1.
Bagaimana cara menghitung OHI-S dan bagaimana kategorinya?
2.
Bagaimana hubungan gusi berdarah dan bau mulut?
3.
Apa hubungan antara usia dan jenis kelamin terhadap keluhan pasien pada skenario?
4.
Pemeriksaan apa yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis?
5.
Apa tanda dan gejala awal pada diagnosis sesuai kasus pada skenario?
6.
Bagaimana gambaran roentgen foto yang sesuai diagnosis kasus pada skenario?
7.
Apa diagnosis dari kasus pada skenario?
8.
Bagaimana etiologi dari kasus pada skenario?
9.
Bagaimana patomekanisme diagnosis penyakit pada skenario?
10. Apa saja pertimbangan dalam penatalaksanaan kasus pada skenario? 11. Bagaimana perawatan pada diagnosis dari kasus pada skenario? 12. Bagaimana pemeliharaan pada diagnosis dari kasus pada skenario setelah dilakukan perawatan? 13. Bagaimana pencegaahan penyakit periodontal?
OHI-S Menurut Green dan Vermillion, untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut adalah dengan mempergunakan suatu indeks yang disebut Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S). Nilai dari OHI-S ini merupakan nilai yang diperoleh dari hasil penjumlahan antara debris indeks (DI-S) dan kalkulus indeks (CI-S). a.
Untuk rahang atas gigi yang diperiksa adalah: 1) Gigi M1 kanan atas pada permukaan bukal. 2) Gigi I1 kanan atas pada permukaan labial. 3) Gigi M1 kiri atas pada permukaan bukal. Untuk rahang bawah yang diperiksa : 1) Gigi M1 kiri bawah permukaan lingual. 2) Gigi I1 kiri bawah pada permukaan labial. 3) Gigi M1 kanan bawah pada permukaan lingual. Bila ada kasus dimana salah satu gigi indeks tersebut tidak ada, maka penilaian dilakukan sebagai berikut : 1) Bila M1 atas atau bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada M2 atas atau bawah. 2) Bila M1 dan M2 atas atau bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada M3 atas atau bawah. 3) Bila M1, M2, dan M3 atas atau bawah tidak ada, tidak dapat dilakukan penilaian. 4) Bila I1 kanan atas tidak ada, penilaian dilakukan pada I1 kiri atas. 5) Bila I1 kanan atau kiri atas tidak ada, tidak dapat dilakukan penilaian. 6) Bila I1 kiri bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada I1 kanan bawah. 7) Bila I1 kiri atau kanan bawah tidak ada, tidak dapat dilakukan penilaian. Bila ada kasus diantara keenam gigi indeks yang seharusnya diperiksa tidak ada, maka penilaian debris indeks dan kalkulus indeks masih dapat dihitung apabila ada dua gigi indeks yang dapat dinilai (Nio, 1990).
b.
Kriteria penilaian Debris Indeks (DI-S) 1) Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris atau pewarnaan ekstrinsik, diberi nilai 0. 2) Pada permukaan gigi yang terlihat, ada debris lunak yang menutupi permukaan gigi seluas 1/3 permukaan atau kurang dari 1/3 permukaan atau tidak ada debris lunak
tapi ada pewarnaan ekstrinsik yang menutupi permukaan gigi sebagian atau seluruhnya, diberi nilai 1. 3) Pada permukaan gigi yang terlihat pada debris lunak yang menutupi permukaan tersebut seluas lebih dari 1/3 permukaan gigi, tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi, diberi nilai 2. 4) Pada permukaan gigi yang terlihat ada debris yang menutupi permukaan tersebut seluas lebih 2/3 permukaan atau seluruh permukaan gigi, diberi nilai 3.
Debris Indeks =
c.
Jumlah penilaian debris jumlah gigi yang diperiksa
Kriteria penilaian Calculus Indeks (CI-S) 1) Tidak ada karang gigi, diberi nilai 0. 2) Pada permukaan gigi yang terlihat ada karang gigi supragingival menutupi permukaan gigi kurang dari 1/3 permukaan gigi, diberi nilai 1. 3) Pada permukaan gigi yang terlihat ada karang gigi supragingival menutupi permukaan gigi lebih dari 1/3 permukaan gigi atau sekitar bagian cervikal gigi terdapat sedikit subgingival, diberi nilai 2. 4) Pada permukaan gigi yang terlihat adanya karang gigi supragingival menutupi permukaan gigi lebih dari 2/3 nya atau seluruh permukaan gigi atau ada permukaan gigi ada karang gigi subgingival yang menutupi dan melingkari seluruh cervikal (Continous Band of Subgingival Calculus), diberi nilai 3.
Calculus Indeks =
Jumlah penilaian calculus jumlah gigi yang diperiksa
Penilaian Debris Indeks dan Calculus Indeks adalah sebagai berikut : a.
Baik (good), apabila nilai berada diantara 0 - 0,6.
b.
Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 0,7 - 1,8.
c.
Buruk (poor), apabila nilai berada diantara 1,9 - 3,0.
Penilaian OHI-S adalah sebagai berikut : a.
Baik (good), apabila nilai berada diantara 0 - 1,2.
b.
Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 1,3 - 3,0.
c.
Buruk (poor), apabila nilai berada diantara 3,1 - 6,0.
Sumber: Wei Stephen HY dan Lang Niklaus P. Periodontal epidemiological indices for children and adolescents: II. evaluation of oral hygiene; III. clinical applications. The American Academy of Pedodontics. 1982; 4(1): 64, 65, 67.
HUBUNGAN GUSI BERDARAH DAN BAU MULUT Halitosis adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk menerangkan adanya bau atau odor yang tidak disukai sewaktu terhembus udara, tanpa melihat apakah substansi odor berasal dari oral ataupun berasal dari non-oral. Rongga mulut mempunyai peranan besar terhadap terjadinya halitosis (85%). Dalam rongga mulut seseorang, terdapat substrat-substrat protein eksogen (sisa makanan) dan protein endogen (deskuamasi epitel mulut, protein saliva dan darah) yang banyak mengandung asam amino yang mengandung sulfur (S). Selain itu juga terdapat mikroorganisme baik gram positif maupun gram negatif, yang banyak terdapat pada sel epitel mulut yang mengalami deskuamasi, pada plak gigi dan pada punggung lidah. Mikroorganisme tersebut terutama gram negatif akan memecah substrat protein menjadi rantai peptida dan menghasilkan asam amino yang mengandung sulfur seperti methionin, cysteine dan cistine. Tempat predileksi proses pembusukan dalam mulut adalah punggung lidah bagian posterior, diastema antar gigi belakang, karies besar, plak gigi, poket dan lesilesi jaringan lunak. Daerah-daerah di antara papila serta dasar lidah merupakan tempat yang paling disukai bakteri khususnya bakteri anaerob. Ruang interdental merupakan tempat yang kondusif untuk aktifitas bakteri anaerob, karena ruang tersebut merupakan tempat akumulasi plak dan kalkulus, serta terdapatnya sulkus gingiva dan kemungkinan terjadinya poket serta penyakit-penyakit gusi dan periodontal. Gingivitis dan periodontitis adalah penyakit inflamasi yang paling umum terjadi dan memicu terjadinya halitosis disebabkan bakteri gram negatif seperti Veillonella, Fusobacterium nucleatum dan Porphyromonas gingivalis tersembunyi di dalam jaringan periodontal yang sakit dan menghasilkan gas yang bau. Diketemukannya Volatile Sulfur Compounds (VSCs) yang dianggap merupakan penyebab utama halitosis, telah banyak menarik kalangan peneliti untuk melakukan studi mengenai halhal yang terkait dengan hal ini. VSCs merupakan hasil produksi dari aktivitas bakteri-bakteri
anaerob dan bereaksi dengan protein-protein yang ada di dalam mulut yang diperoleh dari sisa-sisa makanan yang mengandung protein, sel-sel darah yang telah mati, bakteri-bakteri yang mati ataupun sel-sel epitel yang terkelupas dari mukosa mulut. VSCs merupakan senyawa sulfur yang mudah menguap, terbentuk oleh reaksi bakteri (terutama bakteri anaerob) dengan protein yang akan dipecah menjadi asam amino. Terdapat tiga asam amino yang menghasilkan VSC yaitu Cysteine menghasilkan Hidrogen sulfida (H2S), Methionine menghasilkan Methil mercaptan (CH3SH), dan Cystine menghasilkan Dimetil sulfida (CH3SCH3). Halitosis merupakan masalah yang sering ditemukan di masyarakat dan umumnya berhubungan dengan kondisi oral seperti kondisi kebersihan mulut yang buruk dan kondisi periodontal. Halitosis dihasilkan dari asam amino produk metabolisme mikroba dalam debris lokal. Terdapat beberapa senyawa utama yang berkontribusi langsung terhadap bau mulut, yang dikenal dengan nama Volatile Sulfur Compounds (VSC). Kandungan gas utama dalam VSC termasuk Hidrogen sulfida (H2S), Methil mercaptan (CH3SH), dan Dimetil sulfida (CH3SCH3). Selain itu, metilamin, dimetilamin, asam propionik, asam butirat, indol, skatol, merkaptol dan kadaverin telah dilaporkan dapat menyebabkan halitosis. Klasifikasi halitosis menurut Miyazaki dkk., dan Yaegaki dkk., dikategorikan sebagai halitosis murni (genuine), pseudohalitosis dan halitophobia. Halitosis murni (genuine) merupakan halitosis yang dapat disubklasifikasi menjadi halitosis fisiologis atau patologis. Halitosis patologis dapat disubklasifikasi menjadi halitosis patologis oral atau non oral, umumnya disebabkan oleh penyakit periodontal.
Sumber: Supriatno. Pengaruh ritma circadian terhadap produksi volatile sulfur compounds (VSC) oral. Maj Ked Gi. Juni 2013; 20(1): 15.
HUBUNGAN USIA DAN JENIS KELAMIN Prevalensi dan tingkat keparahan penyakit periodontal meningkat pada kelompok usia yang lebih tua. Karena attachment loss bertambah seiring bertambahnya usia, intuisi bahwa semakin tua seseorang maka attachment loss semakin besar. Beberapa penelitian telah menunjukkan biofilm plak bakteri yang lebih besar dan gingivitis yang lebih parah pada
populasi lansia dan menyarankan ini sebagai efek yang berkaitan dengan usia. Pasien lansia juga menunjukkan meningkatnya insidensi infeksi. Perubahan imun sebagian dapat menyebabkan respons diferensial pasien lansia terhadap bakteri biofilm. Penurunan usia terkait imunitas yang dimediasi sel telah diidentifikasi melalui penurunan respon terhadap antigen asing. Selain itu, pasien yang lebih tua mungkin sudah lebih lama terpapar terapi antibiotik. Terapi antibiotik telah terbukti mengurangi aktivitas myeloperxidase, yang penting, bagi fungsi bakteriosidal PMN. Selain itu, faktor resiko seperti stress, merokok, dan penyakit yang timbul lebih meningkat pada seseorang yang hidup lebih lama.1,2 Laki-laki cenderung memiliki lebih banyak plak dan gingivitis daripada wanita. Selain itu, attachment loss dan destructive periodontitis ecara konsisten lebih banyak terjadi pada lakilaki daripada perempuan. Karena sifat mutifaktorial penyakit periodontal, satu faktor seperti seks sulit dihubungkan dengan akibat penyakit. Hal ini terutama terjadi ketika X-linked serta pewarisan autosomal dilibatkan. Namun, karena fluktuasi hormonal selama seumur hidup wanita, resiko dapat bervariasi pada waktu yang berbeda. Selain itu, wanita cenderung lebih peduli terhadap kebersihan dan kesehatan diri.1,2 Sumber : 1.
Yamamoto Sho L., editor. Periodontal disease, symptoms, treatment and prevention. New York: Nova Science Publisher, Inc: 2011. H. 180-2.
2.
Nield-Gehrig JS dan Willmann DE. Foundations of periodontics for the dental hygienist. Ed. 3. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2011. H. 83-4.
PEMERIKSAAN UNTUK MENEGAKKAN DIAGNOSIS 1) Pemeriksaan Kesehatan a.
Riwayat Medis Riwayat medis sebaikanya di dapat pertama kali melalui kuisioner tertulis. Setelah kuisioner ini dilengkapi, apa yang tertulis sebaiknya dibahas kembali dengan pasien, sehingga dapat diberikan penjelasan yang menyeluruh untuk bidang-bidang penting. Alasan pentingnya riwayat medis adalah : a) Untuk menemukan manifestasi oral dari kondisi sistemik tertentu seperrti leukimia, diabetes militus gangguan hormonal dan lain lain.
b) Untuk memastikan adanya kondisi sistemik seperti kehamilan, diabetes militus, kelainan darah, defisiensi nutrisi, dan penyakit kardiovaskular-hipertensi yang dapat mengubah respon hospes terhadap bakteri. c) Untuk menentukan ada atau tidaknya kondisi sistemik tertentu yang membutuhkan modifikasi, baik pada terapi periodontal, primer maupun suportif. Aspek ini meliputi kondisi alergi, sindrom demam-rematik, diabetes militus, gangguan endokrin, penyakit kardiovaskular dan katup jantung buatan, terapi obat (endokrin, kortikosteroid, antu koagulan), masalah psikologis dan pemakaian produk tembakau. b.
Riwayat Kesehatan Gigi Sebelum pemeriksaan intraoral dilakukan ada baiknya praktisi mencari riwayat kesehatan gigi secara lengkap, karena dengan melakukannya praktisi mendapatkan kesempatan untuk menilai prilaku pasien, membangun hubungan dan mempelajari penyakit gigi yang telah lalu serta responnya terhadap perawatan. Juga penting untuk mengetahui cara pemeliharaan kebersihan mulut yang selama ini dilakukan oleh pasien dirumah yang mencerminkan pengetahuan pasien tentang kebersihan gigi.
2) Pemeriksaan Gigi Menyeluruh a.
Pemeriksaan jaringan lunak Pemeriksaan ini adalah penelusuran adanya kanker rongga mulut. Lesi-lesi lain juga harus diperhatikan. Tetapi hanya sedikit yang berlanjut menjadi parah, terutama apabila tidak terdeteksi pada tahap awal atau terabaikan.
b.
Posisi gigi Meliputi kesesuaian lengkung rahang, maloklusi morfologi, dan migrasi gigi-gigi.
c.
Perawatan restoratif Sebaiknya diperiksa apakah protesa yang restorasi yang telah dibuat cukup baik atau tidak, kemudian keadaan ini dihubungkan dengan retensi plak, kesulitan membersihkan plak, oklusi traumatik.
d.
Kebiasaan Kebiasaan merokok, bruxism, clenching.
e.
Kondisi pulpa gigi Khususnya yang mengalami kehilangan tulang yang hebat (terutama gigi yang memiliki restorasi dalam/kerusakan furkasi. Hubungan antara kondisi pulpa dan penyakit periodontal telah semakin penting dan dapat mengubah rencana perawatan.
f.
Kegoyangan gigi a) Inflamasi ginggiva, dan jaringan periodontal b) Kebiasaan parafungsi oklusal c) Oklusi prematur d) Kehilangan tulang pendukung e) Terapi periodontal, terapi endodontik, dan trauma dapat menyebabkan goyangan gigi sementara. Pergerakan gigi diukur dengan menekan gigi ke arah bukolingual menggunakan 2 pegangan instrumen gigi.
3) Pemeriksaan Jaringan Periodontal Probe periodontal berkalibrasi, eksplorer furkasi, kaca mulut, pencahayaan yang baik, palpasi dan semprotan udara, semua ini harus digunakan dengan optimal untuk memperjelas pemeriksaan visual dari jaringan periodontal. Aspek yang harus diamati adalah: a.
Warna, bentuk dan konsistensi gingiva
b.
Perdarahan dan eksudasi purulent
c.
Kedalaman poket (kedalaman probing)
d.
Jarak antara tepi gingiva ke CEJ (resesi)
e.
Hubungan antara CEJ dan dasar poket (tingkat perlekatan)
f.
Lebar keseluruhan gingiva berkeratin, hubungan antara kedalaman probing dan pertemuan muko-gingiva, dan pengaruh letak frenulum serta perlekatan otot terhadap tepi gingiva
g.
Perluasan patologis dari daerah furkasi
4) Analisis Oklusi Seorang klinisi harus dapat: a.
Menemukan kebiasaan parafungsi yang dilakukan pasien (misalnya bruxism, clenching, dan menggigit kuku)
b.
Mengidentfikasi adanya kontak prematur pada oklusi sentrik
c.
Menentukan adanya pergeseran mandibula ke anterior
d.
Menemukan adanya kontak premature pada oklusi fungsional
e.
Menentukan kontak sisi kerja
f.
Menentukan kontak sisi penyeimbang
g.
Menentukan kontak pada sisi protrusif
h.
Menentukan ekskursi protrusif
Sumber: Fedi PF, Vernino AR, Gray JL. Silabus periodonti. Ed. 4. Jakarta: EGC; 2015. H. 49-56.
TANDA DAN GEJALA AWAL DIAGNOSIS KASUS Gingivitis kronis lambat pada onset dan durasinya yang lama. Tanpa menibulkan rasa sakit, kecuali dikomplikasi oleh eksaserbasi akut atau subakut, dan merupakan tipe yang paling sering ditemui. Gingivitis kronis adalah penyakit yang berfluktuasi dimana peradangan berlanjut atau sembuh dan daerah normal terjadi inflamasi.1 Gejala klinis gingivitis, yaitu2: 1.
Warna jaringan Gingivitis adalah radang gingiva yang sering menyebabkan jaringan menjadi merah dan bengkak, dan mudah berdarah. Peradangan mengakibatkan peningkatan aliran darah ke gingiva yang menyebabkan jaringan tampak merah cerah.
2.
Kontur (bentuk dan ukuran) jaringan Peningkatan cairan di jaringan gingiva yang meradang menyebabkan pembesaran jaringan. Tampakan gingiva yang normal hilang jika lengkung papilla gingiva bengkak.
3.
Konsistensi dan tekstur jaringan 1) Konsistensi jaringan Cairan yang meningkat dalam jaringan yang meradang juga dapat menyebabkan gingiva menjadi lunak, kenyal, dan tidak elastis. Bila tekanan diberikan pada gingiva yang meradang dengan sisi probe, jaringan mudah dimampatkan dan dapat menahan bekas probe selama beberapa detik. Jaringan gingiva yang meradang kehilangan konsistensi dan menjadi lembek (lembut, mudah bergerak). Ketika udara bertekanan diarahkan ke sulkus, ia dengan mudah mengalihkan margin gingiva dan papila dari garis servikal gigi. 2) Tekstur permukaan Peningkatan cairan akibat respon inflamasi dapat menyebabkan jaringan gingiva tampak licin dan halus mengkilap. Jaringan hampir tampak “meregang” seperti plastic yang sudah ditarik kencang.
4.
Posisi margin gingiva Pada gingivitis, posisi margin gingiva dapat berubah lebih ke arah koronal (lebih jauh di atas CEJ). Perubahan pada posisi margin gingiva ini disebabkan oleh pembengkakan dan pembesaran jaringan.
5.
Adanya perdarahan Adanya perdarahan saat probing secara perlahan terlihat secara klinis sebelum perubahan warna terdeteksi secara klinis. Pada gingivitis, garis sulkus menjadi bengkak dan pembuluh darah menjadi membesar. Jaringan berdarah dengan mudah selama probing atau instumentasi. Terdapat hubungan langsung antara inflamasi dan pendarahan: semakin parah peradangan, semakin berat pendarahan.
Sumber: 1.
Takei N dan Carranza K. Carranza’s clinical periodontology. Ed. 11. St. Louis: Elsevier; 2012. H. 76.
2.
Nield-Gehrig JS dan Willmann DE. Foundations of periodontics for the dental hygienist. Ed. 3. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2011. H. 226, 227, 229.
GAMBARAN ROENTGEN FOTO DIGNOSIS KASUS Beberapa teknik radiografi yang dapat dilakukan: a.
Rangkaian foto rontgen periapikal seluruh gigi (full mouth)
b.
Foto rontgen bite wing
c.
Foto rontgen panoramic sebagai tambahan
Radiografi tidak dapat memperlihatkan aktivitas penyakit, tetapi dapat menunjukkan efek penyakit. Radiografi tidak terlalu diindikasikan untuk penyakit gingiva karena gambarannya tidak jelas, kecuali untuk melihat penyakit gingiva yang disebabkan oleh deposit plak dan abses. Hal-hal yang dapat ditemukan pada foto roentgen adalah: a.
Ada atau tidaknya poket
b.
Morfologi kelainan bentuk tulang yang pasti
c.
Kegoyangan gigi
d.
Posisi dan kondisi prosesus alveolar di permukaan fasial dan lingual
e.
Keterlibatan furkasi tahap awal
f.
Tingkat perlekatan jaringan ikat dan epitel junctional
Sumber: Fali P, Vernino A, Gray J. Silabus periodonti. Jakarta: EGC; 2015. H. 60.
DIAGNOSIS KASUS Suspect : Gingivitis Kronis Gingivitis kronis, sesuai namanya adalah peradangan pada jaringan gingiva. Tidak terkait dengan tulang alveolar ataupun migrasi epitel junctional ke arah apikal. Poket lebih dalam dari 2 mm dapat terjadi pada gingivitis kronis disebabkan oleh pembesaran gingiva karena udema atau hiperplasi (false pocket). Terdapat beberapa jenis gingivitis, yang paling umum adalah tipe yang diinduksi oleh plak. Gambaran klasiknya adalah adanya kemerahan, pembengkakan, dan bleeding on probing secara perlahan, bersifat diagnostik dan umumnya dihubungkan dengan keluhan pasien bahwa “gusinya berdarah saat menyikat gigi”. Sumber: Mitchell L, Mitchell DA, McCaul L. Kedokteran gigi klinik: semua bidang kedokteran gigi. Ed. 5. Jakarta: EGC; 2014. H. 197.
ETIOLOGI DIAGNOSIS KASUS Faktor yang menyebabkan atau peningkatkan penyakit pada gingiva, yaitu: d.
Kebersihan mulut (oral hygiene) yang buruk
e.
Merokok atau konsumsi tembakau
f.
Genetik
g.
Pasien yang memiliki kondisi medis kronis seperti diabetes, epilepsi, leukemia dll.
h.
Orang yang memiliki tekanan fisik dan emosional tinggi
i.
Terjadi perubahan hormon seperti kehamilan, pubertas, menopause dll.
j.
Defisiensi vitamin C
k.
Kebiasaan mouth breathing, clenching, grinding
l.
Trauma akibat sikat gigi
m. Kesalahan prosedur dental n.
Obat-obatan termasuk steroid dan beberapa jenis obat anti-epilepsi, terapi kanker, calcium channel blocker dan kontrasepsi oral.
Sumber: Singh Brijendra dan Singh Ritu. Gingivitis – a silent disease. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences (IOSR-JDMS). May-Jun 2013; 6(5): 30-1, 33.
PATOMEKANISME DIAGNOSIS KASUS Suspect kasus pada skenario adalah gingivitis kronis. Tahapan terjadinya gingivitis, yaitu1,2: a.
Tahap I : Initial Lesion Ditandai dengan adanya dilatasi vaskular pembuluh darah perifer disertai dengan meningkatnya aliran darah. Terdapat akumulasi plak pada initial lesion yang menyebabkan keluarnya PMN ke arah sulkus gingiva. Pada saat terbentuk initial lesion, PMN yang keluar ini membentuk barrier pada sulkus yang mengalami penurunan. Sudah mulai tampak infiltrasi limfosit pada jaringan subepitelial.
b.
Tahap II : Early Lesion Ditandai dengan adanya eritema, proliferasi kapiler dan peningkatan loop kapiler di antara ridge. Terjadi bleeding on probing. Terjadi kerusakan serabut kolagen mencapai 70%. Produk-produk mickobial mengaktifkan monosit dan membentuk substansi vasoaktif, seperti prostaglandin E2, interferon, tumor necrosis factor atau interleukin-I.
c.
Tahap III : Established Lesion Gingiva mulai merespon akumulasi plak yang bertambah banyak. Tanda-tanda inflamasi terlihat seluruhnya. Terjadi penurunan poket epitel juntional akibat akumulasi plak yang banyak. Respon inflamasi berupa terisi penuhnya pembuluh darah kapiler, kongesti aliran vena yang menyebabkan aliran vena lambat dan berujung pada iskemia gingiva (warna kebiruan di atas gingiva yang berwarna merah).
Sumber: 1.
Lindhe Jan. Lang NP dan Karring T, editor. Clinical periodontology and implant dentistry. Ed. 5. Oxford: Blackwell Munksgaard; 2008. H. 289-92.
2.
Takei N dan Carranza K. Carranza’s clinical periodontology. Ed. 11. St. Louis: Elsevier; 2012. H. 71-5.
PERTIMBANGAN DALAM PENATALAKSANAAN KASUS Dalam pemberian perawatan adapun yang harus dipertimbangakan adalah: a.
Usia Semakin tinggi usia semakin turun fungsi organorgan tubuh sehingga mengakibatkan tentangnya terhadap berbagai penyakit termasuk penyakit periodontal. Akibat proses penuaan. Penelitian WHO prevalensi penyakit periodontal mengalami peningkatan pada usia lanjut yakni 70.1%.dan mengakibatkan lemahnya daya tahan jaringan periodontal terhadap iritas utamanya bakteri plak. Jaringan periodontal pada gigi decidui lebih luas dibanding gigi permanen.
b.
Pola hidup Penyakit gingivitis disebabkan oleh adanya plak dewasa maupun anak-anak jika poor oral hygiene maka bisa terbentuk plak.pola makan dapat meningkatkan resiko penyakit periodontal.
c.
Hormon Hormon pada wanita hamil dapat mempengaruhi respon gingiva yang bisa menyebabkan akumulasi plak. Pada ibu hamil adanya mual atau muntah dapat mngakibatkan terpaparnya asam lambung pada gigi dan gingiva sehinga dapat mengakibatkan peradangan. Perubahan hormon dan vaskuler dapat menyebabkan gingiva lebih sensitif terhadap bakteri dll.
d.
Pendidikan Pendidikan tinggi memiliki jaringan periodontal lebih baik dibanding pendidikan rendah dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan khususnya kesehatan gigi-mulut mereka
e.
Ekonomi Orang yang memiliki ekonomi yang mumpuni memiliki jaringan periodontal lebih sehat dibanding yang tidak mumpuni dikarenakan factor penghasilan yang dapat dipakai dalam
perawata gigi dan mulut. Jenis kelamin. Pada perokok memiliki karang gig yang lebih banyak disbanding yang tidak merokok. f.
Stress Stress dapat memengaruhi respon imun dan rentang infeksi, resorpsi tulang, kehilangan perlekatan, menghambat penyembuhan luka.
Umumnya pemberian antibiotik dilakukan jika scaling dan root planning tidak berhasil. Adapun yang perlu dipertimbangan adalah a.
Etiologi Pada gingivitis ada dua penyebab yakni lokal dan sistemik. Untuk gingivitis yang disebabkan oleh faktor lokal seperti adanya akumulasi plak maka scaling dan root planning adalah perawatan yang efektif dalam menghilangkan penyebabnya. Sedangkan pada faktor sistemik dibutuhkan antibiotik.
b.
Penggunaan obat 1) Penisilin a) Banyak dipakai b) Baik untuk penyakit infeksi dalam rongga mulut maupun penyakit infeksi pada bagian tubuh yang lain c) Bersifat bakterisid dengan aktifitas kerja merusak dinding sel bakteri d) Mempunyai kemampuan melawan sebagian besar bakteri penyebab infeksi e) Banyak bakteri yang peka terhadap penisilin, kecuali bakteri yang memproduksi enzim β-laktamase. f)
Efektif terhadap bakteri penyebab periodontitis, yaitu golongan porphyromonas, fusobacterium maupun prevotella
g) Penisilin cocok untuk wanita hamil 2) Metronidazole a) Aktivitas anti bakteri terhadap semua kokus anaerob dan basil gram negatif anaerob, termasuk berbagai spesies bacteroides, maupun basil gram positif anaerob pembentuk spora b) Merupakan antibiotik bakteriosid yang dapat digunakan untuk mengobati periodontitis terkait dengan Actinobacillus actinomycetemcomitans c) Interaksi obat dapat mengubah cara kerja obat dan meningkankan efeksamping. Metronidazole dapat berinteraksi dengan pengencer darah yang memiliki efek anti koagulan
d) Dapat juga berinteraksi dengan simvastatin yakni obat kolestrol. Interaksi dapat menyebabkan efek simvastatin meningkat yang akan mempengaruhi kada kolestrol pasien penderita epilepsi. Interaksi antara fenobarbital
dan
metronidazole dapat menyebabkan kegagalan pengobatan metronidazole. e) Metronidazole memiliki efek samping berupa mual Sumber : 1.
Newman MG, Takei HH, Carranza FA. Clinical Periodontology. Ed. 11. Philadelphia: WB Saunders Co; 2012. H. 482-3.
2.
Tedjasulaksana R. Metronidasol sebagai salah satu obat pilihan untuk periodontitis marginalis. Jurnal Kesehatan Gigi. Februari 2016; 4(1).
3.
Kodir AIA, Herawati D, Murdiastuti K. Perbedaan efektivitas antara pemberian secara sistemik ciprofloksasin dan amoksisilin setelah scaling & root planing pada periodontitis kronis penderita hipertensi tinjauan pada probing depth, bleeding on probing, dan clinical attachment level. J Ked Gigi. Oktober 2014; 5(4): 328.
4.
Cici Widya Anggraini, Melok Aris W, Peni Pujiastuti. Gambaran status kebersihan rongga mulut dan status gingiva pasien rsgm universitas jember oktober-november tahun 2015 (the description of oral hygiene status and gingival status of patients in dental hospital of jember university on october-november 2015). E-Jurnal Pustaka Kesehatan. Mei 2016; 4(2).
5.
Lumentut RAN, Gunawan PN, Mintjelungan CN. Status dan kebutuhan perawatan pada usia lanjut. Jurnal E-Gigi (Eg). September 2013; 1(2): 79-83.
6.
Soulissa AG. Hubungan kehamilan dan penyakit periodontal. PDGI. 2014; 63(3).
PERAWATAN DIAGNOSIS KASUS Gingivitis adalah penyakit reversibel. Terapi ditujukan terutama untuk mengurangi faktor etiologi untuk mengurangi atau menghilangkan inflamasi, sehingga memungkinkan jaringan gingiva sembuh. Perawatan pendukung periodontal yang tepat yang mencakup perawatan pribadi dan profesional penting untuk mencegah inisiasi peradangan. Jika penyakit periodontal didiagnosis pada early lesion gingivitis, dapat dirawat dengan pembersihan profesional menyeluruh (total care). Jika penyakitnya telah berkembang dari gingivitis menjadi periodontitis, perawatannya melibatkan proses yang disebut "deep cleaning" atau
"root planing", yang mana melibatkan pembersihan dan penghalusan permukaan akar gigi untuk membersihkan kalkulus dan deposit bakteri di bawah garis gingiva sehingga bisa sembuh. Terdapat penemuan baru dalam pengobatan untuk penyakit periodontal. Pemberian obat antimikroba atau antibiotik lokal, serta obat yang mengendalikan respon tubuh terhadap penyakit dalam memproduksi bakteri, dapat membantu memperlambat perkembangan penyakit.1,2 Sumber: 1.
Treatment of plaque-induced gingivitis, chronic periodontitis, and other clinical conditions. American Academy of Pediatric Dentistry. 2004; 39(6): 445-6.
2.
Gum disease a guide to periodontal disease. California Dental Association.
PEMELIHARAAN PASCA PERAWATAN DIAGNOSIS KASUS Pemeliharaan agar gingiva tetap sehat, yaitu: a.
Dianjurkan untuk pasien bahwa dia harus memasukkan menyikat gigi dua kali sehari, dengan pasta gigi berfluoride, flossing sekali sehari, dan berkumur setiap kali setelah makan dengan obat kumur yang baik.
b.
Pasien menghindari dan mengurangi kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, dll.
c.
Pasien harus bebas stress.
d.
Pasien harus sehat secara medis dan melakukan pemeriksaan rutin.
e.
Pasien harus mengunjungi dokter gigi setiap enam bulan sekali.
f.
Pasien harus mengganti sikat gigi setiap 3 bulan sekali.
g.
Minum obat yang hanya diresepkan oleh dokter.
Sumber: Singh Brijendra dan Singh Ritu. Gingivitis – a silent disease. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences (IOSR-JDMS). May-Jun 2013; 6(5): 30-1, 33.
PENCEGAHAN PENYAKIT PERIODONTAL
Cara terbaik untuk mencegah penyakit periodontal adalah dengan memelihara oral hygiene dengan baik. Menyikat gigi dan melakukan flossing setiap hari, makan makanan seimbang dan kontrol rutin ke dokter gigi. Dan dengan melakukannya, akan bertambah kesempatan Anda untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut seumur hidup Sumber: California Dental Association. Gum disease a guide to periodontal disease.