84956_neurology Disorder Or Altered Conciuos Level In Pregnancy _ Eka Yulizar & Vinny Violita Aprilia.docx

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 84956_neurology Disorder Or Altered Conciuos Level In Pregnancy _ Eka Yulizar & Vinny Violita Aprilia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,214
  • Pages: 48
Telaah Ilmiah

NEUROGICAL DISEASE OR ALTERED CONCIOUS LEVEL IN PREGNANCY

Oleh Eka Yulizar, S.Ked

04054821820006

Vinny Violita Aprilia, S.Ked

04054821820011

Pembimbing dr. Rose Mafiana, SpAn, KNA, KAO, MARS

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2019

I

HALAMAN PENGESAHAN Judul Telaah Ilmiah Neurological Disease or Altered Consious Level in Pregnancy

Oleh: Eka Yulizar, S.Ked

04054821820006

Vinny Violita Aprilia, S.Ked

04054821820011

Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 31 Desember- 4 Februari 2019.

Palembang, Januari 2019

dr. Rose Mafiana, SpAn, KNA, KAO, MARS

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan YME karena atas rahmat dan berkat-Nya Telaah Ilmiah yang berjudul “Neurological Disease or Altered Concious Level in Pregnancy” ini dapat diselesaikan tepat waktu. Telaah Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan klinik di Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif

RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Rose Mafiana, SpAn, KNA, KAO, MARS atas bimbingannya sehingga penulisan ini menjadi lebih baik. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan telaah ilmiah ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk penulisan yang lebih baik di masa yang akan datang.

iii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................3 BAB III KESIMPULAN .......................................................................................43 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................44

iv

BAB I PENDAHULUAN

Penyakit neurologis pada kehamilan adalah suatu gangguan neurologis yang timbul akibat proses kehamilan atau eksaserbasi neurologis yang sudah ada sebelumnya. Penyakit neurologis merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran pada ibu hamil.1 Penyakit neurologis pada ibu hamil dapat berupa epilepsi, nyeri kepala, trombosis vena otak, perdarahan subarakhnoid, penyakit serebrovaskular, multipel sklerosis, miastenia gravis, Myothonic dystrpohy, Bell’s palsy, dan Carpal Tunnel Syndrome.1 Epilepsi dapat terjadi pada 0,5-1% ibu hamil. Setiap tahunnya, ± 2500 bayi lahir dari ibu dengan riwayat epilepsi. nyeri kepala merupakan gejala yg sering dialami ibu hamil, dengan presentase sebanyak 50-90%. Nyeri kepala yg umumnya terjadi yaitu migrain. Trombosis vena otak dapat terjadi pada 1 dari 10.000 ibu hamil. Insiden terjadinya perdarahan subarakhnoid yaitu 20 dari 100.000 kehamilan. Kejadian tersebut 3 kali lipat lebih besar dibandingkan pada wanita yang tidak hamil. Penyakit serebrovaskular seperti stroke dapat terjadi sebanyak 34 dari 100.000 kehamilan dan dapat menyebabkan kematian pada ibu hamil sebanyak 12%. multipel sklerosis dapat menurun saat trimester ketiga kehamilan (70%), namun gejala tersebut dapat muncul kembali setelah 3 bulan pasca persalinan (40%). Miastenia gravis dapat terjadi pada 40% ibu hamil, dimana 30% memiliki gejala yg serupa dan 30% lainnya mengalami remisi. Miatenia gravis dapat terjadi pasca persalinan (30%). 10% neonatus yang lahir dari ibu yang

mengalami

miastenia gravis akan mengalami neonatal miastenia. Miotonik distrofi umumnya terjadi pada trimester 3 kehamilan. Bells’s palsy dapat terjadi pada 45 dari 100.000 kehamilan, kejadian tersebut meningkat 10 kali lipat dibandingkan pada wanita yang tidak hamil. Carpal Tunnel Syndrome dapat mengenai 2-3% ibu hamil.1

1

Saat hamil, terjadi perubahan fisiologi seperti peningkatan cardiac output, hiperkoagulasi, peningkatan volume darah, vasodilatasi pembuluh darah, dan perubahan hormonal.1,2 Nyeri kepala seperti migrain terjadi akibat adanya vasodilatasi pembuluh darah di otak dan dapat juga terjadi hiperkoagulasi yang munyebabkan terbentuknya agregasi platelet pada pembuluh darah otak sehingga menstimulasi nociceptors. Hiperkoagulasi yang terjadi pada pembuluh darah otak juga dapat menyebabkan penyakit serebrovaskular seperti stroke. Trombosis vena otak terjadi karena hiperkoagulasi pada pembuluh vena otak. Terjadinya multipel sklerosis belum diketahui sepenuhnya, namun diduga terdapat peran dari sel T. Carpal Tunnel Syndrome retensi cairan dan perubahan sistem muskuloskeletal yang terjadi pada kehamilan. 1 Diperlukan pemilihan obat yang tepat dalam menatalaksana penyakit neurologis pada ibu hamil, karena obat-obat tersebut dapat menyebabkan toksisitas, gangguan pertumbuhan pada janin, dan malformasi kongenital.1 Komplikasi yang dapat timbul akibat adanya penyakit neurologis pada ibu hamil adalah emboli air ketuban, polihidramnion, sepsis, abortus, kelahiran prematur, dan dapat juga menyebabkan kematian.1

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Perubahan Fisiologi pada Kehamilan 1. Penambahan Berat Badan Berat badan rata-rata meningkat delama kehamilan kira-kira 17% dari BB sebelum hamil atau kira-kira 12 kg. Penambahan berat adalah akibat dari peningkatan ukuran uterus da nisi uterus (uterus 1 kg, cairan amnion 1 kg, fetus dan plasenta 4 kg), peningkatan volume darah dan cairan interstisial (masing-masing 2 kg), dan lemak serta protein baru kira-kira 4 kg. Penambahan BB normal selama trimester pertama adalah 1-2 kg dan asing-masing 5-6 kg pada trimester 2 dan 3. 3

2. Sistem Respirasi Konsumsi oksigen meningkat 30-40% selamakehamilan yang dibandingkan dengan segera periose post partum sebagai control. Peneliti lain yang membandingkan dengan nilai 8-12 bulan post partum sebagai control, menemukan kenaikan konsumsi oksigen sebesar 60% selama kehamilan. Peningkatan yang progresif ini disebabkan terutama oleh kebutuhan metabolic fetus, uterus, dan plasenta dan sekunder oleh kenaikan kerja jantung dan paru. Produksi CO2 menunjukkan perubahan yang sama dengan konsumsi oksigen. Pembesaran kapiler pada mukosa nasal, oropharingeal, dan laring dimulai pada trimester pertama dan meningkat secara progresif sepanjang kehamilan. Pernapasan melalui hidung umumnya sulit, dan dapat terjadi epistaksis akibat dari pembengkakan mukosa nasal. 3

3. Perubahan Volume Darah

3

Volume darah ibu meningkat selama kehamilan yang dimulai pada trimester pertama (15%) dan meningkat dengan cepat pada trimester kedua (50%) dan trimester ketiga (55%), termasuk peningkatan volume plasma, sel darah merah, dan sel darah putih. Volume plasma meningkat 40-50%, sedangkan sel darah merah meningkat 15-20% yang menyebabkan terjadinya anemia fisiologis (normal Hb;12gr%, hematocrit 35%). Disebabkan hemodilusi ini, viskositas darah menurun kurang lebih 20%. Mekanisme yang pasti dari peningkatan volime plasma ini belum diketahui, tetapi beberapa hormone seperti renin-angiotensi-aldosteron, atrial natriuretic peptide, estrogen, dan progesterone mungkin berperan dalam mekanisme tersebut.3 Karena ekspansi dalam volume plasma lebih besar dari peningkatan massa sel darah merah, terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin, hematorit, dan jumlah sel darah merah. Jumlah trombosit cenderung turun secara progresif, meskipun biasanya tetap dalam batas normal. Kehamilan menyebabkan peningkatan dua hingga tiga kali lipat dalam kebutuhan zat besi. Zat besi tersebut digunakan untuk sintesis hemoglobin untuk ibu dan janin, dan untuk produksi enzim tertentu. 4

Gambar 1. Volume darah selama kehamilan, persalinan dan postpartum

4

Sumber : Bisri, Dewi Yulianti, dan Tatang Bisri. 2013. Anatomi dan Fisiologi Wanita Hamil. Kolegium Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia.p 1-15.

Faktor pembekuan I, VII, VIII, IX, X, dan XII dan fibrinogen meningkat. Pada proses kehamilan, dengan bertambahnya umur kehamilan, jumlah trombosit menurun. Perubahan-perubahan ini adalah untuk perlindungan terhadap perdarahan katastropik tapi juga akan merupakan predisposisi terhadap fenomena tromboemboli. Karena plasenta kaya dengan tromboplastin, maka pada solusio plasenta, ada risiko terjadinya disseminated intravascular coagulation (DIC). Kadar fibrinogen meningkat secara signifikan sebanyak 50%. Dengan demikian, kehamilan mengubah keseimbangan dalam sistem koagulasi, sehingga meningkatkan terjadinya trombosis vena.4 Peningkatan volume darah mempunyai beberapa fungsi penting : 3 

Untuk memelihara kebutuhan peningkatan sirkulasi karena ada pembesaran uterus dan unit foeto-plasenta.



Mengisi peningkatan reservoir vena



Melindungi ibu dari perdarahan pada saat melahirkan.



Selama kehamilan inu menjadi hiperkoagulopati.

4. Sistem Kardiovaskular

5

Perubahan sistem kardiovaskular dimulai sejak awal kehamilan. Saat usia kehamilan 8 minggu, terjadi peningkatan kardiak output sebanyak 20%. Hal yg utama yaitu terjaidnya vasodilatasi pembuluh darah. Perubahan tersebut dimediasi oleh faktor-faktor yaitu nitrit oksida, estradiol, dan prostaglandin. Vasodilatasi perifer terjadi sekitar 25-30% yang menyebabkan resistensi sistem vaskular. 4 Untuk mengkompensasinya, terjadi peningkatan kardiak output sebanyak

40%.

Peningakatan

kardiak

output,

peningkatan

permeabilitas kapiler, atau keduanya dapat menyebabkan ekstravasasi cairan ekstravaskular ke intravskular. Hal tersebut dapat menimbulkan edema paru. Edema paru umumnya terjadi pada pre eklamsia. 4 Pembesaran uterus yang gravid dapat menyebabkan kompresi aortocaval ketika wanita hamil tersebut berada pada posisi supine dan hal ini akan menyebabkan penurunan aliran balik vena dan maternal hipotensi, menimbulkan keadaan yang disebut supine hypotensive syndrome . Sepuluh persen dari waita hamil menjadi hipotensi dan diaforetik bila berada dalam posisi terlentang, yang bila tidak dikoreksi dapat menimbulkan penurunan aliran darah uterus dan foetal asfiksia. 3

5. Perubahan pada Ginjal Glomerular filtration rate (GFR) meningkat selama kehamilan karen apeningkatan renal plasma flow. Renal blood flow (RBF) dan GFR meningkat 150% pada trimester pertama kehamilan, tetapi menurun lagi sampai 60% diatas pertama kehamilan, tetapi menurun lagi sampai 60% diatas wanita yang tdiak hamil pada saat kehamilan aterm. Hal ini akibat pengaruh hormone progesterone. Kreatinin, blood ureanitrigen, uric acid juga menurun tapi umumnya normal. Suatu peningkatan dalam laju filtrasi menyebabkan penurunan plasma blood urea nitrogen (BUN) dan konsentrasi kreatinin kira-kira 40-50%. Reabsorpsi natrium pada tubulus meningkat, tetapi glukosa dan asam amino tidak diabsorpsi dengan efisien, maka glikosuri dan amino acid

6

uri meupakan hal yang normal pada ibu hamil. Pasien preeclampsia mungkin ada diambang gagal ginjal, walaupun hasil pemeriksaan laboratorium normal. 3

6. Perubahan pada Saluran Cerna Perubahan anatomi dan hormonal pada kheamilan merupakan factor predisposisi terjadinya oesophagel regurgitasi dan aspirasi paru. Uterus yang gravid menyebabkan peningkatan tekanan intragastrik dan merubah posisinormal gastrooesophageal junction. Alkali fosfatase meningkat.

Plasma

cholinesterase

menurun

kira-kira

28%,

kemungkinan disebabkan karena sintesanya yang menurun dank arena hemodilusi. Walaupun dosis moderat siccinylcoholine umumnya dimetabolisme,pasien dengan penurunan aktivitas cholinesterase ada risiko pemanjangan blockade neuromuskuler. 3

7. Perubahan Susunan Saraf Pusat dan Perifer Susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer berubah selama kehamilan, MAC menurun 25-40% selama kehamilan. Peningkatan konsentrasi progesterone dan endorphin adalah penyebab penurunan MAC tersebut. Terdapat penyebaran dermatom yang lebih lebar pada parturient setelah epidural anestesi bila dibandingkan dengan yang tidak hamil. Hal ini karena ruangan epidural menyempit karena pembesaran plexus venosus epidural disebabkan karena kompresi aortocaval oleh uterus yang membesar. 3

8. Perubahan Sistim Muskuloskeletal, Dermatologi, Mammae dan Mata Hormon relaxin menyebabkan relaksasi ligamentum dan melunakkan hjaringan kolagen. Terjadi hiperpigmentasi kulit daerah muka, leher, garis tengah abdomen akibat melanocyt stimulating hormone. Buah dada membesar. Tekanan intraokuler menurun selama

7

kehamilan karena peningkatan kadar progesterone, adanya relaxin, penurunan produksi humor aqueus disebabkan peningkatan sekresi chorionic gonadotrophin. Perubahan pada tekanan intraokuler bias menimbulkan gangguan penglihatan. 3

B. Penurunan Kesadaran pada Kehamilan Kesadaran adalah suatu keadaan dimana seseorang sadar penuh atas dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Komponen yang dapat dinilai dari suatu keadaan sadar yaitu kualitas kesadaran itu sendiri dan isinya. Isi kesadaran menggambarkan keseluruhan dari fungsi cortex serebri, termasuk fungsi kognitif dan sikap dalam merespon suatu rangsangan.2 Penurunan kesadaran atau koma menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final common pathway” dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran maka terjadi disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh. 5

Pada dasarnya, mekanisme utama pada turunnya tingkat kesadaran adalah : 5 

Gagalnya pada jalan napas atau bantuan napas – hipoksia/hiperkarbia



Gagalnya dari sirkulasi – hipotensi/serangan jantung



Gagalnya dari system saraf pusat

Tabel 1. Penyebab terganggunya kesadaran Kegagalan pada jalan napas atau

Trauma

aliran napas

Obstruksi jalan napas

8

Gagalnya respirasi Kegagalan dari sirkulasi

Trauma Penyakit jantung Miokard infarkserangan jantung Syok sepsis Embolisme cairan amnion

Kegagalan dari system saraf pusat

Trauma Epilepsy Eklampsia Perdarahan intraserebral Overdosis dari obatnarkotikatau barbiturate Intoksitasi alcohol Infeksi/abses di serebri Infark serebri Hipertensi ensefalopati Malformasi vaskuler Edema serebri SOL (space occupying lesions) Sindrom Sheehan

Gangguan metabolik

Hipo/hiperglikemia Hiponatremia Hiper/hipokalsemia Hipermagnesemia Ensefalopati hepatikum

Gangguan lainnya

Kondisi autoimun Iatrogenic Komplikasi anestesi Reaksi obat Tokolitik

9

Magnesium sulfat Kondisi psikiatri Keracunan

C. Penyakit Neurologis pada Kehamilan 1. Preeklampsia – Eklampsia Hipertensi dalam kehamilan terjadi sekitar 12% dari angka kematian ibu hamil. Definisi hipertensi adalah tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan

cukup

istirahat/tenang.

Sindrom

klinik

preeklampsia

didefinisikan sebagai hipertensi dan proteinuria yang muncul setelah kehamilan 20 minggu. Edema tidak lagi dimasukkan dalam kriteria diagnose. Preeklampsia terjadi pada sekitar 3–8% kehamilan. 6 Adapun beberapa teori tentang patofisiologi eklampsia adalah sebagai berikut. 1. Inhibisi perkembangan uterovaskular Terdapat perubahan pada uterovaskular yang terjadi ketika seorang wanita hamil. Dipercayai bahwa perubahan tersebut disebabkan karena interaksi antara allograft fetus dan ibu sehingga terjadi perubahan vascular local dan sistemik. Pada pasien dengan eklampsia, perkembangan arteri uteroplasenta. 7 2. Hambatan regulasi aliran darah serebral Dipercaya bahwa pada ekalmpsiaterdapat aliran darah serebral abnormal yang diakibatkan oleh hipertensi yang ekstrem. Regulasi perfusi serebral dihambat, pembuluh darah mengalami dilatasi dengan peningkatan permeabilitas, dan terjadilan edema serebral, sehingga terjadi iskemia dan enselopati. Pada hipertensi yang ekstrem, vasokontriksi kompensasi normal dapat terganggu. Beberapa temuan otopsi mendukung model ini dan secara

10

konsisten menunjukkan pembengkakan dan nekrosis fibrinoid dinding pembuluh darah. 7 3. Disfungsi endotel Faktor yang berhubungan dengan disfungsi endotel telah meunjukkan meningkat pada sirkulasi sistemik wanita yang mengalami eklampsia. Kebocoran protein dari sirkulasi dan edema generalisata merupakan sekuele disfungsi endotel dan menjadi factor penentu yang berhubungan dengan preeclampsia eklampsia. 7

Gambar 2. Invasi tropoblas yang buruk pada preeklampsia

Sumber : Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CV: Williams Obstetrics, 23rd Edition : http://www.accessmedicine.com

4. Stres Oksidatif Terdapat bukti yang mengindikasikan bahwa molekul leptin meningkat pada sirkulasi wanita dengan eklampsia, menginduksi stress oksidatif, faktor lain, pada eklampsia, pada sel. Peningkatan leptin juga menyebabkan agregasi trombosit, yang berkontribusi terhadap koagulasi yang berhubungan dengan eklampsia. Stres oksidatif diketahui menstimulasi produksi dan

11

sekresi faktor antiangiogenik activin A dari sel endotel dan plasenta.7

Pre-eklampsia dapat terjadi dengan sakit kepala berasosiasi dengan pandangan silau, pandangan berkurang atau gelisah. Sakit kepala pada kasus ini terjadi akibat vasokonstriksi atau edema serebri. Sakit kepala yang parah pada wanita dengan PEB kemungkinan besar disebabkan oleh perdarahan pada serebri dikarenakan oleh tekanan darah yang tinggi. Eklampsia merupakan kelainan akut pada wanita hamil, bersalin atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, yang sebelumnya telah menunjukkan gejala-gejala preeclampsia. 1

Edema serebri adalah penyebab tersering penurunan kesadaran pada eklampsia, jenis edema yang sering terjadi adalah edema vasogenik. Mekanisme pastinya terjadinya edema serebri belum diketahui secara pasti , namun dari beberpa penelitian didapatlkan bahwa terhadap hubungan dengan vaskulopati pada pre-eklampsia yang menyebabkan perpindahan cairan plasma ke jaringan otak. Hal ini diperparah lagi dengan adanya kejang, tekanan darah yang tinggi, hipoksia dan meningkatnya PCO2. 5 Teknik pencitraan

digunakan untuk memahami mekanisme

serebrovaskuler pada sindrom preeklampsia, CT-scan, dan MRI.

termasuk

angiografi,

Perkembangan MRI sangat berguna memberi

informasi etiopatogenesis manifestasi serebral pada preeklampsia. Pada CT scan adanya lesi hipodens terlokalisir pada junction substansia albagrisea, terutama pada lobus parieto-oksipital merupakan ciri yang ditemukan pada eklampsia.

Lesi tersebut dapat terlihat juga di

lobus frontalis dan temporal inferior, juga ganglia basalis dan thalamus.

Pada kasus dengan edema luas, tampak penekanan atau

bahkan penyumbatan

ventrikel.

preeklampsia memicu perdarahan

intrakranial dan pencegahannya. Pada MRI, Temuan yang umum pada

12

eklampsia adalah lesi hiperintens T2 pada regio korteks dan subkorteks pada lobus parietal dan oksipital dengan kadang-kadang ganglia basalis dan atau batang otak. 6 Risiko preeklampsia berat tidak berakhir begitu saja setelah kelahiran bayi. Ibu preeklampsia masih berisiko terjadi edema pulmonum, hipertensi, stroke, tromboemboli, sumbatan jalan napas, kejang, bahkan eklampsia dan sindroma HELLP. Risiko kejadian serebrovaskuler tinggi pada periode ini, karena ibu dengan preeklampsia biasanya mengalami pemanjangan kejadian hipertensif. 6 Di Indonesia, angka kematian ibu (AKI) masih cukup tinggi, sebanyak 334 kematian per 100.000 kelahiran. Dari berbagai penelitian didapatkan kematian ibu berkisara antara9,8-25,5% sedangkan kamtian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2-48,9%. 2

TATALAKSANA Prinsip dasar dalam pengelolaan eklampsia antara lain terapi suportif untuk stabilisasi enderita, selalu diingat masalah airway, breathing, circulation, monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan “Glascow-Pittsburg Coma Scale”. Kontrol kejang dengan pemberian magnesium sulfat intravena dipilih karena kerjanya di perifer tidak menimbulkan depresi pusat pernapasan diberikan sampai 24 jam pasca persalinan atau 24 jam bebas kejang. Dilakukan pemberian obat antihipertensi secara intermitten, sebagai obat pilihan adalah nifedipin. Pada pasien eklampsia juga dilakukan koreksi hipoksemia dan asidosis, hindari penggunaan diuretic kecuali jika ada edema paru, gagal jantung kongestif dan edema ansarka, batasi pemberian cairanintravena kecuali pada kasus kehilangan cairan beratseperti muntah ataupun diare yang berlebihan, hindari penggunaan cairan hiperosmotik dan segera dilakukan terminasi kehamilan. 7

13

Berikut adalah tatalaksana pada pasien eklampsia dengan penurunan kesadaran : 7 

Pertahankan jalan napas dan bantuan napas, tingkatkan oksigenasi dan turunkan PCO2. Pada beberaa kasus dapat diperparah dengan adanya bengkak pada wajah dan laring. Maka diperlukan

dilakukan

tindakan

intubasi

.

hal

ini

direkomendasikan pada pasien dengan GCS dibawah 9. 

Pasang akses intravena untuk jalan memasukkan obat.



Cepat tangani kejang. Pemilihan anti konvulsan dapat diberikan sesuai protocol yang ada.



Pemberian magnesium sulfat sebagai infus merupakan tatalksana standar pada preeclampsia-eklampsia untuk mencegah kejang namun harus diperthatikan karena dapat menyebabkan kegagalan dalam system kardiovaskuler.



Observasi tanda-tanda vital termasuk tekanan darah, EKG.



Terminasi kehamilan merupakan salah satu tatalaksana pada PEB-eklampsia.



Dapat

direkomendasikan

diberikan

steroid

seperti

dexamethasone untuk menurunkan edema serebri pada pasien eklampsia dengan penurunan kesadaran.

Berikut adalah rekomendasi teknik anestesi umum pada ibu preeklampsia berat:6 1. Pasang kanul arteri radialis untuk monitor tekanan darah kontinyu. 2. Pasang akses intravena besar untuk antisipasi perdarahan postpartum. 3. Pastikan berbagai ukuran pipa endotracheal dan perlengkapan sulit intubasi. 4. Berikan antagonis reseptor H2 dan metoklopramid iv 30–60 menit sebelum induksi anestesi. 14

5. Berikan antasida nonpartikel per oral 30 menit sebelum induksi. 6. Denitrogenasi (3 menit bernapas biasa atau 8 kali bernapas dalam dengan oksigen 100% menggunakan sungkup muka). 7. Beri labetolol (10 mg iv bolus) untuk mentitrasi penurunan tekanan darah sampai 140/90 mmHg sebelum induksi anestesi. Labetolol merupakan obat pilihan, karena onsetnya lambat dan durasinya panjang. 8. Monitor denyut jantung janin. 9. Lakukan rapid sequence induction (RSI) dengan propofol 2–2,8 mg/kgbb dan pelumpuh otot kemudian lakukan laringoskopi. 10. Pemeliharaan anestesi dengan agen volatil atau propofol intravena dan oksigen 100% sebelum lahir bayi. Bila bayi telah lahir, turunkan dosis agen volatil atau propofol untuk mengurangi risiko atoni dan berikan opioid dengan atau tanpa benzodiazepin. Sebaiknya tidak

memberi

tambahan pelumpuh otot

nondepoler. 11. Pada akhir operasi, reverse pelumpuh otot nondepoler dan dapat diberikan lagi labetolol 5–10 mg intravena bolus untuk mencegah hipertensi akibat ekstubasi.

15

2. Tumor Otak

Definisi Tumor otak adalah setiap pertumbuhan sel yang abnormal atau proliferasi sel yang tidak terkendali oleh otak. 1

Insidensi Kejadian tumor otak adalah 14 per 100.000 penduduk dan merupakan penyebab kematian ketiga pada pasien yang berusia 20-29 tahun. Kebanyakan penelitian menunjukkan kejadian tumor otak sedikit lebih rendah pada kelompok wanita hamil dibandingkan dengan yang tidak hamil. Penyebab terjadinya tumor otak belum diketahui.1

Patofisiologi Terbentuknya tumor otak pada kehamilan dapat terjadi akibat perubahan pada vaskular dan perubahan hormonal. Perubahan fisiologi wanita hamil dapat mengeksaserbasi gejala tumor akibat meningkatnya kandungan air di otak dan akibat distensi vena intrakranial. 1,8

Gejala Klinis Gejala klinis yang dapat timbul yaitu adanya nyeri kepala, mual, muntah, gangguan penglihatan. Nyeri kepala dapat terjadi akibat peningkatan tekanan intrakranial seperti saat batuk. Gejala lain yang dapat timbul yaitu perubahan status mental, gangguan neurologi fokal, dan kejang. 1

Penegakan Diagnosis Penegakan

diagnosis

dapat

dilakukan

dengan

anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi.1

16

Manajemen Anestesi Penatalaksanaan pasien hamil dengan tumor otak memerlukan pendekatan multidisipliner dengan melibatkan dokter bedah saraf, obstetri dan anestesi. Waktu yang tepat untuk dilakukannya pembedahan harus disesuaikan dengan pasien, yang bergantung pada status neurologis pasien, kemungkinan adanya preterm labour, usia kehamilan dan kematangan paru janin. Terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk mencapai hasil yang optimal seperti efek fisiologis dari kehamilan pada ukuran tumor, sirkulasi serebral ibu, autoregulasi dan tekanan perfusi serebral. Beberapa prinsip yang dipakai sama sedangkan beberapa yang lain saling bertentangan. Teknik neuroanestesi perlu dirancang untuk menghindari hipoksia fetus, hiperkarbia dan hipotensi. Pendekatan neuroanestesi seperti hiperventilasi dan penggunaan diuretik dapat menyebabkan hipokarbia, penurunan perfusi uterus dan meningkatkan osmolaritas janin atau dehidrasi sehingga dapat mengancam nyawa janin. Prosedur neuroanestesi harus dapat memberikan hasil optimal untuk ibu dengan resiko yang minimal bagi janin juga paparan yang minimal terhadap obat-obatan anestesi, yang mencakup pemberian profilaksis terhadap aspirasi, preoksigenasi, stabilitas hemodinamika dan monitoring ketat.8

Komplikasi Tumor otak pada kehamilan akan meningkatkan risiko abortus spontan, meningkatkan risiko kematian fetal, kemungkinan efek teratogenik dan karsinogenik akibat radiasi selama diagnosa dan terapi, dan meningkatnya risiko DVT.1

3. Perdarahan Serebrovaskuler Malformasi pembuluh darah otak umumnya melibatkan system arteri. Hal tersebut dapat menyebabkan stroke, yang didefinisikan sebagai deficit neurologis

yang

disebabkan

embolisasi

atau

oklusi.

Embolisasi

menyebabkan stroke iskemik, dan rupture pembuluh darah serebral akibar

17

stroke iskemik. Akhir-akhir ini insidensi dari kejadian ini sekitar 34 per 100.000 kasus. Stroke berkontribusi lebih dari 12% kematian janin, sedangkan pre-eklamsi dan eklampsi menyumbang 25-45% berhubungan dengan kejadian stroke, termasuk stroke dengan atau tanpa hemoragik. Faktor risiko yang paling sering adalah hipertensi kronis, hipertensi gestasional, atau preeclampsia.

-

1

Stroke Iskemik Stroke iskemik biasanya terjadi akibat embolisme arteri atau

trombosis arteri atau vena. Pada kehamilan khususnya, bukti menunjukkan pada 10 tahun terakhir wanita dengan eklampsia mengalami infark cerebri. Sedikit pasien eklampsia akan mengalami stroke simptomatik akibat infark luas korteks. Syndrome vasokonstriksi serebral atau angiopati postpartum dapat menyebabkan edema serebri luas dengan nekrosis dan infark yang meluas dengan area perdarahan. CT scan atau MRI dengan angiografi dibutuhkan untuk konfirmasi stroke dan membedakan perdarahan dari infark. 1 Trombosis arteri serebral Pada stroke pasien biasanya mengeluhakan nyeri kepala berat tibatiba, hemiplegia, atau deficit neurologis lainnya atau kejang. Gejala neurologis fokal diikuti aura, biasanya pada episode pertama migraine. Pemeriksaan meliputi profil lipid, ekokardiografi, CT scan cranial, MRI, atau angiografi. Karena antifospolipid antibody menyebabkan sepertiga stroke iskemik pada wanita muda sehat. Risiko rekurensi untuk stroke iskemik pada kehamilan rendah, kecuali jika spesifik, atau ditemukan penyebab yang persisten. 1

Trombosis vena serebral Trombosis vena lateral dan sagitalis superior biasanya terjadi pada saat nifas, dan sering berhubungan dengan preeclampsia, sepsis, atau trombofilia. Thrombosis vena serebral memiliki insidensi 1:10.000 tetapi

18

jika tidak ditangani dengan baik dapat meningkatkan angka mortalitas. Nyeri kepala dan deficit neurologis merupakan gejala yang sering dikeluhkan, dan lebih dari sepertiga pasien mengalami kejang. MRI merupakan prosedur diagnostic yang sering dipilih. 1 Patogenesis berhubungan dengan hiperkoagulasi pada wanita hamil yang disebabkan oleh fase dehidrasi atau sepsis pada masa kehamilan, walaupun dapat juga terdapat kontribusi dari trombofilia. Trauma yang terjadi pada endotel pada sinus dan vena serebral selama masa melahirkan juga dapat terjadi. Manifestasi klinis dapat menunjukkan tanda-tanda sakita kepala, muntah, kejang, fotofobia dan tanda peningkatan tekanan intra kranial, bersamaan dengan tanda seperti hemiparesis. 1

Tatalaksana Manajemennya meliputi antikonvulsan, dan antimikroba jika dicuragai sepsis tromboflebitis. Antikoagulan heparin direkomendasikan oleh banyak senter, tetapi efektifitasnya masih controversiaL). Terapi trombolitik juga digunakan. Gejala klinisnya tidak dapat diprediksi, begitu juga dengan prognosisnya. Angka mortalitas 15-30%, angka rekurensi 12%, juga dapat terjadi pada kehamilan berikutnya. 7

-

Stroke Hemoragik

Terdapat dua kategoti perdarahan spontan intracranial adalah perdarahan intraserebral dan perdarahan subarachnoid. Trauma yang berhubungan dengan perdarahan subdural dan epidural tidaklah dipertimbangkan. 1,7

Perdarahan intraserebral Perdarahan otak umumnya disebabkan oleh rupture spontan pembuluh darah kecil yang rusak akibat hipertensi kronis. Perdarahan intraserebral memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi dibandingkan perdarahan subarachnoid karena lokasinya. Hipertensi kronis berhubungan dengan mikroaneurisma Charcot-Bouchard yang menembus

19

cabang arteri serebri media. Tekanan yang menginduksi rupture menyebabkan perdarahan pada putamen, thalamus, sum-sum otak, pons, dan serebellum. 1

Perdarahan Subarachnoid Rupture sakular atau aneurisma berry menyebabkan perdarahan subarachnoid, dan rupture malformasi arterionenosus (AVMs), koagulopati, angiopati, trombosis vena, infeksi, penyalahgunaan obat-obatan, serta trauma. SAH terjadi dengan insidensi 20:100.000 kehamilan. Hal ini dapat terjadi karena robeknya aneurisma arteri atau malformasi arteriovena. 1,7 Perubahan hemodinamik serebrovaskuler akibat kehamilan belum jelas sehubungan dengan perdarahan intracranial. Pada hipertensi gestasional, aliran darah serebral meningkat secara signifikan. Keadaaan hipoperfusi tersebut berbahaya dengan anomaly vaskuler, dan mayoritas rupture aneurisme sakular tidak berhubungan dengan preeclampsia. 1,7 Manifestasi yang dapat muncul seperti sakit kepala hebat yang muncul tibatiba disertai mual dan muntah. Dapat juga terjadi penurunan kesadaran, kaku pada leher, papilloedema, dan gangguan neurologi fokal. Dapat dilakukkan clipping dan terapi endovascular terhadap aneurisma menunjukkan hasil yang baik pada segala fase kehamilan. 1,7 Terapi meliputi bed rest, analgetik, dan sedasi, dengan monitoring fungsi neurologis dan control ketat tekanan darah. Keputusan untuk memperbaiki aneurisma yang dapat diakses selama kehamilan tergantung kepada risiko berulangnya perdarahan dan risiko pembedahan. Tidak terdapat manfaat untuk mengakhiri kehamilan, kecuali berhubungan dengan preeclampsia. Persalinan pervaginam dapat diperbolehkan jika persalinan terjadi jauh dari waktu perbaikan aneurisma. Masalahnya adalah waktu yang disebut jauh ini, namun banyak yang mengatakan adalah 2 bulan, waktu penyembuhan tidak diketahui. Pada wanita yang survive dengan perdarahan subarachnoid, dan tidak dilakukan pembedahan, Cartilidge (2000) merekomendasikan memilih section cesaria. 7

20

Intervensi ini telah dilakukan pada semua trimester dan menunjukkan mortalitas dan morbiditas yang rendah terhadap kehamilan. Tatalaksana terhadap hipertensi harus segera dilakukan untuuk mencegah terjadinya stroke hemoragik. 1

4. Epilepsi

Definisi Epilepsi adalah suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat bangkitan

epileptik

sebelumnya.

Sedangkan

bangkitan

epileptik

didefinisikan sebagai tanda dan / atau gejala yang timbul sepintas (transient) akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau sinkron yang terjadi di otak. Apabila serangan kejang pada epilepsi terjadi terus menerus tanpa adanya periode pemulihan kesadaran diantara periode kejang, disebut status epileptikus. 9

Insidensi Epilepsi merupakan gangguan neurologis yang paling sering terjadi pada kehamilan. Diperkirakan 2500 bayi lahir dari ibu dengan riwayat epilepsi. Epilepsi merupakan penyebab ketiga dari kematian ibu. 1

Klasifikasi Klasifikasi epilepsi penting karena membantu ahli saraf dalam menentukan obat anti epilepsi (OAE) yang tepat dan menentukan prognosis selama kehamilan. Epilepsi diklasifikasikan menurut gambaran klinis kejang dan gambaran gelombang pada EEG.1 Berikut jenis-jenis kejang : 1.

Kejang fokal/ bangkitan parsial sederhana (kesadaran baik)

21

- Dengan gejala motorik - Dengan gejala sensorik - Dengan gejala otonom - Dengan gejala psikis 2 . Bangkitan parsial kompleks (kesadaran terganggu) - Bangkitan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran - Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran sejak awal bangkitan 3.

Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder

-

Parsial sederhana yang menjadi umum

-

Parsial kompleks menjadi umum

-

Parsial sederhana menjadi parsial kompleks lalu menjadi umum

4. Bangkitan umum a.

Absence (Lena)

1) Tipikal lena 2) Atipikal lena b.

Mioklonik

c.

Klonik

d.

Tonik

e.

Atonik (Astatik)

f.

Tonik-klonik  dapat menyebabkan hipoksia pada ibu dan janin

Sekitar sepertiga ibu hamil yang mengalami epilepsi memiliki memiliki riwayat epilepsi pada keluarga, meskipun sebagian besar kasus idiopatik, dan tanpa sebab yang mendasarinya.. Epilepsi sekunder dapat terjadi pada pasien yang pernah menjalani operasi otak atau memiliki riwayat trauma sebelumnya.

Patofisiologi Epilepsi Mekanisme

terjadinya

epilepsi

ditandai

dengan

gangguan

paroksimal akibat penghambatan neuron yang tidak normal atau ketidakseimbangan antara neurotransmiter eksitatori dan inhibitori. Definisi neurotransmiter inhibitori seperti Gamma Amino Butyric Acid (GABA)

22

atau peningkatan neurotransmiter eksitatori seperti glutamat menyebabkan aktivitas neuron tidak normal. Neurotransmiter eksitatori (aktivitas pemicu kejang) yaitu glutamat, aspartat, asetilkolin, norepinefrin, histamin, faktor pelepas kortikotripin, purin, peptida, sitokin dan hormon steroid. Neurotransmiter inhibitori (aktivitas menghambat neuron) yaitu dopamin dan GABA.1,9 Pada kehamilan akan terjadi hemodilusi, dengan akibat filtrasi glomerulus berkurang sehingga terjadi retensi cairan serta edema. Retensi cairan ini akan menyebabkan hiponatremi. Keadaan ini akan menyebabkan gangguan parsial dari pompa natrium yang akan menyebabkan peninggian eksibilitas neuron yang akan memicu bangkitan. Serangan kejang juga diakibatkan oleh abnormalitas konduksi kalium, kerusakan kanal ion, dan defisiensi ATP ase yang berkaitan dengan transport ion, dapat menyebabkan ketidakstabilan membran neuron. Aktifitas glutamat pada reseptor alpha amino 3 hidroksi 5 methylosoxazole-4- propionic acid (AMPA) dan Nmethyl D-aspartat (NMDA) dapat memicu pembukaan kanal Na+. Pembukaan kanal Na+ ini diikuti oleh pembukaan kanal Ca 2+, sehingga ion-ion Na+ dan Ca 2+ banyak masuk ke intrasel. Akibatnya terjadinya pengurangan perbedaan polaritas pada membran sel atau yang disebut juga dengan depolarisasi. Depolarisasi ini penting dalam penerusan potensial aksi sepanjang sel saraf. Depolarisasi berkepanjangan akibat peningkatan glutamat pada pasien epilepsi menyebabkan terjadinya potensial aksi yang terus menerus dan memicu aktivitas sel-sel saraf. Beberapa obat antiepilepsi, bekerja dengan cara memblokade atau menghambat reseptor AMPA dan menghambat reseptor NMDA. Interaksi antara glutamat dan reseptornya dapat memicu masuknya ionion Na+ dan Ca 2+ yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya potensial aksi. Namun felbamat (antagonis NMDA) dan topiramat (antagonis AMPA) bekerja dengan berikatan pada reseptor glutamat, sehingga glutamat tidak bisa berikatan dengan reseptornya. Efek dari kerja kedua obat ini adalah menghambat penerusan potensial aksi dan menghambat penerusan potensial aksi dan

23

menghambat aktivitas sel-sel saraf yang teraktivasi. Patofisiologi epilepsi yang meliputi ketidakseimbangan kedua faktor ini akan menyebabkan instabilitas pada sel-sel saraf tersebut.1,9

Penegakan Diagnosis Epilepsi dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan MRI dan CT scan tidak dianjurkan untuk ibu hamil karena paparan radiasi tersebut dapat mempengaruhi kondisi janin. 1

Penatalaksanaan Berdasarkan data, OAE yang paling sering digunakan adalah karbamazepin, fenitoin, dan asam valproat.namun, saat ini belum bisa ditentukan diantara golongan OAE mana yang sebaiknya digunakan serta mana yang lebih kecil mempunyai efek teratogenik lebih kecil atau lebih besar dari yang lain.1 Suatu studi mengatakan bahwa penggunaan OAE dalam kehamilan 1.

Gunakan monoterapi dengan OAE yang dipilih untuk sindrom atau

tipe bangkitan 2.

Gunakan dosis yang paling rendah yang diperlukan untuk

mengendalikan bangkitan dengan optimal. 3.

Hindari kadar puncak yang tinggi dengan membagi dosis harian total

kedalam dosis multipel yang kecil 4.

Ada bukti bahwa sediaan extended-release mungkin lebih aman

selama kehamilan 5.

Periksa kadar obat totaldan bebas (jika tersedia) setiap bulan

Manajemen Anestesi Antikonvulsan/ antiepilespi umumnya memiliki efek resisten terhadap pelumpuh otot dan opioid, diduga obat tersebut akan

24

meningkatkan klirens dan menurunkan waktu paruh obat-obat anestesi. Sehingga diperlukan dosis yang lebih tinggi, agar pelumpuh otot dan opioid tersebut dapat berfungsi. Namun hingga kini, belum diketahui secara pasti, apa yang menyebabkan hal tersebut. Selain itu, antikonvulsan/anti epilepsi juga memiliki efek kardiak disaritmia, yang beresiko terjadinya sudden death syndrom. Efek samping lain adalah angina, neurogenic pulmonary edema, pheochromocytoma syndrom.6-9 Bila kejang tidak teratasi dengan medikamentosa, umumnya dilakukan terapi invasif atau pembedahan (surgical therapy), dapat berupa nonbrain epilepsy surgery atau brain epilepsy surgery. Nonbrain epilepsy surgery adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi kejang pada epilepsi dengan cara stimulasi elektrik pada nervus vagal dengan cyberonics NCP vagal nerve stimulator (VNS) system, atau stimulasi elektrik pada nukleus centromedian thalamic. Brain epilepsi surgery adalah tindakan pembedahan reseksi pada fokus epilepsi diotak, seperti temporal lobectomi, amydalohippocampectomy, extratemporal/extrafrontal cortical excision, hemispherectomy, corpus callosotomy atau stereotactic excision. Didapatkan 50%–90% serangan kejang akan berkurang setelah tindakan pembedahan. Didapatkan tingkat morbiditas dan mortalitas 5% pada operasi epilectogenic focus resection, 20% pada operasi corpus callosotomy dan 50% pada operasi hemispherectomy. 9

Komplikasi Bayi dari ibu yang menderita epilepsi memiliki risiko tinggi untuk mengalami kematian janin, malformasi kongenital, perdarahan neonatus, berat badan lahir rendah, keterlambatan perkembangan, kesulitan makan, dan epilepsi pada anak-anak. 1,9 Bangkitan selama kehamilan meningkatkan risiko kehamilan yang merugikan. Bangkitan pada trimester pertama akan meningkatkan malformasi kongenital sebanyak 12,3% dibanding dengan anak yang terpapar dengan maternal pada waktu lain sebanyak 4%. Bangkitan saat

25

kehamilan dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan. Serangan selama kehamilan juga dihubungkan dengan tingginya angka fetal dan maternal mortality rates sebesar 30-50%. 1,9

5. Headache (Nyeri Kepala) / Migrain

Definisi Nyeri kepala adalah sensasi nyeri pada kepala dan merupakan keluhan yang paling sering dialami oleh ibu hamil.1

Insidensi Sakit kepala pada kehamilan dapat terjadi sebanyak 50-90%. Penyebab nyeri kepala pada ibu hamil yang sering ditemukan adalah tension headache, migrain, dan nyeri kepala yang berhubungan dengan PIH (Pregnancy Induced Hypertension).3

Patofisiologi Tingginya stabilitas hormon estrogen plasenta yang umumnya terjadi pada trimester kedua dan trimester kehamilan dapat memicu sakit kepala. Pada penderita yang mengalami perdarahan subarakhnoid, malformasi arteri vena, preeklamsia, tumor otak, dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak dan juga dapat menyebabkan edema serebri. Hal tersebut yang dapat memicu sakit kepala. 1,3

Penegakan Diagnosis Penegakan diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan radiologi berupa CT scan dan MRI.1 Penatalaksanaan Berikut prinsip penatalaksanaan umum pada sakit kepala selama kehamilan. 1

26

Tabel 2. Prinsip penatalaksanaan umum pada sakit kepala selama kehamilan. Etiologi

Penatalaksanaan

Tension Headache

Analgetik, antidepresan, trisiklik

Migrain

Ergotamine (namun dikontraindikasikan selama kehamilan) Promethazine Beta bloker (sebagai profilaksis)

Preeklampsia

Menurunkan tekanan darah Terminasi kehamilan

Iritasi meningeal (SAH,

Berdasarkan etiologi

meningitis) Tumor otak

Berdasarkan etiologi

Pseudotumor serebri

Menghilang dengan sendirinya 1-3 bulan postpartum

Komplikasi Sakit kepala pada ibu hamil dapat menyebabkan penurunan kesadaran, gangguan neurologi, dan papiloedema. 1,9

6. Multipel Sklerosis Multipel sklerosis adalah suatu inflamasi pada demielinasi pada sistem saraf pusat, dimana terjadi pada dekade ke2 atau ke3 dari kehidupan, dan dua kali lebih berisiko terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Sklerosis Multipel adalah suatu kelainan dimana saraf-saraf pada mata, otak dan tulang belakang kehilangan selubung sarafnya (mielin). Istilah sklerosis multipel berasal dari banyaknya daerah jaringan parut (sklerosis) yang mewakili berbagai bercak demielinasi dalam sistem saraf. 1 Beberapa keadaan lain yang dianggap sebagai faktor pencetus timbulnya multiple sklerosis, diantaranya adalah kehamilan, stress 27

emosional dan cedera. Serangan pertama biasanya dapat sembuh dengan sempurna. Remisi biasanya terjadi dalam waktu satu sampai tiga bulan, dan disusul dengan serangan-serangan berikutnya. Akan tetapi pada akhirnya penyembuhan tidak lagi sempurna dan pasien akan menderita kerusakan permanen tambahan pada setiap kali serangan. 1 Patogenesis dari MS belum dikethui secara pasti namun pada beberapa penelitian didapatkan bahwa terdapat maladaptif Tsel memediasi respon imun terhadap antigen yang tidak diketahui. Beberapa gejala klinis yang sering terjadi seperti infeksi pada saraf optik, penglihatan ganda, gangguan sensoris atau kelemahan pada anggota tubuh. 1 Lokasi lesi menentukan manifestasi klinisnya. Segala bentuk kombinasi tanda dan gejala berikut ini dapat terjadi Gangguan sensorik Parestesia (baal, perasaan geli, perasaan mati, tertusuk-tusuk jarum dan peniti) mungkin berbeda-beda tingkatannya dari hari ke hari. Jika lesi terdapat pada kolumna posterior medulla spinalis servikalis, fleksi leher menyebabkan sensasi seperti syok yang berjalan ke bawah medulla spinalis (tanda Lhermitte). 1 Gangguan penglihatan Sejumlah besar pasien menderita gangguan penglihatan sebagai gejala-gejala awal. Dapat terjadi kekaburan penglihatan, lapang pandang yang abnormal dengan bintik buta (skotoma) baik pada satu maupun pada kedua mata. Salah satu mata mungkin mengalami kebutaan total selama beberapa jam sampai beberapa hari. Gangguangangguan visual ini mungkin diakibatkan oleh neuritis saraf optikus. Selain itu, juga ditemukan diplopia akibat lesi pada batang otak yang menyerang nukleus atau serabut-serabut traktus dari otot-otot ekstraokular dan nistagmus. 1 Kelemahan spastik anggota gerak

28

Keluhan yang sering didapatkan adalah kelemahan satu anggota gerak pada satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetris pada keempat anggota gerak. Pasien mungkin mengeluh merasa lelah dan berat pada satu tungkai, dan pada waktu berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju, dan pengontrolannya kurang sekali. Pasien dapat mengeluh tungkainya kadang-kadang seakan–akan meloncat secara spontan terutama apabila ia sedang berada di tempat tidur. Keadaan spatis yang lebih berat disertai dengan spame otot yang nyeri. Refleks tendon mungkin hiperaktif dan refleks-refleks abdominal tidak ada. Respons plantar berupa ekstensor (tanda Babinski). Tanda-tanda ini merupakan indikasi terserangnya lintasan kortikospinal. 1 Tanda-tanda serebelum Gejala-gejala lain yang juga sering ditemukan adalah nistagmus (gerakan osilasi bola mata yang cepat dalam arah horisontal atau vertikal) dan ataksia serebelar dimanifestasikan oleh gerakan-gerakan volunter, intention tremor, gangguan keseimbangan dan disartria (bicara dengan kata terputus-putus menjadi suku-suku kata dan tersendat-sendat). 1 Disfungsi kandung kemih Lesi pada traktus kortikospinalis seringkali menimbulkan gangguan pengaturan sfingter sehingga timbul keraguan, frekuensi dan urgensi yang menunjukkan berkurangnya kapasitas kandung kemih yang spastis. Kecuali itu juga timbul retensi akut dan inkontinensia. 1 Gangguan afek Banyak pasien menderita euforia, suatu perasaan senang yang tidak realistik. Hal ini diduga disebabkan terserangnya substansia alba lobus frontalis. Tanda lain gangguan serebral dapat berupa hilangnya daya ingat dan demensia. 1 Diagnosis dapat ditegakkan, bila ada ditemukan suatu penyakit yang memperlihatkan suatu gambaran yang menunjukkan adanya remisi dan eksaserbasi dalam perjalanannya yang senantiasa mundur secara

29

progresif, gamma-globulin dalam liquor serebrospinalis adalah meningkat, CT Scan polos dapat memperlihatkan daerah-daerah dengan attenuasi rendah di periventrikulum. 1 Dari berbagai pengobatan yang diajukan, kortikosteroid dan terutama ACTH dan imunosupresan azatioprin pada kasus-kasus selektif

ternyata

merupakan

pengobatan

satu-satunya

yang

mempengaruhi serangan-serangan individual atau merubah perjalanan penyakit.1 Wanita dengan MS harus konsultasi dengan dokter spesialis saraf. Kombinasi dosis obat tidak harus ditunda. MS tidak mempengaruhi fertilitas namun dapat mengakibatkan disfungsi seksual. Semua wanita dengan MS harus mengkonsumsi vitamin D dan harus disarankan untuk berhenti merokok untuk alasan kesehatan dan juga dapat mengurangi penyerapan vitamin D dalam tubuh. 1 Multiple sklerosis pada kehamilan , dari hasil penelitian didapatkan terjadi pada trimester ketiga dan meningkatnya terulang kembali pada 3 bulan pasca melahirkan . Wanita dengan MS harus diedukasikan untuk melakukan pemberian ASI. Didapatkan dari penelitian bahwa wanita yang tidak memberikan ASI akan meningkatkan 2 kali resiko terulangnya multiple sklerosis pasca melahirkan 1

7. Myastenia Gravis

Definisi Miastenia gravis adalah suatu penyakit autoimun yang ditandai oleh kelemahan otot wajah, orofaringeal, ekstraokuler, dan anggota gerak.

30

Kelemahan dari otot-otot wajah dapat menyebabkan kesukaran untuk tersenyum, mengunyah, dan berbicara. Tanda utama dari penyakit ini adalah peningkatan kelemahan otot yang berulang. 10

Insidensi Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemukan dengan insiden 1 per 100.000, wanita dua kali lebih banyak dibanding pria. 10

Patofisiologi Miastenia gravis diduga terjadi karena serangan autoimun terhadap reseptor asetilkolin pada neuromuscular-junction. Antibodi terhadap asetilkolin atau reseptor decamethonium complex (anti-AchR) ditemukan dalam serum dari tiga perempat penderita miastenia gravis. 10 Dalam kasus miastenia gravis, terjadi penurunan jumlah reseptor asetilkolin (AchR). Kondisi ini menyebabkan asetilkolin yang tetap dilepaskan dalam jumlah normal tidak dapat menghantarkan potensial aksi menuju membran post sinaps. Kekurangan reseptor dan kehadiran asetilkolin yang tetap dalam jumlah normal akan mengakibatkan penurunan jumlah serabut saraf yang diaktifkan oleh impuls tertentu, inilah yang kemudian menyebabkan rasa sakit pada pasien. 10 Abnormalitas thymus juga ditemukan pada sebagian besar penderita miastenia gravis.

Sekitar 75% dengan hiperplasia folikel. Tindakan

thymectomy menyebabkan remisi dan perbaikan pada masing-masing individu sebanyak 35% dan 50% penderita sehingga diduga miastenia gravis berhubugan dengan serangan autoimun terhadap antigen pada thymus dan motor endplate atau abnormal clone sari sel-sel imun di thymus. 1,10

Penegakan Diagnosis

31

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan prosedur konfirmasi diagnostik, dengan pemberian antikolinesterase kerja pendek (endrophonium) 210 mg intravena maka kekuatan otot secara dramatis dapat dipulihkan. Tes lain yang lebih canggih

yaitu

elektromiografi serabut tunggal dan pemeriksaan rangsangan saraf berulang. Penyakit autoimun yang mempengaruhi transmisi neuromuskular ditandai dengan kelemahan otot dan kelelahan setelah aktivitas berulang. 10 Tanda dan gejala klinis yang paling umum mencakup kesulitan dalam berbicara, ptosis, diplopia, disfagia, kadang-kadang sampai menimbulkan distress nafas. Wanita yang menderita miastenia gravis memiliki insiden tinggi menderita penaykit autoimun lainnya seperti RA, dan SLE. 10

Efek Kehamilan pada Miastenia Gravis Tidak ada korelasi yang ditemukan antara derajat keparahan miastenia gravis sebelum hamil dan selama kehamilan. Eksaserbasi lebih sering terjadi pada trimester pertama dan satu bulan postpartum. Antibodi respetor asetilkolin dapat mencapai ASI dan oleh karena itu dapat menyebabkan

miastenia

gravis

pada

neonatus,

dimana

obat

antikolinesterase pada ibu juga melewati ASI dan mungkin dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal pada neonatus. 10

Penatalaksanaan Anestesi Antikolinesterase yang paling umum digunakan adalah neostigmin, yang memiliki durasi kerja 2 hingga 3 jam. Neostigmin 0,5 mg intravena setara dengan 1,5 mg subkutan, 0,7 mg IM, dan 15 mg oral. Pridostigmin memiliki durasi kerja yang lebih panjang, 4 hingga 6 jam, dan dosis setara neostigmin adalah 2 mg IV, 3 mg IV dan 60 mg oral. Pemberian edrofonium IV 1-2 mg, antikolinesterase kerja singkat dan dilengkapi dengan perlengkapan resusitasi jalan napas. 10

32

Anestesi lokal tipe amida merupakan pilihan yang lebih aman digunakan dalam dosis tinggi seperti pada anestesi epidural untuk seksio sesarea. Wanita hamil dengan miastenia gravis sangat sensitif terhadap relaksan otot nondepolarisasi, bakan dosis kecil dapat menghasilkan efek yang cepat dan lama. Infiltrasi kulit dengan anestesi lokal seharusnya digunakan untuk mengurangi nyeri post operatif. 10

8. Myotonik Distrofi Myotonik distrofi (MD) adalah penyakit degenerative pada neuromuskular dan neuroendokrin. Tipe yang paling sering adalah myotonik distrofi tipe 1 dimana pasien mendapat gen yang diturunkan secara autosomal dominan. Terdapat gangguan pada trinukleotida yang mempengaruhi lokasi kromosom 19. Gejala klinis yang dapat muncul berupa progresif distrofi pada otot, kelemahan otot dan myotonia. Katarak, gangguan berpikir, defek konduksi pada jantung, disfagia, dan gangguan pernapasan dapat muncul juga dikemudian hari.

1

Myotonia baik yang

merupakan distropi myopati maupun myotonia kongenital, sering meningkat selama pertengahan trimester dua kehamilan. Distropi miotonik ada kaitannya dengan penyakit jantung, dengan gejala berupa gangguan sistem konduksi, aritmia atau penyakit jantung kongestif, sedangkan distropi miotonik kongenital umumnya bersifat hipotonia dan kelemahan yang menyeluruh. Otot-otot pernapasan mungkin terkena sehingga menyebabkan kesulitan bernapas pada neonatus. Kematian neonatus sering ditemukan, tetapi bila dapat bertahan dalam minggu-minggu awal kelahiran, umumnya akan memperlihatkan perbaikan. Walaupun demikian, prognosis jangka panjang umumnya buruk. Distropi miotonik kongenital umumnya ditemukan pada bayi dengan ibu yang mengalami distropi miotonik.Namun, gejala dapat membaik dengan cepat pasca melahirkan. Beberapa penelitian mendapatkan

bahwa

tingginya

resiko

keguguran,

polihidramnion,

kegagalan pada persalinan, perdarahan saat dan setelah melahirkan. 1

33

MD

kongenital

terjadi

pada

beberapa

kehamilan

dan

dikarakteristikkan sebagai hipotonia secara umum, kelemahan pada neonates, kesulitan bernapas, menghisap dan menelan, dan gangguan perkembangan saraf. 1 Wanita dengan MD harus rutin menjalankan konsultasi sebelum kehamilan pada spesialis kandungan. Ketika dibutuhkan operasi caesar dapat dilakukan dengan regional atau anesthesia umum, namun obat yang digunakan dapat menyebabkan komplikasi pada pasien. 1 Kontraksi uterus yang tidak efektif, persalinan prematur dan presentasi bokong sering merupakan komplikasi dalam persalinan. Oxytocin dapat merangsang uterus yang miotonik untuk memperbaiki kontraksi. Anestesi regional lebih disukai daripada anestesi umum. Setelah persalinan disfungsi uteri hipotonik menyebabkan meningkatnya risiko retensio plasenta dan perdarahan post partum. Setengah dari anak yang lahir dari ibu dengan myotonia mewarisi kelainan tersebut. Hal ini dapat diatasi dengan augmentasi his dengan oksitoksin dan biasanya memberikan hasil yang efektif. Mempersingkat kala II dilakukan pada wanita dengan kelemahan yang nyata. Obat penghambat neuromuskuler non-depolarisasi sebaiknya dihindari sebab kontraktur otot generalisata menyulitkan penanganan jalan napas. 1

Tabel 3. Rangkuman karakteristik onset terjadinya kelainan neurologi pada kehamilan

34

Keterangan: AVM, arterial-venous malformation; CVT, cerebral vein thrombosis ; GA , gestationalage ; MH , migraine headache ; SAH , subarachnoid hemorrhage. Sumber : Ferraz, Zita, Joana Parra, Ana Luisa A, et al. 2017. Acute Onset Neurological Disorders during Pregnancy : A Literature Review. Rev Bras Ginecol.39:560-568

D. Penatalaksanaan Secara Umum Pasien Penurunan Kesadaran pada Kehamilan

35

Gambar 3. Penanganan awal pada pasien hamil yang tidak sadar. Amankan jalan napas Spontan Pastikan pola napas CPR/terintubasi

Posisikan pasien dengan benar

Beri oksigenasi 100%

Bantuan sirkulasi

  

Cairan intravena Produksi darah Defibrilasi

Berhasilnya resusitasi awal

Gagalnya resusitasi awal

Pemeriksaan GCS

Pertimbangkan Perimortem caesarian

Pemeriksaan lab dan radiologi

Tatalaksana penyebab dan janin

Pertahankan resusitasi dan monitoring

Penanganan jangka panjang

Sumber : Panday, Mala, et al. 2009. Management of The Unconcious Pregnant Patient. Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology. (23) : 327338.

36

Penjelasan : Secara umum, algoritma resusitasi sama dengan untuk pasien tidak hamil dengan beberapa pertimbangan khusus. Untuk mengoptimalkan resusitasi ibu hamil yang mengalami penurunan kesadaran, dokter harus menyadari perubahan fisiologis yang terjadi pada kehamilan dan bagaimana mereka menghambat resusitasi. Selama resusitasi juga perlu menentukan penyebab gangguan kesadaran sehingga dapat diberikan pengobatan yang tepat dan spesifik misalnya magnesium sulfat untuk eklampsia. 5 Pertama, amankan jalan napas. Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran lebih cenderung memiliki obstruksi jalan napas karena lidah mereka jatuh ke belakang. Nilailah pernapasan dan posisikan pasien secara tepat. Menilai fisiologi yang berubah dari respirasi dan peningkatan kebutuhan oksigen saat hamil, kadar oksigen harus cukup yaitu 99-100%. Edema jalan nafas atas, peningkatan ukuran payudara dan umumnya peningkatan berat badan membuat intubasi sulit. Penggunaan

tekanan

krikoid

direkomendasikan

selama

intubasi

untuk

meminimalkan aspirasi. Pemasangan akses intravena dan memastikan sirkulasi sesuai manajemen, karena tekanan darah yang memadai diperlukan untuk mempertahankan perfusi otak. 5 Selama resusitasi kardiopulmoner (CPR), curah jantung diperkirakan sekitar 30% dari normal, sehingga aliran darah uteroplasenta berkurang secara signifikan bahkan dengan kinerja kompresi dada yang optimal. Resusitasi jantung paru dilakukan dengan cara yang sama seperti untuk pasien tidak hamil. Untuk meringankan kompresi aortocaval, dilakukan dengan memposisikan pasien ke lateral kiri. Hanya dengan memposisikan ulang pasien dapat meningkatkan curah jantung sebesar 30% . 5 Setelah jalan nafas, pernapasan dan sirkulasi telah ditetapkan maka nilai ulang tingkat kesadaran, mengingat bahwa tingkat kesadaran yang berubah merupakan penanda cedera otak. Penilaian pupil dan penilaian neurologis harus dilakukan. Jika diduga cedera otak primer maka dilakukan pemeriksaan CT scan. 5

37

Mengenai terapi farmakologis dalam resusitasi, prinsip umumnya adalah menggunakan apa pun yang diperlukan untuk menyelamatkan ibu karena kelangsungan hidup ibu diprioritaskan dan kelangsungan hidup janin tergantung pada keberhasilan resusitasi ibu. 5 Setelah resusitasi dilakukan dan cedera yang mengancam jiwa diobati maka hanya satu yang mempertimbangkan janin. Misalnya persalinan prematur atau solusio plasenta. Pada tahap ini, perlu dilakukan penilaian mengenai pemeriksaan laboratorium dan radiologis Pasien septik biasanya mengalami penurunan volume intravaskular, dan karena itu penggantian cairan diprioritaskan. 5

E. Primary Survey Airway : 11 1. Penilaian : 

Mengenal patensi jalan napas



Penilaian cepat akan adanya obstruksi

Penilaian airway dilakukan dengan cara : 

Look  Lihat adanya agitasi (tanda hipoksia), sianosis, retraksi. Dan penggunaan otot napas tambahan



Listen  Dengar adanya suara napas tambahan seperti snoring, gurgling, crowing sound, dan stridor. Suara napas tambahan menunjukkan adanya obstruksi jalan napas



Feel  Raba lokasi trakea

2. Pengelolaan 

Melakukan triple airway manuver (head tilt, chin lift, atau jaw trust



Membersihkan airway dari benda asing



Memasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal



Memasang airway definitif seperti intubasi atau krikotiroidotomi dengan pembedahan

38



Melakukan jet insufflation dari airway dan mengetahui bahwa tindakan ini bersifat sementara



Fiksasi leher setelah memasang airway

Breathing 11 1. Penilaian 

Buka leher dan dada sambil menjaga imobilisasi leher dan kepala



Tentukan laju dan dalamnya pernapasan



Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk menilai adanya deviasi trakea, ekspansi toraks simetris atau tidak, penggunaan otot tambahan dan tanda cedera lainnya



Perkusi toraks untuk menentukan redup atau hipersonor, menilai adanya udara atau darah dalam rongga toraks



Auskultasi toraks bilateral untuk memastikan masuknya udara kedalam kedua paru

2. Pengelolaan 

Pemberian oksigen konsentrasi tinggi



Ventilasi dengan alat bag valve mask



Mengevaluasi tension pneumotoraks



Menutup open pneumotoraks



Memasang sensor CO2



Memasang pulse oksimeter

Circulation 11 1. Penilaian 

Mengenali adanya sumber perdarahan eksternal yang luas

39



Mengenali sumber perdarahan internal seperti perdarahan pada rongga troraks dan abdomen, sekitar fraktur tulang panjang retroperitoneal akibat fraktur pelvis atau sebagai akibat dari luka tembus



Monitor nadi, kecepatan, kualitas, keteraturan. Nadi yang cepatdan kecil merupakan tanda hipovolemia, tidak ditemukannya pulsasi arteri besar merupakan tanda diperlukannya resusitasi



Menilai warna kulit. Wajah dan kulit pucat keabu-abuan merupakan tanda hipovolemia



Memeriksa tekanan darah (bila ada waktu)

2. Pengelolaan 

Tekanan langsung pada tempat perdarahan eksternal



Mengenal adanya perdarahan internal untuk intervensi bedah, serta konsultasi bedah



Memasang 2 kateter intravena berukuran besar



Mengambil sampel darah untuk pemeriksaan darah rutin, analisa kimia, tes kehamilan, golongan darah dan cross match, dan analisa gas darah



Memberikan cairan Ringer Laktat yang dihangatkan dan pemberian darah



Cegah hipotermia

Disability 11 1. Tentukan tingkat kesadaran dengan menggunakan skor GCS

40

Penilaian kesadaran berdasarkan Glasgow Coma Scale terbagi menjadi 3 bagian yaitu Eye, Movement, dan Verbal.

Eye : Penilaian

Skor

Membuka mata spontan

4

Respon terhadap suara

3

Respon terhadap nyeri

2

Tidak membuka mata

1

Motorik Penilaian

Skor

Mengikuti perintah

6

Melokalisir nyeri

5

Fleksi normal (menarik anggota tubuh yang dirangsang

4

Fleksi abnormal (dekortikasi)

3

Ekstensi abnormal (deserebrasi)

2

Tidak ada

1

Verbal Penilaian

Skor

Berorientasi baik

5

Berbicara kacau (bingung)

4

Kata-kata tidak teratur

3

Suara tidak jelas

2

Tidak ada

1

Skala GCS menjadi indikator seberpa kritis kondisi pasien. 

Pasien trauma dengan skor GCS<15 memerlukan perhatian khusus dan perlunya pengkajian ulang

41



Penurunan skor GCS mengindikasikan perlunya penilaian jalan napas dan intervensi lanjutan. Namun sebaliknya, GCS 15 sebaiknya tidak dijadikan indikator baiknya kondisi pasien.

2. Nilai pupil : besar, diameter, isokor atau tidak, dan reaksi terhadap cahaya Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigenasi dan atau penurunan perfusi ke otak, atau disebabkan trauma langsung pada otak. Penurunan kesadaran menuntut dilakukannya re-evaluasi terhadap keadaan oksigenasi, ventilasi, dan perfusi. Eksposure 11 Buka seluruh pakaian penderita untuk memeriksa dan evaluasi penderita. Setelah dibuka, pasien harus segera diselimuti, ruangan dijaga agar tetap hangat, dan diberi cairan intravena yang telah dihangatkan.

BAB III

42

KESIMPULAN

1. Perubahan fisiologis pada kehamilan dapat terjadi, mulai dari perubahan berat badan, system respirasi, perubahan volume darah, system kardiovaskuler, perubahan pada ginjal, saluran cerna, hingga perubahan pada system saraf pusat dan perifer serta perubahan lainnya, pada keadaan tertentu perubahan ini dapat menjadi suatu penyakit patologis pada ibu hamil. 2. Beberapa penyakit patologis pada ibu hamil tersebut dapat menimbulkan penurunan kesadaran, dimana mekanisme utamanya adalah kegagalan pada jalan napas dan bantuan napas (hipoksia/hiperkarbia), kegagalan pada sirkulasi (hipotensi/serangan jantung) serta kegagalan dari system saraf pusat. 3. Beberapa penyakit yang dapat menurunkan kesadaran pada ibu hamil adalah preeclampsia-eklampsia, tumor otak, perdarahan serebrovaskular, epilepsy, serta beberapa penyakit lainnya yang dapat mengalami perburukan seperti nyeri kepala (migraine), multiple sclerosis, myasthenia gravis dan myotonik distrofi. 4. Penatalaksanaan secara umum pasien penurunan kesadaran pada kehamilan adalah mulai dari mengamankan airway, breathing dan sirkulasi, selanjutnya adalah pemeriksaan lainnya seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologi, penatalaksanaan sesuai penyebab, monitoring, selain itu juga penatalaksanaan untuk kesehatan janinnya.

DAFTAR PUSTAKA

43

1. Coad, Felicity, Aarthi R mohan, and Catherine Nelson-Piercy. 2017. Neurological Disease in Pregnancy. Obstetrics, Gynaecology and Reproductive Medicine. p 1-7 2. Renukesh,

Sandya,

Lavanya

Rai.

2016.

Neurological

Disorders

Complicating Pregnancy- Focus on Obstetric Outcome. Journal of Clinical and Diagnostic Research. Vol-10(12): 6-9. 3. Bisri, Dewi Yulianti, dan Tatang Bisri. 2013. Anatomi dan Fisiologi Wanita Hamil. Kolegium Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia.p 1-15. 4. Pillay, Priya Soma, et al. 2016. Physiological Changes in Pregnancy. Cardiovascular Journal of Africa. 27 : 89-94 5. Panday, Mala, et al. 2009. Management of Unconcious Pregnant Patient. Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology. (23) : 327338. 6. Septica, Rafidya Indah, et al. 2015. Patofisiologi Serebrovaskuler dan Implikasi Anestesi pada Preeklampsia/Eklampsia. JNI; 4 (2) : 134-48 7. Cuningham. 2012. Obstetri Williams. EGC. Edisi 23 vol 1. 8. Wullur, Caroline, et al. 2015. Penatalaksanaan Anestesi untuk Gabungan Tindakan Seksio Sesarea dan Kraniotomi Tumor Otak. JNI. 4 (3) : 171-76. 9. Mangastuti, Rebecca, et al. 2016. Penatalaksanaan Anestesi pada Operasi Epilepsi. JNI. 5 (2) : 138-54. 10. Ahmad, Muh Ramli, dan Borahima Lami. 2013. Seksio Sesarea pada Pasien Penyakit Autoimun. Kolegium Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia.p 175-14. 11. Henry, Sharon, et al. 2018. Airway and Ventilatory Management. American College of Surgeon. P : 23-9.

44

Related Documents