91772066-laporan-anfisman-penglihatan.docx

  • Uploaded by: amina
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 91772066-laporan-anfisman-penglihatan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,371
  • Pages: 27
Tujuan 1. Mengetahui cara memeriksa refleks pupil pada alat penglihatan 2. Mengetahui pemeriksaan refleks cahaya 3. Mengetahui pemeriksaan refleks konsensual 4. Mengetahui pemeriksaan refleks pupil mata akibat akomodasi 5. Mengetahui cara memeriksa visus pada alat penglihatan 6. Memeriksa visus pada alat penglihatan 7. Mengetahui cara melakukan pemeriksaan buta warna 8. Memeriksa buta warna Alat : 1. Senter 2. Cermin datar Cara Kerja : Pemeriksaan refleks cahaya

Menyinari mata dengan lampu senter dari arah samping mata

Memperhatikan reaksi pupil

Mencatat hasil pengamatan

Pemeriksaan refleks konsensual Memberi batas pada kedua mata OP

Menyingkirkan cahaya dan memperhatikan reaksi pupil

Menyinari satu mata dengan lampu senter

Seorang teman bertugas mengawasi mata lain yang tidak diberi penyinaran

Memperhatikan reaksi pupil dan mencatat hasil pengamatan

Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 1

Pemeriksaan refleks pupil mata akibat akomodasi

Meminta OP melihat tempat yang jauh tak terhingga

memperhatikan reaksi pupil

Meminta OP untuk melihat benda yang dekat

memperhatikan reaksi pupil dan mencatat hasil pengamatan

B. PEMERIKSAAN VISUS Alat Alat Optotype dari Snellen

Cara kerja Meletakkan Alat Optotype dari Snellen pada jarak 6 meter dari tempat duduk OP

Melakukan percobaan yang sama pada jarak 5 meter dengan menggunakan satu mata

Menggunakan 2 mata, membaca huruf satu demi satu dalam tiap deret hingga diketahui nilai D

Melakukan modifikasi dengan Meletakkan Alat Optotype pada jarak 5 meter dari tempat dududnya dengan menggunakan 2 mata

Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Menenetukan nilai visusnya dan mencatat hasil pengamatan

Melakukan percobaan yang sama dengan menggunakan satu mata

Page 2

Pemeriksaan buta warna Alat Buku pemeriksaan warna oleh Ishihara – stilling Cara Kerja Meletakkan gambargambar pseudoisokromatik pada jarak kurang lebih 1 meter

Meminta semua OP untuk melihat satu persatu

Mencocokkan interpretasi OP terhadap gambargambar tersebut dengan Interpretasi gambar menurut ishihara stilling

Mencatat hasil pemeriksaan

Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 3

LANDASAN TEORI Pendahuluan Refleks Pupil 1. Pengertian Mata dan Bagian-bagiannya Mata adalah struktur bulat berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari paling luar hingga paling dalam, lapisan-lapisan tersebut adalah: 1. sklera/kornea 2. koroid badan silindris/iris 3. retina (Sherwood, 2011). Sedangkan menurut Gibson (1995, dalam Firmansyah, 2010), bentuk mata manusia hampir bulat berdiameter ± 2,5 cm. Bola mata terletak dalam bantalan lemak, pada sebelah depan dilindungi oleh kelopak mata dan di tempat lain dengan tulang orbita. Bola mata terdiri dari : a. Dinding mata, terdiri dari : 1. Kornea dan sklera 2. Selaput khoroid, korpus siliaris, iris dan pupil b. Medium tempat cahaya lewat, terdiri dari : 1. Kornea 2. Acqueous humour 3. Lensa 4. Vitreous humour c. Jaringan nervosa, terdiri dari : 1. Sel-sel syaraf pada retina 2. Serabut syaraf yang menjalar melalui sel-sel ini. Sklera merupakan lapisan pembungkus bagian luar mata yang mempunyai ketebalan 1 mm. Seperenam luas sklera di bagian depan merupakan lapisan bening yang disebut kornea. Kornea merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea kita dapat melihat membran pupil dan iris. Di sebelah dalam kornea ada pupil dan iris. Iris berfungsi mengatur bukaan pupil secara otomatis menurut jumah cahaya yang masuk ke mata. Iris berwarna karena mangandung pigmen, warna iris bervariasi sesuai dengan jumlah pigmen yang terdapat di dalamnya, makin banyak kandungan pigmen maka makin gelap warna iris. Pupil berfungsi mengatur cahaya yang masuk ke mata. Dalam keadaan terang bukaan pupil akan mengecil, Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 4

sedangkan dalam keadaam gelap bukaan pupil akan membesar. Diameter bukaan pupil berkisar antara 2 sampai 8 mm (Gibson dalam Firmansyah). Pupil merupakan indikator kinetik dari fungsi sensorik dan motorik mata dengan retina dan hubungan keduanya. Fungsi pupil tergantung dari struktur “pupillomotor pathway”. Fungsi tersebut antara lain reseptor, akson sel gangglion pada N. Optikus, kiasma optikum, traktus optikum (tetapi bukan lateral geniculate body), brachium dari colliculus superior, area pretectal pada mesensefalon, interconnecting neuron untuk pupilokonstriktor pada aculamotor nuclear complex, jalur eferan parasimpatis N. III, jalur eferan simpatis dari hipotalamus ke m. dilator pupil (Malem, 2003).

Gambar 1. Kondisi Pupil dengan Berbagai Keadaan http://www.pdfcoke.com/doc/57787765/Pupillary-Reaction Dua stimulus utama yang menyebabkan terjadinya perbedaan ukuran pupil dan reaksinya. Ukuran pupil dapat berubah menurut umur. Pada neonatus pupil lebih miotik dibandingkan dengan umur dekade ke dua (Gibson dalam Firmansyah). Selaput khoroid adalah lapisan pigmen di antara sklera dan iris, fungsinya memberikan nutrisi. Korpus siliaris merupakan lapisan yang tebal, berbentuk seperti cincin yang terbentang dari ora serata sampai ke iris. Fungsinya adalah untuk terjadinya akomodasi, proses muskulus siliaris harus berkontraksi. Lensa mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada retina. Fungsi lensa mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya jatuh tepat pada bintik kuning retina. Untuk melihat objek yang jauh(cahaya datang dari jauh), lensa mata akan menipis. Sedangkan untuk melihat objek yang dekat (cahaya datang dari dekat), lensa mata akan menebal. Lensa mata terletak di antara iris dan kornea, terpisah oleh aquerous humour. Aquerous humour

Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 5

adalah suatu cairan yang komposisinya serupa dengan cairan serebrospinal. Demikian pula antara lensa mata dan bagian belakang mata terisi semacam cairan kental (vitreous humour). Vitreous humour adalah suatau cairan kental yang mengandung air dan mukopoliskarida. Cairan ini bekerja bersama-sama lensa mata untuk membiaskan cahaya sehingga tepat jatuh pada fovea (bintik kuning) atau dekat fovea. Bagian penting mata lainnya adalah retina. Retina adalah bagian saraf mata, tersusun atas sel-sel saraf dan serabut-serabutnya. Sel-sel saraf terdiri atas sel saraf bentuk batang dan kerucut. Sel saraf bentuk batang sangat peka cahaya tetapi tidak dapat membedakan warna, sedangkan sel saraf kerucut kurang peka cahaya tetapi dapat membedakan warna. Sel saraf bentuk batang tersebar sepanjang retina, sedangkan sel saraf kerucut terkonsentrasi pada fovea (bintik kuning) dan mempunyai hubungan tersendiri dengan serat saraf optik. Pada retina terdapat dua buah bintik yaitu bintik kuning (fovea) dan bintik buta (blind spot). Pada bintik kuning (fovea) terdapat sejumlah sel saraf kerucut, sedangkan pada bintik buta tidak terdapat sel saraf batang maupun kerucut. Suatu objek dapat dilihat dengan jelas apabila bayangan objek tersebut tepat jatuh pada bintik kuning (fovea). 2. Refleks Pada Pupil Pada penglihatan, refleks pupil sangat penting dalam mengatur sinar yang masuk ke dalam bola mata agar dapat diterima oleh retina dalam jumlah yang tidak berlebihan sehingga benda dapat terlihat cukup jelas. Refleks pupil memiliki beberapa jenis yaitu, refleks cahaya, refleks konsensual, dan refleks pupil mata akibat akomodasi. a. Jalur refleks cahaya Cahaya merupakan stimulus utama terjadinya refleks cahaya / pupil. Cahaya yang jatuh retina akan menstimulasi sel-sel fotoreseptor di retina, selanjutnya ke gangglion sel di retina. Stimulus ini akan dilanjutkan melalui akson aferen N. Optikus menuju kiasma optikum selanjutnya berakhir dipretectal nuclear complex. Lateral geniculate nucleus dilewati oleh serabut-serabut pupilomotor. Protectal nuclear complex berhubungan secara silang dan tidak silang dengan nucleus motor parasimpatis Eedinger-Wwestpal yang terdiri dari bagian dorsal nucleus okulomotor. Serabut parasimpatis preganglionik meninggalkan midbrain (otak besar) sebagai N. III. Setelah bersinaps dengan gangglion siliaris, serabut-serabut post gangglion menginervasi m. sfingter pupil. Stimulus cahaya pada satu mata, akan menyebabkan terjadinya konstriksi pupil bilateral dan simetris (Malem, 2003). Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 6

Reaksi pupil terhadap cahaya kemungkinan berasal dari jaras yang sama dengan jaras rangsang cahaya yang ditangkap oleh sel kerucut dan batang, yang mengakibatkan sinyal visual ke korteks oksipital. Jaras eferen pupilomotor

ditransmisikan melalui N.Optikus dan

melalui hemidekusatio di chiasma. Kemudian jaras pupilomotor mengikuti jaras visuosensorik melalui traktus optikus dankeluar sebelum mencapai korpus genikulatum lateral, kemudian masuk batang otak melalui brachium dari colliculus superior. Jaras/neuron aferen tersebut kemudian membentuk sinaps dengan Nc. Pretektal yang kemudian menuju Nc Edinger Westphal melalui neuron inter kalasi ipsilateral (berjalan ke arah ventral di dalam substansia kelabu peri akuaduktus) dan kontralateral (di bagian dorsal akuaduktus, didalam komissura posterior). Kemudian jaras pupilomotor (neuron eferen parasimpatomimetik) masing-masing keluar dari Nc Edinger Westphal menuju ganglion siliaris ipsilateral dan bersinaps di sini, kemudian neuron post ganglioner (N.silaris brevis) menuju M sfingter pupillae (Japardi). Jaras Parasimpatetik Jaras eferen pupil keluar dari otak tengah bersama dengan N.III. Jaras eferen pupil di basis otak terletak pada permukaan superior N.III yang dapat tertekan oleh aneurisma antara A Komunikans posterior dan A Kartis interna atau pada kejadian herniasi unkus. Ketika N.III berjalan ke depan melalui rongga subarakhnoid danmasuk dinding lateral sinus kavernosus, jaras pupil, kemudian berjalan ke bawah sekeliling luar saraf diantara bagian anterior sinus kavernosus dan posterior orbita kumpulan jaras terbagi dua dimana jaras pupilomotor akan memasuki divisi inferior, lalu mengikuti cabang saraf untuk M obliqus inferior dan 2 akhirnya mencapai ganglion siliaris. Setelah bersinaps di sini, serabut post ganglioner (N siliaris brevis) kemudian menuju M sfingter pupillae.

Jaras Simpatetik . Serabut ini memiliki:  Neuron 1 atau preganglioner. Neuron ini berasal dari posterior hipotalamus kemudian turun tanpa menyilang dan bersinaps secara multiple di otak tengah dan pons, dan berakhir di kolumna intermediolateral C8-T2 yang juga disebut ciliospinal centre of badge.  Neuron kedua berupa serabut-serabut preganglioner yang keluar dari medula spinalis. Sebagian besar jaras pupilomotor mengikuti radiks ventral torakal 1, sedangkan serabut sudomotor wajah terutama mengikuti radiks ventra T2-4. Jaras tersebut memasuki rantai

Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 7

simpatetik servikal (ganglion stelata) untuk kemudian bersinaps di ganglion servikal superior yang terletak dekat dasar tengkorak.  Neuron ketiga merupakan serabut post ganglioner yang berjalan ke atas bersama-sama A karotis komunis memasuki rongga kranium. Serabut untuk vasomotor orbita, kelenjar likrimal, pupil dan otot Mulleri mengikuti A karotis interna, sedangkan serabut sudomotor dan piloereksi wajah mengikuti A karotis eksterna dan cabang-cabangnya. Pada sinus kavernosus jaras pupilomotor tersebut meninggalkan A.karotis interna dan bergabung dengan jaras ophthalmik N.trigeminal dan memasuki orbita melalui fissura orbitalis superior. Kadang-kadang berjalan bersama N.VI dahulu sebelum bergabung dengan N.Trigeminal dan kemudian mencapai badan siliaris yang mengakibatkan dilatasi iris melalui N.nasosiliaris dan N.siliaris longus. Sedangkan serabut vasomotor orbita, M.mulleri dan kelenjar lakrimalis mengikuti A.oftalmika. b. Jalur refleks konsensual Refleks konsensual disebut juga dengan reaksi pupil akibat adanya cahaya tidak langsung. Yang dimaksud tidak langsung adalah reaksi pupil pada mata yang tidak disinari cahaya secara langsung.

Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah

kolikulus superior, saraf akan berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron interkalasi yang berhubungan dengan nukleus Eidinger-Westphal (parasimpatik) dari kedua sisi menyebabkan refleks cahaya menjadi bersifat konsensual. Saraf eferen motorik berasal dari nukleus EidingerWestphal dan menyertai nervus okulomotorius (N.III) ke dalam rongga orbita untuk mengkonstriksikan otot sfingter pupil (Budiono, 2008).

Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 8

Gambar 2. Jaras Refleks Pupil http://fransiscakumala.wordpress.com/2010/02/08/anatomi-mata/attachment/5/ c. Jalur refleks pupil mata akibat akomodasi Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa dikenal sebagai akomodasi. Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang selanjutnya dikendalikan oleh otot siliaris (Sherwood, 2011).

Pada penglihatan jarak dekat akan terjadi akomodasi lensa (cembung), konvergensi dan mosis. Jalannya jaras akomodasi seperti jaras cahaya dan sampai pula ke korteks visual. Kaburnya bayangan pada retina yang dirasakan oleh korteks oksipital menimbulkan usaha korektif melalui traktes oksipito tektal, pada mesensefalon, bagian rostral inti Edinger Westphal berfungsi untuk akomodasi. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penglihatan Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penglihatan menurut Dyer dan Morris (1990), adalah pertama faktor usia. Dengan bertambahnya usia menyebabkan lensa mata berangsur-angsur kehilangan elastisitasnya, dan agak kesulitan melihat pada jarak dekat. Hal ini akan menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan ketika mengerjakan sesuatu pada jarak dekat, demikian pula penglihatan jauh.Kedua faktor penerangan. Luminansi adalah banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh permukaan objek. Jumlah sumber cahaya yang tersedia juga mempengaruhi kepekaan mata terhadap warna tertentu. Tingkat luminansi juga akan mempengaruhi kemampuan mata melihat objek gambar dan pada usia tua diperlukan intensitas Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 9

penerangan lebih besar untuk melihat objek gambar. Semakin besar luminansi dari sebuah objek, rincian objek yang dapat dilihat oleh mata juga akan semakin bertambah. Ketiga adalah faktor silau (glare). Menurut Grandjean (1988), silau adalah suatu proses adaptasi yang berlebihan pada mata sebagai akibat dari retina terkena sinar yang berlebihan. Keempat adalah faktor ukuran pupil. Agar jumlah sinar yang diterima oleh retina sesuai, maka otot iris akan mengatur ukuran pupil. Lubang pupil juga dipengaruhi oleh memfokusnya lensa mata, mengecil ketika lensa mata memfokus pada objek yang dekat. Kelima adalah faktor sudut dan ketajaman penglihatan. Sudut penglihatan (visual angle) didefinisikan sebagai sudut yang berhadapan dengan objek pada mata. 2. VISUS Visus adalah ketajaman penglihatan, tergantung dari ketajaman focus retina dalam bola mata. Untuk menghasilkan detail penglihatan, system optic mata harus memproyeksikan gambaran yang focus pada fovea, di dalam macula yang memiliki densitas tertinggi akan fotoreseptor konus/kerucut sehingga memiliki resolusi tertinggi dan penglihatan warna terbaik. Ketajaman dan penglihatan warna sekalipun dilakukan oleh sel yang sama, memiliki fungsi fisiologis yang berbeda dan tidak tumpang tindih kecuali dalam hal posisi. Ketajaman dan penglihatan warna dipengaruhi secara bebas oleh masing-masing unsure. Perkembangan yang normal dari ketajaman visus tergantung dari input visual yang menhalangi input visual diusia muda. Penurunan tajam penglihatan direfleksikan dalam berbagai macam abnormalis pada selsel di korteks visual. Perubahan-perubahan ini meliputi penurunan yang nyata akan jumlah selsel yang terhubung pada kedua bola mata, yang bermanifestasi ebagai hilangnya penglihatan binocular dan kedalaman streopsis. Visus sangat dipengaruhi oleh sifat pisis mata. oberasi (kegagalan sinar untuk berkonvergensi atau bertemu di 1 titik focus setelah melalui suatu system optic ), besarnya pupil, komposisi cahaya, mekanisme akomodasi, elastisitas otot. Untuk dapat melihat benda, stimulus (cahaya) harus jatuh di reseptor dalam retina yang selanjutnya diteruskan ke pusat penglihatan (fovea sentralis) dan diperlukan ke tajaman penglihatan. Bila kita melihat satu benda dengan kedua belah mata maka benda tersebut dapat terlihat dengan baik karena jatuh di titik identik, tetapi bila bola mata diganggu maka akan terlihat benda rangkap ( diplopia ) karena tidak jatuh dititik identik. Semakin kecil dan rapat sel kerucut, maka semakin kecil minimum separabel (Ganong,2008) . Ketajaman penglihatan erat kaitannya dengan kemampuan lensa untuk mencambung atau yang biasa disebut daya akomodasi. Pada keadaan normal cahaya berasal dari jarak tidak terhingga atau jauh akan terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh tersebut Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 10

didekatkan, hal ini terjadi akibat adanya daya akomodasi lensa dapat menfokuskan bayangan pada retina atau lutea. Dengan berakomodasi, maka benda dengan jarak yang berbeda akan terfokus pada retina. Akomodasi terjadi karena kontraksi otot siliar. Akibat dari akomodasi daya pembiasan lensa yang mencembung bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi (lensa cembung). Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau melihat dekat (Mansjoer,2000). A. Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan Di kalangan refraksionis (ahli pemeriksaan refraksi mata) dan kedokteran mata, dikenal dengan istilah uji visus dasar (visus = tajam penglihatan). Pada prinsipnya, uji visus ini adalah upaya untuk mengetahui ketajaman penglihatan seseorang dan menilainya dengan dibandingkan penglihatan normal. Jadi, hasil dari uji visus ini berupa angka perbandingan yang menggambarkan kemampuan penglihatan pasien yang diuji bila dibandingkan dengan penglihatan orang normal (Swartz, 1995) Alat yang dipakai sebagai obyek tes untuk uji visus ini (biasa disebut optotip) adalah berupa kartu besar atau papan yang berisi huruf - huruf atau angka atau gambar/simbol dalam berbagai ukuran (tertentu) yang disusun urut dari yang terbesar di atas, makin kebawah makin kecil. Setiap ukuran huruf diberi kode angka yang dipakai untuk menilai kemampuan penglihatan pasien yang diuji

Gambar 3. Contoh jenis Optotype Snellen Sumber :http://venasaphenamagna.blogspot.com/2011/02/pemeriksaan-visus-mata.html Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 11

Optotype Snellen terdiri atas sederetan huruf dengan ukuran yang berbeda dan bertingkat serta disusun dalam baris mendatar. Huruf yang teratas adalah yang besar, makin ke bawah makin kecil. Penderita membaca Optotype Snellen dari jarak 6 m, karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi. Pembacaan mulamula dilakukan oleh mata kanan dengan terlebih dahulu menutup mata kiri. Lalu dilakukan secara bergantian. Tajam penglihatan dinyatakan dalam pecahan. Dengan demikian dapat ditulis rumus: V =D/d Keterangan: V = ketajaman penglihatan (visus) d = jarak yang dilihat oleh penderita D = jarak yang dapat dilihat oleh mata normal Pada tabel di bawah ini terlihat visus yang dinyatakan dalam sistem desimal, Snellen dalam meter dan kaki.

Tabel 1. Data Penggolongan Visus dalam Desimal Sumber :http://venasaphenamagna.blogspot.com/2011/02/pemeriksaan-visus-mata.html

B. Gangguan Ketajaman Penglihatan Gangguan ketaman penglihatan adalah kelainan pembiasan sinar leh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, ensa atau panjang bola mata sehingga bayangan benda dibiaskan tidak tepat di daerah makula luteal tanpa bantuan akomodasi (Ganong, 2008).

Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 12

Gangguan ketajaman yang sering dijumpai antara lain : a. Miopi Pada miopi panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. Pasien dengan miopi akan menyatakan melihat jelas bila dekat sedangkan melihat jauh akan terasa kabur atau disebut pasien rabun jauh. Pasien dengan miopi akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang miopi mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau mendapatkan efek pinhole (lubang kecil) (Sherwood,2001). Miopi tampak bersifat genetika, tetapi pengalaman penglihatan abnormal seperti kerja dekat berlebihan dapat mempercepat perkembangannya. Cacat ini dapat dikoreksi dengan kacamata lensa bikonkaf (lensa cekung), yang membuat sinar cahaya sejajar berdivergensi sedikit sebelum ia mengenai mata (Ganong,2008). b. Hipermetropi Hipermetropi atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Pada hipermetropi sinar sejajar difokuskan di belakang makula lutea (Thomas dalam Bobby, 2008) Gejala yang ditemukan pada hipermetropi adalah penglihatan dekat dan jauh kabur, sakit kepala, silau, dan kadang- kadang penglihatan ganda. Pasien hipermetropi akan mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau menfokuskan bayangan yang terletak di belakan makula agar terletak di daerah makula lutea, keadaan ini disebut astenopia aomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola mata bersama- sama melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan estropia atau juling ke dalam (Thomas dalam Bobby, 2008). Pada hipermetropi, akomodasi dipertahankan bahkan sewaktu memandang objek jauh,sebagian dapat mengakompensasi cacat ini, tetapi usaha otot yang lama melelahkan serta bisa menyebabkan nyeri kepala dan penglihatan kabur. Cacat ini dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamat lensa cembung yang membantu kekuatan refraksi mata dalam memperpendek jarak fokus (Ganong, 2008)

Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 13

c. Astigmatisma Kelainan refraksi karena kelengkungn kornea yang tidak teratur disebut astigmatisma. Pada penderita astigmatisma, sistem optik yang astigmatismatik menimbulkan perbesaran atas satu objek dalam berbagai arah yang berbeda. Satu titk cahaya yang coba difokuskan akan terlihat sebgaia satu garis kabur yang panjang. Mata yang astigmatisma memiliki krnea yang bulat telur, bukan seperti korne basa yang bulat sferik. Korne yang bulat telur memiliki lengkung yang tidak sama akan memfokus satu titik cahaya atau satu objek pada dua tempat, jauh dan dekat. Lensa yang digunakan untuk mengtasi astigmatisma adalah lensa silinder. Tetapi pada umumnya, disamping lensa silinder ini, orang yang astigmatisma membutuhkan juga lensa sferik plus atau minus yang dipasang sesuai dengan porosnya (Guyton,2001). 3. BUTA WARNA Buta warna adalah suatu kondisi ketika sel-sel retina tidak mampu merespon warna dengan semestinya. Sel-sel kerucut di dalam retina mata mengalami pelemahan atau kerusakan permanen. Sel kerucut dan sel batang pada retina mempunyai fungsi yang berbeda. Sel batang tidak dapat membedakan warna dan lebih intesif terhadap cahaya, Sel kerucut memerlukan pencahayaan lebih banyak untuk merangsang sel tersebut (Campbell,2002). Untuk itu sel kerucut (kone) bersifat fotopik dan berperan di siang hari dan peka terhadap warna, sedangkan sel batang (rod) adalah skotopik, dan peka terhadap cahaya, dan menjadi parameter kepekaan retina terhadap adaptasi gelap-terang Penglihatan warna ditimbulkan adanya tiga subkelas sel kerucut, masing-masing memiliki jenis opsinnya sendiri dan berkaitan dengan retinal untuk membentuk pigmen visual fotopsin..Fotoreseptor sebagai kerucut merah, hijau dan biru. Spektra absorbsi untuk pigmen ini saling tumpang tindih dan persepsi otak terhadap corak intermediet bergantung pada perbedaan stimulasi dua atau lebih kerucut. Contoh, ketika sel kerucut merah dan hijau dirangsang kita mungkin bisa melihat warna kuning atau oranye, bergantung pada sel kerucut mana yang paling kuat dirangsang. Buta warna lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena umumnya diwariskan sebagai sifat yang terpaut seks (Campbell, 2002). Begitu juga penderita buta warna tidak dapat membedakan warna tertentu. misalnya merah, hijau. dan biru. Buta warna merupakan penyakit keturunan yang tidak dapat disembuhkan. Setiap kerucut bereaksi dengan warna yang berbeda yaitu cahaya merah, biru atau hijau. Kerusakan sebuah kerucut menyebabkan kebutaan warna ringan. Jika kerucut Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 14

benar-benar rusak, buta warna menjadi lebih berat. Buta warna lebih banyak diderita laki-laki dari pada perempuan. Penyebab tersering buta warna adalah faktor keturunan. Penyebab lainnya adalah kelainan yang didapat selama kehidupannya, misalnya kecelakaan/trauma pada mata (Frita, 2010). Sedangkan menurut Bejo (2008) buta warna merupakan kelainan genetik / bawaan yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya, kelinan ini sering juga disebaut sex linked, karena kelainan ini dibawa oleh kromosm X. Artinya kromosom Y tidak membawa faktor buta warna. Hal inilah yang membedakan antara penderita buta warna pada laki dan wanita. Wanita dengan pembawa sifat, secara fisik tidak mengalami kelalinan buta warna sebagaimana wanita normal pada umumnya. Tetapi wanita dengan pembawa sifat berpotensi menurukan faktor buta warna kepada anaknya kelak. A. Klasifikasi Buta Warna Menurut Dickyspeed (2009), berikut klasifikasi buta warna: 5. Trikromasi; mata mengalami perubahan tingkat sensitivitas warna dari satu atau lebih sel kerucut pada retina. Ada tiga klasifikasi turunan pada trikomasi: 1. Protanomali, seorang buta warna lemah mengenal merah. 2. Deuteromali, warna hijau akan sulit dikenali oleh penderita. 3. Trinomali (low blue), kondisi di mana warna biru sulit dikenali penderita. 6. Dikromasi; keadaan ketika satu dari tiga sel kerucut tidak ada. Ada tiga klasifikasi turunan: 1. Protanopia, sel kerucut warna merah tidak ada sehingga tingkat kecerahan warna merah. 2. Deuteranopia, retina tidak memiliki sel kerucut yang peka terhadap warna hijau. 3. Tritanopia, sel kerucut warna biru tidak ditemukan. 7. Monokromasi; buta warna oleh orang umum, ditandai dengan retina mata mengalami kerusakan total dalam merespon warna. Hanya warna hitam dan putih yang mampu diterima retina. B. Penyebab Buta Warna Menurut Ganong (2008) Buta warna merupakan penyakit keturunan yang terekspresi pada para pria, tetapi tidak pada wanita. Wanita secara genetis sebagai carrier. Istilah buta warna atau colour blind sebetulnya salah pengertian dan menyesatkan, karena seorang penderita buta warna tidak buta terhadap seluruh warna. Akan lebih tepat bila disebut gejala defisiensi daya melihat warna tertentu saja atau colour vision difiency. Orang yang mengalami Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 15

buta warna tidak hanya melihat warna hitam putih saja, tetapi yang terjadi adalah kelemahan/penurunan pada penglihatan warna-warna tertentu misalnya kelemahan pada warna merah, hijau, kuning, dan biru. Buta warna permanen biasanya terjadi karena faktor keturunan. Sedangkan orang yang tidak mengalami buta warna dapat mengalami buta warna apabila terjadi faktor-faktor tertentu seperti kecelakaan. Tipe buta warna ada 3 yaitu monokromat/buta warna total (monochomacy), dikromat/buta warna parsial (dichromacy) dan anomaly trikromat (anomalous trichromacy). C. Metode Ishihara Umumnya cara yang digunakan yaitu mengidentifikasi angka atau huruf dengan latar belakang warna tertentu, misalnya Ishihara test. Pada setiap gambar terdapat angka yang dibentuk dari titik-titik berwarna (Karina, 2007). Menurut Guyton (2001) Metode ishihara yaitu metode yang dapat dipakai untuk menentukan dengan cepat suatu kelainan buta warna didasarkan pada penggunaan kartu bertitik-titik, seperti gambar 1. Kartu ini disusun dengan menyatukan titik-titik yang mempunyai bermacam-macam warna. Pada gambar 1. orang normal akan melihat angka “74”, sedangkan penderita buta warna merah-hijau akan melihat angka “21”.

Gambar 1 Contoh Tes Buta Warna Dengan Metode Ishihara Sumber : http://jazma101.multiply.com

Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 16

Gambar 2. Contoh Tes Buta Warna Dengan Metode Ishihara Sumber : http://jazma101.multiply.com Metode Ishihara ini di kembangkan menjadi Tes Buta Warna Ishihara oleh Dr. Shinobu Ishihara. Tes ini pertama kali dipublikasi pada tahun 1917 di Jepang dan terus digunakan di seluruh dunia, sampai sekarang. Tes buta warna Ishihara terdiri dari lembaran yang didalamnya terdapat titik-titik dengan berbagai warna dan ukuran. Titik berwarna tersebut disusun sehingga membentuk lingkaran. Warna titik itu dibuat sedemikian rupa sehingga orang buta warna tidak akan melihat perbedaan warna seperti yang dilihat orang normal (pseudo-isochromaticism) (Ratri Widianingsih, Awang Harsa, Ahmad Rofiq, 2010) Menurut Wartamedika (2008), sampai saat ini, belum ditemukan cara untuk menyembuhkan buta warna turunan. Walaupun demikian, tersedia beberapa cara untuk membantu penderitanya. Cara tersebut antara lain adalah : 3. Menggunakan kacamata lensa warna. Tujuannya, agar penderita dapat membedakan warna dengan lebih mudah. Cara ini terbuktif efektif pada beberapa penderita. 4. Menggunakan kacamata dengan lensa yang dapat mengurangi cahaya silau. Biasanya penderita buta warna dapat membedakan warna lebih jelas jika cahaya tidak terlalu terang atau menyilaukan. 5. Jika tidak dapat melihat warna sama sekali (buta warna total), penderita dianjurkan menggunakan kacamata lensa gelap dan mempunyai pelindung cahaya pada sisinya. Suasana lebih gelap diperlukan karena sel rod, yaitu sel yang hanya bisa membedakan warna hitam, putih, dan abu-abu, bekerja dengan lebih baik pada kondisi cahaya yang suram.

Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 17

DATA PENGAMATAN Refleks Pupil

Refleks pupil

No.

Nama

Refleks cahaya

Refleks konsensual

(kedua mata)

OP

Cahaya

Tanpa

Satu mata

Satu mata

cahaya

dengan

tanpa

Mengecil

1.

Qorin

Mengecil

Membesar

2.

Firdha

Mengecil

Membesar

3.

Mei

Mengecil

4.

Tuti

5. 6.

Tidak berubah

Refleks akibat akomodasi Jauh

Dekat

Mengecil

Membesar

Mengecil

Membesar

Mengecil

Membesar

sedikit

sedikit

Membesar

Mengecil

Membesar

Mengecil

Membesar

Mengecil

Membesar

Mengecil

Mengecil

Vera

Mengecil

Membesar

Mengecil

Mengecil

Mengecil

Mengecil

Diar

Mengecil

Membesar

Mengecil

Membesar

Mengecil

Membesar

Tidak berubah

Mengecil

Buta Warna No

Nama

Umur

Jumlah Salah

Kategori

1.

Ria

20

-

Normal

2.

Gita

20

1

Normal

3.

Vera

21

1

Normal

4.

Daus

20

-

Normal

5.

Indi

20

-

Normal

6.

Singgih

20

-

Normal

Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 18

Visus no 1 2 3 4 5 6

Nama OP Daniar Rezki Tuti Vera Ambar Qorin

2 mata 6/15 6/15 6/20 6/15 6/15 6/15

d6m 1 mata 6/20 6/15 6/20 6/15 6/20 6/15

2 mata 5/15 5/15 5/15 5/15 5/15 5/15

d5m 1 mata 5/20 5/15 5/20 5/15 5/15 5/15

Pembahasan Refleks Pupil Berdasarkan hasil praktikum seluruh OP memiliki pupil normal. Artinya memiliki kepekaan terhadap refleks cahaya, reflek konsensual serta refleks akomodasi. Ketika mata OP disinari oleh cahaya dari arah samping maka bentuk pupil tampak mengecil sedangkan ketika cahaya dihilangkan maka pupil akan membesar kembali. Hal ini karena pupil terletak pada bagian tengah iris. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos yaitu otot sirkuler dan otot radial. Otot-otot ini memanjang hingga bagian pupil. Ketika ada rangsang cahaya maka syaraf okulomotorius (III) yang melewati iris dan pupil merangsang otot sirkuler berkontraksi membentuk lingkaran kecil sehingga pupil terlihat mengecil. Sedangkan ketika cahaya dihilangkan maka otot radialis akan relaksasi (memanjang) sehingga pupil membesar. Menurut Sherwood (2004), Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, satu sirkuler (serat-serat otot berjalan melingkar didalam iris) dan yang lain radial (serat-seratnya berjalan keluar dari batas pupil seperti jari-jari roda sepeda). Karena serat-serat otot memendek saat berkontraksi, pupil mengecil apabila otot sirkuler berkontraksi dan membentuk cincin yang lebih kecil. Refleks konstraksi pupil ini terjadi pada cahaya terang untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk kemata. Dilatasi pupil terjadi pada cahaya temaram (suram) untuk meningkatkan jumlah cahaya yang masuk. Komponen aferen lengkung refleks yang mengatur konstriksi pupil terhadap rangsang cahaya atau refleks akomodasi pada penglihatan dekat adalah nervus optikus. Saraf eferen merupakan bagian dari saraf parasimpatis dan mencapai serabut otot polos pupilokonstriktor (otot sirkuler) melalui nervus okulomotorius (III). Saraf simpatis mempersarafi serabut otot pupilodilator (otot radial), yang mencapai mata (dari ganglion servikal superior) melalui pleksus simpatis pada dinding arteri karotis internal (Sherwood,2004).

Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 19

Ketika pupil sebelah kanan/kiri diberi sinar kemudian antara kedua mata diberi batas maka respon pupil yang dihasilkan adalah pupil yang disinari akan menjadi lebih kecil sedangkan pada mata sebelahnya meskipun tidak terkena cahaya tetapi pupil terlihat ikut mengecil. Hal ini karena antara mata kanan dan kiri terdapat hubungan/jaras persyarafan, otot serta terdapat refleks pupil. Pada refleks pupil ini, cahaya yang masuk pada pupil kanan/ kiri akan diteruskan oleh serabut saraf ke arah kolikulus superior, saraf akan berakhir pada nukleus area pretektal. Kemudian neuron interkalasi yang menghubungkan antara mata kanan dan kiri menyentuh nukleus Eidinger-Westphal dari kedua sisi menyebabkan refleks cahaya bersifat konsensual. Sehingga otot pada pupil mata yang tidak diberi cahaya ikut berkontraksi dan pupil ikut mengecil.

Gambar refleks konsensual http://www2.aofoundation.org/wps/portal Namun ketika satu mata (kanan/kiri) disinari dan diantara kedua mata tidak dibatasi maka respon pada pupil mata sebelahnya adalah awalnya membesar kemudian mengecil. Namun Pada OP Qorin, pupil tidak mengalami perubahan. Menurut kami, bukan tidak mengalami perubahan tetapi mengalami perubahan sedikit namun saat terjadi dilatasi pupil tidak teramati jelas oleh praktikan, yang teramati jelas ketika pupil sudah mengecil. Begitupun dengan OP Vera, praktikan tidak sempat melihat dilatasi pada pupil, yang dilihat hanya fase setelah dilatasi. Hal ini karena fase dilatasi pupil memang berlangsung sangat cepat. Menurut Ganong (2008), Apabila salah satu cahaya diarahkan kesalah satu mata, pupil akan berkonstriksi (refleks cahaya pupil). Pupil mata yang lain juga ikut berkonstriksi (refleks cahaya konsensual). Serabut saraf optik yang membawa impuls yang mencetuskan respons pupil ini meninggalkan saraf optikus didekat korpus genikulatum lateral. Dikedua sisi, serabutserabut ini masuk ke otak tengah melalui brakium kolikulussuperior dan berakhir di nukleus

Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 20

pretektum. Dari nukleus ini, neuron tingkat kedua akan berproyeksi ke nukleus Edinger – Westphal ipsilatheral dan kontralateral. Neuron tingkat ketiga berjalan dari nukleus ini ke ganglion siliaris disaraf okulomotorius dan neuron tingkat keempat berjalan dari ganglion ini ke badan siliaris. Jaras ini terletak disebelah dorsal dari jaras untuk respon dekat.

Sumber : Knoop KK, Stack LB, Storrow AB: Atlas of Emergency Medicine, 2nd Edition: http://www.accessemergencymedicine.com Copyright @ The McGraw-Hill Companies, Inc. All rights reserved

Ketika OP melihat benda sangat jauh seharusnya pupil akan mengecil sedangkan ketika melihat dekat pupil akan membesar. Hal ini karena adanya daya akomodasi lensa dan konstriksi pupil. Konstriksi pupil ini diatur melalui syaraf parasimpatis nervus III, perangsangan syaraf parasimpatis menimbulkan kontraksi otot siliaris yang selanjutnya akan mengendurkan ligamen lensa dan meningkatkan daya bias. Dengan meningkatnya daya bias, mata mampu melihat objek lebih dekat dibanding waktu daya biasnya rendah. Akibatnya dengan mendekatnya objek kearah mata frekuensi impuls parasimpatis ke otot siliaris ditingkatkan agar objek tetap dilihat dengan jelas.. Menurut (Ganong,2008) Lensa menempel pada otot siliaris mata oleh serat elastis yaitu zonula (ligamentum suspensorium). Sewaktu otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium menjadi tegang, menimbulkan peregangan pada lensa, sehingga lensa menjadi datar dan Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 21

lemah. Sewaktu otot siliaris berkontraksi, ligamentum suspensorium melemas dan tegangan pada lensa berkurang. Lensa kemudian dapat memulihkan bentuknya yang lebih bulat karena elastisitasnya. Semakin besar kelengkungan lensa (karena semakin bulat) semakin besar kekuatannya, sehingga berkas-berkas cahaya lebih dibelokkan. Otot siliaris dikontrol oleh sistem saraf otonom. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat. Saat melihat dekat, selain terjadi akomodasi, juga terjadi konstriksi pupil. Rangsangan saraf parasimpatis saat melihat dekat menyebabkan kontraksi otot sirkuler pada iris sehingga menyebabkan konstriksi pupil atau (miosis) (Ganong,2008). Namun pada OP Mei, Tuti dan Vera terjadi penyimpangan. Kami tidak dapat menyebutkan dengan pasti apakah OP ini menderita suatu kelainan pada pupilnya. Dugaan kami, kesalahan ini hanya faktor kurang ketelitian saja. Karena proses pendiagnosisan seseorang menderita kelainan pupil tidak hanya dengan melihat tes akomodasi melainkan dengan serangkaian tes yang dilakukan oleh Dr Spesialis Mata dan Syaraf. Buta Warna Berdasarkan hasil praktikum seluruh OP dikategorikan normal karena mampu menyebutkan warna dan tulisan dengan cepat dan benar. Walaupun ada 2 OP (Gita dan Vera) yang salah menyebutkan tetapi kesalahan tersebut tidak berarti karena diduga hanya faktor kurang ketelitian saja. Dalam praktikum ini digunakan buku Ishihara. Buku ini paling umum digunakan dalam tes buta warna merah hijau. Prinsip dari buku ini adalah orang buta warna akan mengalami kesulitan bercak pesan tersembunyi di terkandung dalam banyak titik karena ketidakmampuan untuk mendeteksi beberapa atau semua perubahan kecil dalam nuansa / warna titik-titik. Namun, buku ini tidak dapat dijadikan patokan bahwa seseorang mengalami buta warna, masih banyak serangkaian tes buta warna yang harus dilakukan seperti uji D-15 Farnsworth dikotomis Test serta uji Daltonism. Menurut Guyton (2001) Metode ishihara yaitu metode yang dapat dipakai untuk menentukan dengan cepat suatu kelainan buta warna didasarkan pada penggunaan kartu bertitik-titik, seperti gambar 1. Kartu ini disusun dengan menyatukan titik-titik yang mempunyai bermacam-macam warna. Pada gambar 1. orang normal akan melihat angka “74”, sedangkan penderita buta warna merah-hijau akan melihat angka “21”. Berdasarkan hasil praktikum ini, OP memiliki retina yang normal. Di dalam retina tersebut terdapar reseptor yaitu sel kerucut dan sel batang.

Sel kerucut ini yang

mempersepsikan suatu warna yang terlihat. Sel kerucut ini merupakan reseptor yang spesifik berdasarkan kekuatan rangsang tersebut.

Menurut Campbell (2002), Penglihatan warna

Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 22

ditimbulkan adanya tiga subkelas sel kerucut, masing-masing memiliki jenis opsinnya sendiri dan berkaitan dengan retina untuk membentuk pigmen visual fotopsin. Spektra absorbsi untuk pigmen ini saling tumpang tindih dan persepsi otak terhadap corak intermediet bergantung pada perbedaan stimulasi dua atau lebih kerucut. Contoh, ketika sel kerucut merah dan hijau dirangsang kita mungkin bisa melihat warna kuning atau oranye, bergantung pada sel kerucut mana yang paling kuat dirangsang. Buta warna lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena umumnya diwariskan sebagai sifat yang terpaut seks (Campbell, 2002).

Pemeriksaan visus Pada praktikum ini, tujuan yang ingin dicapai praktikan yaitu untuk mengetahui cara pemeriksaan visus dan memeriksa visus pada alat penglihatan. Pemeriksaan visus ini dilakukan pada 6 OP dengan menggunakan alat optotype dari snellen yang diletakkan pada jarak 6 meter dan dengan menggunakan dua mata, OP diminta untuk membaca huruf demi huruf. Setelah itu, melakukan ha yang sama namun jaraknya diubah menjadi 5 meter. Kemudian OP diminta untuk menutup salah satu matanya dengan tangan namun tidak boleh ditekan, karena akan mempengaruhi ketajaman mata. Dengan jarak 6 meter, OP diminta membaca huruf demi huruf, melakukan hal yang sama namun jaraknya diganti menjadi 5 meter. Pemeriksaan ketajaman mata (visus) di lakukan dengan menggunakan rumus yaitu V=d/D V = Visus d = Jarak alat dengan OP D = Jarak tertentu sehingga OP dapat membaca huruf dalam satu deret. Pada praktikum dalam mengamati visus dengan cara melihat alat dengan jarak tertentu dan apabila tidak terlihat, maka OP maju beberapa langkah hingga terlihat huruf yang ada pada alat tersebut. Jarak inilah yang disebut D. Op dikatakan mampu untuk melihat dengan normal ketika OP memiliki visus sebesar 6/15 atau 6/20 untuk jarak 6 m dan 5/15 atau 5/20 untuk jarak 5 m. Untuk pengamatan visus pada jarak 6 meter dengan kedua mata terbuka di peroleh data pada OP pertama yaitu Daniar di peroleh hasil visus sebesar 6/15, begitupun pada OP selanjutnya di peroleh hasil yang sama, yaitu sebesar 6/15, kecualai hasil visus yang di peroleh Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 23

oleh OP Tuti, di dapatkan hasil sebesar 6/20. Dari seluruh pengamatan pada praktikum visus ini di peroleh data bahwa smua OP memiliki ketajaman penglihatan yang baik atau dapat di katakan normal. Pada pengamatan visus berikutnya dilakukan pada jarak 6meter dengan keadaan salah satu mata terbuka dan mata satunya tertutup. Dari pengamatan ini di peroleh data visus dari 3 OP yaitu sebesar 6/15 dan 3 OP menunjukan hasil visus sebesar 6/20. Perbedaan ini tidak terlalu mempengaruhi karena baik hasil visus sebesar 6/15 maupun 6/20 masih terdapat pada batas ketajaman penglihatan normal. Pada pengamatan berikutnya OP di minta maju dan terjadi perubahan jarak menjadi 5meter dengan keadaan kedua mata terbuka. Pada pengamatan ini keenam OP memiliki hasil visus yang sama yaitu 5/15, hal ini berarti keenam OP memiliki ketajaman penglihatan yang baik. Pada pengamatan visus yang terakhir dilakukan dengan jarak 5m dan dengan menggunakan satu mata. Dari pengamatan ini di dapatkan hasil bahwa terdapat 4 OP memiliki ketajaman mata sebesar 5/15 dan 2 orang memiliki ketajaman penglihatan sebesar 5/20. Kedua hasil yang didaptkan ini masih menunjukan hasil yang normal.

Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 24

KESIMPULAN 1. Terdapat tiga jenis refleks pupil yaitu refleks cahaya, refleks konsensual, refleks pupil mata akibat akomodasi 2. Ketika ada rangsang cahaya maka syaraf okulomotorius (III) yang melewati iris dan pupil merangsang otot sirkuler berkontraksi membentuk lingkaran kecil sehingga pupil terlihat mengecil. Sedangkan ketika cahaya dihilangkan maka otot radialis akan relaksasi (memanjang) sehingga pupil membesar. 3. Kemudian neuron interkalasi yang menghubungkan antara mata kanan dan kiri menyentuh nukleus Eidinger-Westphal dari kedua sisi menyebabkan

refleks cahaya bersifat

konsensual. Sehingga otot pada pupil mata yang tidak diberi cahaya ikut berkontraksi dan pupil ikut mengecil. 4. Ketika OP melihat benda sangat jauh seharusnya pupil akan mengecil sedangkan ketika melihat dekat pupil akan membesar. Hal ini karena adanya daya akomodasi lensa dan konstriksi pupil. 5. Cara yang digunakan yaitu mengidentifikasi angka atau huruf dengan latar belakang warna tertentu, yaitu menggunakan Ishihara test. 6. Dari seluruh OP dikategorikan normal karena mampu menyebutkan warna dan tulisan dengan cepat dan benar.

Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 25

DAFTAR PUSTAKA Anonim,2008.http://jazma101.multiply.com. Diunduh tanggal 4 April 2012 Pukul 17.33 WIB Anonim, 2011. http://venasaphenamagna.blogspot.com/2011/02/pemeriksaan-visus-mata.html. Diunduh tanggal 4 April 2012 Pukul 17.40 WIB. Bejo. 2008. Tes Buta Warna. http://rxbejo.blogspot.com/2008/11/tes-buta-warna.html. Diunduh pada tanggal 4 April 2012 Pukul 17.20 WIB. Campbell, Neil A., Jane B. Reece & Lawrence G. Mitchell. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga. Dickyspeed.

2009.

Buta

Warna.

http://dickspeed.blogspot.com/2009/05/buta-warna.html.

Diunduh pada tanggal 4 April 2012 Pukul 17.22 WIB.Ganong Dian. 2010. Opsin yang Terkait Fungsi Vitamin. http://webcache.googleusercontent.com/. Diunduh pada tanggal 4 April 2012 Pukul 17.25 WIB. Frita. 2010. Mata 1. http://fri3ta.files.wordpress.com/2010/06/mata1.pdf. Diunduh pada tanggal 4 April 2012 Pukul 17.30 WIB. Guyton and Hall.2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.EGC. Jakarta Karina, Nina. 2007. Mengenal Lebih Dekat Buta Warna. http://mengenallebihdekatbutawarna.wordpress.com/2010/04/.Diunduh pada tanggal 4 April 2012 Pukul 17.28 WIB. Manjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Media Aesculaplus. Jakarta Ratri Widianingsih, Awang Harsa Kridalaksana, Ahmad Rofiq Hakim. 2010. Aplikasi Tes Buta Warna Dengan Metode Ishihara Berbasis Komputer. volume 5 No 1. http://informatikamulawarman.files.wordpress.com/2010/02/06-jurnal-ilkom-unmul-v-51-0.pdf Diunduh Tanggal 4 April 2012 Pukul 17. 35 WIB Salmovitz,Thomas L. The Pupils and Acomodation, Duane's Clinical Ophthalmology, Chapter 15, Vol. 2 dalam Bobby Reguna Sitepu,2008. Hubungan Ukuran Pupil dengan Miopia Derajat Sedang dan Berat. Http:// www. thalamus. Whustl.edu/course/basvis.html Diunduh Tanggal 4 April 2012. Sherwood,Lauralee . 2001 . Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta Swartz, Mark. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. EGC. Jakarta Wartamedika. 2008. Dapatkah Buta Warna Diobati. http://www.wartamedika.com/2008/08/dapatkah-buta-warna-diobati.html.

Diunduh

Tanggal 4 April 2012 Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 26

William,Ganong. 2008. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta Sherwood L. 2004.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 5. Jakarta:EGC Budiono, Ari. 2008. Nervus Optikus. http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/01/nervusoptikus_files-of-drsmed.pdf Diunduh 8 April 2012 08:21 Firmansyah, Fathoni. 2010. Pengaruh Intensitas Penerangan Terhadap Kelelahan Mata Pada Tenaga Kerja Di Bagian Pengepakan PT. Ikapharmindo Putramas Jakarta Timur. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.. Diunduh 8 April 2012 06:13 http://eprints.uns.ac.id/122/1/167100309201010441.pdf Grandjean, E. 1988. Fitting the Task To the Man. A Texbook of Occupational Ergonomics, 4th Edition London: Taylor & Francis. Japardi, Iskandar. Pupil dan Kelainannya. Bagian Bedah. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Diunduh http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1967/1/bedahiskandar %20japardi42.pdf Diunduh 8 April 2012 06:20 Malem, Tambar. 2003. Perubahan Pupil Cycle Time Pada Penderita Glaukoma Simpleks. Bagian Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Diunduh http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6391/1/pnymata-tambar.pdf Diunduh 8 April 2012 6:17 http://fransiscakumala.wordpress.com/2010/02/08/anatomi-mata/attachment/5/ Diunduh 8 April 2012

08:19.

http://www.pdfcoke.com/doc/57787765/Pupillary-Reaction Diunduh 8 April 2012 08:33

Lapora Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia

Page 27

More Documents from "amina"