HALAMAN JUDUL PROPOSAL SKRIPSI ANALISA PERBANDINGAN FISCAL REGIMES PRODUCTION SHARING CONTRACT DI INDONESIA DAN MALAYSIA
Usulan Penelitian untuk Skripsi Program Studi Sarjana Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti
Oleh
Reyhan Kamil 071001500122
PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI UNIVERSITAS TRISAKTI 2018
i
LEMBAR PENGESAHAN ANALISA PERBANDINGAN FISCAL REGIMES PRODUCTION SHARING CONTRACT DI INDONESIA DAN MALAYSIA
PROPOSAL SKRIPSI/TESIS Usulan Penelitian untuk Skripsi Program Studi Sarjana Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti Oleh
Reyhan Kamil 071001500122
Foto 2x3
Menyetujui, Pembimbing Utama
( NIK
Pembimbing Pendamping
)
( NIK
Mengetahui, Ketua Program Studi Sarjana................................
(Nama Ketua Program Studi) NIK
ii
)
ABSTRAK (Analisa Perbandingan Fiscal Regimes Production Sharing Contract di Indonesia dan Malaysia) Reyhan Kamil 071001500122 Program Studi Sarjana Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti, Jakarta, Indonesia “Analisa Perbandingan Fiscal Regimes Production Sharing Contract di Indonesia dan Malaysia ” ini bertujuan untuk menganalisa Fiscal Terms yang ada di Production Sharing Contract di Indonesia dan Malaysia dan juga menganalisa kelebihan dan kekurangan yang ada pada masing-masing fiscal terms di Production Sharing Contract Indonesia dan Malaysia.Terdapat beberapa perbedaan dalam komponen fiscal yang ada dalam Production Sharing Contract di tiap negara terutama untuk komponen Production Sharing Contract di Indonesia dan Malaysia adalah terdapatnya komponen Royalty yang ada pada Production Sharing Contract di Malaysia sedangkan di Production Sharing Contract Cost Recovery di Indonesia terdapat adanya komponen First Tranche Petroleum maka karena adanya perbedaan tersebut maka hasil untuk pemerintah dan contractor di Indonesia dan Malaysia pun akan berbeda Selain itu, hasil perhitungan Net Present Value (NPV), Pay Out Time (POT), dan Internal Rate of Return (IRR) yang ada akan berbeda juga. ”.
iii
ABSTRACT (Comparative Analysis of Production Sharing Contracts in Indonesia and Malaysia) Reyhan Kamil 071001500122 Study Program of Petroleum Enginering Departement, Faculty Of Earth Technology and Energy, Universitas Trisakti, Jakarta, Indonesia
"The Comparative Analysis of Production Sharing Contracts in Indonesia and Malaysia "aims to analyze Fiscal Terms in Production Sharing Contracts in Indonesia and Malaysia and also analyze the strengths and weaknesses that exist in each of the fiscal terms in Production Sharing Contracts in Indonesia and Malaysia.There are several differences in the fiscal components that exist in Production Sharing Contracts in each country, especially for Production Sharing Contract components in Indonesia and Malaysia. There is a Royalty component in Production Sharing Contracts in Malaysia while in Contract Cost Recovery Production Sharing in Indonesia there is a First component Tranche Petroleum then because of these differences, the results for the government and contractors in Indonesia and Malaysia will also be different. In addition, the calculation of Net Present Value (NPV), Pay Out Time (POT), and Internal Rate of Return (IRR) will different too.”
iv
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii ABSTRAK ............................................................................................................. iii ABSTRACT ............................................................................................................. iv DAFTAR ISI ........................................................................................................... v DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG......................................................... ix BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................. 1 I.1 Latar belakang ............................................................................... 1 I.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 2 I.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian ..................................................... 2 I.4 Batasan Masalah............................................................................ 3 I.5 Manfaat Penelitian ........................................................................ 3 I.6 Peneliti Terdahulu (Untuk Skripsi Teknik Geologi) ............ Error! Bookmark not defined.
BAB II
TINJAUAN UMUM............................................................................... 4 II.1 Subbab 1 ....................................... Error! Bookmark not defined. II.2 Subbab 2 ....................................... Error! Bookmark not defined. II.3 Subbab 3 ....................................... Error! Bookmark not defined.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 18 III.1 Metodologi ................................... Error! Bookmark not defined. III.2 Jadwal Penelitian......................................................................... 18 III.3 Subbab 3 ....................................... Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA ............................................ Error! Bookmark not defined. LAMPIRAN ........................................................... Error! Bookmark not defined.
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
ix
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG (lanjutan)
x
BAB I
PENDAHULUAN
Minyak dan gas bumi merupakan aspek penting dalam perekonomiaan di suatu Negara oleh sebab itu perlu diadakan skema bagi hasil untuk pemerintah dan kontraktor dimana terdapat skema Production Sharing Contract Cost Recovery di Indonesia dan Production Sharing Contract di Malaysia
I.1
Latar belakang Minyak dan gas bumi merupakan aspek penting dalam perekonomiaan di
suatu Negara oleh sebab itu perlu diadakan metode dalam sistem bagi hasil antara pemerintah dengan kontraktor dimana saat skema production sharing contract cost recovery masih banyak digunakan di Indonesia dan production sharing contract di Malaysia. Fiscal Regimes adalah salah satu faktor paling penting yang harus dipertimbangkan untuk keputusan investasi dalam industri minyak dan gas. Tingkat Royalti, Pemulihan Biaya, Saham Kontraktor, Kewajiban Pasar Domestik, Kredit Investasi, Bonus Tanda Tangan, Bonus Produksi, First Trance Petroleum dan Tarif Pajak Perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan investasi. Asia Tenggara masih merupakan salah satu tempat paling menarik untuk investasi di sektor minyak dan gas. Di antara negara-negara di Asia Tenggara, Indonesia dan Malaysia adalah produsen minyak dan gas terbesar. Menjadi negara produsen terbesar, setiap negara mencoba menarik perusahaan dari berbagai aspek investasi. Istilah fiskal adalah salah satu aspek untuk keputusan investasi. Memperoleh istilah yang baik dalam konteks global adalah satu hal, tetapi tidak ada yang ingin menegosiasikan istilah terburuk di suatu negara bahkan jika ini adalah istilah yang relatif baik. Bagi banyak perusahaan minyak, bagian penting dari 1
negosiasi adalah mengamankan persyaratan yang diterima oleh calon mitra baru. Mengetahui pasar dan istilah apa yang realistis bergantung pada potensi suatu wilayah dan faktor-faktor. Namun akhir-akhir ini skema Production Sharing Contract Cost Recovery di Indonesia sudah banyak menemui kekurangannya seperti halnya biaya Cost Recovery yang semakin banyak namun tidak sejalan dengan jumlah produksi,hal ini harus dilakukan dengan negara asia tenggara yang lainnya yaitu Malaysia sebuah negara yang menggunakan Production Sharing Contract juga namun sedikit berbeda dengan adanya royalty dan kebijakan pada Cost Recovery. Berikut merupakan hal yang merupakan pertimbangan bagi penulis untuk mengambil judul ini. I.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut. 1.Apa saja perbedaan komponen yang ada di Fiscal Terms PSC Indonesia dan Malaysia? 2.Apakah PSC di Indonesia dan Malaysia sudah ideal? 3.Apakah FTP pada PSC Indonesia lebih efektif dibanding royalty pada PSC Malaysia?
I.3
Maksud Dan Tujuan Penelitian Maksud dari penulisan tugas akhir yaitu sebagai berikut.
1.Memahami skema bagi hasil Migas yang ada di Indonesia dan Malaysia 2. Mengetahui variabel dalam fiscal terms yang ada di PSC Indonesia dan Malaysia 3.Memperoleh pola keekonomian dari Skema PSC Indonesia dan Malaysia Kemudian,tujuan dari penulisan tugas akhir yaitu sebagai berikut. 1.Mengetahui seberapa efektif FTP yang ada di PSC Indonesia dan Royalty yang ada di PSC Malaysia. 2.Menganalisa keekonomian dari skema PSC Indonesia dan Malaysia dari suatu data lapangan 3.Membandingkan Analisa sensitivitas pada skema PSC Indonesia dan Malaysia
2
I.4
Batasan Masalah Penelitian dilakukan dengan Batasan masalah yang terdiri dari profil
Lapangan dan perhitungan keekonomian dari data sebuah lapagan yang telah dilakukan dan beberapa asumsi untuk menunjang beberapa perhitungan analisis untuk keekonomian yang merupakan bagian dari tugas akhir ini.(more specific)
I.5
Manfaat Penelitian Manfaat dari tugas akhir ini adalah dapat memberikan gambaran untuk
memahami kelebihan dan kekurangan tiap Production Sharing Contract serta Untuk mengevaluasi antara sistem PSC di Indonesia dengan PSC di Malaysia
3
BAB II TINJAUAN UMUM Minyak dan gas bumi merupakan aspek penting dalam perekonomiaan di suatu Negara dimana kegiatan usaha minyak dan gas bumi dapat menyumbang devisa untuk suatu negara oleh sebab itu perlu diadakan metode dalam sistem bagi hasil antara pemerintah dengan kontraktor dimana saat skema production sharing contract cost recovery masih banyak digunakan di Indonesia dan production sharing contract di Malaysia. Production Sharing Contract merupakan skema bagi hasil yang sampai saat ini banyak dipakai oleh banyak negara untuk menunjang kegiatan eksplorasi dan produksi di sektor industri minyak dan gas.
II.1 Production Sharing Contract (fiscal malaysia history nya) (X) Perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh badan pelaksana dan badan usaha dan badan usaha untuk tetap melakukan kegiatan eksploitasi maupun eksplorasi dengan prinsip bagi hasil, PSC berlaku untuk beberapa tahun tergantung pada syarat kontrak, tergantung penemuan minyak dan gas dalam jumlah komersial dalam suatu periode tertentu, meskipun pada umumnya periode ini dapat diperpanjang melalui perjanjian antara kontraktor dan Kementrian ESDM.
4
Tabel II.1 PSC Generasi Pertama JENIS PSC
TAHUN
PRINSIP
Perusahaan migas berkedudukan sebagai kontraktor Pertamina
Cost recovery 40% pertahun
Selisih pendapatan bruto pertahun dengan cost recovery 60% dibagi dengan pertamina sebesar 65% dan
PSC Generasi
1966-1975
kontraktor sebesar 35%
Pertama
Kontrakter wajib menjual 25% produksi untuk Domestic Market Obligation dengan harga 0.2 $/barrel
Pada sistem PSC generasi pertama ini cenderung sederhana namun saat adanya krisis minyak akibat aktivitas di timur tengah pada 1973-1974 pemerintah melangsungkan terobosan baru yaitu mengeluarkan PSC generasi kedua dengan hasil diskusi dengan kontrakor.
5
Tabel II.2 PSC Generasi Kedua
JENIS PSC
TAHUN
Prinsip
Cost Recovery tidak lagi dibatasi berdasarkan Generally Accepted Accounting Principle (GAAP)
Selisih pendapatan bruto dengan Cost Recovery pada minyak dibagi 65.91% untuk pemerintah dan 34.09% kontraktor dan untuk gas pemerintah sebesar 31.82%
PSC Generasi
1976-1988
dan kontraktor sebesar 68.18%
Kedua
Kontraktor dikenakantarif pajak sebesar 56% namun pada tahun 1984 di revisi menjadi 48%
Pada lapangan baru kontraktor diberi kredit investasi sebesar 20% dari pengeluaran kapital fasilitas produksi
Penegeluaran kapital didepresiasi dengan sistem double decline balance selama 7 tahun
Pada tahun 1986 harga minyak sempat menyentuh harga 10 $/barrel dan ini telah menimbulkan masalah baru mengingat minyak dan gas merupakan bagian penting APBN negara pada lapangan minyak yang produksinya sudah menurun
6
maka dengan tidak adanya batas untuk Cost Recovery maka hampir dipastikan tidak ada lagi minyak yang dibagi maka dari itu munculah sistem baru yaitu PSC generasi ketiga.
Tabel II.3 PSC Generasi Ketiga JENIS PSC
TAHUN
PRINSIP
Terdapat First Tranche petroleum
PSC Generasi
1988- Sekarang
sebesar 20%
Ketiga
First Tranche Petroleum mulai diberlakukan agar pada saat harga minyak cenderung menurun maka diperlukan jumlah minyak yang banyak agar dapat mengganti Cost Recovery dan semua hasil produksi dapat tersedot oleh Cost Recovery,maka FTP digunakan untuk menjamin pendapatan terlebih dahulu sebelum terkena Cost Recovery.
II.2 Production Sharing Contract Cost Recovery Skema bagi hasil yang dipakai oleh Indonesia adalah production Sharing Contract Cost Recovery dimana dalam skema bagi hasil ini terdapat FTP sebesar 20% yang diberlakukan agar menjamin adanya pendapatan sebelum dilakukan Cost Recovery dan Manajemen operasional hulu migas dipegang oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas atau SKK Migas sebagai perwakilan pemerintah dalam PSC Cost Recovery,berikut adalah gambar dari skema PSC Cost Recovery
7
Gambar II.4 Skema PSC Cost Recovery
II.3 Production Sharing Contract Malaysia Skema bagi hasil yang ada di Malaysia hampir sama dengan skema yang berada di Indonesia dimana Malaysia Production Sharing Contract menjadi skema bagi hasil untuk minyak dan gas. Untuk persyaratan kontrak yang disediakan untuk kontrak masa depan memiliki pemulihan biaya maksimum 50% untuk minyak dan pemulihan biaya 60% untuk gas. Ini lebih tinggi dari harga sebelumnya, yang bervariasi antara 20-39% untuk minyak dan 25-35% untuk gas. Persentase ini berhubungan dengan total produksi sebelum pemotongan royalti. Semua biaya dapat dipulihkan segera pada tahun yang bersangkutan.
8
Gambar II.5 Skema PSC Malaysia
II.4 Indikator Keekonomian Indikator Keekonomian merupakan sebuah indikator yang berguna untuk menentukan sebuah proyek layak atau tidak dimana kelayakan tersebut dilihat secara objektif dan dari Indikator Keekonomian ini berguna untuk meyakinkan investasi dan berguna untuk menjadi paramater dalam mengambil keputusan
II.4.1 Net Present Value Jumlah keuntungan bersih yang dapat dinilai sekarang yang dihitung dari besaran bunga, besaran nilai NPV dapat dilihat dari besarannya untuk menentukan apakah proyek tersebut layak atau tidak dan jika hasil yang didapat adalah positif maka hal itu membuktikan bahwa proyek tersebut layak namun jika hasil yang didapat negatif maka proyek tersebut dinilai belum layak, Apabila NPV = 0, berarti investasi tersebut menghasilkan IRR yang besarnya serupa dengan harga yang digunakan. Berikut adalah cara untuk menentukan NPV:
9
Dimana: t = the time of the cash flow i = the discount rate Rt = the net cash flow i.e. cash inflow – cash outflow
II.4.2 Internal Rate of Return (x) rumus pakai titik2 Merupakan tingkat suku bunga yang menyebabkan NPV=0 sebagai harga bunga yang menyebabkan harga semua Cash Inflow besarnya serupa dengan Cash Outflow bila cash flow ini didiskon untuk suatu waktu tertentu IRR cara menghitungnya pun menggunakan cara coba-coba dimana IRR dihitung hingga mendekati hasil NPV kemudian dilakukan interpolasi hingga NPV=0.Berikut adalah rumus dari IRR:
𝑗
∑
Cn n 𝑛=𝑜 (1 + IRR)
II.4.3 Contractor Cash Flow Contractor Cash flow merupakan aliran kas yang keluar dan masuk dari kontraktor dimana Cash in yang merupakan pemasukan untuk kontraktor terdiri dari Split FTP untuk kontraktor,Contractor share after tax,,dan recovered cost lalu untuk Cash out dimana pengeluaran dari kontraktor terdiri dari OPEX,tax payment dan biaya investasi.Berikut merupakan perhitungan untuk Cashflow
Cash flow = cash in – cash out
10
II.4.4 Pay Out Time Pay Out Time merupakan jangka waktu sampai investasi telah kembali. Indikator ini menunjukan bahwa semakin cepat investasi telah kembali maka semakin baik juga proyek tersebut,namun kekurangannya adalah tidak diketahuinya hal apa yang terjadi setelah Pay Out Time maka dari itu POT tidaklah menjadi indikator utama dalam menentukan keputusan layak tidaknya suatu proyek.
II.4.5 Profit Investment Ratio Profit Investment Ratio merupakan suatu indikator keekonomian yang menggambarkan kesanggupan untuk memberikan keuntungan total. PIR dapat diartikan sebagai perbandingan antara jumlah keuntungan bersih yang didapat terhadap jumlah investasi yang ditanamkan. Secara matematis PIR dapat dihitung sebagai berikut: PIR =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑁𝑒𝑡 𝐶𝑎𝑠ℎ 𝐹𝑙𝑜𝑤 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑚𝑒𝑛𝑡
=
II.3.6 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas merupakan sesuatu metode yang digunakan untuk membandingkan sebuah perubahan indikator keekonomian terhadap sebuah hal tertentu,metode ini pun dapat digunakan untuk memberi gambaran mengetahui beberapa keuntungan dari investasi jika terdapat pengaruh dari hal-hal tertentu.
11
II.5 Parameter Perhitungan Dalam skema bagi hasil terdapat beberapa parameter yang dapat menunjang perhitungan dalam indikator keekonomian yaitu: II.5.1 Investasi Investasi merupakan hal penting dalam skema bagi hasil dan juga investasi dibedakan menjadi dua yaitu Capital dan Non Capital dimana kedua golongan tersebut bergantung pada perjanjian yang telah disepakati,untuk Capital cenderung bersifat
seperti
barang-barang
yang
berbentuk
seperti
untuk
fasilitas
produksi,mesin, dan lain-lain namun berbeda untuk Non Capital didefinisikan seperti biaya pada pemeliharaan,biaya operasi dan lain-lain. II.5.2 Depresiasi Investasi pada Capital selalu menurun nilainya hal ini memang terjadi seiring bertambahnya waktu maka Capital nilainya tidak akan sama terus menerus hal
ini
pun
disebabkan
diantaranya
karena
pemakaiannya
dan
juga
waktu,Depresiasi terbagi menjadi 3 jenis yaitu straight line, decline balance, dan double decline balance. Pada metode straight line, depresiasi dihitung dengan menganggap penurunan nilai barang tiap tahunnya dianggap konstan dari awal tahun sampai akhir periode depresiasi. metode straight line ini dapat menggunakan rumus sebagai berikut: investasi
Depresiasi=waktu
depresiasi
Selanjutnya Dengan menggunakan metode decline balance, depresiasi dihitung dengan menganggap penurunan nilai barang berubah dari tahun ke tahun. Pada awal penurunan nilai barang lebih besar dibanding pada tahun berikutnya. Pada metode decline balance ini dapat menggunakan rumus sebagai berikut: 1
(Depresiasi)i=𝑇 (Investasi – Depresiasi i-1)
12
dimana: i = waktu perhitungan T = lama waktu depresiasi Terakhir adalah dengan menggunakan metode double decline balance. metode ini menyerupai metode decline balance. Hanya saja nilai dari suatu barang berkurang dua kali lebih cepat dari pada metode decline balance. Metode ini dapat menggunakan rumus sebagai berikut: (Depresiasi)i =
2 𝑇
(Investasi – Depresiasii-1)
II.5.3 Gross Revenue Gross Revenue merupakan bagian paling atas dan awal dari skema PSC dimana Gross Revenue merupakan pendapatan kotor dari hasil produksi .Berikut rumus Gross Revenue:
𝐺ross Revenue = Produksi x Harga Produksi yang diperoleh merupakan produksi bersih tiap tahun dari suatu lapangan. Sedangkan Harga yang dibutuhkan dalam perhitungan keekonomian suatu proyek ditentukan berdasarkan kebijakan Pemerintah / pihak yang berwenang. II.5.4 First Tranche Petroleum (FTP) FTP adalah bagian dari Gross revenue sebelum dikurangi oleh Cost Recovery. Nilai FTP adalah 20% dari Gross Revenue. Secara sistematis, perhitungan FTP adalah sebagai berikut: FTP = 𝐺ross Revenue × 20 %
13
II.5.5 Royalty Royalty merupakan bagian yang dibagi setelah Gross Revenue dan sebelum cost recovery namun Royalty biasanya terdapat nilai maksimumnya bergantung dari tiap kebijakan negara dan besarannya pun sesuai dengan kesepakatan.
II.5.6 Cost Recovery Cost Recovery adalah permasalahan menyangkut pengembalian biaya operasi kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas. Cost Recovery terdiri atas non capital cost,depretiation cost,operating cost,dan unrecovered cost. Non-capital cost merupakan operating cost yang berhubungan dengan operasi selama tahun yang bersangkutan dan intangible cost dari peralatan pemboran. Operating cost untuk tiap volume hidrokarbon yang dihasilkan merupakan pembagian biaya-biaya yang berlangsung dengan jumlah hidrokarbon yang dihasilkan. Biaya yang dapat dibayarkan pada tahun yang bersangkutan disebut recovered. Recovered dari Kontraktor dapat diperoleh kembali dari pendapatan kotor hasil penjualan hidrokarbon pada tahun bersangkutan. Bila cost recovery kontraktor melebihi pendapatan (Gross Revenue), maka kekurangan tersebut dapat diperoleh pada tahun berikutnya. Kekurangan pada tahun yang bersangkutan disebut dengan carry forward, sedangkan kekurangan pada tahun sebelumnya disebut sebagai unrecovered prior years. Rumus Cost Recovery adalah sebagai berikut: C𝑜𝑠𝑡 𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = 𝐷𝐶𝐶 + 𝑁𝐶𝐶 + 𝑂𝑃𝐸𝑋 + 𝑈𝐶
14
Dimana: DCC = Depresiasi Capital Cost NCC = Non-Capital Cost OPEX = Operating Cost UC = Unrecovered Cost II.5.6 Equity to be Split Equity to be Split adalah Gross Revenue dikurangi FTP dan Recovered, Rumus ETS adalah sebagai berikut: 𝐸𝑇𝑆 = 𝐺𝑟𝑜𝑠𝑠 𝑅𝑒𝑣𝑒𝑛𝑢𝑒 − 𝐹𝑇𝑃 − 𝐶𝑜𝑠𝑡 𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 Jumlah ini yang akan dibagi antara Pemerintah dan Kontraktor yang didapat dari kesepakatan split yang sudah ditentukan. II.5.7 Profit Oil to be Split Profit oil to be split adalah pembagian hasil minyak dari Gross Revenue dikurangi Royalty dan Cost Recovery rumus dari Profit Oil to be Split adalah sebagai berikut: Profit Oil to be Split :Gross Revenue – Royalty – Cost Recovery
II.5.8 Contractor Share Bagian kontraktor merupakan hak bagian kontraktor yang berasal dari pendapatan kotor setelah dipotong biaya sebelum pajak dikalikan dengan Equity to be Split/Profit Oil to be Split
15
II.5.9 Taxable Income Taxable Income merupakan bagian pendapatan kontraktor yang dikenal dengan istilah pajak. Kriteria pajak yang dikenakan adalah seluruh bagian kontraktor yang merupakan keuntungan. Taxable Income = Investment + Contractor Share + FTP II.5.10 Tax Tax merupakan aspek penting dari keekonomian dimana setiap negara berhak untuk mendapatkan Tax dari sebuah pendapatan berikut adalah rumus untuk mendapat nilai Tax 𝑇𝑎𝑥 = % Tax Government x Taxable Income Government Tax adalah Pajak pemerintah yang dikenakan pada seluruh penghasilan kontraktor. Besarnya Tax tersebut yakni 40% untuk Indonesia dan 45% untuk Malaysia
II.5.11 Domestic Market Obligation (DMO) Di Indonesia terdapat kebijakan dimana Sumber daya alam yang telah diambil harus diprioritaskan terlebih dahulu untuk kebutuhan industri pengolahan dalam negeri. Kewajiban memasok kebutuhan domestik dalam sejumlah volume tertentu untuk dalam negeri, itulah yang disebut dengan Domestic Market Obligation (DMO). DMO fee merupakan jumlah uang yang dibayarkan pemerintah ke kontraktor atas DMO yang diserahkan. Dimana nilai presentase DMO fee dapat berubah tiap tahunnya sesuai persetujuan pemerintah dan kontraktor. DMO dapat di tiadakan apabila hasil produksi hanya dijual kedalam negeri, sehingga seluruh produksi pada dasarnya akan memasok kebutuhan domestik. DMO = 25% x Produksi DMO Fee = 25% x Harga Minyak x Volume DMO
16
II.5.12 Government Take Government Take adalah nilai keseluruhan yang didapatkan oleh pemerintah. rumus Government Take untuk Indonesia adalah sebagai berikut: Gov. Take = Gov. ETS + (DMO – DMO Fee) + Gov. Tax
Rumus Government Take Untuk Malaysia adalah sebagai berikut:
Gov. Take = Gov Split + Royalty+ Gov. Tax
17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penilitian mengenai Analisis perbandingan Fiscal Regimes Production Sharing Contract di Indonesia dan Malaysia akan dilakukan di PT. Saka Energi Indonesia yang terletak di The Energy Tower pada daerah Sudirman Central Business Jakarta Pusat. District Waktu penelitian dimulai pada awal Februari sampai dengan akhir Maret 2019.
III.1 Jadwal Penelitian Penelitian untuk Tugas Akhir ini akan dilakukan pada awal Februari hingga akhir Maret selama kurang lebih dua bulan. Tabel III.1 Jadwal Kegiatan penelitian Tugas Akhir
18
III.3 Flowchart Flowchart berikut menunjukkan langkah kerja yang dilakukan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini.
START
INPUT DATA Rate produksi, harga minyak, CAPEX, OPEX
PSC Cost Recovery
PSC Malaysia
Indonesia
Hasil Keekonomian NPV, IRR, POT, Cont. Take, Gov. Take 19 Analisis
20