PROSES PENCELUPAN POLIESTER DENGAN ZAT WARNA BASA DAN ZAT WARNA DISPERSI (METODA STANDAR, CARRIER, DAN PENAHANAN SUHU)
LAPORAN ditujukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktikum Teknologi Pencelupan 2
oleh Gadis Rahayu Hidayat
15020 100
Hartanty Theresia
15020 104
Restu Adhitia
15020 112
Ryan Suryadi
15020 116
Grup
: 3K4
Dosen
: Hj Hanny H. K., S.Teks.
Asisten
: Eka O., S.ST.,MT. Anna S.
PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL POLITEKNIK STTT BANDUNG 2017-2018
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud Melaksanakan proses pencelupan pada kain Poliester dengan menggunakan zat warna Basa dan zat warna dispersi.
1.2 Tujuan Adapun tujuan dari praktikum :
melaksanakan proses pencelupan pada kain Poliester dengan menggunakan zat warna basa dan zat warna Dispersi metoda standar, carrier, dan arrest temperature system.
mengidentifikasi resep optimum penggunaan resep dan metoda
mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil proses.
Sehingga praktikan dapat memahami pengaruh metoda yang digunakan terhadap hasil celup serta dapat menentukan resep yang optimal berdasarkan percobaan.
BAB II TEORI DASAR 2.1. Serat Poliester Serat poliester merupakan hasil reaksi antara monomer asam tereftalat dengan monomer etilena glikol.
Serat poliester memiliki keteraturan struktur rantai, sehingga serat poliester memiliki struktur serat yang rapat, serta membentuk ikatan hidrogen antar gugus –OH dan –COOH dalam molekulnya. Oleh karena itu polyester bersifat hidrofob dan sulit untuk dimasuki zat warna. Kenaikan suhu pada proses pencelupan dapat menurunkan ikatan hidrogen pada serat, sehingga rantai molekul serat akan merenggang, pada kondisi ini (plastis) zat warna dapat berpenetrasi kedalam serat.
2.1.1. Sifat Fisika serat Poliester Kekuatan tarik 4 - 6,9 gram/denier Mulur 11 - 40% Elastisitas baik MR 0,4% Titik leleh mencapai 2500C 2.1.2. Sifat Kimia serat Poliester Tahan asam lemah dan mendidih Tahan asam kuat dingin Tidak tahan alkali kuat Tahan oksidator Larut dalam meta-kresol panas Tahan jamur
2.2. Zat Warna Dispersi Zat warna dispersi merupakan hasil sintesa senyawa bersifat hidrofob sehingga kelarutannya dalam air sangat kecil. Oleh karena itu dalam penggunakan zat warna ini harus didispersika dalam larutan, atau pada pemakaiannya menggunakan zat pengemban atau adanya suhu tinggi. Zat warna dispersi digunakan dalam bentuk bubuk (powder) dan dalam bentuk cairan. Sifat tahan cuci zat warna dispersi baik, akan tetapi tahan sinarnya jelek. Ukuran molekul zat warna dispersi berbeda-beda dan perbedaan tersebut sangat erat hubungannya dengan sifat kerataan dalam pencelupan dan sifat dublimasinya. Berdasarkan ukuran molekul zat warna san sifat sublimasinya dapat digolongkan kedalam 4 golongan, yaitu :
Tipe A, zat warna yang mempunyai sifat kerataan sangat baik karena ukuran molekulnya paling kecil dibanding tipe lain, akan tetapi mudah tersublimasi pada suhu 1300C, biasanya digunakan untuk mencelup selulosa asetat dan poliakrilat.
Tipe B (tipe E), zat warna dengan ukuran molekul sedang, kerataan celup cukup baik, menyublim pada suhu 1900C, biasa digunakan untuk mencelup poliester metoda carrier atau pencapan alih panas (transfer printing).
Tipe C (tipe SE), zat warna dispersi yang umumnya memiliki kerataan celup cukup baik, menyublim pada suhu 2000C, dapat digunakan untuk mencelup poliester metoda carrier, HT/HP dan termosol.
Tipe D (tipe S), zat warna tipe ini memiliki kerataan hasil celup yang kuranag baik, dan menyublim pada suhu 2100C , zat warna ini biasa digunakan untuk mencelup serat poliester metoda termosol dan HT/HP.
2.2.1. Sifat-sifat Zat Warna Dispersi Sifat umum zat warna baik sifat fisika dan kimia merupakan faktor penting dan erat hubungannya dengan penggunaan dalam proses pencelupan, secara umum sifat zat warna dispersi tipe B, C dan D adalah sebagai berikut :
Titik leleh sekitar 1500C dengan kristalinitas tinggi
Jika digerus sampai halus, dan didispersikan dalam larutan menghasilkan dispersi yang stabil dalam larutan pencelupan dengan ukuran partikel 0,5- 2,0 mikron
Mempunyai berat molekul relative rendah
Relatif tidak mengalami proses perubahan kimia selama proses pencelupan berlangsung
Bersifat non-ion meski mengandung gugus NH2, NHR dan –OH yang bersifat polar.
2.2.1.1. Zat Pembantu Zat pembantu adalah zat tambahan selain zat warna yang digunakan pada proses pencelupan supaya menghasilkan celupan dengan penyerapan zat warna yang maksimum, hasil celup rata, dan sesuai target warna yang diinginkan. Zat pembantu pada pencelupan serat poliester dengan zat warna dispersi meliputi pengatur pH, zat pendispersi, carrier pelunak air, anti crease-mark, serta zat perata. 2.2.1.1.1. Pengemban Zat
pengemban
ialah
zat
yang
dapat
menggelembungkan
dan
memplastisasikan serat yang bersifat hidrofob, sehingga zat warna akan mudah masuk kedalamnya. Pada umumnya zat pengemban bergugus aromatik dan mengandung zat pengelmusi yang mempertahankan stabilitas dispersinya dan agar dapat teremulsi dengan baik didalam larutan. Zat pengemban memungkinkan untuk mewarnai serat poliester dengan sistem konvensional (tekanan dan suhu normal), dan pemakaian zat pengemban juga dapat diaplikasikan untuk pencelupan sistem suhu tinggi. Zat pengemban bermacam-macam struktuk kimia : Golongan
Jenis
Hidrokarbon aromatik
Difenil, naftalen, toluena
Fenol
Fenol, o-fenilfenol, m-kresol
Kloro aromatik
Mono, di, tri-klorobenzena kloronaftalena
Asam aromatik
Benzoat, klorobezoat, o-flatat
Ester aromatik
Metil benzoat, butil benzoat, dimetil/dietil flatat, dimetil tereftalat, dimetil softalat, fenilsalisilat
Ester fosfat
Tripropil dan tributil fosfat
Eter aromatik
p-naftil metil eter
Persenyawaan aromatil lain
aseton fenol, metil salisilat, benzanilida
Dalam praktikum zat pengemban harus mempunyai sifat sebagai berikut :
Tersedia dengan harga ekonomis
Efisiensi yang tinggi pada konsentrasi yang rendah dan tidak dipengaruhi oleh bentuk zat warna dispersi.
Teremulsi dan mempunyai kestabilan yang baik.
Tidak mudah menguap, konsentrasi zat pengemban tidak boleh berubah selama proses.
Mudah dibilas setelah proses.
Bebas dari bau yang tidak sedap.
Tidak bebrbahaya dalam penggunaannya.
Tidak mempengaruhi bahan terutama penyusutan, pegangan dan lipatan.
Mudah menyimpan dan stabil dalam penyimpanan.
Tidak berbahaya bagi lingkungan.
2.2.1.1.2.Zat Pengatur pH Pencelupan poliester dengan zat warna dispersi umumnya dilakukan pada suasana asam (pH 4,0-5,5). Kondisi pH ini dimaksudkan supaya terjadi reaksi hidrolisis terhadap permukaan serat polyester dan sebagian besar zat warna dispersi akibat pH alkali.
2.2.1.1.3.Pendispersi Zat warna dispersi memiliki kelarutan yang sangat kecil sehingga zat warna harus didispersikan dalam larutan secara homogen, untuk menjamin pendispersia dan mencegah agregasi zat warna pada suhu tinggi, maka dibantu dengan zat pendispersi.
2.2.1.1.4.. Zat Anti Sadah Kandungan Ca dan Mg serta ion-ion logam seperti Fe, Mn ,Cu yang berasal dari air proses dapat mengganggun dispersi zat warna dalam larutan dan merubah arah warnanya, maka untuk menanggulangi hal tersebut digunakan anti sadah yang dapat mengikat ion-ion logam penyebab kesadahan.
2.3. Zat Warna Basa Untuk menjamin terbentuknya kation zat warna basa (seluruh zat warna basa larut sempurna) maka pencelupan perlu dilakukan dalam suasana asam. Dalam hal ini pH larutan celup yang optimal adalah 4,5 dan perlu dikontrol dengan ketat, bila pH lebih besar dari 4,5 maka kelarutan zat warna akan agak berkurang dan l maksimum zat warna akan berubah kearah yang lebih pendek (corak berubah, contoh dari merah ke arah orange), hasil celup lebih muda dan kurang rata.
2.4. Mekanisme Pencelupan Serat poliester adalah serat dengan derajat kristalinitas yang tinggi, hal tersebut menjadikan serat ini bersifat hidrofob dan sulit untuk bereaksi dengan zat kimia. untuk mencelup serat yang bersifat hidrofob diperlukan zat warna yang bersifat hidrofob dengan kelarutan zat warna dalam air sangat kecil dan merupakan larutan terdispersi. Dari segi struktur zat warna dispersi merupakan senyawa azo atau antrakuinon dengan berat molekul relatif rendah dan tidak mengandung gugus pelarut. Zat warna dispersi memiliki afinitas tinggi terhadap serat polyester dibanding terhadap larutan, sehingga zat warna dapat bermigrasi kedalam serat dan membentuk suatu latrutan padat (solid solution) didalam serat polyester. Difusi zat warna dispersi kedalam serat polyester sangat rendah sehingga memerlukan waktu pencelupan yang lama, untuk meningkatkan laju difusinya dapat dilakukan dengan bantuan zat pengemban atau pencelupan dilakukan pada suhu dan tekanan tinggi. Jenis ikatan antara gugus fungsi zat warna dispersi dengan serat poliester adalah sebagai berikut
Ikatan Hidrogen Ikatan hidrogen merupakan gaya dipol yang melibatkan atom hidrogen dengan atom lain yang bersifat elektronegatif. Pada umumnya zat warna dispersitidak mengadakan ikatan hidrogen dengan poliester karena zat warna dispersi dan poliester bersifat non-polar, hanya sebagian zat warna dispersi yang mengadakan ikatan hidrogn dengan seat poliester, yaitu zat warna dsipersi yang mempunyai donor proton seperti –OH atau NH2.
Ikatan Hidrofobik Zat warna dispersi dan poliester merupakan senyawa yang bersifat hidrofobik dan cenderung bersifat non-polar. Ikatan yang terjadi pada senyawa hidrofob yang bersifat non-polar disebut dengan ikatan hidrofobik. Gaya yang berperan pada ikatan ini adalah gaya dispersi London yang termasuk kedalam gaya Van der waals (gaya fisika) yang terjadi
berdasarkan
interaksi antara kedua molekul yang berbeda. Ikatan Van der waals terdiri dari dua komponen, yaitu ikatan dipol (dwikutub) dan dispersi London. Akan tetapi sifat zat warna dispersi cenderung non polar, sehingga gaya yang lebih berperan dalam terbrntuknya ikatan antara zat warna dispersi dan serat poliester adalah gaya dispersi London.
2.5. Evaluasi 2.5.1. Kerataan dan Ketuaan Nilai kerataan dan ketuaan warna dilakukan dengan pengujian menggunakan spektrofotometer hal ini bertujuan untuk menyamakan persepesi secara kuantitatif yang terstandarisasi dibanding secara visual yang sangat tergantung dari kondisi mata penilai serta kondisi lainnya, seperti sumber cahaya yang digunakan dan sebagainya.
2.5.2. Tahan Luntur Warna terhadap Gosokan Pengujian ini meliputi cara uji penodaan dari bahan berwarna pada kain lain yang disebabkan karena gosokan. Cara ini dapat dipakai untuk bahan tekstil berwarna dari segala macam serat baik alam bentuk benang maupun kain. Pengujian dilakukan dua kali yaitu gosokan dengan kain kering dan gosokan dengan kain basah. Prinsip pengujian tersebut adalah sebagai berikut yaitu contoh uji dipasang pada Crockmeter, kemudian padanya digosokan kain putih kering dengan kondisi tertentu. Penggosokan ini diulangi dengan kain putih basah. Penodaan pada kain putih dinilai dengan mempergunakan staining scale.
BAB III ALAT DAN BAHAN 3.1. Alat
Gelas piala 600 mL
Gelas ukur 100 mL
Pipet Volum 1 dan 10 mL
Tabung dan mesin celup
Bulp/Filler
3.2. Bahan Kain poliester Zat Warna Dispersi&Kationik Pendispersi Asam asetat 30% Natrium asetat NaCl Carrier Sabun
BAB IV PROSEDUR 4.1. Diagram Alir Persiapan Larutan Celup dan persiapan Bahan Pencelupan Pencucian Pengeringan Evaluasi
4.2. Skema Proses 4.2.1. Metoda Standar Zw Dispersi Asam Asetat Pendispersi NaCl NaCl 0 40 C NaCl
10’
10’
130 0C
70 0C
30’
Waktu (Menit)
15’
4.2.2. Metoda Carrier Zw Dispersi Carrier Pendispersi Asam Asetat NaCl 0 40 C NaCl
10 ’
100 0C
70 0C
10’
15’
30’
Waktu (Menit)
4.2.3. Arrest Temperatur System 120 0C Zw Kationik Asam Asetat Na. Asetat NaCl
80 0C 70 0C
40 0C
5’
20’
10’
40’
Waktu (Menit)
30’
20’
4.2.4. Metoda Carrier Carrier Zw Kationik Asam Asetat NaCl NaCl
100 0C
70 0C
0
40 C
10 ’
10’
30’
Waktu (Menit)
15’
BAB V DATA PERCOBAAN 5.1. Pencelupan 5.1.1. Resep Resep Zw Dispersi Zw Kationik Pendispersi NaCl Asam Asetat Carrier Natrium Asetat Suhu Vlot Waktu
Sampel 1
Metoda
Standar
Sampel 2
Sampel 3
1,5 % 1 g/L
Sampel 4 1,5 %
2 g/L
2 g/L
-
2 g/L 120oC
2 ml/L 100oC
Arrest Temperature System
Carrier
pH 5
-
2 ml/L -
130oC
100oC 1: 20 30 menit Carrier
5.1.2. Perhitungan Resep Sampel 1 (Zw Dispersi)
BB (g)
6,00
Vlot
6,00 x 20 =120 ml
ZW
1 1,5 100 𝑥 120 𝑥 𝑥6,00 1000 100 1 = 9 ml
2 (Zw Dipersi) 3 (Zw Kationik) 4 (Zw Kationik)
6,63
6,34
6,37
6,63 x 20 = 132,6 ml 6,34 x 20 = 126,8 ml 6,37 x 20 = 127,4 ml
Pendispersi
Natrium Asetat
NaCl
= 0,24 gram
= 0,12 gr
= 0,13 gr
= 9,51 ml
-
-
=0,253 gram
-
-
-
5
5
= 0,2536 gr 2 𝑥 127,4 1000
-
5
= 0,26 gram
2 𝑥 126,8 1000
1,5 100 𝑥 𝑥 6,37 100 1 = 9,55 ml
2 𝑥 132,6 1000
2 𝑥 126,8 1000
1,5 100 𝑥 𝑥 6,34 100 1
pH
2 𝑥 120 1000
1 1,5 100 𝑥 132,6 𝑥 𝑥6,63 1000 100 1 = 9,9 ml
Carrier
-
= 0,2548 gr
5
5.2. Penyabunan Resep
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Sabun
1ml/L
Vlot
1:20
Suhu
600C
Waktu
15 menit
Sampel 4
5.2.1 Perhitungan penyabunan Sampel
BB total
Vlot total
Sabun
1 2 3
Vlot Masing-masing 6,00 x 20 = 120 ml
25,34 gram
25,34 x 20 = 506,8 ml
6,63 x 20 = 132,6 ml 1 1000
x 506,8 = 0,506 ml
4
6,34 x 20 = 126,8 ml 6,37 x 20 = 127,4 ml
5.3. Fungsi Zat Zat Warna
: Memberikan warna pada bahan
CH3COOH
: Pengatur pH dan pemberi suasana asam pada larutan
Na Asetat
: Bufffer pH
Na Sulfat
: pencegah hidrolisis pada suhu tinggi
Pendispersi
: mendispersikan zat warna dalam larutan
Sabun netral : Untuk menghilangkan zat warna yang tidak terfiksasi sempurna
5.5. Hasil Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Sampel 4
Kain
Dispersi 130 0C
0.36698
Kerataan
Dispersi 100 0C
-
rata-rata
Kationik 120 0C
0.871196 -
Kationik
K/S Rata-rata
0.810293
-
-
100 0C Dispersi 130 0C
-
23.01433
0.0.11977 -
Dispersi 100 0C
11.01733
Kationik 120 0C
-
Kationik
9.6644
-
100 0C
4.693567
Tahan
Grey Scale
5
5
5
5
Cuci
Staining Scale
4/5
4/5
4/5
4/5
Tahan
Grey Scale
5
5
5
5
Gosok
Staining Scale
4/5
4/5
4/5
4/5
BAB VI DISKUSI Pada percobaan ini perlu diketahui sampel mana saja yang dapat dibandingkan satu sama lain, dan lebih tepatnya hasil percobaan ini akan dibandingkan dengan praktikum yang telah lalu, yaitu pencelupan dengan kondisi metoda dan resep yang sama, akan tetapi dilakukan pada serat CDP, sedangkan kali ini dilakukan pada serat poliester.
4.1. Ketuaan
Grafik Hubungan Antara Nilai K/S Dengan Metoda Yang Digunakan pada CDP 10
Ketuaan
8 6 4
Y
2 0 0
1
2
3
4
5
Metoda
Grafik Hubungan Antara Nilai K/S Dengan Metoda Yang Digunakan pada Poliester 25
K/S
20 15 10
y
5 0 0
1
2
3 Metoda
4
5
Berdasarkan percobaan yang dapat dibandinngkan yaitu pada resep 1 dengan 2, dan 3 dengan 4, baik pada poliester dan CDP. Pada resep 1 dan 2 dengan resep yang sama dengan menggunakan zat warna dispersi, akan tetapi pada resep 1 mengguanakan metoda standar dan resep 2 menggungakan metoda carrier. Sedangkan resep 3 dan 4 menggunakan zat warna kationik, pada resp 3 menggunakan metoda arrest temperature system dan pada resep 4 menggunakan metoda carrier Dari segi ketuaan Serat CDP pada resep 1 dan 2 jika dibandingkan menghasilkan resep 1 dengan metoda standar mengasilkan warna yang lebih tua, dengan nilai K/S 0.39095 sedangkan pada resep 2 memiliki nilai K/S 0.10038. Sedangkan Dari segi ketuaan Serat Poliester pada resep 1 dan 2 jika dibandingkan menghasilkan resep 1 dengan metoda standar mengasilkan warna yang lebih tua pada resep 1 memiliki nilai K/S kisaran 24 dan pada resep 2 kisaran 11. Dari kedua hasil evaluasi tersebut yang hasil celupnya lebih tua adalah pada kain poliester dengan metoda Standar. Dalam kedua jenis serat, hal ini dapat terjadi karena perbeadaan metoda, pada resep 1 dengan metoda standar menggunakan suhu 130 0C sedangkan pada resep 2 menggunakan suhu 1000C dengan bantuan carrier, hal ini menunjukan bahwa tingkat optimalisasi penyerapan zat warna terjadi pada suhu 1300C dibanding dengan metoda carrier dengan suhu 1000C. berdasarkan teori menebutkan bahwa suhu optimum pencelupan poliakrilat dengan zat warna dispersi adalah 110 0C, dan akan menghasilkan efek kekuningan, namun karena hasil celup tua, maka efek kekuningan tersebut tidak terlalu nampak, dan lebih tepatnya metoda HT/HP pada poliester dengan zat warna dispersi menghasilkan hasil celup yang lebih tua dibanding metoda lainnya dengan penggunaan zat warna basa. Maka metoda yang optimum untuk resep 1 dan 2 adalah metoda standar pada serat poliester. Sedangkan pada resep 3 dan 4 dilakukan pencelupan poliestert dengan zat warna kationik (basa), resep 3 menggunakan metoda arrest temperature system dan resep 4 menggunakan metoda carrier. Dari segi ketuaan menunjukan baahwa pada resep 3 memiliki nilai k/s kisaran 10 sedangkan pada resep 4 memiliki nilai k/s kisaran 5. artinya menunjukan bahwa dengan metoda carrier menunjukan warna yang lebih tua dibanding resep 4 dengan metoda
penahanan suhu. Dari segi fungsi metoda penahanan suhu bertujuan untuk meningkatkan kerataan, maka laju difusi zat warna kedalam serat diperlambat, sehingga menghasilkan hasil celup yang lebih rata, akan tetapi lebih muda. Oleh karena itu evaluasi pada metoda penahanan suhu lebih dititik bertakan pada kerataan. Dari segi keseluruhan pencelupan poliester menghasilkan ketuaan yang lebih tinggi jika dibanding dengan zat warna kationik, sedangkan dari segi metoda secara umum baik pada CDP dan poliester, dengan metoda standar.
4.2. Kerataan
Grafik Hubungan Antara Standar Deviasi Dengan Metoda Yang Digunakan pada CDP 0.45
0.4 Standar Deviasi
0.35 0.3 0.25 0.2
y
0.15 0.1 0.05 0
0
1
2
3
4
5
Metoda
Standar Deviasi
Grafik Hubungan Antara Standar Deviasi Dengan Metoda Yang Digunakan pada Poliester 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
y
0
1
2
3
4
5
Metoda
Pada resep 1 dan 2, yaitu pencelupan CDP dan Poliester dengan zat warna dispersi dengan metoda standar (resep 1) dan metoda carrier (resep 2). Berdasarkan evaluasi menunnjukan bahwa pada resep 1 dengan metoda standar menghasilkan kerataan yang lebih rendah dibanding resep dua dengan metoda carrier. Sedangkan pada serat poliester celupan zat warna dispersi dengan metoda standar menghasilkan hasil celup yang lebih tua
dibanding metoda carrier, yaitu pada kisaran 0.37 untuk metoda standar, dan kisaran 0,8 untuk metoda carrier. Pada metoda standar (resep 1) suhu celup yang digunakan yaitu pada suhu 1300C, sedangkan pada metoda carrier (resep 2) suhu celup yang digunakan sebesar 100 0C. dari segi kerataan selalu berhubungan dengan laju difusi zat warna kedalam serat, semaki tinggi suhu yang digunakan maka akan semakin tinggi pula laju difusi zat warna kedalam serat, dan menghasilkan hasil celup yang lebih tua dan kurang rata. Sehingga pada metoda standar (resep 2 dan 4) dengan penggunaan suhu yang lebih tinggi, akan mengakibatkan hasil celup yang lebi rata dibanding dengan metoda standar (resep 1). Perbedaan suhu inilah yang menjadi dalahsatu faktor utama yang mengakibatkan laju difusi zat warna kedalam serat berbeda. Sedangkan Pada resep 3 dan 4, yaitu pencelupan pada serat CDP dan poliester dengan zat warna basa/kationik dengan metoda penahanan suhu (resep 3) dan metoda carrier (resep 4). Berdasarkan evaluasi menunnjukan bahwa pada resep 3 dengan metoda penahanan suhu pada CDP menghasilkan kerataan yang lebih tiinggi dibanding resep 4 dengan metoda carrier. Sedangkan pada poliester menghasilkan kerataan yang lebih tinggi pada metoda carrier Pada metoda penahanan suhu (resep 3) suhu celup yang digunakan yaitu pada suhu 1300C, akan tetapi diberikan penahan suhu selama 10 menit pada suhu 800C. sedangkan pada metoda carrier (resep 4) suhu celup yang digunakan sebesar 100 0C. pada metoda penahanan suhu (resep 3) memiliki nlai kerataan sebesar 0.0098, sedangkan metoda carrier (resep 4) memiliki kerataan sebesar 0.085237. hal ini menunjukan bahwa dengan metoda penahanan suhu (resep 3) menghasilkan celupan yang lebih rata dibanding metoda carrier (resep 4). Akan tetapi pada serat poliester dengan celupan zat warna basa menghasilkan kerataan yang lebih baik ditunjukan pada metoda carrier (resep 4) hal ini menunjukan bahwa untuk kerataan pada poliester dengan celupan zat warna kationik dapat menggunakan metoda carrier Menurut beberapa literatur dari segi kerataan selalu berhubungan dengan laju difusi zat warna kedalam serat, semaki tinggi suhu yang digunakan maka akan semakin tinggi pula laju difusi zat warna kedalam serat, akan tetapi meski pada resep 3 (penahan suhu)
menggunakan suhu celup 1300C, karena terjadi penahan suhu selama 10 menit pada suhu 800C maka laju difusi akan lebih lambat, dan menghasilkan celupan rata dengan warna yang lebih muda. Sehingga pada metoda carrier (resep 4) pada serat CDP dengan penggunaan suhu yang lebih rendah dan tanpa penahanan suhu, akan mengakibatkan hasil celup yang kurangrata dibanding dengan metoda penahanan suhu (resep 3). Perbedaan suhu inilah yang menjadi dalahsatu faktor utama yang mengakibatkan laju difusi zat warna kedalam serat berbeda. Sedangkan pada serat Poliester dengan pencelupan zat warna basa metoda carrier (resep 4) menunjukan hasil celup yang lebih rata, meski pada metoda penahanan suhu penyerapan diperlambat untuk menghasilkan kerataan, berdasarkan percobaan menunjukan bahwa dengan metoda carrier pun menghasilkan kerataan yang jauh lebih baik.
BAB VII KESIMPULAN Adapun kesimpulan berdasarkan percobaan adalah sebagai berikut :
Pada resep 1 (Pencelupan CDP metoda standar, celupan zw dispersi) menghasilkan warna yang lebih tua dan kurang rata dibanding resep 2 (metoda carrier, celupan zat warna dispersi)
Pada resep 3 (Pencelupan CDP metoda penahan suhu, celupan zat warna basa) menghasilkan warna yang lebih muda dan rata dibanding resep 4 (metoda carrier, celupan zat warna basa)
Pada resep 1 (Pencelupan Poliester metoda standar, celupan zw dispersi) menghasilkan warna yang lebih tua dan lebih rata dibanding resep 2 (metoda carrier, celupan zat warna dispersi)
Pada resep 4 (Pencelupan Poliester metoda carrier, celupan zat warna basa) menghasilkan warna yang lebih muda dan rata dibanding resep 3 (metoda carrier, celupan zat warna basa)
Pada metoda yang nilai k/snya paling tinggi menunjukan hasil celup pada poliester lebih tua dibanding pada serat CDP
Untuk kerataan pada celupan Poliester dengan zat warna kationik dapat menggunakan metoda Carrier, sedangkan dengan zat warna dispersi menggunakan metoda standar
Untuk kerataan pada serat CDP dengan zat warna Kationik dapat dilakukan dengan metoda arrest temperature system, sedangkan dengan penggunaan zat warna dispersi dapat dilakukan dengan metoda carrier.
DAFTAR PUSTAKA
Soeprojo, dkk. 1973. Serat-Serat Tekstil. Bandung: Institut Teknologi Tekstil.
(1978). Pengelantangan dan Pencelupan, Bandung : Institut Teknologi Tekstil Bandung,
M. Ichwan dkk. (2013). Bahan Ajar Pencelupan II. Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi Tesktil Bandung.