902164_modul 5 Pulpa.docx

  • Uploaded by: Nur Hildah Inayah
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 902164_modul 5 Pulpa.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,092
  • Pages: 25
LAPORAN MODUL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) MODUL 5 GIGI INFEKSI DAN BERUBAH WARNA

OLEH : KELOMPOK 6 1. NUR KHADIJA SYAMSUL 2. ANDI MUHAMMAD FUAD ANSAR 3. RESKI AMELIA 4. NUR AFNI PUSPITA 5. ANDI TRIANTI BELA ANANDA 6. ABDIH KUDRATI HENDRA 7. PRAYOGA PANGESTU KOSASIH 8. NUR AMALIYAH RIYADH 9. AMIRAH RIZKYANTI SYAMSUL 10. IRNA INDRIANA SYAHRIR 11. HERIZLAH NURULFAUZI 12. SASQIA CHAERUNNISA 13. DILA AULIA SAFRULLAH 14. NUR HILDAH INAYAH 15. ANITA SAFRIANI 16. FILZAH AZALIA

J11116502 J11116503 J11116504 J11116505 J11116506 J11116507 J11116508 J11116509 J11116510 J11116511 J11116512 J11116514 J11116515 J11116516 J11116517 J11116518

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018 i

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa pula penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dr. Drg. Ardo Sabir, M.Kes sebagai tutor kami yang telah banyak membimbing kami dan memberikan semangat untuk menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari sepenuhnya kesederhanaan isi makalah ini baik dari segi bahasa terlebih pada pembahasan materi ini. Semoga dengan terselesaikannya makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua terutama bagi kami sebagai penyusun sehingga dapat menambah wawasan, dan kami sangat mengharapkan adanya saran dan kritik dari para pembaca untuk dijadikan sebagai bahan acuan untuk penyusunan selanjutnya.

Makassar, 27 September 2018

Penyusun

ii

DAFTAR ISI SAMPUL ........................................................................................................ i KATA PENGANTAR ................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 4 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 5 1.3 Tujuan Pembelajaran .............................................................................. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12 2.13 2.14

Hubungan usia dengan gigi berlubang dan berubah warna .................. 7 Penyebebab gigi mesiopalato versi........................................................ 8 Etiologi gigi patah ................................................................................. 9 Etiologi perubahan warna gigi ............................................................... 10 Mekanisme perubahan warna gigi ......................................................... 12 Penyebab sering timbulnya bisul pada gusi ........................................... 12 Patomekanisme kasus pada skenario ..................................................... 13 Penyebab terlihatnya radiolusensi pada ujung akar ............................... 14 Diagnosis pada skenario ........................................................................ 14 Diagnosis banding ................................................................................. 15 Indikasi dann kontraindikasi perawatan ................................................ 16 Rencana perawatan pada kasus.............................................................. 18 Evaluasi keberhasilan dan kegagalan perawatan ................................... 20 Prognosis ............................................................................................... 21

BAB III PENUTUP 3.1 3.2

Kesimpulan .......................................................................................... 23 Saran ..................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 24

iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radang adalah suatu respon jaringan hidup terhadap cedera yang ditandai oleh perubahan progresif suatu jaringan berupa kerusakan jaringan sampai ke pemulihannya. Setelah email terbuka yang disebabkan oleh trauma atau infeksi bakteri, maka jaringan dentin dan jaringan pulpa yang terlindung di dalamnya menjadi peka terhadap jejas. Berbagai rangsangan dapat mengakibatkan cedera pada jaringan pulpa, seperti rangsang fisik, rangsang kimia, dan rangsang jasad renik. Akibat rangsangan dari luar maka daerah tersebut menjadi tempat berkembangbiaknya mikroorganisme sehingga menimbulkan inflamasi pada pulpa. Jika tidak ditangani dengan baik maka peradangan akan meluas ke arah periapikal. Infeksi pada jaringan periapikal gigi sering disebut juga periodontitis apikalis yang pada umumnya berasal dari infeksi pulpa gigi yang merupakan kelanjutan dari masuknya

mikroorganisma kedalam kamar pulpa, gejala ini

didahului dengan adanya reaksi inflamasi atau peradangan sebagai reaksi pertahanan tubuh terhadap infeksi. Inflamasi ini dimulai dengan reaksi yang terjadi di dalam kamar pulpa dan kemudian terus ke jaringan periapikal. Apabila tidak segera ditangani dapat menyebabkan terbentuknya abses. Abses adalah kumpulan nanah yang terjadi karena respon dari proses infeksi pada gigi. Abses periapikal adalah suatu infeksi pada dasar atau akar gigi yang biasanya meliputi 1/3 dari akar gigi Abses periapikal biasanya terjadi sebagai akibat dari nfeksi yang mengikuti karies gigi atau infeksi pulpa, setelah trauma pada gigi yang mengakibatkan pulpa nekrosis, iritasi jaringan periapikal baik oleh manipulasi mekanik maupun oleh aplikasi bahan-bahan kimia di dalam prosedur endodontik, yang dapat berkembang langsung dari periodontitis periapikal akut.

4

Oleh sebab itu, untuk mengatasi gigi yang infeksi ada beberapa cara yang dapat dilakukan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan yang dapat dilakukan pada pasien dengan gigi yang telah mengalami infeksi. 1.2 Rumusan Masalah 1.

Bagaimana hubungan usia dengan gigi depan berlubang dan berubah warna?

2.

Apa yang menyebabkan gigi pasien mesiopalatoversio?

3.

Jelaskan etiologi gigi patah pada skenario?

4.

Jelaskan etiologi perubahan warna gigi pada pasien?

5.

Jelaskan mekanisme perubahan warna gigi pada pasien?

6.

Jelaskan penyebab seringnya timbul bisul pada gusi pasien?

7.

Bagaimana patomekanisme terjadinya kasus pada skenario?

8.

Apa penyebab terlihatnya radiolusensi pada ujung akar?

9.

Apakah diagnosa yang sesuai pada kasus?

10. Apa diagnosa banding pada kasus? 11. Apa indikasi dan kontraindikasi perawatan pada kasus di skenario? 12. Bagaimana prosedur tahapan perawatan pada kasus di skenario? 13. Bagaimana evaluasi keberhasilan dan kegagalan perawatan pada skenario? 14. Bagaimana prognosis pada kasus di skenario? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui hubungan usia dengan gigi depan berlubang dan berubah warna 2. Untuk mengetahui penyebab gigi pasien mesiopalatoversio 3. Untuk mengetahui etiologi gigi patah pada skenario 4. Untuk mengetahui etiologi perubahan warna gigi pada pasien 5. Untuk mengetahui mekanisme perubahan warna gigi pada pasien 6. Untuk mengetahui penyebab seringnya timbul bisul pada gusi pasien 7. Untuk mengetahui patomekanisme terjadinya kasus pada skenario 8. Untuk mengetahui penyebab terlihatnya radiolusensi pada ujung akar 9. Untuk mengetahui diagnosa yang sesuai pada kasus

5

10. Untuk mengetahui diagnosa banding pada kasus 11. Untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi perawatan pada kasus di skenario 12. Untuk mengetahui prosedur tahapan perawatan pada kasus di skenario 13. Untuk mengetahui evaluasi keberhasilan dan kegagalan perawatan pada skenario 14. Untuk mengetahui prognosis pada kasus di skenario?

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan usia dengan gigi depan berlubang dan berubah warna 2.1.1 Hubungan usia dengan karies gigi Angka kejadian karies gigi dapat dipengaruhi oleh usia, dimana semakin bertambahnya usia, maka angka kejadian karies akan meingkat. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Department Kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa angka kejadian karies pada usia 35-44 tahun sebesar 80,5% angka ini lebih tinggi dari usia 35 tahun kebawah sebesar 50,8%.1 Prevalensi karies berhubungan denga usia, sekitar 25% gigi yang tumbuh pada anak usia 12 tahun mengalami karies, pada usia 15 tahun meningkat menjadi 33 % dan setelah usia 30 tahun meningkat menjadi 67 %. Pada usia 45 tahun aktivitas karies mulai menurun tetapi pada usia ini penyakit periodontal mulai aktif. Pada usia yang semakin bertambah memiliki kemungkinan besar mengalami karies karena gigi sering terpapar langsung dengan faktor penyebab karies seperti makanan kariogenik, minuman serta zat-zat kariogenik lainnya.2 2.1.2 Hubungan usia dengan diskolorasi gigi Warna normal gigi permanen adalah kuning keabu-abuan, putih keabu-abuan dan putih kekuning-kuningan. Warna gigi ditentukan oleh translusensi dan ketebalan email, ketebalan dan warna dentin yang melapisi dibawahnya dan warna pulpa. Perubahan dalam warna dapat bersifat fisiologik dan patologik atau eksogenus dan endogenus. Dengan bertambahnya umur, email menjadi lebih tipis karena abrasi atau erosi, dan dentin menjadi lebih tebal karena deposisi dentin sekunder dan reparative, yang menghasilkan perubahan warna pada gigi. Gigi orang yang lebih tua biasanya lebih kuning

7

keabu-abuan atau abu-abu kekuning-kuningan daripada gigi orang muda. Sebab-sebab utama diskolorasi adalah dekomposisi jaringan pulpa, perdarahan berlebihsetelah pengambilan pulpa, trauma, obatobatan, bahan pengisi. Orang yang usianya lebih tua, telah terpapar lebih banyak penyebab berubahnya warna pada giginya seperti obat-obatan atau makanan atau minuman.3

2.2 Penyebab gigi pasien mesiopalata vesrio Mesioversi adalah kondisi gigi yang letaknya lebih ke mesial dari letak rahangnya atau terinklinasi ke arah garis median. Palatoversi adalah kondisi gigi yang letaknya lebih ke palatal dari pada letak normalnya. Mesiopalatoversi dapat diartikan sebagai kondisi gigi yang terinklinasi ke arah garis median dan letaknya lebih ke palatal daripada letak normalnya. Malposisi ini menyebabkan terjadinya maloklusi akibat posisi gigi yang tidak sesuai dengan lengkung rahang Faktor yang menyebabkan maloklusi dapat berupa gen, kondisi skeletal, pergerakan otot, hubngan gigi dengan rahang, danfaktor lokal. Umunya gen pada orang tua dapat mempengaruhi kondisi oklusi anak, bila orang tua anak memiliki kelainan oklusi maka kemungkinan anak tersebut akan mendapat kelainan oklusi dari orang tuanya. Kondisi dan bentuk skeletal juga dapat mempengaruhi pertumbuhan gigi anak dan dapat berdampak pada kondisi oklusinya.4 Gigi-gigi bererupsi ke dalam lingkungan aktivitas fungsional yang dipengaruhi oleh otot berupa otot-otot pengunyahan, lidah, dan otototot wajah. Otot-otot dari lidah, bibir, dan pipi,sangatlah penting peranannya dalam menuntun gigi-gigi ke posisi akhirnya, dan variasi pada bentuk serta fungsi otot-otot ini akan dapat mempengaruhi posisi dan olusi gigi-geligi. Faktor selanjutnya yang mempengaruhi perkembangan oklusi gigigeligi adalah hubungan antara ukuran gigi-geligi dengan ukuran rahang

8

tempat terletaknya gigi-gigi tersebut. Idealnya, harus ada ruang yang cukup

agar gigi-gigi bisa bererupsi ke dalam mulut tanpa berjejal

maupun saling menumpuk. Faktor-faktor yang lebih bersifat lokal tidak sering berperan sebagai faktor permodifikasi dibandingkan dengan faktor-faktor umum yang sudah dibicarakan, dan efeknya tentu saja, tidak terlalu luas, tetapi bisa menambah faktor-faktor umum dan menimbulkan komplikasi tambahan terhadap perkembangan oklusal. Faktor tersebut dapat berupa posisi perkembangan gigi-gigi individual yang acak, adanya gigi-gigi supernumerary, persistensi gigi sulung, hipodonsia perkembangan, frenulum labial.5

2.3 Etiologi gigi patah Fraktur gigi memiliki banyak kategori : Fraktur cusp/mahkota, gigi retak(Cracked teeth),

gigi berpisah (Split tooth), dan fraktur akar

vertikal:6 1. Fraktur mahkota Fraktur ini melibatkan bagian gigi seperti enamel dentin dan pulpa, dari fraktur ini berhubungan dengan rasa nyeri pada gigi jika pulpanya

terekspose.2

Fraktur

mahkota

ini

biasa

terjadi

dikarenakan cedera gigi atau benturan pada gigi, dan juga fraktur ini dapat diaibatkan dengan karies yang luas dan mendalam6 2. Gigi retak( Cracked teeth) Gigi retak ini didefenisikan sebagai fraktur yang tidak lengkap yang memanjang sebagian melalui gigi. Pada umunya melibatkan enamel, dentin dan kadang-kadang hingga ke pulpa. Etiologi pada gigi retak spesifiknya berhubungan dengan gigi dengan restorasi yang besar sehingga gigi mudah retak.2 Selain itu kekuatan mengunyah yang berlebihan menjadi faktor utama terjadinya hal tersebut.1

Dan juga kita dapat melihat penyebab gigi retak

dikarenakan perubahan usia sehingga email dan dentin membuat gigi menjadi rapuh sehingga rentan terhadap retakan, abrasi yang

9

dalam, dan terbentuknya pada benda keras dan kebiasaan parafungsional seperti bruxism.7 3. Gigi terpisah (Split teeth) Gigi terpisah ini adalah perkembangan dari gigi retak. Fraktur ini terjadi secara sempurna.fraktur ini melibatkan dari mahkota hingga kepermukaan apikal atau 1/3 apikal. Bisa disebabkan oleh gigi yang dirawat saluran akar, namun bukan perawatan yang melemahkan tetapi kondisi host itu sendiri dimana mengalami karies.6 4. Fraktur akar vertikal Fraktur akak vertikal adalah fraktur yang berasal dari akar gigi dan berlanjut dari ke bagian koronal gigi . fraktur ini disebabkan penempatan pasca sementasi, dan selama pengisian salur akar. Adapun faktor lain dikarenakan anatomi gigi akar dimana akar mesio distal yang sempit dari bucolingual sehingga lebih mudah fraktur pada gigi posterior6 Jadi etiologi yang terjadi pada kasus tersebut , bahwa pasien ini sudah mengalami karies selama 3 tahun dimana terjadi karies yang sangat dalam dan luas sehingga dapat menyebabkan terinfeksinya pulpa dan mengalami nekrosis sehingga , pulpa tidak menginduksi lagi pembentukan dentin dari sel odontoblas sehingga gigi mulai rapuh dan rentan terhadap retakan.6

2.4 Etiologi perubahan warna gigi Warna8

Etiologi Kebersihan gigi yang kurang baik

Kuning/abu-abu/cokelat

Perdarahan intrapulpa

Merah muda

Nekrosis pulpa

Cokelat/hitam

10

Desain kavitas akses yang tidak memadai

Abu-abu/hitam

(jaringan pulpa masih tersisa dalam tanduktanduk pulpa) Material obturasi saluran akar

Merah muda/abu-abu/cokelat/hitam

Restorasi korona

Abu-abu /hitam

Restorasi akar

Merah muda

Obliterasi saluran akar

Kuning

karies

Jingga tua/abu-abu

Etiologi yang menyebabkan pewarnaan gigi dapat berasal dari sistemik (tertrasiklin), metabolic ( kalsifikasi distrofik, fluorosis) maupun genetik (hiperbilirubinemia, amelogenesis imperfecta, dentinogenesis imperfecta ). Faktor lokal yang dapat menyebabkan pewarnaan internal adalah gigi dengan nekrosis pulpa, intrapulpal hemorrhage, material endodontik, resorpsi akar, aging, dan sisa jaringan pulpa setelah perawatan endodontik. Pada nekrosis pulpa, bakteri, mekanis atau iritasi kimia pada pulpa akan menyebabkan kematian pulpa, sehingga menyebabkan pelepasan produk noxius yang dapat berpenetrasi dalam tubuli dentin dan menyebabkan pewarnaan di sekeliling dentin. Derajat pewarnaan secara lansung berhubungan dengan durasi waktu ketika pulpa telah nekrosis. Ekstirpasi pulpa pada gigi yang trauma dapat menyebabkan perdarahan pada kamar pulpa dan menyebabkan rupturnya dinding pembuluh darah. Komponen darah mengalir dalam tubuli dentin dan menyebabkan pewarnaan disekeliling dentin. Awalnya perubahan warna terjadi sementara dari coklat sampai merah muda dapat diamati. Hal ini diikuti dengan terjadinya hemolisis sel darah merah. Pelepasan heme lalu bercampur dengan jaringan pulpa yang membusuk untuk membentuk besi. Kemudian besi dapat berubah oleh hidrogen sulfat yang diproduksi bakteri menjadi sulfat besi yang berwarna gelap, yang akan merubah warna gigi 11

menjadi abu-abu. Produk ini dapat berpenetrasi dalam ke tubuli dentin dan menyebabkan pewarnaan pada gigi.9

2.5 Mekanisme perubahan warna gigi Iritasi bakteri, mekanik, atau kimia pada pulpa dapat menyebabkan nekrosis. Darah atau komponen darah yang menggenangi kamar pulpa masuk ke dalam tubuli dentin secara difusi, kemudian sel-sel darah merah mengalami proses hemolisis dengan melepaskan hemoglobin. Hemoglobin selanjutnya mengalami proses degradasi dan melepaskan komponen besi. Komponen besi bersenyawa dengan hidrogen sulfida yang merupakan produk bakteri, menghasilkan senyawa feric sulfat berwarna hitam yang kemudian mengadakan penetrasi ke dalam tubuli dentin menyebabkan perubahan warna pada mahkota gigi. Tingkat perubahan warna berkaitan dengan berapa lama pulpa telah nekrosis.10

2.6 Penyebab sering timbulnya bisul pada gusi Timbulnya bisul pada gingiva dikarenakan gigi 11 pasien sudah berlubang ±3 tahun, jadi gigi tersebut sudah terinfeksi bakteri dalam jangka waktu yang lama, sehingga hal ini berkaitan dengan kondisi imun pasien, yang dimulai saat pemaparan mikroorganisme dan produk yang dihasilkannya kedalam pulpa akan memicu respon inflamasi pada pulpa. Reaksi inflamasi akibat karies kedalam pulpa biasanya didiagnosis sebagai pulpitis dengan tanda nyeri hebat yang datang dari dalam pulpa akibat besarnya migrasi sel sel radang kedalam pulpa. Produk metabolisme mikroorganisma rongga mulut berupa asam dan enzim proteolitik yang dapat menghancurkan email dan dentin. Produk ini disebut juga sebagai bakteri endotoksin yang merupakan imunogen. Imunogen yang ada pada dentin dapat menyebabkan keradangan pada pulpa. Bakteri imunogen ini menyebar dari lesi karies dentin ke pulpa melalui tubulus dentin kemudian ditangkap dan diproses oleh APC (antigen Presenting cell) yang akan mengaktifkan sistem imun.

12

Masuknya bakteri imunogen kedalam pulpa akan menyebabkan inflamasi akut dan akhirnya terjadi infeksi dan nekrosis pada pulpa. Respon awal pulpa terhadap masuknya antigen kedalam tubulus dentin adalah terjadinya infiltrasi sel polymorphonuclear neutrofil (PMNs) dan monocytes. Kuatnya infiltrasi sel tersebut kedalam pulpa menyebabkan meningkatnya kondisi infeksi yang akan mengaktifkan respon imun spesifik yaitu aktifnya sel T helper, T sitotoksik dan sel B. Tahap selanjutnya, sel plasma akan memproduksi antibodi. Apabila mekanisme ini tidak mampu untuk menghilangkan infeksi maka jaringan lunak kemudian hancur dan mulai terbentuk jaringan nekrotik dan pus dalam pulpa dan akhirnya mengakibatkan menjadi necrosis pulpa secara keseluruhan. Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, tentunya mengundang respon keradangan untuk datang ke jaringan yang terinfeksi tersebut, namun apabila kondisi hostnya tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi, ini justru malah menciptakan kondisi abses yang merupakan hasil sinergi dari bakteri S.mutans dan S.aureus. Tidak hanya proses destruksi oleh S.mutans dan produksi membran abses saja yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses , terdapat pula pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus (pyogenik), salah satunya adalah S.aureus. Jadi, rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi, tidak kosong, melainkan terisi oleh pus yang konsistensinya terdiri dari leukosit yang mati (oleh karena itu pus terlihat putih kekuningan), jaringan nekrotik, dan bakteri dalam jumlah besar. Timbunan pus akan menekan sel saraf sehingga menimbulkan rangsangan nyeri. Pus akan menembus hingga ke jaringan lunak rongga mulut dan membentuk gum boil.11,12

2.7 Patomekanisme terjadinya pada kasus Jaringan gigi yang terinfeksi menyebabkan sebagian sel mati dan hancur. Sel darah putih dalam tubuh bergerak kedalam rongga gigi yang terinfeksi, dan setelah memfagosit bakteri, sel darah putih akan mati. Sel

13

darah putih yang mati tersebut membentuk nanah yang mengisi rongga gigi. Akibat terdorong dan terjadi dinding pembatas abses. Fistula atau bisul merupakan suatu saluran abnormal diantara dua organ atau antara satu organ dengan permukaan luar sebagai drainase karena abses diperiapikal mencari jalan keluar menuju ke permukaan gingiva sehingga membentuk sebuah saluran. 13

2.8 Penyebab terlihatnya radiolusensi pada ujung akar Karna di tandai dengan adanya jaringan granulasi dengan munculnya sel limfosit, sel plasma dan makrofag dalam lesi. Apabila dilakukan pemeriksaan radiografis menunjukan adanya radiolusensi yang diffuse didaerah periapikal gigi. Gejala secara klinis sering tidak dirasakan namun saat di perkusi tetap menimbulkan rasa nyeri.11

2.9 Diagnosis pada skenario Abses

periapikal

berasal

dari

infeksi

jaringan

pulpa

yang

menyebabkan pulpa menjadi nekrosis. Hal ini terbentuk ketika pus keluar dari dinding ruang pulpa dan saluran akar melalui foramen apikal. Suatu daerah pus dan akumulasi cairan terbentuk di tulang yang mengelilingi apeks gigi. Ketika tekanan membesar, abses dapat melubangi ke rongga mulut, sinus maksilaris atau bahkan rongga hidung; dan meluad ke tulang di dekatnya 14 Abses periapikalis kronis adalah keadaan yang timbul akibat lesi yang bertahan lama yang telah menyebabkan abses yang mengadakan drainase ke permukaan. Penyakit ini merupakan akibat dari nekrosis pulpa dan telah menyebar melalui tulang dan jaringan lunak untuk membentuk stma saluran sinus ( sinus tract)15 Pada pemeriksaannya gigi yang mengalami abses apikalis kronis berespon positif terhadap perkusi. Ketika dilakukan palpasi, jaringan lunak periapikal dapat menunjukkan respon positif dengan sedikit pembengkakan dan terasa lunak ketika di palpasi. Gigi tidak menunjukkan respon terhadap tes pulpa elektril. Gambaran mikroskopis

14

menunjukkan abses ( pus/jaringan nekrotik) di tengah jaringan yang bergranuloma atau jaringan yang mengalami inflamasi. Abses periapikal kronis dapat terjadi dengan atau tanpa fistula.16 Karena adanya drainase AAK biasanya asimptomatik.15

2.10 Diagnosis banding pada skenario Diagnosis banding pada kasus Abses Periapikal Kronis yaitu Granuloma Periapikal dan Kista Periapikal, yang dimana keakuratan diagnosisnya didapatkan melalui mempelajari jaringannya secara mikroskopis.7 Suatu abses kronis juga harus dibedakan dari osteofibrosis periapikal, dikenal juga sebagai sementoma atau fibroma menulang, yang dihubungkan dengan gigi yang vital dan tidak memerlukan perawatan endodontik.3 1. Sementoma Apikal Sementoma apikal adalah proliferasi jaringan ikat yang jinak dan tumbuh dengan lambat yang diduga berasal dari unsur seluler pada ligamen periodontal. Pada tahap awal sementoma apikal, penampilan radiologis bervariasi dari ruang membran periodontal periapikal yang menebal terkait dengan penghancuran lamina dura ke lesi radiolusen yang terdefinisi dengan baik mirip dengan lesi periapikal inflamasi kronis, yang terjadi pada gigi yang vital.16 2. Granuloma Periapikal Granuloma periapikal adalah salah satu sekuen paling umum dari pulpitis. Biasanya digambarkan sebagai massa jaringan granulasi yang meradang kronis yang ditemukan pada apeks gigi nonvital. Pada pemeriksaan klinis, pada kasus granuloma periapikal giginya tidak sensitif akan perkusi, tidak terdapat mobilitas, jaringan lunak yang melapisi area tersebut mungkin/tidak lunak, tidak ada respon pada saat tes pulpa, dan umumnya lesi ditemukan pada saat pemeriksaan radiografi. Gambaran radiografi terlihat radiolusensi

15

dengan ukuran yang bervariasi, mulai dari lesi kecil hingga berdiameter 2 cm.7 3. Kista Periapikal Kista periapikal adalah kondisi lesi periodontitis apikal yang kacau. Proses peradangan menstimulasi epithelial resting cells di Malassez, dan kavitas kistik yang penuh dengan kolesterol dan cairan berkembang di sekitar apeks. Hal tersebut mungkin tumbuh dari ekspansi cairan, atau mungkin terjadi infeksi. Pada kasus lain, hal ini patologis. Seperti halnya abses apikalis kronis, kista periapikal juga biasa ditemukan pada pemeriksaan radiografi. Kecuali kistanya telah berkembang ke titik dimana gigi bergerak atau menjadi terinfeksi dan timbul abses, kista periapikal mungkin tidak diketahui selama bertahun-tahun. Gigi yang terlibat tidak merespon rangsangan termal atau listrik, dan mungkin sedikit berubah warna pada transluminasi. Perkusi harus negatif, tetapi jika kista telah tumbuh ke ukuran dimana ia mem-perforasi cortical plate, maka dapat dipalpasi.20 Diagnosis banding lainnya pada kasus di skenario ini adalah Nekrosis Pulpa disertai Periodontitis Apikalis Kronis. Pemeriksaan secara radiogafis menunjukkan adanya radiolusensi yang diffuse di daerah periapikal gigi. Gejala secara klinis sering tidak dirasakan namun saat diperkusi tetap menimbulkan rasa nyeri.11 2.11 Indikasi dan kontraindikasi perawatan pada kasus di skenario 2.11.1 Indikasi perawatan saluran akar17 1. Email yang tidak didukung oleh dentin 2. Gigi sulung dengan infeksi yang melewati kamar pulpa, baik pada gigi vital, nekrosis sebagian maupun gigi yang sudah non vital 3. Kelainan jaringan periapeks pada gambaran rradiografi kurang dari sepertiga apeks

16

4. Mahkota gigigi masih bisa direstorasi dan berguna untuk keperluan prostetik 5. Gigi tidak goyang dan periodontium normal 6. Foto ronsen menunjukkan resorpsi akar tidak lebih sepetiga apikal, tidak ada granuloma 7. Kondisi pasien baik 8. Pasien ingin giginya dipertahankan dan bersedia untuk memelihara kesehatan gigi dan mulutnya 9. Keadaan ekonomi pasien memungkinkan 2.11.2 Kontraindikasi perawatan saluran akar 1. Fraktur akar gigi yang vertikal 2. Tidak dapat lagi dilakukan restorasi 3. Kerusakan jaringan periapikal melibatkan lebih dari sepertiga panjang akar gigi 4. Resorbsi tulang alveolar melibatkan setengah dari permukaan akar gigi 5. Kondisi sistemik pasien, seperti diabetes melitus yang tidak terkontrol 2.11.3 Indikasi mahkota pasak18 1. Gigi pasca perawatan saluran akar 2. Memperbaiki inklinasi gigi 3. Kerusakan mahkota gigi asli pada gigi posterior dan anterior yang cukup parah 2.11.4 Kontraindikasi mahkota pasak 1. Jaringan yang mendukung gigi tidak cukup 2. Kebersihan mulut buruk 3. Dinding saluran akar tipis 4. Resorbsi processus alveolaris lebih dari sepertiga

17

2.12 Rencana perawatan pada kasus a. Endodontik konvensional, Perawatan Saluran Akar (PSA) Non Vital. Gigi yang mengalami nekrosis memerlukan perawatan saluran akar yang bertujuan untuk membersihkan ruang pulpa dari jaringan pulpa yang telah terinfeksi, kemudian membentuk saluran akar untuk obturasi agar terbentuk apikal seal. Perawatan saluran akar ini dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan penyakit pulpa, penyakit periapikal, mempercepat penyembuhan, dan memperbaiki jaringan yang sakit tersebut.21 b. Endodontik bedah, Restorasi Indirek Mahkota Pasak. Gigi yang telah dirawat saluran akar seringkali hanya memiliki sedikit sisa jaringan keras gigi dibagian mahkota sehingga menjadi lebih rapuh dibandingkan dengan gigi vital. Kelembaban yang telah berkurang dan secara

klinis

lebih

mudah

fraktur

menyebabkan

gigi

tersebut

membutuhkan pasak untuk menahan inti dan restorasi. Restorasi pada gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar memerlukan restorasi pasak yang dimasukkan ke dalam saluran akar dan menyatu dengan inti. Pada perawaran endodontik, seluruh jaringan yang ada pada ruang pulpa dan seluruh akar dibuang, dan diganti dengan bahan atau alat pengisi saluran akar. Bahan pengisi ini tidak cukup kuat untuk menahan tekanan yang datang dari gigi lawan pada proses pengunyahan untuk itu diperlukan kekuatan dalam ruang pulpa dan saluran akar yang sama dengan kekuatan yang datang dari luar sehingga tidak terjadi fraktur karena gigi dapat menahan tekanan.22 c. Perawatan Restorasi, Mahkota Pasak. Diindikasikan untuk gigi yang mengalami kehilangan struktur mahkota gigi yang signifikan karena karies atau trauma pada gigi yang dirawat endodontik dimana struktur gigi tidak cukup kuat untuk dijadikan retensi untuk mempertahankan restorasi langsung. Kontraindikasi: 1) Untuk gigi vital 2) Gigi dengan akar yang pendek

18

3) Kesehatan umum yang buruk, kesehatan mulut yang buruk dan juga bad oral habit23 Fistula adalah suatu saluran abnormal diantara dua organ atau satu organ dengan permukaan luar sebagai drainase karena abses di periapikal mencari jalan keluar menuju ke permukaan gingiva sehingga membentuk sebuah saluran. Kesembuhan dan tertutupnya fistula terjadi dengan mudah bila saluran akar sudah dilakukan obturasi. Perawatan saluran akar adalah perawatan biomekanis dan kimiawi sistem saluran akar dengan tujuan menghilangkan penyakit pulpa, penyakit periapeks dan mempercepat penyembuhan serta perbaikan penyakit jaringan tersebut. Perawatan saluran akar dibagi 3 tahap, tahap preparasi biomekanis saluran akar yaitu suatu tahap pembersihan dan pembentuk saluran akar dengan membuka jalan masuk menuju kamar pulpa. Kedua yaitu tahap sterilisasi dengan irigasi dan desinfeksi saluran akar dan yang ketiga yaitu tahap pengisian saluran akar. Perawatan saluran akar sekali kunjungan diindikasikan sebagai berikut: 1) Pulpa terbuka karena iatrogenik tanpa lesi periapikal 2) Pulpitis irreversibel tanpa lesi periapikal 3) Gigi nekrosis tanpa gejala-gejala klinis disertai lesi periapikal 4) Gigi nekrosis dengan abses periapikal disertai fistula 5) Bentuk saluran akar normal, dan saluran akar tunggal. Kontraindikasi: 1) Gigi dengan kelainan anatomis yang berat 2) Adanya rasa sakit pada gigi nekrosis tanpa fistula untuk drainase 3) Gigi berakar banyak 4) Pepriodontitis akut dengan rasa sakit yang parah saat perkusi Tujuan perawatan saluran akar sekali kunjungan adalah untuk mencegah perluasan penyakit pulpa ke jaringan periapikal atau apabila lesi tersebut sudah terjadi, untuk mencegah atau mengembalikan jaringan periapikal ke keadaan normal.24

19

Diagnosis kasus pada skenario adalah Abses Apikalis Kronis. Maka rencana perawatannya yang pertama adalah drainase yang dilakukan bersamaan dengan debridemen kanal, tahapan ini dilakukan jika terdapat abses yang berada di dalam (tidak ada pembengkakan).25 Selanjutnya dilakukan perawatan saluran akar, dalam kaksus pada skenario perawatan saluran akar yang tepat adalah pulpektomi seluruhnya.26 Tahapan pulpektomi seluruhnya meliputi, pembukaan akses yang dilakukan secara perlahan dengan menggunakan bur high speed yang bertujuan untuk mengeluarkan tekanan yang berada di dalam pulpa yang terinfeksi; lalu ekstirpasi jaringan pulpa yang mengalami nekrosis; setelah itu irigasi saluran akar menggunakan sodium hipoklorit, sodium hipoklorit ini adalah larutan yang mampu melarutkan jaringan pulpa dan sebagai antibakteri itulah alasan mengapa digunakan sodium hipoklorit sebagai larutan untuk irigasi; tumpatkan kalsium hidroksid sebagai dressing setelah itu tutup sementara, pada tahap ini dilakukan evaluasi berkala, jika dalam waktu satu minggu saluran akar sudah bersih dan kering maka tahap selanjutnya adalah obturasi atau pengisian.26 Jika tahap perawatan saluran akar telah selesai tahap selanjutnya adalah pemasangan pasak. Pasien ini mengalami fraktur mahkota pada gigi anterior rahang atasnya, hal tersebut mengakibatkan kehilangan banyak struktur gigi, maka dari itu pemasangan pasak sangat diindikasikan.25 Pemasangan pasak pada gigi anterior menggunakan prefabricated post berbahan fiber dengan direct core buildup. Setelah selesai dilakukan pemasangan pasak tahap terakhir adalah membentuk kembali mahkota (full-crown), pada kasus ini digunakan bahan porselen untuk mengembalikan bentuk gigi anterior dan memberikan estetika yang memuaskan.25

2.13 Evaluasi keberhasilan dan kegagalan perawatan 2.13.1 Keberhasilan15 1. Tertutupnya saluran akar secara hermetis 2. Tidak terbentuk lesi periradikuler 3. Kerapatan korona yang baik (coronal seal)

20

4. Tidak adanya nyeri/gejala 5. tidak ada lesi radiolusen di apeks 6. tidak adanya pembengkakan 7. tidak ada kerusakan jaringan lunak, termasuk defek probing 2.13.2 Kegagalan 1. Pengisian saluran akar yang tidak hermetis 2. Terbentuk lesi periradikuler 3. Obturasi yang terlalu pendek (lebih dari 2 mm dari apeks radiograf) 4.

Obturasi yang berlebih (keluar dari apeks)x

5. Menetapnya tanda atau gejala (pembengkakan, nyeri, sensitif saat mengunyah) 6.

Kebocoran di korona

7. Debridement atau disinfeksi saluran akar yang tidak adekuat 8. Proteksi dari restorasi yang tidak adekuat 9. Fraktur akar vertical

2.14 Prognosis pada kasus Prognosis adalah prediksi apakah perawatan saluran akar yang diberikan akan mencegah berkembangnya penyakit pulpa menjadi penyakit periapikal ataukah suatu keadaan sembuhnya penyakit periapikal yang disebabkan oleh penyakit pulpa. Tingkat keberhasilan bergantung pada prosedur perawatan serta kooperatif pasien. Perawatan dikatakan berhasil jika pasien sudah tidak ada keluhan dan tidak ada keluhan dan tidak ada lagi sel-sel inflamasi pada jaringan periradikuler setelah perawatan selesai, dan dikatakan gagal jika pasien mengalami keluhan (bengkak, sakit,dll) atau penyakit bertambah parah (terdapat radiolusensi pada periapikal atau bertambahnya luasnya radiolusensi tersebut).15 Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prognosis dikatakan baik atau buruk :

21

a. Keadaan properawatan jaringan periapikal secara radiografis, jika gigi

tidak

mengalami

tanda

radiolusensi

pada

periapeks,

kemungkinan keberhasilan perawatan pada kasus mencapai 95%. Pada gigi yang disertai periodontitis apikalis (terdapat radiolusensi di periapeks) menunjukkan keberhasilan perawatan sebesar 85%. Hasil perawatan endodontik mencapai lebih baik bila lesi periapeks properawatan berukuran kecil. b. Kualitas pengisian saluran akar. c. Kualitas restorasi korona.19 Pada kasus diskenario prognosis baik jika perawatan saluran akar berhasil, restorasi mempunyai retensi yang adekuat serta sikap kooperatif pasien. Selain itu, akar gigi permanen dewasa telah terjadi penutupan sempurna pada apikal dibandingkan pada gigi immature yang masih terbuka sehingga memudahkan perawatan yang dilakukan.

22

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Abses periapikalis kronis adalah keadaan yang timbul akibat lesi yang bertahan lama yang telah menyebabkan abses yang mengadakan drainase ke permukaan. Penyakit ini merupakan akibat dari nekrosis pulpa dan telah menyebar melalui tulang dan jaringan lunak untuk membentuk stma saluran sinus (sinus tract). Prognosis pada kasus ini dikatakan berhasil jika pasien sudah tidak ada keluhan dan tidak ada lagi sel-sel inflamasi pada jaringan periradikuler setelah perawatan selesai, dan dikatakan gagal jika pasien mengalami keluhan (bengkak, sakit, dll) atau penyakit bertambah parah (terdapat radiolusensi pada

periapikal atau bertambahnya luasnya radiolusensi

tersebut). 3.2 Saran Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan makalah ini dapat disempurnakan,

mengenai

penjelasan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.

23

DAFTAR PUSTAKA 1. Kiswalyo. Hubungan Karies Gigi dengan Umur dan Jenis Kelamin Siswa Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Kaliwates dan Puskesmas Wuluhan Kabupaten Jember. Jember : Stomatognatic Jurnal, 7(1); 2010. 2. Sosiawan A, Heroesoebekti R, Hapsoro A, Santosa LM. Gambaran Tingkat Keparahan Karies Gigi pada Ibu-Ibu Usia 36-45 Tahun Dusun Claket Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto Pada Bulan April 2016. Surabaya : Departemen of Dental Public Health ; 2016. 3. Grossman LJ, Oliet S, Rio CED. Suryo S, Editor. Abyono R, Alih Bahasa. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Ed 11. Jakarta : EGC ; 1995. P. 295-6. 4. Singh, G. Textbook of Orthodontics. 2nd ed. Daryaganj: Jaypee, 2007. 168 p 5. Foster, T.D. A Textbook of Orthodontics. alih bahasa, Liliana Yuwono. Jakarta : EGC, 99,117-34 p 6. Torabinejad M, Walton RE, Endodontics Principles and Practice, Ed 4th, St. Louis ; Saunders ; 2002. P 108-22 7. Garg N, Garg A, Textbook of Endodontics, Ed 2nd , India ; Jaypee Brother Medical Publisher ; 2010. P 469-72 8. Patel S. Pitt ford problem-based learning dalam endodontology. Jakarta : EGC. 2013.p. 242 9. Prisinda D, Muryani A. Do all endodontically treated teeth require a post and bleaching. Poceeding Bandung Dentistry 2016 Conventional VS Digitalized Dentistry. Vol 1(1).2016.p351. 10. Rotstein I, Walton RE. "Bleaching Discolored Teeth: Internal and External" in Endodontics principles and practice. 3rd ed. India: Elsevier, 2002: 407. 11. Febrian. Aspek Imunopatogenesis Periodontitis Apikalis. Andalas Dental Journal: 149 12. Neville BW, Damm DD, Allen CM dan Bouquot JE. Oral & Maxillofacial Pathology. 4th Ed. Philadelphia:WB Saunders Company.2016.p. 123-4 13. Rakhma T., untara R., Tri E., perawatan saluran akar satu kunjungan pada molar pertama kanan mandibular nekrosis pulpa dengan abses periapical dan fistula. Maj kedokteran gigi. 2011; 1811):118 14. Shama S.A. Periapical abscess of the maxillary teeth and its fistulizations multy detector CT study. Alexandria joirnal of medicine 2013; 49:274 15. Walton R.E, mahmoud T. Prinsip & praktik ilmu endodonsia. Ed 3. Jakarta: EGC;2008.h 50-51

24

16. Langland OE, Langlais RP, preece JW. Principles of Dental Imaging: Radiology diagnosis of periapical disease. Ed 2. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2002. P 414 17. Bachtiar Z. A. Perawatan saluran akar pada gigi permanen anak dengan bahan gutta percha. Jurnal PDGI. 2016 Mei 2;65(2):61-2 18. Fatmawati D. W. A. Macam-macam restorasi rigid pasca perawatan endodontia. Stomatognatic (J.K.G. Unej). 2011;8(2):101 19. Patel S, Barnes J. Prinsip Endodontik. Ed 2. Jakarta: EGC; 2016. 142,144 h 20. Ingle JI. Pdq endodontics. 2nd Ed. USA: People’s Medical Publishing House; 2009. p. 29 21. Triharsa S. Ema Mulyawati. Perawatan saluran akar satu kunjungan pada pulpa nekrosis disertai restorasi mahkota jaket porselen fusi metal dengan pasak fiber reinforced composit. Maj Ked Gi, Jun 2013; 20(1): 71-77. 22. Santosa L. Yulita K. Perawatan saluran akar satu kunjungan gigi molar kedua kiri mandibula nekrosis pulpa dan lesi periapikal. MKGK Agustus 2016; 2(2): 65-71 23. United Health Care buildup post and core and retention. Converage burdetine; Aug 2018: 2. 24. Rahma T. Tri EU. Perawatan saluran akar satu kunjungan pada gigi molar pertama kanan mandibula nekrosis pulpa dengan abses periapikal dan fistula. Maj Ked Gi Jan 2011; 18(1): 117-121 25. Torabinejad M., Richard E.W., Ashraf F.F. Endodontics principles and practice. 5th Ed. Missouri: Elsevier, 2009. 56, 59, 304, 312 pp. 26. Ingle J., Leif K.B. Endodontics. 5th Ed. London: BC Decker Inc, 2002. 893-4 p.

25

Related Documents

5-5
July 2020 70
5-5
December 2019 109
5-5
May 2020 85
5
October 2019 39
5
November 2019 51
5
June 2020 15

More Documents from ""