87795_laprak Ss.docx

  • Uploaded by: Inna Takdir
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 87795_laprak Ss.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,086
  • Pages: 22
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL……………………………………………………………………………i DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………...ii A.TUJUAN ..................................................................................................................................... 1 B.DASAR TEORI........................................................................................................................... 1 B.1 Salep ..................................................................................................................................... 1 B.2 Krim ..................................................................................................................................... 3 B.3 Gel ....................................................................................................................................... 4 B.4 Uji Fisik Sediaan Semisolid ............................................................................................... 5 C.ALAT DAN BAHAN ................................................................................................................. 7 D.CARA KERJA ............................................................................................................................ 8 1.

Salep (Formula 1) ................................................................................................................ 8

2.

Gel (Formula 4).................................................................................................................... 8

3.

Krim (Formula 5) ................................................................................................................. 9

4. Evaluasi Fisik ..................................................................................................................... 10 E.DATA PENGAMATAN ........................................................................................................... 12 1.

Penimbangan Bahan........................................................................................................... 12

2.

Data Pengamatan ............................................................................................................... 13

F.PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 15 G.KESIMPULAN ......................................................................................................................... 19 H.DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 19 I.LAMPIRAN ............................................................................................................................... 20

ii

A. TUJUAN 1.

Mahasiswa dapat mengetahui dan melakukan pembuatan beberapa jenis sediaan semisolida (Salep,Gel, Krim).

2.

Mahasiswa dapat mengetahui dan melakukan beberapa uji fisik terhadap sediaan semisolida.

3.

Mahasiswa dapat mengetahui dan melakukan uji pelepasan obat dari sediaan semisolida.

4.

Mahasiswa dapat membandingkan cara pembuatan, karakteristik fisik dan pelepasan obat dari berbagai jenis basis.

B. DASAR TEORI Berbagai macam bentuk sediaan obat, baik itu liquid, solid dan semisolid telah dikembangkan oleh ahli farmasi dan industri. Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, yang bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang sesuai untuk di konsumsi oleh masyarakat. Sediaan semisolid adalah sediaan setengah padat yang dibuat untuk tujuan pengobatan topikal melalui kulit. Bentuk sediaan ini dapat bervariasi tergantung bahan pembawa (basis) yang digunakan, yaitu salep, krim, gel atau pasta. Untuk mengembangkan bentuk sediaan semisolida yang baik harus diperhatikan beberapa faktor antara lain : struktur, berat molekul dan konsentrasi obat yang dapat melalui kulit, jumlah obat yang dilepaskan dari pembawa pada permukaan kulit: jumlah obat yang terdifusi melalui stretum korneum; stabilitas fisika dan kimia sediaan selama penyimpanan dan penerimaan pasien terhadap formula yang dibuat. Faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan formulasi sediaan semisolida adalah : 1. Struktur kulit, dimana kebanyakan dari sediaan semisolid ditujukan untuk penggunaan topikal, kulit sendiri merupakan pelindung terluar yang tersusun oleh beberapa lapisan dengan bahan yang berbeda sehingga bahan yang ditujukan setidaknya mempunyai kemampuan untuk menembus kulit 2. Formulasi sediaan semisolida B.1 Salep Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar (FI III, 1979). Salep (unguenta) adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir (Depkes RI, 1995). Salep merupakan bentuk sediaan 1

dengan konsistensi semi solid yang berminyak dan pada umumnya tidak mengandung air dan mengandung bahan aktif yang dilarutkan atau didispersikan dalam suatu pembawa (basis). Menurut Farmakope Indonesia IV terdapat 4 jenis bahan dasar (basis) salep yaitu basis hidrokarbon, basis serap, basis yang dapat dicuci dengan air, dan basis larut air. Syarat pembuatan salep 1. Pemerian : Tidak boleh berbau tengik. 2. Kadar : Kecuali dinyatakan lain untuk salep yang mengandung obat keras/narkotik, kadar obat adalah 10%. 3. Dasar salep : kecuali dinyatakan lain, basis salep adalah vaselin putih (vaselin album). 4. Homogenitas : jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus menunjukkan susunan yang homogen. Kualitas salep yang baik 1. Stabil, selama dipakai harus bebas dari inkompatibilitas, tidak terpengaruh oleh suhu dan kelembaban kamar. 2. Lunak,semua zat yang ada dalam salep harus dalam keadaan halus, dan seluruh produk harus lunak dan homogen. 3. Mudah dipakai atau mudah dioleskan. 4. Dasar salep yang cocok. 5. Dapat terdistribusi merata. Kelebihan salep 1. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit. 2. Sebagai bahan pelumas pada kulit. 3. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan rangsang kulit. 4. Sebagai obat luar Kekurangan Salep ·

Berdasarkan basis : 1. Kekurangan basis hidrokarbon Sifatnya yang berminyak dapat meninggalkan noda pada pakaian serta sulit tercuci tidak sulit di bersihkan dari permukaan kulit. 2. Kekurangan basis absorpsi 2

Kurang tepat bila di pakai sebagai pendukung bahan bahan antibiotik dan bahan bahan kurang stabil dengan adanya air, mempunyai sifat hidrofil atau dapat mengikat air. B.2 Krim Menurut farmakope indonesia IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Sedangkan menurut Formularium Nasional krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung air tidak kurang dari 60 % dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (FI III, 1979). Basis krim Yang membedakan krim dengan salep adalah krim menggunakan 2 medium yaitu air dan minyak yang dibentuk menjadi sebuah emulsi oleh emulgator. Emulsi sendiri ada 2 tipe, tipe minyak dalam air (m/a) yaitu mengandung banyak air dan minyak terbagi rata di dalam air, dan tipe air dalam minyak (a/m) yaitu mengandung banyak minyak dan butir-butir air terbagi di dalam minyak. 1. Tipe M/A Biasanya digunakan pada kulit, mudah dicuci, sebagai pembawa dipakai pengemulsi campuran surfaktan. Sistem surfaktan ini juga bisa mengatur konsistensi. Sifat Emulsi M/A: Dapat diencerkan dengan air. Mudah dicuci dan tidak berbekas.Untuk mencegah terjadinya pengendapan zat maka ditambahkan zat yang mudah bercampur dengan air tetapi tidak menguap (propilen glikol). Formulasi yang baik adalah cream yang dapat mendeposit lemak dan senyawa pelembab lain sehingga membantu hidrasi kulit. Contohnya : sabun polivalen, span, adeps lanae, kolsterol dan cera. 2. Tipe A/M Mengandung zat pengemulsi A/M yang spesifik seperti adeps lanae, wool alcohol, atau ester asam lemak dengan atau garam dari asam lemak dengan logam bervalensi dua. Sifat Emulsi A/M: Emulsi ini mengandung air yang merupakan fase internalnya dan minyak merupakan fase luarnya. Emulsi tipe A/M umumnya mengandung kadarair yang kurang dari 25% dan mengandung sebagian besar fase minyak. Emulsi jenis ini dapat diencerkan atau bercampur dengan minyak, akantetapi sangat sulit bercampur/dicuci dengan air. Contohnya :Sabun monovalen (TEA, Na stearat, K stearat, Amonium stearat), Tween, Na lauril sulfat, kuning telur, Gelatin, Caseinum, CMC, Pektin,Emulgid.

3

Masalah sediaan krim Kerusakan yang terjadi pada sediaan krim: 1. Cracking: pemisahan fase terdispersi 2. Creaming : terbentuk emulsi yang terkonsentrasi sehingga membentuk krim pada permukaan emulsi 3. Flokulasi/Agregasi: agregasi yang bersifat reversible (partikel partikel saling berkumpul) 4. Coalesence : bersatunya aglomerat menjadi globul yang lebih besar. Kelebihan sediaan krim 1. Mudah menyebar rata 2. Praktis 3. Mudah dibersihkan atau dicuci 4. Cara kerja berlangsung pada jaringan setempat 5. Tidak lengket terutama tipe m/a 6. Memberikan rasa dingin (cold cream) berupa tipe a/m 7. Digunakan sebagai kosmetik 8. Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun. Kekurangan sediaan krim 1. Susah dalam pembuatannya karena pembuatan krim harus dalam keadaan panas. 2. Gampang pecah disebabkan dalam pembuatan formula tidak pas. 3. Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe a/m karena terganggu sistem campuran terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan. B.3 Gel Gel merupkan sistem semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (Depkes RI, 1995). Gel kadang – kadang disebut jeli. Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan. Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau makromolekul senyawa organik, masingmasing terbungkus dan saling terserap oleh cairan.Berguna untuk kosmetik, gel digunakan pada shampo, parfum, pasta gigi, dan kulit dan sediaan perawatan rambut. Gel dapat digunakan untuk 4

obat yang diberikan secara topikal (non streril) atau dimasukkan kedalam lubang tubuh atau mata (gel steril). Keuntungan sediaan gel Untuk hidrogel : efek pendinginan pada kulit saat digunakan; penampilan sediaan yang jernih dan elegan; pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus pandang, elastis, daya lekat tinggi yang tidak menyumbat pori sehingga pernapasan pori tidak terganggu; mudah dicuci dengan air; pelepasan obatnya baik; kemampuan penyebarannya pada kulit baik. Kekurangan sediaan gel : 1. Untuk hidrogel : harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal. 2. Penggunaan emolien golongan ester harus diminimalkan atau dihilangkan untuk mencapai kejernihan yang tinggi. 3. Untuk hidroalkoholik : gel dengan kandungan alkohol yang tinggi dapat menyebabkan pedih pada wajah dan mata, penampilan yang buruk pada kulit bilaterkena pemaparan cahaya matahari, alkohol akan menguap dengan cepat dan meninggalkan film yang berpori atau pecah-pecah sehingga tidak semua area tertutupi atau kontak dengan zat aktif. B.4 Uji Fisik Sediaan Semisolid Uji fisik digunakan untuk mengetahui atau menguji stabilitas fisika suatu sediaan. Stabilitas fisik adalah kemampuan suatu sediaan untuk mempertahankan pemerian, rasa, keseragaman, kelarutan, dan sifat fisik lainnya. Uji fisik sediaan semi solid umumnya meliputi : 1.

Homogenitas Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain harus menunjukkan susunan yang homogen (Depkes RI, 1979)

2.

Viskositas/ Rheologi Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, makin tinggi viskositas akan semakin besar tahanannya (Martin et al, 1993).

5

3.

Daya lekat Uji daya lekat bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh suatu sediaan semi solid untuk melekat pada kulit. Hal ini juga berhubungan dengan lama kerja obat. semakin lama waktu yang dibutuhkan maka semakin lama daya kerja obat.

4.

Daya Sebar Uji daya sebar atau penghamburan adalah kemampuan sediaan untuk disebarkan pada kulit. Caranya yaitu dengan Extensometer. Sediaan semi solid dengan volume tertentu dibawa ke pusat antara 2 lempeng gelas, kemudian lempeng sebe;ah atas dalam interval waktu tertentu dibebani dengan anak timbang. Permukaan penyebaran yang dihasilkan dengan naiknya pembebanan menunjukkan karakteristik untuk daya sebar (Voigt, 1994).

5.

Daya Proteksi Uji daya proteksi dilakukan untuk mengetahui kemampuan proteksi atau perlindungan terhadap pengaruh asing dari luar yang dapat mengurangi efektifitas sediaan semi solid. Semakin lama waktu yang dibutuhkan maka semakin baik daya proteksi sediaan yang dihasilkan.

6.

Organoleptis Uji organoleptis adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui segi estetika dari sediaan semi solid yang meliputi bau, rasa, tekstur, dan warna.

7.

pH Dilakukan untuk mengetahui pH sediaan semi solid yang dibuat. pH bertanggung jawab terhadap stabilitas zat aktif, efetifitas pengawet, serta keadaan kulit. Pengujiannya adalah dengan menggunakan pH meter.

6

C. ALAT DAN BAHAN No.

Alat

No.

Bahan

1.

Mortir

1.

Asam Salisilat

2.

Stamper

2.

Etanol

3.

Cawan porselen

3.

Vaselin

4.

Gelas arloji

4.

HPMC

5.

Gelas ukur 25 mL

5.

Aqua

6.

Sudip

6.

Parafin cair

7.

Spatula

7.

Cetil alcohol

8.

Beker glass

8.

Gliserin

9.

Kertas saring

9.

Tween 80

10.

Alat daya sebar

10.

Span 80

11.

Milimeter blok

12.

Alat daya lekat

13.

Kuvet

14.

Timbangan digital

15.

Pepet tetes

16.

Kompor

17.

Waterbath

18.

Pot sediaan

7

D. CARA KERJA 1. Salep (Formula 1) Menimbang asam salisilat sebanyak 5 gram

Asam salisilat dimasukkan mortir

Menambahkan etanol ± 4 mL

Gerus hingga halus (hilang bentuk Kristal) selama ± 2 menit

Menambahkan vaselin sampai 50 gram

Gerus dan homogenkan 2. Gel (Formula 4) Menimbang HPMC sebanyak 3,020 gram

Dilarutkan dengan sejumlah aquades 15 mL sampai mengembang dan homogen

Menimbang Asam Salisilat sebanyak 5,085 gram

Asam Salisilat dimasukkan mortir hangat

Tambahkan etanol 25 tetes

Gerus hingga halus (hilang bentuk Kristal)

Masukkan lelehan basis HPMC, secara geometris, homogenkan. 8

3. Krim (Formula 5) Menimbang sejumlah fase minyak : Cetil Alkohol 0,25 gram; Parafin Cair 7,53 gram. Lalu dilelehkan dalam waterbath selama ±15 menit

Menimbang fase hidrofil : Gliserin 2,53 gram; Aquades add 49 gram dan panaskan pada suhu 70o C

Menimbang emulgator tween 80 sebanyak 3,61 gram dan span 80 sebanyak 1,41 gram

Lalu campurkan pada fase minyak pada suhu 70o C, homogenkan

Timbang Asam Salisilat sebanyak 5 gram

Lalu gerus Asam Salisilat dan etanol ±2 mL

Masukkan campuran minyak emulgator ke Asam Salisilat yang sudah digerus.

Masukkan fase air sambal digerus

9

4. Evaluasi Fisik a) Uji Daya Sebar Ditimbang salep 0,5 gram Salep diletakkan ditengah kaca berskala Timpa kaca selama 1 menit Hitung diameter sebar Tambah beban mulai 50 gram Diamkan 1 menit Tambahkan beban hingga 500 gram Hitung luas sebaran rata-rata Replikasi 3 kali b) Uji Daya Rekat Oleskan salep 0,5 gram pada area 2x2 cm Letakkan obyek gelas lain (sedikit bergeser)

Timpa dengan beban 1 kg selama 5 menit Pasang alat uji Lepaskan beban 80 gram Hitung waktu hingga rekatan terlepas kemudian Replikasi 3 kali

10

c) Uji Daya Proteksi Ambil selembar kertas saring Basahi fenolftalein sebagai indikator, keringkan Olesi dengan salep. Pada kertas saring lain, buat area 2x5 cm

Tutup pinggirnya dengan paraffin yang dicairkan, tempelkan

Teteskan area dengan KOH 0,1 N Amati pada detik/menit ke berapa muncul warna pink (maks 5 menit)

d) Uji Homogenitas Fisik Siapkan gelas objek untuk pengamatan Oleskan sediaan semisolid yang telah dibuat (salep, gel dank rim) pada gelas obyek

Amati homogenitas fisik salep, gel dank rim kemudian tulis hasil pengamatan pada lembar kerja

11

E. DATA PENGAMATAN 1.

Penimbangan Bahan Salep (Formula 1) No.

Bahan

Fungsi

Jumlah

1.

Asam Salisilat

Zat Aktif

5g

2.

Etanol

Pelarut

q.s

3.

Vaselin

Basis

50 g

Gel (Formula 4) No.

Bahan

Fungsi

Jumlah

1.

Asam Salisilat

Zat Aktif

5g

2.

Etanol

Pelarut

q.s

3.

HPMC

Basis

3g

4.

Aquadest

Pelarut

ad 50 mL

Krim (Formula 5) No.

Bahan

Fungsi

Jumlah

1.

Asam Salisilat

Zat Aktif

5g

2.

Etanol

Pelarut

q.s

3.

Parafin Cair

Fase Minyak

7,5 g

4.

Cetil Alkohol

Fase Minyak

0,25 g

5.

Gliserin

Pembasah

2,5 g

6.

Tween 80

Emulgator

3,61 g

7.

Span 80

Emulgator

1,39 g

8.

Aquadest

Pelarut

ad 50 mL

12

2.

Data Pengamatan a) Uji Daya Rekat Formula

t (detik)

t rata-rata (detik)

Replikasi 1

Replikasi 2

Replikasi 3

1 (Salep)

1,68

2,05

1,41

1,71

4 (Gel)

3,74

5,53

8,53

5,93

5 (Krim)

1,67

1,39

1,33

1,46

b) Uji Homogenitas Formula

Tersebar ketika dioles

Terdapat butir kristal

1 (Salep)

+

-

4 (Gel)

+

-

5 (Krim)

+

-

c) Uji Daya Sebar Salep (Formula 1) No.

Beban

1.

Diameter (mm)

Rata-rata

Replikasi 1

Replikasi 2

Replikasi 3

(mm)

Tanpa beban

27,5

36

31,3

31,6

2.

+ 50 g

33

40,3

34

35,8

3.

+ 100 g

35

43

34,7

37,6

4.

+ 200 g

35,3

45,7

34,7

38,6

5.

+ 400 g

35,3

50

36,7

40,7

6.

+ 500 g

37,3

51

35

41,1

13

Gel (Formula 4) No.

Beban

1.

Diameter (mm)

Rata-rata

Replikasi 1

Replikasi 2

(mm)

Tanpa beban

34

37,5

35,8

2.

+ 50 g

37,5

44,5

41,0

3.

+ 100 g

37

45,5

41,3

4.

+ 200 g

37

48,3

42,7

5.

+ 400 g

37,5

51,5

44,5

6.

+ 500 g

36,7

52

44,3

Krim (Formula 5) No.

Beban

1.

Diameter (mm)

Rata-rata

Replikasi 1

Replikasi 2

(mm)

Tanpa beban

41,5

32,5

37,0

2.

+ 50 g

47,7

33

40,3

3.

+ 100 g

49,3

34,5

41,9

4.

+ 200 g

47,7

37

42,3

5.

+ 400 g

50

35,3

42,7

6.

+ 500 g

50

36

43,3

d) Uji Daya Proteksi Formula

Waktu 15 detik

30 detik

45 detik

60 detik

3 menit

5 menit

1 (Salep)

-

-

-

-

-

-

2 (Gel)

-

-

-

-

-

-

3 (Krim)

-

-

-

-

-

-

Keterangan : + = muncul noda merah - = tidak muncul noda merah

14

F. PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini, praktikan membuat sediaan semisolid yaitu gel, krim dan salep. Bahan aktif yang diguankan adalah asam salisilat, dimana asam salisilat itu berfungsi sebagai anti-inflamasi. Dalam praktikum ini, hal yang dilakukan mula-mula dengan memilih formula yang telah tersedia untuk masing-masing bentuk sediaan. Kemudian dilakukan penyesuaian formula (menghitung bahan-bahan yang dibutuhkan). Alat yang digunakan adalah mortir, stamper, cawan porselen, gelas arloji, gelas ukur 10ml, botol timbang, sudip, spatula, beker glass, kertas saring, alat daya sebar, dan millimeter blok. Langkah selanjutnya adalah membuat masing-masing bentuk sediaan (gel, krim dan salep) 1. Pembuatan Gel Gel merupakan sediaan semisolid dengan basis hidrofil. Sebagian besar kandungan di dalam gel adalah air. Gelling agent yang digunakan pada praktikum ini adalah PEG (Polietilen Glikol). Penggunaan PEG dapat meningkatkan kelarutan obat di dalam tubuh. Dalam industri, PEG digunakan untuk melarutkan obat-obat yang tidak larut air. Bahan yang digunakan pada pembuatan gel pada praktikum ini adalah asam salisilat, PEG 400, PEG 4000, etanol, dan propilen glikol. Mula-mula pada pembuatan gel dimulai dengan membuat basis hidrofilnya terlebih dahulu. PEG 4000 yang berbentuk serbuk dilelehkan di atas waterbath dengan suhu 70°C. Setelah selesai dilelehkan, PEG 4000 dicampur dengan PEG 400 hingga homogen. Pencampuran dilakukan di atas waterbath. Setelah itu bahannya yaitu asam salisilat dilarutkan dengan etanol dan digerus. Fungsi dari etanol ini untuk menghomogenkan asam salisilat supaya mudah dihomogenkan kembali dengan bahan yang lainnya. Kemudian dimasukkan lelehan PEG dan digerus. Proses penggerusan dilakukan sampai semua bahan-bahan homogen. Selama proses penggerusan tidak dianjurkan untuk digerus terlalu kuat karena dapat menyerap udara sehingga menyebabkan timbulnya gelembung-gelembung udara dalam sediaan yang nantinya dapat mempengaruhi pH sediaan. 2. Pembuatan Krim Pada pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses emulsifikasi. Pembuatan krim pada praktikum ini dilakukan dengan formulasi bahan mengandung asam salisilat, etanol, parafin cair, cetil alkohol, gliserin, tween 80, span 80, dan akuades. Proses pembuatan fase minyak dan fase air dilakukan secara terpisah. Komponen tidak bercampur 15

dengan air (fase minyak) seperti cetil alkohol dicairkan di penangas air pada suhu 70°C terlebih dahulu kemudian ditambahkan parafin cair, tween 80, dan span 80. Fase minyak tersebut dihomogenkan diatas suhu 70oC. Untuk fase air, dilakukan hal yang sama yaitu gliserin dan akuades dengan jumlah tertentu dicampurkan diatas suhu 70oC. Semua larutan berair yang tahan panas, dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen lemak. Larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam campuran lemak yang cair dan diaduk secara konstan pada mortir, dilakukan selama 5-10 menit untuk mencegah kristalisasi dari lilin/lemak. Campurkan perlahan-lahan didinginkan dengan pengadukan yang terus-menerus sampai campuran mengental. Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan leburan lemak, maka beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase lemak dengan fase cair. Pada praktikum ini, fase air yang ditambahkan hanya 25 ml. 3. Pembuatan Salep Dalam pembuatan salep yang digunakan adalah metode triturasi. Metode triturasi dilakukan dengan mencampur semua bahan yang digunakan tanpa adanya pemanasan. Metode ini dilakukan pada pembuatan sediaan dengan basis hidrokarbon vaselin yaitu lemak/minyak. Bahan yang digunakan yaitu asam salisilat, vaselin dan etanol. Pembuatan sediaan dengan dilarutkan terlebih dahulu asam salisilat di dalam etanol secukupnya agar nanti bisa melarut di eksipien. Asam salisilat yang kelarutannya buruk di dalam air membutuhkan etanol sebagai pelarut, agar penyatuan bahan menjadi homogen. Sifat fisik sediaan mempengaruhi tercapainya efek farmakologis sesuai yang diharapkan. Parameter pengujian sifat fisik sediaan semisolid antara lain uji homogenitas, uji daya sebar, uji daya lekat, dan uji proteksi. Uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui kehomogenan zat aktif dalam basis, sehingga setiap kali sediaan tersebut digunakan dosisnya sama. Selain itu, uji homogenitas ini melihat apakah masih ada partikel obat yang terlalu kasar yang dapat menimbulkan iritasi pada kulit. Homogenitas juga dapat dipengaruhi oleh faktor penggerusan yang dilakukan pada saat pembuatan. Pada uji homogenitas ini, prinsipnya formula semisolid harus menunjukkan hasil yang homogen di atas kaca objek, tidak terlihat adanya partikel-partikel kecil yang membuat sediaan terasa kasar jika sediaan ingin dikatakan homogen. Uji homogenitas dilakukan dengan

16

mengoleskan sediaan semisolid (salep,krim,dan gel) pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok kemudian hasilnya harus menunjukan susunan yang homogen. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, ketiga sediaan semisolid yang dibuat memiliki homogenitas yang baik ditunjukkan dengan tidak adanya pertikel yang terbentuk acak/tidak merata. Uji daya sebar dimaksudkan untuk mengetahui penyebaran zat aktif di kulit. Sediaan semisolid diharapkan mampu menyebar dengan mudah tanpa tekanan sehingga mudah dioleskan dan tingkat kenyamanan pengguna sediaan dapat meningkat karena tidak menimbulkan rasa sakit. Rekomendasi Garg et al.,2009 daya sebar yang baik adalah 50 - 70 mm menunjukkan konsistensi semifluid yang sangat nyaman dalam penggunaan. Sediaan ditimbang sejumlah 0,5 gram kemudian ditimpa dengan gelas datar (kami menggunakan cawa petri) selama 1 menit. Pengukuran dilakukan dengan kertas milimeter blok pada 3 diameter sisi tertentu dan diperoleh rata-rata diameter. Dari pengujian salep ini diperoleh diameter rata-rata tanpa beban 31,6 mm, dengan beban 50 gram diameter rata-ratanya 35,8 mm, beban 100 gram diameter rata-ratanya 37,6 mm, beban 200 gram diameter rata-ratanya 38,6 mm, beban 400 gram diameter rata-ratanya 40,7 mm, dan beban 500 gram diameter rata-ratanya 41,1 mm. Sedangkan untuk sediaan gel secara berturut-turut 35,8 mm; 41 mm; 41,3 mm; 42,7 mm; 44,5 mm; dan 44,3. Kemudian sediaan krim 37 mm; 40,3 mm; 41,9 mm; 42,3 mm; 42,7 mm; dan 43,3 mm. Diameter daya sebar yang dihasilkan tiap beban berbeda-beda, semakin berat beban yang digunakan semakin besar diameter yang akan dihasilkan. Persyaratan daya sebar yang baik untuk sediaan topikal yaitu sekitar 50-70 mm ini baik tanpa beban maupun dengan penambahan beban tertentu. Namun pada praktikum ini, diameter yang diperoleh tidak sesuai atau kurang dari yang telah ditentukan. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga sediaan semisolid daya sebarnya di kulit kurang baik. Uji ini akan mempengaruhi kemampuan absorpsi sediaan secara topikal. Karena daya sebar yang baik akan menimbulkan kontak antara kulit dengan obat semakin luas sehingga absorpsi obat akan berlangsung cepat (Hani, 2014). Uji daya rekat dimaksudkan untuk mengetahui sediaan yang mempunyai sifat lebih lama melekat pada kulit. Semakin lama daya rekat sediaan maka ikatan antara sediaan dengan kulit semakin baik sehingga absorbs obat oleh kulit akan semakin baik dan tidak mudah terlepas dari kulit. Pengujian ini dengan melihat lamanya sediaan melekat pada gelas objek setelah diberi 17

beban kemudian beban dilepaskan. Kemudian daya rekat diukur/dihitung waktunya hingga sediaan muncul warna. Sebagai syarat daya rekat yang baik sediaan semisolid yaitu lebih dari 4 detik. Hasil yang didapat dari pengujian ini untuk salep memiliki daya rekat selama 1,71 detik pada kulit. Kemudian untuk gel memiliki daya rekat selama 5,93 detik serta untuk sediaan krim selama 1,46 detik. Maka untuk sediaan yang memiliki daya rekat yang baik adalah sediaan gel. Sediaan salep dan krim memiliki daya rekat yang buruk sehingga hal ini dapat pula berpengaruh terhadap absorpsi obat pada kulit kurang optimal. Uji daya proteksi dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan sediaan untuk melindungi kulit dari pengaruh luar seperti asam, basa, debu, polusi, dan sinar matahari. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan KOH 0,1 N yang mempunyai sifat basa kuat dimana KOH 0,1 N mewakili zat yang dapat mempengaruhi efektivitas kerja sediaan semisolid terhadap kulit, KOH 0,1 N akan bereaksi dengan phenoftalein yang akan membentuk warna merah muda, yang berarti sediaan tidak mampu memberikan proteksi terhadap pengaruh luar, syarat sediaan yang baik seharusnya mampu memenuhi standar kualitas daya proteksi sediaan topikal dengan memberikan proteksi terhadap semua pengaruh luar yang ditandai dengan tidak munculnya noda merah muda, apabila muncul noda merah muda pada kertas saring yang ditetesi dengan KOH 0,1 N hal ini dapat mempengaruhi efektifitas sediaan tersebut terhadap kulit. Hasil yang didapat pada pengujian terhadap ketiga sediaan semisolid (salep, gel krim) tidak muncul noda merah pada waktu yang telah ditentukan. Maka dari pengamatan tersebut dapat menunjukkan bahwa ketiganya memiliki daya proteksi yang baik terhadap pengaruh luar. Secara fisik, sediaan semisolid memilki karakteristik yang hampir sama. Baik secara kemampuan penyebarannya, proteksi terhadap lingkungan luar, dan homogenitas. Terdapat beberapa uji yang tidak sesuai dengan teori yang ada. Hal ini dapat terjadi dikarenakan adanya faktor-faktor yang berpengaruh seperti : 1. Proses pencampuran harus sesuai (pada suhu dan kondisi yang sesuai) 2. Pengadukan dilakukan harus dengan kecepatan yang telah ditentukan (krim harus sesegera mungkin agar fase air dan minyak homogen sempurna) 3. Kebersihan dan sterilitas lingkungan, praktikan, bahan, dan alat yang digunakan. Karena

stabilitas sediaan semisolid sangat rentan terhadap mikroba. 4. Formulasi dari masing-masing sediaan. 18

G. KESIMPULAN Pembuatan sediaan semisolid, pertama yang harus diperhatikan adalah formulasi kemudian proses pembuatan harus sesuai baik secara tahapan, kebersihan, hingga suhu (temperatur). Kemudian untuk mengetahui kualitas dari sediaan semisolid yang penggunaannya sebagai transdermal, dilakukan uji fisik berupa homogenitas, daya sebar, proteksi dan daya rekat. Sediaan yang kami buat memiliki homogenitas (partikel merata) dan daya proteksi yang baik terhadap pengaruh luar ditunjukkan dengan tidak adanya noda merah setelah adanya reaksi sediaan dengan KOH (zat basa kuat). Sedangkan berdasarkan uji daya sebar, ketiga sediaan memiliki daya sebar yang kurang baik karena memiliki daya sebar kurang dari 50-70 mm (31,6 mm-44,5 mm) baik tanpa beban maupun dengan penambahan beban. Kemudian berdasarkan uji daya rekat, hanya sediaan gel yang memiliki daya rekat baik selama lebih dari 4 detik yaitu 5,93 detik. Beberapa hal diatas (formulasi dan proses pembuatan) yang dapat mempengaruhi kurang optimalnya pembuatan sediaan semisolid yang baik.

H. DAFTAR PUSTAKA Ansel H.C., 1998, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Ed IV, UI Press, Jakarta Anonim. 1978. Formularium Nasional. Edisi Kedua. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Ansel C Howard. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI press Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Jakarta. Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta. Voigt, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi Kelima. Yogyakarta : UGM Press

19

I.

LAMPIRAN

Gb 1. Penimbangan bahan

Gb 2. Sediaan krim, salep, dan gel

Gb 3. Uji daya rekat pada sediaan

Gb 4. Uji daya proteksi sediaan menggunakan kertas saring

20

Gb 5. Uji daya sebar sediaan

Gb 6. Pengukuran diameter uji sediaan pada uji daya sebar

Gb 7 dan 8. Uji homogenitas sediaan 21

More Documents from "Inna Takdir"