dengan api, dengan jalan menutup katup
saluran bahan bakar/kimia yang menyebabkan kebakaran. Kalau bahan bakar habis, api akan mati.
Pengontrolan Sumber Panas Pengontrolan sumber panas dilakukan dengan jalan mendinginkan bahan yang
terbakar sehingga tercapai suhu di bawah titik/suhu bakar (ignition temperature), misalnya dengan semprotan air. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
60
Penghentian Reaksi Kimia Dengan menghentikan/mengganggu reaksi kimia yang terjadi dalam proses
pembentukan api/kebakaran, dengan jalan menyemprotkan bahan kimia kering (dry chemical) atau dengan gas halon. Dengan zat kimia Dengan diketahuinya konsep dasar terjadinya api/kebakaran diharapkan kita akan lebih berhati-hati dan lebih waspada lagi terhadap bahaya kebakaran; mengetahui bagaimana seharusnya agar tidak terjadi api/kebakaran dan alat-alat apa yang harus disiagakan untuk memadamkan api/kebakaran serta yang tak kalah penting adalah adanya personil-personil yang telah siap melakukan tindakan penanggulangannya.
6.4.
Penyebab Kebakaran Secara umum, faktor-faktor yang dapat menimbulkan kebakaran adalah manusia,
mesin/alat dan alam. 6.4.1. Faktor manusia. Faktor ini merupakan faktor yang paling dominan dari ketiga faktor penyebab kebakaran lainnya, karena manusia merupakan faktor pengendali faktor-faktor yang lain. Kebakaran akibat faktor manusia, antara lain disebabkan oleh: Kurang pengetahuan Kurangnya pengetahuan sering kali menyebabkan kebakaran. Misalnya, seorang tukang las mengelas sebuah tangki yang kemudian meledak. Pekerjaan pengelasan suatu kontainer yang pernah berisi bahan bakar cair tidak dapat dilakukan begitu saja, melainkan memerlukan cara-cara dan prosedur-prosedur tertentu yang harus diikuti/dipenuhi. Kurangnya pengawasan Meskipun sudah cukup diberikan pencerahan dan pengetahuan, kadangkala manusia lupa; untuk itu perlu ada pengawasan. Kesengajaan Berdasarkan hasil penyelidikan suatu kebakaran yang dilakukan oleh yang berwenang, sering dijumpai adanya faktor kesengajaan. Sedangkan faktor kesengajaan itu sendiri mempunyai berbagai motif, misalnya: karena sakit hati, penghilangan jejak kejahatan, untuk mendapatkan asuransi, atau tindakan subversi.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
61
6.4.2. Faktor alat/mesin Alat dan mesin dapat menjadi penyebab timbulnya kebakaran jika kurang benar instalasi, cara pemakaian dan pemeliharaannya.
Instalasi kelistrikan Dewasa ini sebagian besar peralatan atau permesinan menggunakan listrik sebagai sumber energinya, maka potensi timbulnya api sangatlah tinggi. Kesalahan instalasi atau kesalahan operasi bisa mengakibatkan suatu kebakaran karena kelistrikan.
Gesekan/friksi Gesekan antara bearing/bantalan dan poros atau tali kipas dan pulley jika kurang mendapatkan pengawasan (pendinginan) dapat menimbulkan panas. Panas ini yang bisa menimbulkan kebakaran.
Api terbuka Yang dimaksud dengan api terbuka adalah api yang berasal dari suatu alat, misalnya: korek api, las, solder, kompor. Ini paling tinggi potensi kebakarannya.
Penyalaan spontan (spontaneous ignition) Penyalaan sendiri (spontan) merupakan hasil suatu pemanasan yang terjadi akibat reaksi kimia yang menimbulkan panas akibat terjadinya oksidasi. Misalnya sodium dan potassium akan berdekomposisi jika bercampur dengan air, mengeluarkan gas hidrogen dan dapat menyala/terbakar dengan sendirinya. Hal ini erat sekali dengan masalah penyimpanan. Penyimpanan yang salah dapat berakibat fatal, kebakaran atau peledakan.
Listrik statis Masalah listrik statis ini sering juga menimbulkan kebakaran jika kurang mendapatkan perhatian. Akumulasi muatan listrik pada suatu tingkat dan kondisi tertentu akan melakukan loncatan ke kumpulan muatan tak sejenis. Lompatan muatan ini menimbulkan busur api yang jika terjadi di sekitar bahan-bahan yang mudah terbakar dapat menimbulkan kebakaran. Kebakaran akibat listrik statis ini sering terjadi di pabrik-pabrik tekstil.
6.4.3. Faktor alam Meskipun manusia diberi kemampuan untuk mengelola alam akan tetapi sering terjadi musibah yang sama sekali di luar jangkauan kemampuan manusia (meskipun Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
62
mungkin akibat ulah manusia), yang menimbulkan kebakaran, misalnya: petir, gempa bumi, gunung meletus.
6.5.
Alarm Kebakaran Pada suatu industri atau lingkungan kerja yang baik selalu dilengkapi dengan
alarm kebakaran (fire alarm). Fire alarm ini, jika diaktifkan, akan memberi tanda/sirene adanya kebakaran kepada para pekerja sehingga semua pekerja mengetahui kalau terjadi kebakaran, kemudian melakukan tindakan penyelamatan diri atau penaggulangan secara bersama-sama. Pada suatu industri yang besar, di mana terdapat berbagai jenis/tingkat bahaya kebakaran, biasanya, sistem alarm tidak hanya digunakan untuk memberikan tanda ke daerah sekeliling saja, namun sekaligus dirancang untuk mengaktifkan sistem pemadam kebakaran otomatis, dan dapat juga berhubungan dengan pusat satuan pemadam kebakaran setempat. Alat untuk mengaktifkan fire alarm ini dapat berupa pull handle, break glass, atau push button, yang telah direncanakan sedemikian rupa sehingga mudah mengoperasikannya. Para pekerja harus tahu di mana terdapat fire alarm dan bagaimana mengoperasikannya. Sering kali terjadi kebakaran besar (yang seharusnya dapat diatasi) akibat ketidaktahuan para pekerja dalam mengaktifkan fire alarm di lingkungan kerjanya. Semakin dini kebakaran diketahui dan diatasi maka akan semakin besar tingkat keberhasilannya. Ada tiga hal mendasar yang harus diketahui oleh para pekerja yaitu: di mana terdapat fire alarm. bagaimana cara mengaktifkan fire alarm kapan fire alarm perlu diaktifkan (setiap ada kebakaran, meskipun kecil)
6.6.
Alat Pemadam Api Ringan (APAR) Semua kebakaran besar asal mulanya dari api yang kecil maka pemadaman yang
paling tepat adalah saat api masih kecil (sedini mungkin). Untuk menanggulangi kebakaran dalam ukuran terbatas (kecil) ini perlu disediakan alat pemadam api ringan (portable fire extinguisher) di sekitar lingkungan kerja yang dianggap mempunyai potensi kebakaran. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
63
Banyak jenis APAR dan salah satunya ditunjukkan pada Gambar 1.36. Penyediaan alat pemadam kebakaran ini harus tetap dilakukan meskipun telah tersedia sistem pemadam kebakaran otomatis (misal: sistem sprinkler). Jenis pemadam api ringan ini harus dipilih berdasarkan bahan/alat yang akan diamankan, karena dengan salahnya pemilihan ini bisa berakibat fatal bagi objek yang diamankan pada saat terjadi kebakaran.
Gambar 6.3 Contoh APAR Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam memilih dan menempatkan alat pemadam kebakaran termaksud, yaitu:
Tempat/sumber api
tempat-tempat di mana terdapat bahan-bahan yang mudah terbakar
jenis/kelas kebakaran yang ada.
Sehubungan dengan hal yang terakhir, berikut ini akan dibahas tentang penggolongan api/kebakaran. 6.6.1. Klasifikasi kebakaran Pada umumnya api/kebakaran dapat digolongkan menjadi 4 kelas, yaitu kelas A, B, C, dan D. Kelas A adalah kebakaran bahan-bahan biasa (ordinary materials), seperti kayu, kain, kertas, karet, dan plastik. Kelas B adalah kebakaran bahan cair dan gas yang mudah terbakar seperti: oli, grease, aspal, minyak cat, gas yang mudah terbakar.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
64
Kelas C adalah kebakaran pada peralatan-peralatan yang beraliran listrik, di mana diperlukan media pemadam yang bersifat nonkonduktif. Kelas D adalah kebakaran pada logam-logam yang dapat terbakar, seperti magnesium, titanium, zirconium, sodium, lithium dan potasium. Ditinjau dari kelas bahaya kebakarannya maka pemilihan alat pemadam kebakaran adalah sebagai berikut:
Gambar 6.4 Pemilihan Media Pemadam berdasarkan Kelas Kebakaran
6.6.2. Peletakan Alat Pemadam Kebakaran Sebagaimana telah disinggung pada bagian bagian sebelumnya bahwa pemadaman/penanggulangan kebakaran harus dilakukan secara cepat dan tepat. Untuk dapat melakukan hal ini, di samping faktor kesiapan personel dan kesiapan alat (berisi penuh, siap dioperasikan), faktor letaknya pun amat penting. Apa artinya kesiapan personil dan alat kalau letaknya terlalu jauh dan tersembunyi. Dalam keadaan darurat (emergency). hal ini akan sangat menyulitkan.
Untuk meletakkan alat pemadam kebakaran perlu diperhatikan hal-hal berikut: 1) Letak alat pemadam kebakaran harus mudah dicapai dan diambil untuk dipergunakan. Letaknya biasanya di sekitar tempat jalan orang. 2) Jika ditempatkan di dalam lemari, lemari tidak boleh terkunci kecuali ada alasan lain dan termasuk di dalam tindakan darurat (emergency plan).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
65
3) Harus terlihat jelas, tidak boleh terhalang dari pandangan atau tersembunyi. Untuk ruang yang sangat luas atau pada suatu tempat tertentu di mana hal yang tersebut di atas tidak dimungkinkan maka perlu diberi tanda atau terdapat alat pemadam kebakaran. 4) Alat pemadam kebakaran diletakkan tergantung pada suatu hanger atau di dalam lemari atau di atas roda (untuk tipe beroda). 5) Letak alat pemadam kebakaran di atas lantai harus disesuaikan dengan beratnya. -
berat < 40 lb (18,14 kg) : ketinggian (ujung bagian atas) < 4 ft (1,53 m)
-
berat > 40 lb (18,14 kg) ; ketinggian < 3,5 ft (1,07 m) di atas lantai.
Harus diperhatikan hal-hal yang dapat membahayakan alat pemadam kebakaran seperti temperatur, atau lainnya yang dapat mengakibatkan terjadinya karat atau kerusakan fisik lainnya (lihat bagian peletakan dan penyimpanan tabung gas.
6.6.3. Prosedur Pemakaian APAR APAR akan efektif bila: 1) Siap pakai (terisi penuh, kondisi baik, dan ada pada tempatnya) 2) Dioperasikan oleh personel yang mampu dan mau 3) Ketika kebakaran masih kecil Pemeriksaan cepat APAR Untuk mengetahui kesiapan APAR, perlu dilakukan pemeriksaan cepat sebagai berikut: 1) Periksa indikator tekanan (gauge). Indikator tekanan harus berada pada zona hijau. (APAR CO2 tidak memiliki indikator tekanan). 2) Tabung pemadam harus memiliki kartu tanda pemeriksaan. 3) Pin dan handel harus diamankan dengan segel (plastik) 4) APAR dan selang harus dalam kondisi baik (tidak ada indikasi kerusakan).
Untuk dapat menggunakan APAR perlu mempelajari cara penggunaan APAR. Prosedur dan tata cara penggunaan APAR pada umunya dicetak pada tabungnya. Antara satu APAR dan lainnya mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, oleh karena itu, pemahaman terhadap prosedur mutlak harus dilakukan sebelum memakainya. Secara
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
66
prinsip prosedur pemadaman api/kebakaran dengan menggunakan APAR ditunjukkan pada Gambar 6.5.
Gambar 6.5 Teknik pemadaman api dengan APAR Dasar memutuskan mau memadamkan kebakaran memakai APAR: 1)
Anda telah dilatih dalam pemakaian APAR
2)
Anda mengetahui pasti apa yang terbakar
3)
Api tidak menyebar dengan cepat.
4)
Ruangan tidak penuh dengan asap dan panas.
5)
Ada jalur jalan menyelamatkan diri.
6)
Ikuti naluri Anda.
6.6 Detektor Kebakaran Otomatis Detektor kebakaran otomatis (Automatic fire detector (AFD)) merupakan mata rantai dari suatu sistem proteksi kebakaran otomatis, di mana detektor ini bekerja/berfungsi mendeteksi dan memberi tahu adanya api/kebakaran. Untuk dapat bekerja dengan baik dan sebagaimana mestinya, AFD ini harus dipasang dengan benar di tempat yang akan diproteksi. Ada banyak jenis detektor yang digunakan untuk mendeteksi kebakaran. Jenisjenis detektor yang umum digunakan dimuat berikut ini. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
67
Detektor panas (Heat Detector) Suhu tetap (fixed temperature detector) Detektor ini akan bekerja dan memberikan informasi atau sinyal bila suhu di sekitarnya mencapai suhu presetnya atau yang telah ditetapkan (tetap) (jenis: Bimetallic, Electrical Conductivity, Fusible alloy, Heat sensitive Cable, Liquid expansion).
Gambar 6.6 Detektor panas fusible alloy pada ruang pembakaran
Warna cairan dan suhu kerja: Oranye : 57 °C Merah : 68 °C Kuning : 79 °C Hijau : 93 °C Biru : 141 °C
Gambar 6.7 Detektor panas jenis liquid expansion dan thermistor
Laju kenaikan suhu (rate of rise temperature detector) Detektor ini bekerja mendeteksi adanya kenaikan suhu yang sangat cepat/tidak
normal melebihi nilai kecepatan yang menjadi nilai presetnya (type: Pneumatic, Thermoelectric effect (semikonduktor))
Detektor pada Gambar 6.6 menggunakan logam campuran sebagai detektornya. Detektor ini sesuai untuk suhu tinggi dan biasanya dipasang pada ruangruang pembakaran boiler. Detektor ini akan meleleh bila suhu sekitarnya mencapai suhu
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
68
leburnya. Sedangkan detektor pada Gambar 6.7 sensor suhu tipe liquid expansion dan detector laju kenaikan suhu tpe thermistor. Sensor tipe liquid expansion berupa tabung gelas kecil, yang akan pecah kacanya karena meningkatnya tekanan cairan yang ada di dalamnya karena pengembangan akibat tinggi suhu sekitar. Detektor yang menggunakan thermistor (semikonduktor) memanfaatkan sifatnya yang tahananannya berubah akibat perubahan suhu untuk melakukan kerjanya. Detektor laju kenaikan suhu Detektor Asap (Smoke Detector) Smoke detector akan mendeteksi asap atau partikel lain yang merupakan output dari suatu kebakaran. Ada beberapa jenis detector ini, di antaranya adalah tipe ionisasi yang menggunakan radioaktif (Gambar 6.7) dan fotoelektrik (Gambar 6.8).
Gambar 6.7 Detektor asap menggunakan radioaktif
Gambar 6.8 Detektor asap menggunakan fotoelektrik
Tipe ionisasi Detektor ionisasi memiliki sumber radioaktif kecil yang digunakan untuk mengisi udara di dalam ruang kecil. Udara bermuatan membuat arus kecil menyeberang melalui ruang dan membuat rangkaian listrik tertutup. Ketika asap memasuki ruang tersebut, menghalangi radiasi, dan memutus arus dan memicu alarm Detektor tipe ini merespon dengan cepat terhadap partikel asap yang sangat kecil (bahkan tidak terlihat oleh mata telanjang) dari kebakaran yang sangat panas, tapi mungkin merespon sangat lambat asap tebal dari api/kebakaran suhu rendah.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
69
Tipe Foto elektrik Pada detektor asap fotolistrik, sumber cahaya dan sensor cahaya diletakkan sedemikian rupa sehingga sinar dari sumber cahaya tidak mengenai sensor cahaya. Ketika asap memasuki lintasan cahaya, sebagian cahaya akan memantul dan diarahkankan ke sensor, menyebabkan detektor aktif dan mengaktifkan alarm. Detektor ini merespon dengan cepat terhadap partikel asap yang terlihat (visible) dari bara api, tapi kurang sensitif terhadap partikel yang lebih kecil dari bara api atau kebakaran sangat panas. Detektor Nyala Api (Flame Detector) Detektor jenis ini mendeteksi adanya cahaya kebakaran, baik yang terlihat mata dalam bentuk nyala api (4000-7700 Angstrom); atau yang di luar jangkauan penglihatan mata manusia (type flame flicker, Infra-red/di atas 7700 Angstrom, ultra violet/dibawah 4000 Angstrom). Contoh detector ini ditunjukkan pada Gambar 6.9.
Gambar 6.9 Detektor nyala api Flame detectors adalah perangkat yang melihat cahaya jenis tertentu (infrared, visible, ultraviolet) yang dipancarkan oleh api kebakaran. Ketika detektor mendeteksi cahaya dari api, detector mengirim sinyal untuk mengaktifkan alarm.
Detektor Gas Api (Fire Gas Detector) Detektor ini mendeteksi adanya gas–gas yang timbul sebagai akibat atau output dari api/kebakaran. (type: Semi conductor, Catalytic element).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
70
Gambar 6.10 Contoh Detektor Gas Kebakaran Itulah contoh-contoh detektor kebakaran yang sudah umum digunakan di industriindustri dan bangunan-bangunan komersial, rumah sakit dan perkantoran. Melalui fire protection control panel, informasi atau signal dari automatic fire detector tersebut akan mengaktifkan fire alarm, dan atau dapat langsung digunakan untuk mengaktifkan sistem pemadam kebakaran otomatis.
6.7.
Pemadam Kebakaran Otomatis Pemadam kebakaran otomatis adalah sistem peralatan pemadam kebakaran yang
terpasang permanen untuk melindungi peralatan, bangunan dari bahaya kebakaran yang bekerja secara otomatis. Terdapat berbagai sistem dan media pemadam, yang pemilihannya disesuaikan dengan sifat-sifat api/kebakaran dan situasi setempat lainnya (material, besar kecilnya bahaya api, kecepatan pemadaman, dan sebagainya). Jenis-jenis media yang digunakan antara lain adalah: air, foam, halon, CO2, kimia kering. Gambar 6.11 dan 6.12 menunjukkan sistem pemadam kebakaran otomatis dengan media air dan gas. Khusus untuk pemadam kebakaran yang menggunakan media air dibagi menjadi dua, yaitu sistem basah dan sistem kering. Sistem basah adalah pipa-pipa dalam keadaan berisi air bertekanan sedangkan sistem kering, pipa-pipa saluran air dalam keadaan kosong tapi berisi udara bertekanan.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
71
Gambar 6.11 Sistem hidrant untuk pemadam kebakaran otomatis
Gambar 6.12 Sistem pemadam api otomatis media gas
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
72
BAB 7 KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA
7.1.
Pendahuluan Bahaya penyakit akibat kerja bisa dikendalikan melalui penerapan perencanaan
dan metoda enjinering (rekayasa). Tiga kelompok orang terlatih diperlukan untuk mendapatkan efisiensi pengendalian yang baik, masing-masing kelompok harus mampu menjalankan fungsi masing-masing dan bekerja sama antar ketiganya dengan baik. Peranan dari ketiga kelompok tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Ahli Teknik Keselamatan Kerja: Ahli Teknik Keselamatan Kerja harus mempunyai pengetahuan umum tentang bahan-bahan yang berbahaya, pengaruhnya terhadap tubuh manusia dan metoda pengendalian bahaya yang dikandung oleh bahan-bahan tersebut sehingga terjaga dalam batas-batas yang diperbolehkan. Ahli Hygien industri: Ahli hygien industri memperhatikan bahaya-bahaya yang ada di lingkungan kerja dan melakukan pengendaliannya berdasarkan hasil penyelidikan dan analisis yang tepat. Dokter: Dokter memperhatikan kesehatan pekerja melalui medikal, diagnostik, dan pengendalian bahaya, serta bertanggungjawab dalam penyusunan dan penjagaan prosedur terkait dengan pendeteksian kerusakan dan perlakuan (perawatan) yang diperlukan. Prosedur standar menyatakan bahwa luka akibat kerja adalah setiap luka termasuk penyakit kerja dan disabilitas akibat kerja lainnya yang timbul baik di luar maupun di dalam pekerjaan. Penyakit kerja merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kondisi lingkungan kerja yang tidak sehat, yang biasanya merupakan suatu hal yang aneh dalam suatu proses atau pekerjaan di mana karyawan ada di dalamnya. Biasanya penyakit kerja menyebar di seluruh proses manufakturing dan pertambangan (mining). Pemakaian bahan-bahan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
73
kimia akan menimbulkan bahaya dalam setiap pekerjaan. Bahan kimia dan proses yang baru membawa bahaya yang baru pula. Data dari industri terbesar Amerika Serikat menunjukkan bahwa kompensasi yang harus dibayarkan untuk penyakit akibat kerja ini mencapai 1-3 % dari total kompensasi akibat kecelakaan kerja industri, dan proporsi ini saat ini menurun dengan semakin berkembangnya standar-standar. Beberapa negara bagian menyatakan bahwa kompensasi penyakit akibat kerja ini di bawah 1 % dari biaya kompensasi akibat kecelakaan kerja. Kondisi pada saat ini sudah jauh lebih baik, karena tersedianya para profesional di industri-industri maju yang khusus menangani masalah ini.
7.2.
Klasifikasi Bahaya terhadap Kesehatan Bahaya terhadap kesehatan di tempat kerja dibagi menjadi bahaya: kimia,
biologi, kondisi lingkungan Kimia Racun dan korosi adalah dua macam bahaya yang ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia. Bahan-bahan kimia ini bisa berbentuk gas, uap, cairan, benda padat atau debu atau kombinasi dari bahan-bahan tersebut. Biologi Bahaya-bahaya biologi adalah bahaya-bahaya seperti anthrax, parasit seperti trichinosis, penyakit seperti pnemonia, tuberculosis, tulsremia, dan lain-lain. Kondisi lingkungan Bahaya-bahaya ini merupakan akibat dari kondisi lingkungan kerja seperti kebisingan (noise), radiasi energi, getaran (vibrasi), suhu atau perubahan suhu yang ekstrim.
7.3.
Cara penyerangan ke tubuh Bagaimana cara bahaya-bahaya tersebut bisa menyerang ke tubuh kita dijelaskan
pada bagian berikut ini. Pernafasan Mayoritas keracunan adalah akibat dari penghirupan udara yang terkontaminasi dengan bahan-bahan beracun, seperti:
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
74
- Gas: bahan yang pada suhu biasa dan pada tekanan atmosfir saja sebagai gas seperti karbon mono oksida, hydrogen sulfide dan illuminating gas. - Uap: bentuk gas yang ada pada suhu biasa dan tekanan atmosfir sebagai gas dan cairan atau padat seperti bensol, alkohol, dan air. - Kabut: titik-titik air yang sangat halus yang ada di udara sebagai hasil kondensasi dari bentuk gas atau dari semprotan cairan (air, cat). - Debu: partikel-partikel padat kecil dan cukup halus yang bercampur dengan udara terhirup dan mengendap di dalam paru-paru. Debu korosif mengakibatkan penyakit saluran pernafasan. Jenis-jenis debu yang membahayakan kesehatan kita antara lain: debu penyebab iritasi kulit (soda kaustik, potash, dll), debu beracun (lead, arsenic, mercury, cadmium, phosporus, dan bahan kimia campuran lainnya), debu fibrosis (penyebab awal TBC, silika bebas, asbestos), debu murni (tidak berbahaya), debu penyebab alergi (terhadap orang tertentu, debu katun, kulit, rambut, wool dan debu gergajian kayu), uap dan asap (amonium chlorid) Kulit Penyerapan melalui kulit langsung menyerang tubuh. - Keracuan fatal: hanya beberapa bahan yang mudah terserap melalui kulit (tetraethyl lead, hydrocyanic). - Bahan korosif: ini menyerang langsung ke kulit contoh asam kuat (sulfuric, nitric, hydrofluoric, dll), alkalis (caustic soda, caustic potash, lime), chlorin, bromine, phenol, dll. - Solvent: tidak menyerang kulit langsung namun mengurangi resistansi yang bisa rentan terhadap serangan bakteri semacam dermatosis (gasolin, kerosin, alkohol).
Mulut Tertelan melalui mulut. Bahan-bahan beracun di lingkungan biasa yang bercampur dengan makanan, rokok, minuman, dan lain-lain.
7.4.
Kondisi lingkungan yang berbahaya Ada sejumlah kondisi lingkungan yang bisa membahayakan kesehatan manusia.
Kondisi lingkungan ini bisa merupakan dampak dari proses produksi ataupun akibat pemakaian peralatan-peralatan dalam proses tersebut. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
75
Getaran yang terus menerus Getaran yang terus menerus dapat mengakibatkan kelelahan, kegugupan, dan mengakibatkan jari kehilangan rasa juga peradangan. Contohnya: penggunaan mesin secara terus-menerus, misalnya pada air hammer, gerinda berkecepatan tinggi, mesin jahit, dll.
Tabel 7.1 Baku Tingkat Getaran (Kepmen. Lingkungan Hidup No.: Kep-49/MENLH/11/1996)
Kebisingan Kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan. Manusia dapat mendengar suara dengan frekuensi 20 sampai 20.000 Hz. Dalam konteks ini, suara yang tidak diinginkan misalnya intensitas, durasi atau intermitansi. Gangguan yang ditimbulkan: pencernaan, komunikasi, perilaku (mudah marah, gelisah dan takut), dan pendengaran Di kota-kota besar dan beberapa pekerjaan memiliki level suara yang berbahaya bagi orang yang sering terekspos suara tersebut. Banyak variabel dalam menentukan sejauh mana batas dan efek dari kebisingan ini. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat kebisingan yang dibolehkan adalah sekitar 80-85 desibel (American Standards Association).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
76
Tabel 7.2 Nilai Ambang Kebisingan (Kep Menaker No. KEP-51/M)
Gambar 7.1 Tingkat Kebisingan pada Bermacam-macam Jenis Pekerjaan Pencahayaan Pencahayaan, kontras, cahaya yang menyilaukan serta lampu yang berkedip dapat mengakibatkan rusaknya mata dan mempengaruhi sistem syaraf. Radiasi Elektromagnetik (Energi Radiasi) Radiasi elektromanetik dibedakan menjadi radiasi pengion dan radiasi tidak mengion. Radiasi pengion adsalah jenis radiasi yang mampu memecah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
77
molekul yang dilaluinya (sinar X dan sinar gamma). Sedangkan radiasi bukan pengion tidak, seperti: medan magnet/ listrik, sinar ultra violet, sinar infra red, frekuensi radio termasuk gelombang mikro. Akibat dari paparan ini adalah: gangguan sistem syaraf, kardiovaskular, reproduksi dan leukemia. Nilai ambang batas (WHO dan IRPA): 100 mTesla (mT) untuk medan magnet dan 10 kV/m untuk medan listrik Sinar Infrared Sinar yang menghasilkan panas yang berlebih dapat mengakibatkan stroke, jantung, iritasi kulit, dan katarak. Konsentrasi maksimum yang diperbolehkan belum ditetapkan. Sumber: peleburan baja, peleburan gelas, dan bara logam. Sinar Ultraviolet (UV) Sinar UV dapat mengakibatkan rasa terbakar pada kulit yang terdedah pada sinar. Sinar ini juga dapat merusak mata, yaitu conjunctivitis, iritasi, dan corneal ulcers. Sumber utama adalah dari percikan bunga api pada mesin pengelas listrik dan matahari. Alat proteksinya adalah baju dengan desain khusus, helm, sarung tangan serta kacamata kobal. Radiasi Microwave Radiasi microwave dihasilkan dari arus dengan frekuensi tinggi pada peralatan elektronik, seperti radar, dapat membakar baja dan flashbulb. Frekuensi lebih tinggi dari 300 µc (micro cycle) dapat membahayakan manusia. melalui proses absorbs. Penetrasi ke dalam tubuh tergantung panjang gelombang, frekuensi lebih pendek, penetrasi lebih dalam. Kandungan air lebih tinggi, absorbsi gelombang mikro meningkat. Dampaknya antara lain konjungtivitis, katarak, gangguan sistem syaraf, dan gangguan reproduksi. Proteksinya, umumnya, jangan berada terlalu dekat dengan sinar radar, baik kecil maupun besar. Jangan melihat langsung pada antena radar, terutama pada jarak yang dekat. Sinar Gamma
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
78
Dihasilkan dari zat-zat radioaktif, dan juga sinar X. Paparan yang berlebihan terhadap sinar gamma akan mengakibatkan reduksi terhadap vitalitas, kelesuan, sakit kepala, anemia serta leukemia. Paparan yang ekstrim terhadap bagian tubuh dapat mengakibatkan pembakaran radium. Ambang Batas umum adalah 0,55 Sv.
Perlakuan kontrol terhadap sinar Gamma: a) Simpan dan pakai zat dengan jumlah seminimal mungkin b) Pekerja harus dikondisikan dengan jarak yang sangat jauh dari sinar gamma c) Gunakan penghalang yang protektif d) Minimumkan waktu ekspos terhadap sinar gamma serendah mungkin. Temperatur dan kelembapan Temperatur dan kelembapan yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi mekanisme kontrol temperatur tubuh, meskipun tubuh manusia dapat beradaptasi terhadap perubahan dengan jangkauan luas. Zona Nyaman Kelembapan relatif adalah elemen penting dalam memelihara kenyamanan. Kelembapan yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi tingkat evaporasi dari perspirasi yang menjaga suhu tubuh tetap normal. Jika suhu tubuh mengalami kenaikan yang terlalu tinggi, dapat mengakibatkan kelelahan. Kekejangan akibat panas Perspirasi berlebihan dapat mengakibatkan penggunaan garam-garaman yang berlebih dari tubuh. Hal ini dapat mengakibatkan kekejangan. Jumlah garamgaraman yang dikonsumsi oleh pekerja harus di bawah kontrol dokter. Tabel 7.3 Nilai Ambang Batas Suhu Berdasarkan Jenis Kerja (°C)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
79
BAB 8 ALAT PENGAMAN DIRI (PPE) 8.1.
Pendahuluan Alat pengaman (keselamatan) diri (Personal Protective Equipment (PPE))
merupakan lapis terakhir dan sangat tipis dari upaya keselamatan bagi manusia. Antisipasi bagi keselamatan manusia dimulai dengan cara penghilangan potensi bahaya kemudian bila bahaya tidak bisa dihilangkan maka harus diganti dengan tingkat bahaya yang lebih rendah atau diberi pelindung bahaya. Bila sampai pelindung bahaya pada mesin/ peralatan sudah diterapkan namun bahaya masih ada maka tidak ada pilihan lain kecuali menghadapi bahaya itu. Untuk meminimalkan dampak bahaya yang ada adalah melalui pelapisan akhir, yaitu melalui peralatan pengaman (keselamatan) diri. Jadi, peralatan pengaman diri ini diperuntukkan bagi para pekerja untuk melindungi diri dari bahaya-bahaya yang mungkin menimpa diri sewaktu menjalankan tugas.
8.2.
Klasifikasi Alat Keselamatan Diri Banyak jenis alat pengaman diri sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Untuk peker-
jaan-pekerjaan umum, jenis-jenis alat pengaman diri yang perlu diketahui dikelompokkan sebagai berikut: 1) Alat pelindung batok kepala 2) Alat pelindung muka dan mata 3) Alat pelindung badan 4) Alat pelindung anggota badan (tangan dan kaki) 5) Alat pelindung pernafasan 6) Alat pencegah jatuh 7) Alat pelindung pendengaran
Berikut ini adalah jenis-jenis alat keselamatan diri sesuai dengan pengelompokan dan penggunaannya.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
80
Tabel 8.1 Jenis-jenis alat keselamatan diri dan Penggunaannya No. 1.
2.
Alat keselamatan Alat pelindung batok kepala Topi keselamatan
Penggunaannya
Topi keselamatan listrik
Pelindung kepala dari sengatan listrik. Topi ini mempunyai kemampuan isolasi yang tinggi
Topi penyemprot pasir Alat pelindung muka dan mata Kap las tangan/dipegang dengan tangan
Pekerjaan menyemprot pasir
Kap las kepala dengan topi keselamatan
Pelindung muka, mata, dan batok kepala waktu mengelas listrik (dimungkinkan ada bahaya benda jatuh) Mengasah, membuat, menetak, bekerja dengan bahanbahan kimia.
Pelindung muka Pelindung mata Kacamata karet
3.
4.
Pelindung batok kepala dari tertumbuk dan dari bendabenda jatuh (tahan benturan)
Pelindung muka dan mata pada waktu mengelas listrik
Mengasah, menetak, bekerja dengan bahan-bahan kimia lemah Bekerja di daerah berdebu
Kacamata keselamatan
Melakukan pengecatan, membelah dan menetak beton, dll.
Pelindung mata kedok (dapat dibuka) Alat pelindung badan Pelapis dada dari kulit
Melakukan pengecatan, membelah dan menetak beton, dll. bagi yang menggunakan kacamata Mengelas karbit dan listrik, menempa, menuang dan kerja panas lainnya
Pelapis dada dari karet Alat pelindung tangan-kaki Sarung tangan asbes
Bekerja dengan bahan-bahan kimia
Sarung tangan kain
Kerja kotor yang ringan sekali, mematri, mengecat, dsb.
Sarung tangan untuk kerja ringan
Pekerjaan konstruksi dan pengangkutan yang ringan
Sarung tangan untuk kerja berat Sarung tangan las
Pekerjaan konstruksi, pengangkutan yang berat, buka tutup kerangan uap panas, tukang api Mengelas listrik dan karbit
Sarung tangan karet
Bekerja dengan bahan-bahan kimia
Sepatu karet panjang hitam
Bekerja dengan bahan kimia (asam garam, soda asam, belerang, dsb; minyak kasar (bensin, minyak, dan gas); kerja tanah dan kerja kotor lainnya
Sepatu keselamatan
Pelindung jari-jari kaki dari tertumbuk dan tertimpa benda jatuh yang berat.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Kerja panas, tuang-menuang, membengkokkan pipa, tukang api, buka tutup kerangan uap yang panas, dsb.
81
5.
6.
Sepatu karet panjang putih
Membersihkan tangki-tangki bensin
Sepatu karet panjang hitam sampai ke paha
Untuk pekerjaan tanah
Pelindung kaki dari kulit
Pekerjaan mengelas listrik, karbit, menempa dan pekerjaan tuang menuang.
Alat pelindung pernafasan Topeng gas hitam
Dipakai dengan canister-canister di udara luar, dilarang dipakai dalam tangki. (tipe SH untuk CO2, CC untuk organik, GG untuk chloor, A untuk ammoniak, D untuk CO.
Topeng gas putih
Dipakai di udara luar dengan canister CC, tidak boleh dalam tangki.
Topeng udara segar
Membersihkan tangki-tangki yang belum bebas dari gas, pekerjaan pertolongan yang selalu siap dengan udara bersih.
Topeng penahan debu
Bekerja dengan debu, belerang, semen, dll.
Alat pencegah jatuh Sabuk/tali keselamatan
Pekerjaan yang tinggi di atas 2,5 meter termasuk di atas bergas yang baik
Jaring keselamatan
7.
Dipakai pada pekerjaan-pekerjaan di atas mesin yang sedang berputar atau di tempat-tempat yang tidak memungkinkan menggunakan sabuk keselamatan
Alat pelindung pendengaran Ear plug (sumbat telinga yang terbuat dari karet) Ear muff (tutup telinga)
Dipakai untuk mengurangi suara yang masuk ke telinga (tempat pengujian mesin) Dipakai untuk mengurangi suara yang bernada tinggi atau keras.
Alat-alat pengaman diri tidak akan efektif apabila tidak digunakan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, wawasan karyawan tentang keselamatan ini sangatlah penting selain pengawasannya. Contoh-contoh PPE:
Safety Glasses Safety Goggles
Laser Safety Goggles
Gambar 8.1 Safety Goggles Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
82
Face Shields
Welding Shields
Laser (Welding) Safety Goggles
Gambar 8.2 Pelindung Muka dan Mata
Earplugs
Earmuffs
Ear Cups
Gambar 8.3 Pelindung Telinga
Safety Shoes
Safety Gloves
Safety Gloves
Gambar 8.4 Pelindung Kaki dan Tangan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
83
BAB 9 HOUSE-KEEPING
9.1.
Pendahuluan Pada saat ini housekeeping sudah diterapkan mulai dari kantor tradisional sampai
dengan industri, pabrik, dan gudang yang potensi bahayanya sangat tinggi. Para ahli sepakat bahwa semua program keselamatan kerja harus memasukkan housekeeping, dan setiap pekerja harus berperan. Selain itu, manajemen harus memiliki komitmen tentang pentingnya housekeeping ini. Housekeeping yang baik mempromosikan keselamatan (safety), maka kerjakan dengan baik apa yang menjadi tugas anda. Housekeeping yang baik merupakan prinsip pertama bagi keselamatan.
9.2.
Housekeeping dan Keterkaitannya dangan Safety House keeping atau tata graha adalah pelaksanaan kerumahtanggaan suatu
perusahaan atau tempat kerja. Kalau mendengar istilah house keeping, sepertinya hanya menyangkut kebersihan dan kerapian saja, tapi juga mencegah kecelakaan dan meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Dengan terpeliharanya house keeping yang baik akan meningkatkan kegairahan kerja para karyawan yang sekaligus akan meningkatkan produktivitas kerjanya. Lingkungan kerja yang bersih, rapi dan indah akan membuat nyaman para karyawan yang menjalankan aktivitas kerjanya. Kondisi yang nyaman ini akan menciptakan gairah dan moral kerja para penghuninya. Kondisi nyaman ini tercipta berkat tidak adanya kekuatiran yang berlebihan tentang keselamatan seseorang. Oleh karena itu, house keeping yang baik secara langsung merupakan kegiatan pencegahan kecelakaan dengan cara menghilangkan potensi-potensi bahaya yang ada di suatu tempat kerja. Kondisi ini yang harus diupayakan oleh setiap penanggungjawab dan anggota dari suatu unit kerja agar kenyamanan dan kegairahan kerja dapat tercipta sehingga tingkat produktivitasnya tinggi.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
84
9.3.
Prinsip-prinsip Housekeeping Housekeeping merupakan pemeliharaan suatu tempat kerja agar bersih, rapi,
indah dan merupakan bagian dari usaha pencegahan kecelakaan dan kebakaran. Oleh karena itu, wawasan tentang house keeping harus dimiliki oleh setiap warga di dalam suatu tempat kerja. Penguasaan wawasan masih belum cukup bila tanpa diikuti penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Setiap karyawan perlu membiasakan diri dengan prilaku yang baik ini. Pentingnya housekeeping yang baik pada suatu perusahaan telah menjadi faktor utama dalam operasi yang efisien, perkembangan moral dan hubungan masyarakat yang baik. 9.3.1. Kebersihan Setiap perusahaan harus memiliki program housekeeping yang terencana dengan baik. Hal ini dapat diinisiasi dengan kampanye kebersihan, dan adanya tindak lanjut harian agar penyebab dan akibat dari kondisi yang tidak bersih dihilangkan. Sistem dari pembersihan harian, inspeksi regular dan supervisi langsung harus dilakukan dan berdasarkan pada: a. Bangunan dan Halaman Lantai, tanah, dinding atap, jendela, tangga, landaian, jalan yang dilalui, gang, cahaya dan reflektor. b. Mesin, peralatan dan perkakas Truk, truk pengangkat, elevator, konveyor, perkakas tangan. c. Pembuangan limbah, dan lain-lain. - Membuang limbah buangan dengan kontainer yang tepat dan terpisah. - Menyediakan kontainer sampah pada lokasi strategis - Menyediakan kontainer logam tertutup bagi material yang mudah terbakar. - Menyediakan waktu dan interval regular bagi pengumpulan sampah dan limbah. 9.3.2. Penataan yang rapi Pengaturan yang rapi untuk menghasilkan efisiensi dan keamanan yang tinggi merupakan keharusan bagi perusahaan yang ingin sukses dalam ekonomi saat ini. Hal ini dimulai dari perencanaan, tetapi operasi dari hari ke hari membutuhkan supervisor yang waspada, termasuk waspada terhadap adanya potensial “bottle neck”, yang dipengaruhi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
85
oleh mesin-mesin yang rusak, serta perubahan yang perlu dilakukan saat produk baru mulai diproduksi. 9.3.3. Proses dan operasi Tata letak merupakan tanggung jawab manajemen. Sedangkan pengaturan dari bahan baku, produk akhir dan limbah buangan adalah tanggung jawab supervisr. Situasi yang ideal adalah kondisi yang rendah hambatannya, rendahnya penundaan dan rendahnya tindakan yang tidak perlu. 9.3.4. Penyimpanan produk dan barang suplai Ruang yang cukup untuk bahan baku/material, peralatan portabel, perkakas dan produk sangat dibutuhkan. Penentuan lokasi yang sesuai bagi penyimpanan item ini harus dilakukan tanpa mengganggu proses dalam kondisi normal. 9.3.5. Jalur Jalan Ruang untuk jalur jalan harus tersedia bagi pergerakan personel, produk dan material, serta keperluan pergerakan dalam keadaan darurat. Ruang ini harus tetap tersedia, dan tidak digunakan sebagai penyimpanan barang untuk mencegah terjadinya “bottle neck” atau “over flow”. Penumpukan barang harus dilakukan di dalam area penyimpanan yang telah ditentukan untuk penyimpanan dan ditandai. Housekeeping yang baik ditandai dengan tiadanya/rendahnya kecelakaan, produksi lebih baik (efisiensi meningkat), dan karyawan tidak sering keluar masuk (karena ketidaknyamanan). Sebaliknya house keeping yang jelek akan menurunkan kualitas kerja, moral karyawan menjadi rendah dan potensi bahaya kebakaran akan meningkat akibat dari banyaknya kecelakaan dan ketidaknyamanan lingkungan.
9.4.
Indikator-indikator House Keeping yang Jelek Banyak orang terantuk barang-barang/ benda yang berserakan di atas lantai dan
di tengah tempat jalan orang, tergelincir akibat minyak, air, grease, atau cairan lainnya yang berceceran di atas lantai, berjalan di atas bahan-bahan atau peralatan yang berserakan, benda-benda yang tidak terikat kuat di atas tempat kerja, dan lain-lain akan meningkatkan potensi bahaya kecelakaan. Ini semua menunjukkan rendahnya housekeeping. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
86
Indikator-indikator rendahnya housekeeping antara lain adalah: Obyek-obyek atau bahan-bahan berserakan di atas lantai. Peralatan tidak pada tempatnya Kebiasaan menyimpan yang lemah. Sistem pembuangan sampah yang lemah. Dinding, jendela, langit-langit, penerangan yang kotor.
9.5.
Pelaksanaan House Keeping Metode pengelolaan housekeeping yang sangat popular di kalangan industri
adalah Manajemen 5S. Yang dimaksud dengan 5S ini adalaH: 1. Seiri (Sort): Pisahkan barang yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan. 2. Seiton (Set in Order): Simpan item/material pada tempat yang tetap dan diketahui umum bila akan dipakai. 3. Seiso (Shine): Bersihkan tempat kerja setiap saat. 4. Seiketsu (Standardize): pemantapan dengan tetap rapi dan bersih. Usahakan 3s tercapai 5. Shitsuke (Sustain): disiplin dan melakukan sesuatu yang benar sebagai kebiasaan.
Gambar 9.1 Manajemen 5S Berikut ini adalah contoh-contoh pelaksanaan housekeeping: 1) Sampah dan bahan-bahan yang tidak terpakai tidak hanya akan mengganggu keindahan lingkungan, namun bisa membahayakan baik bagi kesehatan maupun Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
87
keselamatan kerja. Sampah-sampah dapat menjadi sarang bakteri, dan bila terkumpul banyak akan menjadi bahaya kebakaran. Oleh karena itu, bila Anda menjumpai sampah atau bahan-bahan yang tidak terpakai berserakan segeralah membuangnya ke tong-tong sampah yang telah disediakan. Namun jangan sekali-kali membakar sampah di dalam tong-tong sampah di tempat kerja, melainkan harus dikumpulkan pada tempat pembuangan sampah yang sudah ditentukan.
Gambar 9.2 Barang-barang Berserakan 2) Setelah selesai mengerjakan suatu pekerjaan, kembalikanlah semua bahan yang berlebihan atau limbahnya seperti potongan-potongan besi, skrap, potongan pipa, baut-baut, dan sebagainya ke tempat penyimpanannya. Begitu juga dengan perkakas yang telah dipakai, kembalikan ke tempatnya atau ke gudang perkakas setelah dibersihkan seperlunya. Bila hal ini tidak dilakukan, potongan-potongan besi, perkakas, dan lain sebagainya bisa menyebabkan kita tergelincir, atau celaka.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
88
Gambar 9.3 Penympanan Barang dan Pembuangan Limbah yang Lemah 3) Cairan-cairan yang tumpah bisa mengakibatkan lantai licin dan membuat orang tergelincir. Apalagi kalau cairan-cairan dari minyak tidak hanya menyebabkan tergelincir namun juga kebakaran. Oleh karena itu, segera bersihkanlah tumpahan cairan dan kain-kain yang bercampur minyak ditaruh ke dalam tong-tong sampah yang terbuat dari besi. 4) Kabel-kabel listrik, selang air, selang udara, dan tali-tali yang digunakan hendaklah diatur sedemikian rupa sehingga tidak semrawut dan malang melintang di jalan-jalan dan gang-gang yang sering dilalui oleh karyawan untuk menghindari kecelakaan.
Gambar 9.4 Kondisi Kabel Tidak Rapih 5) Bila ada paku-paku yang menonjol di atas balok ataupun lainnya di tempat kerja anda hendaknya dicabut, kalau tidak dibengkokkan. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
89
6) Penyusunan alat-alat dan bahan-bahan kerja di atas tempat kerja harus rapi, teratur dan aman agar tidak membahayakan orang-orang yang bekerja di bawahnya.
Gambar 9.5 Meja Kerja Tidak Rapih 7) Penumpukan pipa-pipa, balok-balok kayu, dan lain-lain hendaknya mengikuti aturanaturan, seperti ketinggian, pengikatan, atau cara penyusunannya mengikuti batasanbatasan tertentu. 8) Semua lobang baik kecil maupun besar yang ada di jalan tempat kerja harus segera ditutup. Jika belum bisa ditutup harus diberi pagar untuk mencegah terperosoknya orang-orang yang menggunakan jalan itu. 9) Parit-parit dan oil catcher harus terpelihara dengan baik, usahakan agar pengalirannya lancar. Oleh karena itu, parit harus bersih dari sampah dan lumpur.
Gambar 9.6 Lingkungan Kerja Kumuh 10) Kamar ganti pakaian harus dijaga agar tetap bersih. Pakaian kotor, sisa-sisa makanan dan botol-botol minuman jangan sampai menumpuk. 11) WC/toilet, tempat cuci tangan dan pancuran-pancuran air minum harus dijaga agar tetap bersih dan memenuhi syarat-syarat kesehatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
90
Gambar 9.7 Wastafel Tempat Cuci Bila menemukan masalah dan tidak bisa menangani, laporkan kepada atasan langsung Anda agar bisa mendapatkan penangan segera.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
91
BAB 10 PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K)
10.1. Tujuan P3K Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) merupakan pertolongan pertama yang harus diberikan kepada seseorang yang menderita kecelakaan di tempat kerja. Pertolongan pertama tersebut dimaksudkan untuk memberikan perawatan darurat pada si korban sebelum pertolongan yang lebih mantap dapat diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan lainnya. Tujuan pertolongan pertama pada kecelakaan ini adalah: menyelamatkan nyawa korban, meringankan penderitaan korban, mencegah cedera/penyakit menjadi lebih parah, mempertahankan daya tahan korban, mencarikan pertolongan lebih lanjut.
10.2. Kondisi-kondisi Fisiologi Manusia Untuk mengetahui kondisi korban yang mengalami kecelakaan perlu mengetahui kondisikondisi normal dari fisiologi manusia. Kondisi fisiologi normal manusia di antaranya adalah: pernafasan (normal 18/menit) denyut nadi (normal 80/menit, sifat kuat) tekanan darah ( normal 120/80 mmHg, pada umur muda tidak terlalu gemuk) kesadaran turgor (elastisitas kulit) reflek/keadaan pupil mata
10.3. Peralatan dan obat P3K Peralatan-peralatan yang harus tersedia dalam rangka P3K harus disesuaikan Peraturan khusus A.A yaitu adanya peti P3K (tromol pembalut) dari bentuk I, bentuk II, dan bentuk III. Pada umumnya peralatan P3K yang penting terdiri dari: Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
92
1) Buku petunjuk P3K 2) Pembalut segitiga (Mitella) 3) Pembalut biasa: ukuran 2 cm, 5 cm, 10 cm 4) Kasa steril 5) Kapas putih 6) Snelverband 7) Plester 8) Plester cepat (tensoplast, handiplast, dsb.) 9) Sofratulle 10) Bidal ukuran betis dan paha 11) Gunting perban 12) Pinset 13) Kertas pembersih (cleaning tissue) 14) Sabun 15) Lampu senter 16) Pisau lipat 17) Pipet Persediaan obat-obatan yang penting pada umumnya adalah: 1) Obat pelawan rasa sakit (asetosal, antalgin, dsb.) 2) Obat pelawan mulas-mulas dan sakit perut (papaverin, SG, dsb.) 3) Obat pelawan pedih di perut (promaag, dsb.) 4) Norit 5) Obat anti alergi (antihistaminika) 6) Amonia cair 25% (untuk membangunkan orang yang pingsan) 7) Mercuchroom 8) Obat tetes mata 9) Salep mata antibiotik 10) Salep boor 11) Salep antihistaminika 12) Obat gosok atau balsem 13) Larutan Rivanol 1/1000 14) Salep sulfa,
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
93
15) Antiseptika (betadine, phisohex, dsb.) 16) Tablet garam (garam dapur) 17) Ephedrine (untuk sesak nafas) 18) Oralit
10.4. Pokok-pokok yang penting dalam P3K Tindakan-tindakan yang penting ketika melakukan pertolongan pertama adalah: 1) Tidak boleh panik, 2) Memperhatikan nafas korban, bila pernafasan berhenti segera dilakukan pernafasan buatan (dari mulut-ke mulut) 3) Menghentikan pendarahan dengan menekan tempat pendarahan kuat-kuat dengan tangan dan dengan menggunakan sapu tangan atau kain bersih 4) Memperhatikan tanda-tanda shock sistem peredaran darah tubuh terganggu yaitu tanda-tanda berupa: a. kesadaran penderita menurun b. nadi berdenyut cepat (lebih dari 140 kali/menit) c. merasa mual/muntah d. kulit dingin dan muka pucat e. nafas dangkal, kadang-kadang tidak teratur f. pupil mata melebar 5) Jangan memindahkan korban secara terburu-buru namun harus diatasi dulu keadaan yang membahayakan korban seperti: a. pendarahan b. patah tulang c. nafas hilang d. jantung berhenti dan sebagainya
10.5. Kasus-kasus P3K 1) Pendarahan
Pendarahan pada umumnya (pembuluh vena):
- Usahakan luka tampak jelas. - Bersihkan luka dan kulit sekitarnya dari benda-benda yang melekat. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
94
- Dengan kain yang bersih (perban, saputangan, dan lain-lain) tempat pendarahan ditutup dan ditekan kuat-kuat dengan tangan, kemudian diikat/dibalut dengan alat pengikat (kain perban, dasi, baju, ikat pinggang, dan lain-lain).
Pendarahan yang bersifat deras atau berlebihan dari pembuluh vena dan arteri:
- darah keluar menyembur, warna merah segar. - dengan penekanan langsung belum bisa mengatasi perubahan. Usaha tambahan yang dilakukan: - tekanan lokal dengan setumpuk kain kasa steril dipertahankan terus, sampai pertolongan yang lebih baik diberikan. - penekanan dengan torniket (balutan yang menjepit sehingga aliran darah di bawahnya berhenti sama sekali). - digunakan hanya pada pendarahan yang hebat dan tangan/ kaki hancur. - Torniket harus dikendorkan setiap 15 menit. 2) Cedera kecelakaan Luka lecet: -
bersihkan luka.
-
berikan antiseptik, mercuchrome atau bubuk sulfa steril.
-
tutup luka dengan kasa steril (perban bersih) kemudian dibalut/diplester
Luka memar (pukulan benda tumpul, mengakibatkan kerusakan pada jaringan di bawah kulit): - kompres dingin (es/rendam air dingin), - sesudah 24 jam, ganti kompres air panas, - Pembengkakan bisa dihilangkan dengan salep lasonil. Luka iris: - sifat luka: pendek dan dangkal. - tutup dengan plester berobat (tensoplast, dsb) setelah luka dibersihkan - atau diberi antiseptik lalu ditutup dengan kain perban Luka robek (koyak) - bersihkan luka - lakukan desinfeksi - tutup dan balut luka dengan kasa steril (perban), dapat ditutup dengan sofratulle. - kirim ke rumah sakit karena biasanya memerlukan jahitan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
95
- kadang-kadang diperlukan antibiotika dan antitetanus. Luka tusuk: - luka tusuk biasanya cukup dalam, peka terhadap infeksi kuman dan tetanus. - bisa mengenai alat-alat tertentu di bagian badan - bersihkan luka, hentikan pendarahan, didesinfeksi, siram dengan larutan hidrogen peroksida (menghentikan kegiatan hidrogen kuman tetanus), tutup luka, dibalut, lalu kirim ke rumah sakit. - Luka tusuk yang dalam memerlukan pengawasan dokter. Luka bakar a) Luka bakar yang ringan - bersihkan luka, - rendam dalam es atau air dingin, - keringkan, lepuh-lepuh jangan diganggu, - berikan boorzalf 5% atau sofratulle, tutup dengan kain pembalut b) Luka bakar yang luas - tutup bagian-bagian yang terbakar dengan lembaran-lembaran sofratulle, - berikan obat penahan rasa sakit - beri air minum sebanyak mungkin, - kirim ke rumah sakit. 3) Luka akibat zat-zat kimia: - basa keras, lebih merusak daripada asam keras, - segera membasuh dan mengguyur luka dengan air yang mengalir secukupnya, - rendam dalam air sekurang-kurangnya 20 menit, - tutup luka dengan lembaran sofratulle atau didesinfeksi dengan betadine 10 %, - tutup dan balut luka - penetral zat asam keras: larutan NaOH 1-15% -
penetral zat basa: asam cukup cuka 3%.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
96
DAFTAR PUSTAKA 1. Heinrich, HW, ”Industrial Accident Prevention”, Prentice Hall, 1986 2. Djalal A.A., BCP, “Manajemen Kesehatan Kerja seri Pencegahan Kecelakaan, Universitas Indonesia Jakarta 1998. 3. Farnworth G.H. Dr., Msc9 Teach), PhD, Ceng cs, observisy Safe Practices and Moving Loads, Halstand & Cos Itd. Great Britain 1984 4. Priwa G, Landasan dan Falsafah Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Bandung, 1986 5. Priwa, Industrial Safety Leader’s Guide: Training Manual 1-12, Bandung, 1986 6. ______, Fire & Safety, Pusat Pendidikan dan Latihan- Pertamina Sungai Gerong, 1996 7. Tkotz Klaus, Fachkunde Elektrotechnik, Verlag Europa-Lehrmittel, 2006. 8. Mashar Ali, dkk., Kontrol Proses Instrumentasi Industri: K3, Diknas, Jakarta 2009.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
97