REFARAT TONSILITIS KRONIK
Penyaji : Fathurrahmi Burhan
140100170
Mangalaswari
140100266
Sheila Octaviani
140100185
Pembimbing : dr. Rizalina A. Asnir, Sp. THT-KL (K)
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK – BEDAH KEPALA LEHER (THT-KL) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN 2019
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dibacakan pada tanggal
:
Nilai
:
Penguji
dr. Rizalina A. Asnir, Sp. THT-KL, (K)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan refarat ini dengan judul “Tonsilitis Kronik”. Penulisan refarat ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok dan Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan refarat ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa penulisan refarat ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan refarat selanjutnya. Semoga refarat ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, 31 Maret 2019
Penulis
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ..................................................................................................
i
Kata Pengantar...........................................................................................................
ii
Daftar Isi ....................................................................................................................
iii
Daftar Gambar ...........................................................................................................
Iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................
1
1.2 Tujuan .......................................................................................................
2
1.3 Manfaat .....................................................................................................
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
3
2.1 Anatomi Tonsil ...............................................................................................
3
2.2 Tonsilitis .........................................................................................................
7
2.2.1 Definisi ....................................................................................................
7
2.2.2 Epidemiologi ...........................................................................................
8
2.2.3 Etiologi ....................................................................................................
9
2.2.4 Patofisiologi ............................................................................................
10
2.2.5 Manifestasi Klinis ...................................................................................
12
2.2.6 Diagnosis .................................................................................................
13
2.2.7. Penatalaksanaan .....................................................................................
16
2.2.8 Komplikasi ..............................................................................................
23
2.2.9 Prognosis .................................................................................................
23
BAB III KESIMPULAN ........................................................................................
24
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................
25
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Cincin Waldeyer ....................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil palatina yang merupaka bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring / Gerlach’s tonsil).1,2 Gejala mungkin termasuk sakit tenggorokan, demam, pembesaran tonsil, kesulitan menelan, dan pembesaran kelenjar getah bening di leher. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT pada 7 provinsi di Indonesia pada tahun 19941996, prevalensi tonsillitis kronik sebesar 3,8% tertinggi kedua setelah nasofaringitis akut (4,6%). Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak. Namun demikian, kondisi ini jarang terjadi pada anak dibawah 2 tahun. Biasanya pada anak dengan usia 5-15 tahun tonsillitis disebabkan oleh Streptococcus, sedangkan tonsillitis viral biasanya lebih sering terjadi pada anak-anak yang lebih muda. Tonsilitis sebagian besar disebabkan infeksi virus yaitu oleh Adenovirus, Rhinovirus, virus Coxsackie, virus Parainfluenza dan virus Eipstein Barr. Sedangkan infeksi bakteri sebagian besar merupakan infeksi bakteri Group A beta-hemolytic Streptococcus pyogenes (GABHS). Pada pemeriksaan fisik tonsil tampak membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa mengganjal ditenggorok, disfagia, malaise, dirasakan juga kering di tenggorok dan napas berbau (halitosis). Pembesaran kelenjar getah bening pada leher biasanya disebabkan oleh peradangan dari infeksi tonsil yang terus menerus. Peradangan tonsil akan mengakibatkan pembesaran yang menyebabkan kesulitan menelan atau seperti ada yang mengganjal di tenggorok. Pada anak biasanya keadaan ini juga dapat mengakibatkan keluhan berupa ngorok saat tidur karena pengaruh besarnya tonsil mengganggu pernafasan bahkan keluhan sesak nafas juga dapat terjadi apabila pembesaran tonsil telah menutup jalur pernafasan. Jika peradangan telah ditanggulangi, kemungkin tonsil kembali pulih seperti
semula atau bahkan tidak dapat kembali sehat seperti semula. Apabila tidak terjadi penyembuhan yang sempurna pada tonsil, dapat terjadi infeksi berulang. Apabila keadaan ini menetap, bakteri patogen akan bersarang di dalam tonsil dan terjadi peradangan yang kronis atau yang disebut dengan tonsilitis kronis. . Tonsilitis kronik awalnya terjadi karena proses radang yang berulang pada epitel mukosa, yang juga menyebabkan jaringan limfoid terkikis, sehingga penyembuhan jaringan limfoid akan digantikan oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Kemudian kripti tersebut akan diisi oleh detritus. Yang nantinya menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris.2 Upaya pengobatan melibatkan perbaikan gejala dan pengurangan komplikasi. Pengobatan tonsilitis sebagian besar bertujuan menjaga hidrasi dan konsumsi kalori yang cukup dan meringankan rasa sakit dan demam. Selain itu yang tidak kalah penting adalah menjaga higienitas mulut yang dapat dilakukan dengan obat kumur. Jika penyebabnya adalah infeksi bakteri, maka diberikan antibiotik spektrum lebar selama satu minggu. Tonsilektomi dapat dilakukan jika memenuhi indikasi. 1.2 Tujuan Tujuan penulisan refarat ini adalah 1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis tentang tonsilitis kronik. 1.3 Manfaat Manfaat yang didapat dari penulisan refarat ini adalah: 1. Untuk mempelajari cara penulisan refarat yang baik dan benar. 2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai tonsilitis kronik.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Tonsil Terdapat kumpulan jaringan limfoid di mukosa faring yang disebut pharyngeal tonsil. Jaringan-jaringan limfoid tersebut mengelilingi bukaan nasofaring yang disebut cincin tonsil Waldeyer yang merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh. Tonsil terdapat di tiga area utama: 1. Tonsil faring, yang dikenal sebagai adenoid ketika mengalami pembesaran, berada di garis tengah atap nasofaring. 2. Tonsil palatina ada di setiap sisi orofaring antara arkus palatoglosus dan arkus palatofaringeal tepat di belakang oropharyngeal ishtmus. Tonsil palatina dapat terliha ketika membuka mulut pasien dengan lidah ditekan. 3. Tonsil lingual merupakan sejumlah nodul limfoid di sepertiga bagian belakang lidah. 2.1.1 Tonsil Palatina Tonsila palatina adalah komponen dari Cincin Waldeyer tonsil. Tonsil yang tergabung dalam cincin Waldeyer ini adalah yang pertama mengambil sampel dan bereaksi terhadap antigen pada udara dan makanan yang masuk ke dalam tubuh, dan berfungsi sebagai pertahanan melawan infeksi dan memainkan peran penting dalam pengembangan sistem tubuh. Cincin Waldeyer tumbuh sepanjang masa kanak-kanak sampai sekitar usia 11 tahun dan setelah itu mengecil secara spontan.4 Tonsil palatina terletak pada ruang diantara otot palatofaringeal dan palatoglossus. Tonsil palatina adalah komponen cincin waldeyer terbesar dan mempunyai struktur histologi khusus. Matriksnya adalah jaringan limfoid dengan kriptus, yang menunjukkan perluasan yang dalam ke jaringan. Sel-sel tersusun di dalam folikel limfoid, sehingga memaksimalkan permukaannya untuk kontak dengan antigen. Jaringan limfoid melekat pada kapsul, sehingga inflamasi pada tonsil terbatas.4
Gambar 2.1 Cincin Waldeyer5 Lokasi tonsil memungkinkan pemaparan langsung sel-sel yang aktif secara imunologis dengan antigen memasuki saluran aerodigestif atas. Jaringan tersebut terlibat dalam produksi immunoglobulin dan menginduksi sekresi imunitas. Jaringan ini lebih aktif selama masa masa kanak-kanak antara usia 4 dan 10 tahun dan memaksimalkan memori imunologis dengan cara ini. Oleh karena itu, penambahan dan perluasan jaringan menyebabkan masalah pernafasan dan menelan. Jika berat, tonsilektomi diindikasikan. Tonsilotomi atau tonsilektomi unilateral memungkinkan pada anak-anak. Pada saat pubertas, jaringan limfoid biasanya mengalami involusi. Inervasi Inervasi pada tonsil berasal dari cabang tonsilar nervus glossofaringeus.4 Perdarahan Tonsila palatina memiliki banyak suplai darah cabang arteri karotis eksterna. Perdarahan utama berasal dari cabang arteri fasialis. Bagian bawah dan tengah tonsil menerima suplai dari arteri lingual dorsalis, cabang dari arteri fasialis yaitu arteri palatin asenden, dan arteri faringeal asenden.4 Bagian atas tonsil menerima suplai darah dari cabang arteri maksilaris.4
Gambar 2.2 Perdarahan arteri tonsil palatina 2.2 Tonsilitis Kronik 2.2.1 Definisi Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Peradangan biasanya meluas ke tonsil adenoid dan tonsil lingual. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba eustachius (lateral band dinding faring / Gerlach’s tonsil). 1,2 2.2.2 Epidemiologi Berdasarkan data epidemiologi penyakit Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher (THTKL) pada 7 provinsi di Indonesia pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsillitis kronik sebesar 3,8% tertinggi kedua setelah nasofaringitis akut (4,6%). Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak. Namun demikian, kondisi ini jarang terjadi pada anak dibawah 2 tahun. Biasanya pada anak dengan usia 5-15 tahun tonsillitis disebabkan oleh Streptococcus, sedangkan tonsillitis viral biasanya lebih sering terjadi pada anak-anak yang lebih muda. Abses peritonsil biasanya terjadi pada remaja atau dewasa muda. Dalam suatu penelitian, prevalensi carrier dari grup A
Streptococcus penyebab tonsillitis adalah 15,9%. Tonsilitis rekuren dilaporkan sekitar 11,7% pada anak-anak Norwegia dalam suatu studi dan 12,1% pada anak-anak Turki.1,3 2.2.3 Etiologi Pada beberapa kasus tonsillitis kronik biasanya dijumpai populasi polimikroba bakteri antara lain yaitu Streptococcus alfa dan beta hemolitikus, Haemofilus influenza, Streptococcus aureus, dan spesies Bacteroides. Dalam beberapa sumber disebutkan penyebab tonsillitis kronik sama dengan tonsillitis akut antara lain seperti double-stranded DNA virus (human adenovirus, Epstein Barr Virus), single-stranded DNA virus (Human Boca Virus), virus influenza dan parainfluenza, rhinovirus, enterovirus (Coxsackie virus), corona virus, respiratory syncytial virus (RSV), retrovirus (HIV).1,2 2.2.4 Patofisiologi Tonsilitis kronik awalnya terjadi karena proses radang yang berulang pada epitel mukosa, yang juga menyebabkan jaringan limfoid terkikis, sehingga penyembuhan jaringan limfoid akan digantikan oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Kemudian kripti tersebut akan diisi oleh detritus yang nantinya menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris.2 2.2.5 Manifestasi klinis Pada pemeriksaan fisik tonsil tampak membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa mengganjal di tenggorok, disfagia, malaise, dirasakan juga kering di tenggorok dan napas berbau (halitosis). Pembesaran kelenjar getah bening pada leher yang biasanya disebabkan oleh peradangan dari infeksi tonsil yang terus menerus. Biasanya pada tonsillitis kronik ini memiliki riwayat dimana penggunaan antibiotik menghilangkan nyeri tenggorok, tetapi kemudian kembali ketika sudah tidak minum obat lagi.2,3,4 Adapun jenis tonsilitis kronik yaitu : 1. Tonsilitis folikel kronis. Kripta pada tonsil penuh dengan detritus yang terlihat di permukaan tonsil sebagai bintik kekuningan.
2. Tonsilitis parenkim kronis. Terdapat hiperplasia jaringan limfoid. Tonsil palatina sangat membesar dan dapat mengganggu bicara, deglutisi dan respirasi. Serangan sleep apnea dapat terjadi. 3. Tonsilitis fibroid kronis. Pembesaran tonsil palatina kecil tetapi terinfeksi, dengan riwayat sakit tenggorokan berulang.
Gambar 2.3 Tonsilitis parenkim kronis. 2.2.6 Diagnosis Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering dari semua penyakit tenggorokan yang berulang. Gambaran klinis bervariasi, dan diagnosis sebagian besar tergantung pada inspeksi. Pada anamnesis, penderita biasanya datang dengan keluhan tonsillitis berulang berupa nyeri tenggorokan berulang atau menetap, rasa ada yang mengganjal ditenggorok, ada rasa kering di tenggorok, napas berbau, iritasi pada tenggorokan, dan obstruksi pada saluran cerna dan saluran napas, yang paling sering disebabkan oleh adenoid yang hipertofi. Pada umumnya terdapat dua gambaran yang secara menyeluruh berbeda yang tampaknya cocok dimasukkan kategori tonsillitis kronis. Pada satu jenis tonsila membesar, dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian kripta tampak mengalami stenosis, tapi eksudat, yang seringkali purulen, dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Pada beberapa kasus satu atau dua kripta membesar, dan suatu bahan “seperti keju” atau “seperti dempul” amat banyak dapat
diperlihatkan dari kripta. Infeksi kronis biasanya berderajat rendah adalah nyata. Gambaran klinis lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan dimana tepinya adalah hiperemis, dan sejumlah kecil sekret purulen yang tipis, seringkali dapat diperlihatkan dari kripta. Pada anak dapat ditemukan adanya pembesaran kelanjar limfa submandibular. 1,2 Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi : 10
T0 : Tonsil masuk di dalam fossa
T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
2.2.7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan untuk tonsillitis kronik terdiri atas terapi medikamentosa dan operatif.2 1. Medikamentosa Terapi ini ditujukan pada hygiene mulut dengan cara berkumur atau obat isap, pemberian antibiotik, pembersihan kripta tonsil dengan alat irigasi gigi atau oral. Pemberian antibiotika sesuai kultur. Pemberian antibiotika yang bermanfaat pada penderita tonsilitis kronis yaitu antibiotik golongan penisilin merupakan antibiotik pilihan pada sebagian besar kasus karena efektif dan harganya lebih murah. Namun, pada anak dibawah 12 tahun, golongan Sefalosporin menjadi pilihan utama karena lebih efektif terhadap streptococcus. Golongan makrolida dapat digunakan hanya jika terdapat alergi terhadap Penisilin, hal ini disebabkan efek samping yang ditimbulkan golongan makrolida lebih banyak.2 2. Operatif Untuk terapi pembedahan dilakukan dengan mengangkat tonsil (tonsilektomi). Tonsilektomi dilakukan bila terapi konservatif gagal. 1,2 Indikasi Absolut. Indikasi – indikasi untuk tonsilektomi yang hampir absolut adalah berikut ini:
1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan napas yang kronis. 2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea waktu tidur. 3. Hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan. 4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma). 5. Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya. Indikasi Relatif. Seluruh indikasi lain untuk tonsilektomi dianggap relatif. 1. Serangan tonsillitis lebih dari 3x pertahun walaupun telah mendapat terapi yang adekuat 2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang wajah. 3. Sumbatan jalan napas berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan napas, sleep apneu, gangguan menelan, gangguan berbicara dan kor pulmonal. 4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil hilang dengam pengobatan 5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan 6. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Streptokokus beta hemolitikus 7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan 8. Otitis media efusa/otitis media supuratif Kontraindikasi: 1. Infeksi pernapasan bagian atas yang berulang. 2. Infeksi sistemik atau kronik. 3. Demam yang tidak diketahui penyebabnya. 4. Pembesaran tonsil tanpa gejala-gejala obstruksi. 5. Rinitis alergika. 6. Asma. 7. Diskrasia darah. 8. Kegagalan untuk tumbuh. 9. Tonus otot yang lemah. 10. Sinusitis.
2.2.8 Komplikasi Obstruksi jalan nafas. Hal ini jarang terjadi tetapi mungkin dapat terjadi pada tonsilitis akibat infeksi mononukleosis. Pasien akan mendengkur kuat dan dapat terjadi sleep apnea sehingga diperlukan intervensi cepat, misalnya penyisipan nasopharyngeal airway atau intubasi nasofaring. Quinsy (abses peritonsil). Abses peritonsil terlihat sebagai pembengkakan palatum mole dan jaringan sekitar tonsil sehingga menyebabkan uvula ke sisi yang berlawanan. Pasien biasanya demam, trismus, dan air liur yang keluar dari mulut secara berlebihan. Diperlukan aspirasi atau insisi dan drainase, serta antibiotik, yang biasanya diberikan secara intravena.
Gambar 2.4 Abses peritonsil kiri mendorong uvula ke sisi kontralateral Abses parafaring.. Abses parafaring merupakan komplikasi serius dari tonsilitis dan biasanya terlihat sebagai pembengkakan difus di leher. Infeksi ruang leher dalam lainnya juga mungkin terjadi pada tonsilitis, baik berasal dari ruang peritonsil atau melalui limfadenitis supuratif. Pasien harus rawat inap dan dilakukan drainase melalui insisi leher eksternal.
2.2.9 Prognosis Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotik diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat. Gejala-gejala yang menetap dapat menunjukkan bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang paling sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang jarang, tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik. 4