BAB 2
TINJAUAN LITERATUR
2.1 Pemeriksaan Diagnosis merupakan suatu tindakan mempelajari dan mengidentifikasikan suatu penyakit agar dapat dibedakan dengan penyakit lainnya. Untuk mendapatkan diagnosis yang tepat tersebut, klinisi harus mendapatkan informasi yang tepat dan banyak mengenai riwayat medis dan riwayat giginya dengan mengajukan pertanyaan mengenai riwayat, lokasi, keparahan, durasi, karakter dan stimuli yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri. Melakukan pemeriksaan visual pada wajah, jaringan keras dan lunak rongga mulut; melakukan pemeriksaan intraoral; melakukan pengetesan pada pulpa gigi, dan melakukan pemeriksaan penunjang. 2.1.1 Pemeriksaan Subjektif Pemeriksaan Subjektif dilakukan dengan menggali informasi sebanyak mungkin dari pasien meliputi: 1. Identitas pasien Identitas pasien diperlukan sebagai pasca tindakan dapat pula sebagai data mortem (dental forensic), data identitas pasien meliputi : a) Nama lengkap b) Tempat dan tanggal lahir c) Alamat tinggal d) Golongan darah e) Status pernikahan f) Pekerjaan g) Pendidikan h) Kewarganegaraan 2. Keluhan utama (Chief Complaint CC) Berkaitan dengan keluhan oleh pasien datang kedokter gigi keluhan utama pasien akan berpengaruh terhadap pertimbangan dokter dalam menentukan tindakan
yang akan dilakuhkan kepada pasien. Contoh rasa sakit ataupun ngilu rasa tidak nyaman, pembengkakan, perdarahan, halitosis, rasa malu karena penampilan. 3. Present illness (PI) Mengetahui keluhan utama saja tidak cukup, maka perlu dilakuhkan pengembangan masalah yang ada dalam keluhan utama dan lain - lain. Mencari tahu kapan pasien merasakan sakit/ rasa tidak nyaman sejak pertama kali terasa, apakah bersifat berselang atau terus menerus, dilihat apakah pasien merasakan sakit, dilihat faktor pemicunya contoh lokasi, faktor pemicu, karakter, keparahan, penyebaran. 4. Riwayat medik (medikal history/ PMH) Apakah pasien pernah rawat inap dirumah sakit karena dengan gejala umum demam, penurunan berat badan serta gejala umum lainnya. Perawatan bedah, radiologi, alergi obat dan makanan, anestesi, dan rawat inap dirumah sakit karena penyakit riwayat umum. Jika pasien pernah rawat inap. 5. Riwayat dental (Post Medical History PDH) Apakah pasien pernah datang kedokter gigi karena akan mempengaruhi seorang dokter gigi dalam meninjau tindakan perawatan pada pasien yaitu pasien rutin kedokter gigi apa tidak, sikap pasien datang kedokter gigi saat dilakuhkan perawatan, keluhan gigi pasien, perawatan restorasi, dan lain-lain. Riwayat penyakit dental merupakan langkah yang penting untuk menggali informasi terkait keluhan utama pasien. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan riwayat penyakit, lokasi, keparahan, durasi, karakter dan stimulus yang menimbulkan nyeri. Nyeri yang timbul karena stimulus suhu dan menyebar, kemungkinan berasal dari pulpa. Nyeri pada saat makan atau mengunyah dan jelas batasnya kemungkinan berasal dari daerah periapikal. Faktor penting yang membentuk kualitas dan kuantitas nyeri adalah spontanitas, intensitas, dan durasinya. 6. Kebiasaan Buruk Kebiasaan
merupakan
factor
penting
yang
menjadi
penyebab
dan
berkembangnya penyakit dalam rongga mulut. Kebiasaan dalam rongga mulut dapat berpengaruh pada jaringan keras seperti gigi dan tulang alveolar, jaringan pendukung gigi ( giginva, ligament periodontal) maupun mukosa mulut lainnya (lidah, bibir, pipi, palatum). Kebiasaan yang dimaksud seperti merokok, bernafas dari mulut, cara menyikat gigi yang salah, dan lain lain
2.1.2
Pemeriksaan Objektif Pemeriksaan objektif
yang dilakukan secara umum ada dua macam yaitu
pemeriksaan ekstraoral dan pemeriksaan intra oral. Pada kasus ini, pemeriksaan objektif yang dilakukan hanya pemeriksaan intra oral yaitu pemeriksaan gigi geligi pasien. Pemeriksaan objektif gigi dapat dilakukan dengan pemeriksaan beberapa cara antara lain sebagai berikut: 1. Inspeksi lokasi karies 2. Sondasi Sondasi dengan sonde dapat menunjukkan kedalaman karies, terbukanya pulpa, fraktur mahkota dan restorasi yang rusak. Pada beberapa keadaan seperti karies besar di korona, sonde dapat memberikan bantuan yang memadai dalam menegakkan diagnosis. Hasil positif menandakan pulpa gigi yang masih vital. 3. Perkusi Perkusi merupakan indikator yang baik keadaan periapikal. Respon yangpositif menandakan adanya inflamasi periapikal. Bedakan intensitas rasa sakit dengan melakukan perkusi gigi tetangganya yang normal atau respon positif yang disebabkan inflamasi ligamen periapikal, karena adanya peradangan pulpa yang berlanjut ke apikal dan meluas mengenai jaringan penyangga. Gigi diberi pukulan cepat dan tidak keras, dengan menggunakan tangkai suatu instrumen, untuk menentukan apakah gigi merasa sakit. Suatu respon sensitif yang berbeda dari gigi disebelahnya, biasanya menunjukkan adanya periodontitis. 4. Palpasi Palpasi dilakukan jika dicurigai ada pembengakakan, dapat terjadi intraoral atau ekstra oral. Abses dalam mulut terlihat sebagai pembengkakan dibagianlabial dari gigi yang biasanya sudah non vital.Tes sederhana ini dilakukan dengan ujung jari menggunakan tekanan ringan untuk memeriksa konsistensi jaringan dan respon rasa sakit. Meskipun sederhana,tetapi merupakan suatu tes yang penting.Bila ada pembengkakan tentukan hal berikut(1) apakah jaringan fluktuan dan cukup membesar untuk insisi dan drainase;(2) adanya, intensitas dan lokasi rasa sakit; (3) adanya dan lokasi adenopati dan(4) adanya krepitasi tulang.. 5. Tes suhu
Test termis (panas dan dingin) merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi vitalitas pulpa atau sesnsitivitas pulpa. Tes dingin dengan menggunakan batangan es, chloretil, dan air dingin. Penggunaan yang paling sering adalah dengan chloretil yang disemprotkan pada cotton pellet kemudian ditempelkan pada permukaan gigi yang karies yang telah dilakukan eskavasi terlebih dahulu, atau pada bukal dipertengahan mahkota. Apabila respon nyeri terhadap rangsang dingin positif menandakan bahwa pulpa gigi tersebut masih vital, sedangkan apabila pasien tidak merespon menandakan bahwa pulpa gigi dalam keadaan nonvital atau nekrosis. Tes panas tidak dilakukan secara rutin, berguna jika ada keluhan pada gigi yang sulit dilokalisir. Respon yang hebat dan menetap merupakan indikasi dari pulpitis irreversibel. Tes panas dapat menggunakan air panas, burnisher, atau menggunakan gutta percha yang dipanaskan, bahan dan alat diletakkan pada kavitas yang sudah dikeringkan kemudian diangkat dan amati respon pasien. 6. Pemeriksaan Penunjang Radiografi sangat bermanfaat dalam penegakan diagnosis karies, baik karies dentin maupun profunda. Jenis radiografi yang sering digunakan dalam menegakkan diagnosa karies adalah radiografi periapikal. Selain untuk melihat kedalaman karies, radiografi juga menunjukkan ketinggian tulang alveolar, patologi jaringan periapeks, maupun gigi yang tidak erupsi.
2.2 Diagnosa Pulpitis irreversible kronis asimptomatik merupakan respon inflamasasi dari jaringan pulpa yang teriritasi. Pulpitis irreversibel asimptomatik berkembang dari dengan tanpa gejala atau disebabkan iritasi ringan pada pulpa. Ada teori lain yang mengatakan bahwa pulpitis irreversibel asimptomatik ini disebabkan oleh pulpitis simptomatik (akut) yang tidak diobati, dimana fase akut tersebut menyerah atau dimana rangsangan eksternalnya rinagan atau sedang, walaupun penyakit ini akan berkelanjutan dari waktu ke waktu. Keseimbangan terjadi antara pertahanan host dan bakteri, karena sel-sel pertahanan mampu menetralisir agregasi bakteri yang menyebabkan penyakit untuk tetap bersifat asimptomatik. Kadang-kadang drainase ke luar terjadi oleh interaksi antara kamar pulpa dan lesi karies. Menyebabkan drainase spontan dari eksudat serous dan mencegah berkembangnya edema intrapulpa.
Bentuk ulserasi dari penyakit ini yang paling menonjol yaitu pada permukaan pulpa yang terkena. Ulserasi dapat terjadi pada usia berapa pun dan mampu menolak suatu infeksi ringan, meskipun penyakit ini dapat berkembang menjadi kronis atau lebih parah hingga nekrosis tanpa menunjukkan gejala apapun. Diagnosanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan objektif ataupun subjektif. Pemeriksaan subjektif yaitu berdasarkan anamnesis yaitu meliputi riwayat sosial, dental dan medis. Riwayat ini memberikan informasi yang berguna merupakan dasar dari rencana perawatan. Pada pulpitis irreversibel kronis asimptomatik biasanya pasien datang tanpa keluhan pada giginya akan tetapi memiliki riwayat sakit berdenyut-denyut dan sensitif apabila terkena rangsangan panas atau dingin. Pemeriksaan
objektif
meliputi
pemeriksaan
ekstra-oral
dan
intra-oral.
Pemeriksaan ekstra-oral yakni, setiap kelainan ekstra-oral yang nampak yang dicatat selama pencatatan riwayat dapat diperiksa lebih lanjut. Penampilan umum-besar dan berat, cara berjalan, corak kulit, mata, bibir, simetri wajah, dan kelenjar limfe. Pemeriksaan objektif intra-oral meliputi jaringan lunak : mukosa pipi, bibir, lidah, tonsil, palatum lunak, palatum keras dan gingival. Gigi : kebersihan mulut, keadaan gigi-gigi, posisi gigi-gigi-crowding, spasing, drifting, oklusi. Pemeriksaan biasanya menemukan suatu kavitas dalam yang meluas ke pulpa atau karies di bawah tumpatan. Pulpa mungkin sudah terbuka. Waktu mencapai jalan masuk ke lubang pembukaan akan terlihat suatu lapisan keabu-abuan yang menyerupai buih meliputi pulpa terbuka dan dentin sekitarnya. Probing ke dalam daerah ini tidak menyebakan rasa sakit pada pasien hingga dicapai daerah pulpa yang lebih dalam. Pada tingkat ini dapat terjadi sakit dan perdarahan. Bila pulpa tidak terbuka oleh proses karies, dapat terlihat sedikit nanah jika dicapai jalan masuk ke kamar pulpa. Pemeriksaan radiografik mungkin tidak menunjukkan sesuatu yang nyata yang belum diketahui secara klinis, mungkin memperlihatkan suatu kavitas proksimal yang secara visual tidak terlihat, atau mungkin memberi kesan keterlibatan suatu tanduk pulpa. Suatu radiografi dapat juga menunjukkan pembukaan pulpa, karies di bawah suatu tumpatan, atau suatu kavitas dalam atau tumpatan mengancam integritas pulpa.
2.3 Etiologi Iritasi pada jaringan pulpa akan mengakibatkan inflamasi. Iritan terhadap jaringan pulpa dapat terbagi menjadi tiga yaitu iritan mikroba, iritan mekanik, dan iritan kimia. 1. Iritan mikroba. Bakteri yang terdapat dalam karies merupakan sumber utama iritasi terhadap jaringan pulpa. Bakteri akan memproduksi toksin yang akan berpenetrasi ke dalampulpa melalui tubulus dentinalis sehingga sel-sel inflamasi kronik seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma akan berinfiltrasi secara lokal pada jaringan pulpa. Jika pulpa terbuka, leukosit polimorfonukleus berinfiltrasi dan membentuk suatu daerah nekrosis pada lokasi terbukanya pulpa. Jaringan pulpa bisa tetap terinflamasi untuk waktu yang lama sampai akhirnya menjadi nekrosis atau bisa dengan cepat menjadi nekrosis. Hal ini bergantung pada virulensi bakteri, kemampuan mengeluarkan cairan inflamasi guna mencegah peningkatan tekanan intra pulpa, ketahanan host, jumlah sirkulasi, dan drainase limfe. 2. Iritan mekanik. Preparasi kavitas yang dalam tanpa pendinginan yang memadai, dampak trauma, trauma oklusal, kuretase periodontal yang dalam, dan gerakan ortodonsi merupakan iritan-iritan yang berperan terhadap kerusakan jaringan pulpa. Preparasi kavitas mendekati pulpa dan dilakukan tanpa pendinginan sehingga jumlah dan diametertubulusdentinalis akan meningkat. Pada daerah yang mendekati pulpa menyebabkan iritasi pulpa semakin meningkat oleh karena semakin banyak dentin yang terbuang. Pengaruh trauma yang disertai atau tanpa fraktur mahkota dan akar juga bisa menyebabkan kerusakan pulpa. Keparahan trauma dan derajat penutupan apeks merupakan faktor penting dalam perbaikan jaringan pulpa. Selain itu, aplikasi gaya yang melebihi batas toleransi fisiologis ligamentum periodontal pada perawatan ortodonsi akan mengakibatkan gangguan pada pasokan darah dan saraf jaringan pulpa. Scaling yang dalam dan kuretase juga bisa menyebabkan gangguan pada pembuluh darah dan saraf di daerah apeks sehingga merusak jaringan pulpa. 3.
Iritan kimia.
Iritan pulpa mencakup berbagai zat yang digunakan untuk desentisasi, sterilisasi, pembersih dentin, base, tambalan sementara dan permanen. Zat antibakteri seperti silver nitrat, fenol dengan atau tanpa camphor, dan eugenol dapat menyebabkan perubahan inflamasi pada jaringan pulpa.
2.4 Patogenesis Mekanisme patogenesis terjadinya pulpa diawali dengan bakteri yang menginfeksi gigi. Ketika terdapat akses ke pulpa, metabolit bakteri dan komponen dinding sel menyebabkan inflamasi. Pada lesi awal hingga lesi sedang, produk asam dari proses karies berperan secara tidak langsung dengan mengurai matriks dentin, yang akanmeni mbulkan pelepasan molekul bioaktif untuk dentinogenesis (pembentukan dentin tersier). Pemberian protein matriks dentin pada dentin atau pulpa yang terbuka dapat menstimulasi pembentukandentin tersier. Selain itu, terdapat beberapa molekul lain yang dapat menstimulasidentinogenesis reparative, yaitu heparin-binding growth factor, transforming growth factor(TGF)-β1, TGF-β3, insulin-like growth factors (IGF)-1 dan -2, growth factor yang berasaldari platelet, dan angiogenic growth factor. Meskipun begitu, pembentukan dentin tersier ini bukanlah reaksi pertama dan bukan pertahanan yang paling efektif melawan bakteri patogen yang menginvasi. Komb inasi dari peningkatan pengendapan dentin intratubuler dan pengendapan secara langsun g kristal mineral ke tubulus dentin untuk mengurangi permeabilitas dentin merupakan perlawanan pertama terhadap karies, yang disebut dentin sklerosis. Penurunan permeabi litas dentin ini terjadi dalam waktu yang singkat. Yang berperan penting dalam peningkatan pengendapan dalam dentin intratubuler adalah TGF-β1. Pembentukkan dentin tersier berlangsung dalam waktu yang lebih lama daripada dentin sklerotik, dan tergantung dengan stimulus. Stimulus ringan mengaktivasi odontoblas yang diam, kemudian mereka menguraikan matriks organik dentin. Dentin tersier ini disebut juga dentin reaksioner dan dapat diamati ketika terjadi demineralisasi dentin awal di bawah lesi enamel yang tidak berkavitas. Pada lesi karies yang sedang berkembang, respon imun host meningkat dalam intensitas yang sesuai dengan perkembangan infeksi. Telah dibuktikan bahwa titer sel T, B-lineage cell , neutrofil, dan makrofag secara langsung sesuai dengan kedalaman lesi pada gigi. Hancurnya dentin dalam jumlah besar tidak penting untuk mendatangkan respon imun pulpa.Respon inflamasi awal terhadap karies terlihat dengan akumulasi sel inflamasi kronis pada suatu titik. Hal ini dimulai oleh odontoblas dan kemudian sel dendrit. Sebagai sel yang paling tepi dalam pulpa, odontoblas ditempatkan sebagai yang pertama kali ber tempur. Meskipun begitu, pembentukan dentin tersier ini bukanlah reaksi pertama dan bukan pertahanan yang paling efektif melawan bakteri patogen yang menginvasi. Komb inasi dari peningkatan pengendapan dentin intratubuler dan pengendapan secara langsun g kristalmineral ke tubulus dentin untuk mengurangi permeabilitas dentin merupakan perlawanan pertama terhadap karies, yang disebut dentin sklerosis. Penurunan permeabi litas dentin initerjadi dalam waktu yang singkat. Yang berperan penting dalam peningkatan pengendapandalam dentin intratubuler adalah TGF-β1.
Pembentukkan dentin tersier berlangsung dalam waktu yang lebih lama daripada dentin sklerotik, dan tergantung dengan stimulus. Stimulus ringan mengaktivasi odontoblasyang diam, kemudian mereka menguraikan matriks organik dentin. Dentin tersier ini disebut juga dentin reaksioner dan dapat diamati ketika terjadi demineralisasi dentin awal di bawah lesi enamel yang tidak berkavitas. Pada lesi karies yang sedang berkembang, respon imun host meningkat dalamintensitas yang sesuai dengan perkembangan infeksi. Telah dibuktikan bahwa titer sel T, B-lineage cell , neutrofil, dan makrofag secara langsung sesuai dengan kedalaman lesi pada gigi. Hancurnya dentin dalam jumlah besar tidak penting untuk mendatangkan respon imun pulpa.Respon inflamasi awal terhadap karies terlihat dengan akumulasi sel inflamasi kronis pada suatu titik. Hal ini dimulai oleh odontoblas dan kemudian sel dendrit. Sebagaisel yang paling tepi dalam pulpa, odontoblas ditempatkan sebagai yang p ertama kali bertempur dengan antigen asing dan memulai respon imun. Deteksi patogen dilakukan dengan reseptorspesifik yang disebut pattern recognition receptors (PRRs). Reseptor ini mengenali polamolekuler patogen (PAMPs) pada organisme yang menginvasi dan memulai pertahanan hostmelalui aktivasi nuclear factor (NF)-kB. Salah satu molekul pengenal PAMP adalah toll-likereceptor family (TLRs). Odontoblas telah terbukti dapat meningkatkan pengeluaran TLRs sebagai respon terhadap produk bakteri. Ketika TLR odontoblas terstimulasi oleh patogen, cytokine, chemokine, dan peptidaantimikrobial diuraikan oleh odontoblas, menghasilkan stimulasi dari sel imun efektorsebagai pembunuh bakteri secara langsung. Odontoblas yang terstimulasi mengeluarkan chemokines tingkat tinggi seperti,interleukin (IL)-8 yang berperan dengan pelepasan TGF-β1 dari karies dentin, hasil dari peningkatan jumlah sel dendrit pada suatu titik, dengan tambahan pelepasan mediatorke motaktik. Dengan berkembangnya lesi karies, jumlah sel dendrite dalam daerah odontoblas meningkat. Sel dendrit pulpa bertanggung jawab untuk pengenalan antigen dan stimulasi limfosit T. pada pulpa yang belum terinflamasi, mereka tersebar di seluruh bagian pulpa. Dengan perkembangan karies, mereka awalnya berkumpul dalam pulpa dan daerah subodontoblas, kemudian meluas ke lapisan odontoblas, dan akhirnya bermigrasi ke tubulus.Terdapat dua jenis sel dendrite yang berbeda dalam pulpa. CD11+ ditemukan dalam pulpaatau dentin border dan ke pit dan fisur. F4/80+ terdapat pada ruang perivascular dalam zona sub odontoblas dan pulpa dalam. Sel dendrit mungkin memainkan peran dalam diferensiasi odontoblas dan/atau aktivitas dalam pertahanan imun serta dentinogenesis. Pulpal Schwann sel juga menghasilkan molekul sebagai respon terhadap karies, yang menunjukkan kemampuan mengenali antigen. Odontoblas juga mempunyai peran dalam respon imun humoral terhadap karies. IgG, IgM,dan IgA ditempatkan dalam sitoplasma dan sel memproses odontoblas dalam dentin yang mengalami karies, menunjukkan bahwa sel ini secara aktif mengirim antibody ke tempat infeksi. Mediator neurogenik terlibat dalam respon pulpa terhadap iritan dan mereka dapat menengahi patologi seperti respon penyembuhan. Substansi P,calcitonin generelated peptide(CGRP), neurokinin A (NKA), NKY, dan vasoactive intestinal peptide dilepaskan dan menyebabkan vasodilatasi serta meningkatkan permeabilitas vascular. Stimulasi nervussimpatetik seperti norepinephrine, neuropeptide Y, dan adenosine triphospate (ATP) dapat mengubah aliran darah pulpa. Neuropeptida dapat berperan untuk mengatur respon imun pulpa. Substansi P ber peran sebagai kemotaktik dan agen stimulasi untuk makrofag dan limfosit T. Hasil dari stimulasi ini adalah peningkatan produksi arachidonic acid metabolite, stimulasi mitosis
limfosit dan produksi sitokin. CGRP melakukan aktivitas imunosupresi, yang ditunjukkan dengan pengurangan produksi H2O2 oleh makrofag dan proliferasi limfosit. Substansi P dan CGRP dapat menginisiasi dan menyebarkan respon penyembuhan pulpa. CGRP dapat menstimulasi produksi bone morphogenic protein oleh sel pulpa. Hasilnya, hal ini menginduksi dentinogenesis tersier (pembentukan dentin tersier).
2.5 Gejala Klinis Pulpitis irreversibel merupakan inflamasi parah yang tidak akan dapat pulih walaupun penyebabnya dihilangkan. Nyeri pulpitis irreversibel dapat berupa nyeri tajam, tumpul, lokal, atau difus dan berlangsung hanya beberapa menit atau berjam-jam. Aplikasi stimulus eksternal seperti termal dapat mengakibatkan nyeri berkepanjangan. Jika inflamasi hanya terbatas pada jaringan pulpa dan tidak menjalar ke periapikal, respon gigi terhadap tes palpasi dan perkusi berada dalam batas normal.
2.6 Rencana Perawatan 2.6.1
Pulpektomi Vital Gigi 85 Pulpektomi vital adalah pengangkatan seluruh jaringan pulpa. Ini merupakan
perawatan untuk jaringan pulpa yang telah mengalami kerusakan irreversible. Biasanya dilakukan pada gigi anterior atau gigi yang mengalami fraktur Indikasi pulpektomi vital : 1. Gigi sulung dengan infeksi yang melewati kamar pulpa (gigi vital, nekrosis sebagian) 2. Seluruh akar dapat diinstrumentasi 3. Adanya kelainan jaringan periapikal (<1/3 apikal) seperti abses, granuloma, kista dll. Kontra indikasi pulpektomi vital : 1. Kesehatan umum yang tidak baik. 2. Pasien tidak kooperatif.
3. Gigi yang goyang disebabkan keadaan patologis Teknik pulpektomi vital pada gigi molar sulung : a. Kunjungan Pertama 1. Rontgen Foto. 2. Anastesi local. 3. Isolasi daerah kerja. 4. Preparasi kavitas sesuai dengan lesi karies. 5. Untuk mengangkat sisa-sisa karies dan debris pada ruang pulpa dipakai bur bulat dan bur fisur. Periksa apakah semua jaringan pulpa koronal telah terangkat. 6. Setelah ruang pulpa terbuka, perdarahan dievaluasikan dan eksudasi purulent 7. Jaringan pulpa diangkat dengan file endodontic. Mulai dengan file ukuran no. 15 dan diakhiri file ukuran no. 35. Pada gigi sulung, preparasi dilakukan hanya untuk mengangkat jaringan pulpa, bukan untuk memperluas saluran akar. 8. Irigasi saluran akar denga bahan NaOCl 2,5-5%. Keringkan dengan gulungan kapas kecil dan paper point. Jangan sekali-kali mengalirkan udara langsung ke saluran akar. 9. Apabila pendarahan terkontrol dan saluran akar sudah kering maka saluran akar diisi dengan Semen Zink Oxide Eugenol. 10. Gunakan amalgam plugger dan berikan tekanan secara konstan untuk memadatkan Semen Zink Oxide Eugenol. 11. Rontgen foto untuk memastikan bahwa saluran akar sudah terisi dengan Zink Oxide Eugenol. Karena klasifikasi saluran akar, Zink Oxide Eugenol tidak mencapai apeks gigi, tetapi gigi geligi sering tetap berfungsi sebelum molar permanen pertama erupsi. 12. Pasien diminta datang kembali dalam waktu satu atau dua minggu untuk mengevaluasi keberhasilan perawatan.
b. Kunjungan Kedua
Dilakukan setelah 1-2 minggu untuk mengevaluasi keberhasilan perawatan. Dilakukan tes vitalitas, jika gigi tidak ada keluhan maka dilanjutkan dengan penambalan permanen.
2.6.2
Pulpotomi Vital Pulpotomi vital atau amputasi vital adalah tindakan pengambilan jaringan pulpa
bagian koronal yang mengalami inflamasi dengan melakukan anastesi, kemudian memberikan medikamen di atas pulpa yang diamputasi agar pulpa bagian radicular tetap vital. Pulpotomi vital umumnya dilakukan pada gigi desidui dan gigi permanen muda. Pulpotomi gigi desidui umumnya menggunakan formokresol atau glutaradehid. Pada gigi permanen muda dipakai kalsium hidroksid. Kalsium hidroksid pada pulpotomi bita gigi desidui menyebabkan resorpsi interna. Berdasarkan penelitian, menurut Finn keberhasilan pulpotomi vital formokresol 97% secara rontgenologis dan 82% secara histologis. Reaksi formokresol terhadap jaringan pulpa yaitu membentuk area yang terfiksasi dan pulpa di bawahnya tetap dalam keadaan vital. Pulpotomi vital dengan formokresol hanya dilakukan pada gigi desidui dengan singkat dan bertujuan mendapat sterilisasi yang baik pada kamar pulpa. Indikasi Pulpotomi vital 1. Gigi desidui dan gigi tetap muda vital, tidak ada tanda- tanda gejala peradangan pulpa dalam kamar pulpa. 2. Terbukanya pulpa saat ekskavasi jaringan karies/ dentin lunak prosedur pulp capping indirek yang kurang hati-hat, faktor mekanis selama preparasi kavitas atau trauma gigi dengan terbukanya pulpa. 3. Gigi masih dapat dipertahankan/ diperbaiki dan minimal didukung lebih dari 2/3 panjang akar gigi. 4. Tidak dijumpai rasa sakit yang spontan maupun terus menerus 5. Tidak ada kelainan patologis pulpa klinis maupun rontgenologis.
Kontra indikasi Pulpotomi Vital 1. Rasa sakit spontan 2. Rasa sakit terutama bila diperkusi maupun dipalpasi 3. Ada mobility yang patologik 4. Terlihat radiolusen pada daerah periapikal, kalsifikasi pulpa, resorpsi akar interna maupun ekterna 5. Keadaan umum yang kurang baik, di mana daya tahan tubuh terhadap infeksi sangat rendah 6. Pendarahan yang berlebihan
Obat yang dipakai formokresol dari formula Buckley :
1. Formaldehid
19%
2. Kresol
35%
3. Gliserin
15%
4. Aquadest 100 Kegunaan formokresol Formokresol mengkoagulasi protein sehingga merupakan bakterisid yang kuat dan kaustik. Pemakaian formokresol pada pulpotomi tidak merangsang pembentukan dentinal bridge atau calcific barrier, tetapi jaringan pulpa akan membentuk zona fiksasi yang bersifat keras, tahan terhadap autolysis dan merupakan barrier terhadap serangan bakteri yang menuju ke apikal. Pemakaian formokresol pada pulpotomi vital terdiri 2 metode :
1)
Pulpotomi 1 kali kunjungan atau metode 5 menit. Pada pulpa yang mengalami peradangan kronis jaringan pulpa seharusnya perdarahan akan berhenti dalam 3 – 5 menit setelah diletakkan formokresol.
2)
Pulpotomi 2 kali kunjungan atau metode 7 hari. Karena adanya persoalan kontrol perdarahan yaitu perdarahan yang berlebihan Pulpotomi gigi tetap muda dengan Ca(OH)2 lebih berhasil karena apeks masih
relatif terbuka dan vaskularisasi pulpa cukup membantu. Pulpotomi Ca(OH)2 pada gigi sulung merupakan kontra indikasi karena terjadinya resorpsi interna akibat stimulasi yang berlebihan dari Ca(OH)2 yang mengaktifkan sel odontoklas. Keberhasilan yang dilaporkan secara klinis 94% dan secara radiografis 64%. Resorpsi akan lebih cepat terjadi pada gigi sulung yang telah dirawat pulpotomi. Teknik pulpotomi vital : Kunjungan pertama
1)
Ro-foto.
2)
Anestesi lokal dan isolasi daerah kerja.
3)
Semua kotoran pada kavitas gigi dan jaringan karies disingkirkan, kemudian gigi diolesi dengan larutan yodium (Gambar 2-A).
4)
Selanjutnya lakukan pembukaan atap pulpa dengan bur fisur steril dengan kecepatan tinggi dan semprotan air pendingin kemudian pemotongan atau amputasi jaringan pulpa dalam kamar pulpa sampai batas dengan ekskavator yang tajam atau dengan bur kecepatan rendah (Gambar 2-B, C dan D).
5)
Setelah itu irigasi dengan aquadest untuk membersihkan dan mencegah masuknya sisa – sisa dentin ke dalam jaringan pulpa bagian radikular. Hindarkan penggunaan semprotan udara.
6)
Perdarahan sesudah amputasi segera dikontrol dengan kapas kecil yang dibasahi larutan yang tidak mengiritasi misalnya larutan salin atau aquadest, letakkan kapas tadi di atas pulp stump selama 3 – 5 menit.
7)
Sesudah itu, kapas diambil dengan hati – hati. Hindari pekerjaan kasar karena pulp stump sangat peka dan dapat menyebabkan perdarahan kembali.
8)
Dengan kapas steril yang sudah dibasahi formokresol, kemudian orifis saluran
akar ditutup selama 5 menit. Harus diingat bahwa kapas kecil yang dibasahi dengan formokresol jangan terlalu basah, dengan meletakkan kapas tersebut pada kasa steril agar formokresol yang berlebihan tadi dapat diserap (Gambar 2E).
9)
Setelah 5 menit, kapas tadi diangkat, pada kamar pulpa akan terlihat warna coklat tua atau kehitam – hitaman akibat proses fiksasi oleh formokresol.
10) Kemudian
di atas pulp stump diletakkan campuran berupa pasta dari ZnO,
eugenol dan formokresol dengan perbandingan 1:1 (Gambar 2-F), di atasnya tempatkan tambalan tetap (Gambar 2-G).
A
D
B
C
E
F
G
Gambar 2. Prosedur perawatan pulpotomi vital dengan formokresol satu kali kunjungan
Kunjungan kedua
Apabila perdarahan tidak dapat dihentikan sesudah amputasi pulpa berarti peradangan sudah berlanjut ke pulpa bagian radikular. Oleh karena itu diperlukan 2 kali kunjungan. Teknik pulpotomi dua kali kunjungan :
1)
Sebagai lanjutan perdarahan yang terus menerus ini pulpa ditekan kapas steril yang dibasahi formokresol ke atas pulp stump dan ditutup dengan tambalan sementara.
2)
Hindarkan pemakaian obat – obatan untuk penghentian perdarahan, seperti adrenalin atau sejenisnya, karena problema perdarahan ini dapat membantu dugaan keparahan keradangan pulpa.
Kunjungan kedua (sesudah 7 hari)
1)
Tambalan sementara dibongkar lalu kapas yang mengandung formokresol
diambil dari kamar pulpa.
2)
Letakkan di atas orifis, pasta campuran dari formokresol, eugenol dengan
perbandingan 1:1 dan zink oksid powder.
3)
Kemudian di atasnya, diletakkan semen fosfat dan tutup dengan tambalan
tetap.
2.7 Klasifikasi Pulpotomi dan Pulpektomi 2.7.1 Pulpotomi Pulpotomi ialah prosedur pengambilan pulpa yang telah mengalami infeksi di dalam kamar pulpa dan meninggalkan jaringan pulpa dibagian radikular. Pulpotomi dapat dibagi 3 bagian : a. Pulpotomi vital. b. Pulpotomi devital / mumifikasi / devitalized pulp amputation. c. Pulpotomi non vital / amputasi mortal. Keuntungan dari pulpotomi : 1) Dapat diselesaikan dalam waktu singkat satu atau dua kali kunjungan. 2) Pengambilan pulpa hanya di bagian korona hal ini menguntungkan karena pengambilan pulpa di bagian radikular sukar, penuh ramikasi dan sempit. 3) Iritasi obat – obatan instrumen perawatan saluran akar tidak ada. 4) Jika perawatan ini gagal dapat dilakukan pulpektomi.
a. Pulpotomi Vital Pulpotomi vital atau amputasi vital adalah tindakan pengambilan jaringan pulpa bagian koronal yang mengalami inflamasi dengan melakukan anestesi, kemudian memberikan medikamen di atas pulpa yang diamputasi agar pulpa bagian radikular tetap vital. Pulpotomi vital umunya dilakukan pada gigi sulung dan gigi permanen muda. Pulpotomi gigi sulung umunya menggunakan formokresol atauglutaradehid. Pada gigi dewasa muda dipakai kalsium hidroksid. Kalsium hidroksid pada pulpotomi vital gigi sulung menyebabkan resorpsi interna. Reaksi formokresol terhadap jaringan pulpa yaitu membentuk area yang terfiksasi dan pulpa di bawahnya tetap dalam keadaan vital. Pulpotomi vital dengan formokresol hanya dilakukan pada gigi sulung dengan singkat dan bertujuan mendapat sterilisasi yang baik pada kamar pulpa. Indikasi 1) Gigi sulung dan gigi tetap muda vital, tidak ada tanda – tanda gejala peradangan pulpa dalam kamar pulpa.
2) Terbukanya pulpa saat ekskavasi jaringan karies / dentin lunak prosedur pulp capping indirek yang kurang hati – hati, faktor mekanis selama preparasi kavitas atau trauma gigi dengan terbukanya pulpa. 3) Gigi masih dapat dipertahankan / diperbaiki dan minimal didukung lebih dari 2/3 panjang akar gigi. 4) Tidak dijumpai rasa sakit yang spontan maupun terus menerus. 5) Tidak ada kelainan patologis pulpa klinis maupun rontgenologis. Kontra indikasi 1) Rasa sakit spontan. 2) Rasa sakit terutama bila diperkusi maupun palpasi. 3) Ada mobiliti yang patologik.
4) Terlihat radiolusen pada daerah periapikal, kalsifikasi pulpa, resorpsi akar interna maupun eksterna. 5) Keadaan umum yang kurang baik, di mana daya tahan tubuh terhadap infeksi sangat rendah. 6) Perdarahan yang berlebihan setelah amputasi pulpa.
b. Pulpotomi Devital (Mumifikasi = Devitalized Pulp Amputation) Pulpotomi devital atau mumifikasi adalah pengembalian jaringan pulpa yang terdapat dalam kamar pulpa yang sebelumnya di devitalisasi, kemudian dengan pemberian pasta anti septik, jaringan dalam saluran akar ditinggalkan dalam keadaan aseptik. Untuk bahan devital gigi sulung dipakai pasta para formaldehid.
Indikasi : 1) Gigi sulung dengan pulpa vital yang terbuka karen karies atau trauma. 2) Pada pasien yang tidak dapat dilakukan anestesi. 3) Pada pasien yang perdarahan yang abnormal misalnya hemofili. 4) Kesulitan dalam menyingkirkan semua jaringan pulpa pada perawatan pulpektomi terutama pada gigi posterior. 5) Pada waktu perawatan pulpotomi vital 1 kali kunjungan sukar dilakukan karena kurangnya waktu dan pasien tidak kooperatif.
Kontra indikasi 1) Kerusakan gigi bagian koronal yang besar sehingga restorasi tidak mungkin dilakukan. 2) Infeksi periapikal, apeks masih terbuka. 3) Adanya kelainan patologis pulpa secara klinis maupun rontgenologis. c. Pulpotomi Non Vital (Amputasi Mortal) Amputasi pulpa bagian mahkota dari gigi yang non vital dan memberikan medikamen / pasta antiseptik untuk mengawetkan dan tetap dalam keadaan aseptik. Tujuannya yaitu untuk mempertahankan gigi sulung non vital untuk space maintainer.
Indikasi 1) Gigi sulung non vital akibat karies atau trauma. 2) Gigi sulung yang telah mengalami resorpsi lebih dari 1/3 akar tetapi masih diperlukan sebagai space maintainer. 3) Gigi sulung yang telah mengalami dento alveolar kronis. 4) Gigi sulung patologik karena abses akut, sebelumnya abses harus dirawat dahulu.
2.7.2
Pulpektomi Pulpektomi ialah prosedur pengambilan seluruh jaringan pulpa dari kamar pulpa
dan saluran akar. Pada gigi molar sulung pengambilan seluruh jaringan secara mekanis tidak memungkinkan sehubungan bentuk morfologi saluran akar yang kompleks. Pulpektomi dapat dilakukan dengan 3 cara: a) Pulpektomi vital. b) Pulpektomi devital. c) Pulpektomi non vital.
Indikasi 1) Gigi sulung dengan infeksi melebihi kamar pulpa pada gigi vital atau non vital. 2) Resorpsi akar kurang dari 1/3 apikal. 3) Resorpsi interna tetapi belum perforasi akar. 4) Kelanjutan perawatan jika pulpotomi gagal. Kontra indikasi 1) Bila kelainan sudah mengenai periapikal.
2) Resorpsi akar gigi yang meluas. 3) Kesehatan umu tidak baik. 4) Pasien tidak koperatif. 5) Gigi goyang disebabkan keadaan patologis Pilihan kasus pulpektomi untuk gigi sulung yaitu pada gigi yang pulpanya telah mengalami infeksi dan jaringan pulpa di saluran akar masih vital. Jika dibiarkan dalam keadaan ini pulpa mengalami degenerasi / nekrose yang akan menimbulkan tanda dan gejala negatif, keadaan akan berkelanjutan. Pulpektomi masih dapat dilakukan tetapi keberhasilannya akan menurun karena degenerasi pulpa bertambah luas.
a. Pulpektomi vital : Pulpektomi vital merupakan prosedur pengambilan seluruh jaringan dalam ruang pulpa dan saluran akar secara vital.
Indikasi 1) Insisivus sulung yang mengalami trauma dengan kondisi patologis. 2) Molar sulung kedua, sebelum erupsi molar permanen pada umur 6 tahun. 3) Tidak ada bukti – bukti kondisi patologis dengan resorpsi akar yang lebih dari 2/3
b. Pulpektomi devital Pengambilan seluruh jaringan pulpa dalam ruang pulpa dan saluran akar yang lebih dahulu dimatikan dengan bahan devitalisasi pulpa.
Indikasi Sering dilakukan pada gigi posterior sulung yang telah mengalami pulpitis atau dapat juga pada gigi anterior sulung pada pasien yang tidak tahan terhadap anestesi. Pemilihan kasus untuk perawatan pulpektomi devital ini harus benar
–benar
dipertimbangkan dengan melihat indikasi dan kontra indikasinya. Perawatan pulpektomi devital pada gigi sulung menggunakan bahan devitalisasi yang mengandung para formaldehid seperti toxavit dan lain – lain.
c. Pulpektomi non vital
Gigi sulung yang dirawat pulpektomi non vital adalah gigi sulung dengan diagnosis gangren pulpa atau nekrose pulpa.
Indikasi 1) Mahkota gigi masih dapat direstorasi dan berguna untuk keperluan estetik. 2) Gigi tidak goyang dan periodontal normal. 3) Belum terlihat adanya fistel. 4) Ro-foto : resorpsi akar tidak lebih dari 1/3 apikal, tidak ada granuloma pada gigi-geligi sulung. 5) Kondisi pasien baik. 6) Keadaan sosial ekonomi pasien baik. Kontra indikasi 1) Gigi tidak dapat direstorasi lagi. 2) Kondisi kesehatan pasien jelek, mengidap penyakit kronis seperti diabetes, TBC dan lain-lain. 3) Terdapat pembengkokan ujung akar dengan granuloma (kista) yang sukar dibersihkan.
2.8 Waktu erupsi gigi Tabel 1. Gigi Desidui Maksila I1 I2 C M1 M2 Mandibula I1 I2 C M1 M2
Kalsifikasi 4 bulan in utero 4 ½ bulan in utero 5 bulan in utero 5 bulan in utero 6 bulan in utero
Mahkota lengkap 1 ½ bulan 2 ½ bulan 9 bulan 6 bulan 11 bulan
Erupsi 7 ½ bulan 9 bulan 18 bulan 14 bulan 24 bulan
Akar lengkap 1 ½ tahun 2 tahun 3 ¼ tahun 2 ½ tahun 3 tahun
4 ½ bulan in utero 4 ½ bulan in utero 5 bulan in utero 5 bulan in utero 6 bulan in utero
2 ½ bulan 3 bulan 9 bulan 5 ½ bulan 10 bulan
6 bulan 7 bulan 16 bulan 12 bulan 20 bulan
1 ½ tahun 1 ½ tahun 3 ¼ tahun 2 ¼ tahun 3 tahun
Mahkota lengkap 4-5 tahun 4-5 tahun
Erupsi 7-8 tahun 8-9 tahun
Akar lengkap 10 tahun 11 tahun
Tabel 2. Gigi Permanen Maksila I1 I2
Kalsifikasi 3-4 bulan 10-12 bulan
C P1 P2 M1 M2 M3 Mandibula I1 I2 C P1 P2
4-5 bulan 1 ½ -1 ¾ tahun 2- 2 ¼ tahun Saat lahir 2 1/3 - 3 tahun 7-9 tahu
6-7 tahun 5-6 tahun 6-7 tahun 2 ½ -3 tahun 7-8 tahun 12-16 tahun
11-12 tahun 10-11 tahun 10-12 tahun 6-7 tahun 12-13 tahun 17-21 tahun
13-15 tahun 12-13 tahun 12-14 tahun 9-10 tahun 14-16 tahun 18-25 tahun
3-4 bulan 3-4 bulan 4-5 bulan 1 ¾ - 2 tahun 2 ¼ - 2 ½ tahun
4-5 tahun 4-5 tahun 6-7 tahun 5-6 tahun 6-7 tahun
6-7 tahun 7-8 tahun 9-10 tahun 10-12 tahun 11-12 tahun
9 tahun 10 tahun 12-14 tahun 12-13 tahun 13-14 tahun
2.9 Indikasi dan kontra indikasi SSC a. Indikasi 1. Pada enamel gigi yang kerusakannya parah pada permukaan jdi tidak bias dlakukan restorasi. 2. Pada gigi fraktur 3. Untuk tumpatan komposit atau amalgam yng tidak berhasil 4. Gigi yang digunakan untuk abutmen 5. Pada gigi sulung yang dijadikan SM. 6. Mengkoreksi / memperbaiki single cross bite anterior (gigitan terbalik) pada gigi desidui dengan dipasang mahkota terbalik 7. Untuk gigi yang sudah dilakukan perawatan saluran akar 8. gigi dengan karies yang luas, gigi yang mempunyai defek pada email seperti hipoplasia email dan amelogenesis imperfekta. 9. digunakan pada gigi yang mengalami fraktur serta unruk gigi penyangga pada pembuatan space maintainer.
b. Kontra indikasi 1. Restorasi sedikit. 2. Pasien dengan alergi logam. Untuk alergi logam pasien, gigi anterior menggunakan porselen, gigi posterior menggunakan logam.
3. Untuk gigi yang berjejal (gigi antar samping crowded, kerusakannya parah. Berhubungan sama OHIS. Jika gigi berjejal akan dipasang SSC, akan berpengaruh pada OHIS) 4. Hanya sisa radiks (mahkota masih ada, tapi enamel sudah rusak, sehingga kalau sisa radiks, tambalan yang ditempel kurang kuat sehingga mudah pecah).
2.10 Macam-Macam SSC Ada dua macam SSC : 1. Festooned : dengan merek Ni-Chro primary crown, keluaran ion – 3M (USA) adalah metal crown yang sudah dibentuk menurut anatomis gigi, baik kontour oklusal, bukal / lingual, proksimal dan tepi servikal. Penyelesaian preparasi SSC jenis festooned ini tinggal membentuk / menggunting permukaan servikal mahkota tersebut. 2. Unfestooned : dengan merek Sun – Platinum, keluaran Sankin, Jepang adalah metal crown yang telah dibentuk permukaan oklusal saja sedangkan bagian bukal / lingual dan servikal harus Pedodonsia Terapan 2 dibentuk dengan tang khusus. Kedua macam bentuk mahkota harus dimanipulasi agar tetap baik marginalnya. a. Bentuk unfestooned, tepi servikal mahkota belum digunting. b.
Bentuk festooned tepi servikal sudah digunting dan dibentuk cembung.
c.
Bentuk festooned tepi servikal sudah digunting sesuai dengan servikal gigi.
2.11 Cara Preparasi Gigi SSC a. Preparasi gigi anterior 1. Pengukuran materi gigi Sebelum gigi dipreparasi jarak mesio-distal diukur dengan kapiler, tujuannya untuk memilih ukuran SSC yang akan dipakai, sesuai dengan besarnya gigi asli. 2. Pembuangan seluruh jaringan karies dengan menggunakan ekskavator atau round bor pada kecepatan rendah. 3. Mengurangi permukaan proksimal
Sebelum melakukan preparasi permukaan proksimal, gigi tetangga dilindungi dengan prositektor atau steel matrik band. Permukaan proksimal dikurangi 0,5 – 1,0 mm dengan bur diamond tapered, dinding proksimal bagian distal dan mesial dibuat sejajar. Permukaan proksimal diambil jika masih berkontak dengan gigi tetangga dibuang sampai kontak tersebut bebas. 4. Mengurangi permukaan insisal Bagian insisal dikurangi 1 – 1,5 mm sehingga nantinya crown sesuai dengan panjang gigi tetangga. 5. Mengurangi permukaan palatal Preparasi permukaan palatal 0,5 mm dan dilakukan jika permukaan tersebut berkontak dengan gigi antagonis. Jika pada kasus open bite untuk gigi anterior atas, permukaan palatal tidak perlu dipreparasi. 6. Mengurangi permukaan labial Permukaan labial dipreparasi 0,5 – 1,0 mm cukup dengan membuang karies dan tidak membuang undercut. 7. Penghalusan pinggir – pinggir yang tajam Pinggir – pinggir yang tajam bagian proksimal mengakibatkan crown sukar beradapatasi dengan gigi. Bagian pinggir yang tajam dari preparasi harus dibulatkan 8. Perlindungan pulpa Setelah dilakukan pembuangan jaringan karies mencapai dentin yang dalam, sebaiknya ditutupi dengan kalsium hidroksida yang berfungsi untuk melindungi pulpa terhadap iritasi.
. A. Pandangan labial. Bagian proksimal dibuat sejajar.B. Pandangan proksimal. C. Pandangan insisal (J. R. Pinkham Dentistry, 1988, 253)
b. Preparasi Gigi Posterior 1.
Pengukuran materi gigi Sebelum gigi dipreparasi jarak mesio distal diukur dengan kaliper. Pengukuran ini bertujuan untuk memilih besarnya SSC yang akan dipakai, sesuai dengan besarnya gigi.
2.
Pembuangan seluruh jaringan karies Dengan round bur putaran rendah atau dengan menggunakan ekskavator.
3.
Mengurangi permukaan oklusal Fisur – fisur yang dalampada permukaan oklusal diambil sampai kedalaman 1 – 1,5 mm dengan tapered diamond bur.
4.
Mengurangi permukaan proksimal Sebelum melakukan preparasi, gigi tetangga dilindungi dengan prositektor atau suatu steel matrik band. Tempatkan tapered diamond bur berkontrak dengan gigi pada embrasur bukal atau lingual dengan posisi sudut kira – kira 20° dari vertikal dan ujungnya pada margin gingiva. Preparasi dilakukan dengan suatu gerakkan bukolingual mengikuti kontour proksimal gigi. Untuk mengurangi resiko kerusakan pada gigi tetangga akibat posisi bur yang miring, maka slicing dilakukan lebih dahulu dari lingual ke arah bukal atau sebaliknya, baru kemudian dari oklusal ke gingival.
5.
Mengurangi permukaan bukal dan lingual Dengan tapered diamond bur permukaan bukal dan lingual dikurangi sedikit sampai ke gingival margin dengan kedalaman lebih kurang 1 – 1,5 mm. Sudut – sudut antara ke-2 permukaan dibulatkan.
6.
Perlindungan pulpa Pembuangan jaringan karies yang telah mencapai dentin cukup dalam sebaiknya ditutupi dengan kalsium hidroksida, yang berfungsi melindungi pulpa terhadap iritasi.
2.12 Langkah-langkah Pemotongan SSC a. Letakkan SSC yang sudah dipilih di atas gigi yang telah dipreparasi. Tekan SSC ke arah gingiva :
bila terlalu tinggi atau rendah maka oklusi tidak baik.
bila terlalu besar atau kecil, SSC tidak dapat memasuki sulkus gingiva.
b. Periksa apakah tepi SSC pada daerah aproksimal sudah baik. c. Tentukan kelebihan SSC, kemudian buang dengan stone bur atau potong dengan gunting. d. SSC coba lagi dan perhatikan :
oklusi gigi geligi.
jika gingiva terlihat pucat berarti SSC masih kepanjangan dan perlu pemotongan bagian servikalnya.
2.13 Keuntungan dan Kerugian SSC 1. Keuntungan SSC a. Kerja lebih cepat, oleh karena mahkota SSC sudah tersedia sesuai dengan ukuran dan bentuk gigi. b. Lebih tahan lama oleh karena terbuat dari logam. c. SSC dapat diselesaikan dalam 1 kali kunjungan, hal ini sangat baik terutama untuk anak – anak.
2. Kerugian SSC Estetis kurang baik, karena warna mahkota SSC tidak sesuai dengan warna gigi asli. Untuk mengatasinya maka pada bagian labial SSC tersebut digunting dan dibuatkan jendela yang kemudian jendela tersebut diisi / ditambal dengan bahan yang sama warnanya dengan gigi misalnya self curing acrylic, composit resin. Mudah terjadi penumpukan plak disekeliling servikal sehingga dapat menyebabkan inflamasi gingiva. 2.14 Pertimbangan Keberhasilan Penggunaan SSC
a. Pembuangan karies dan yang dibutuhkan, tepat untuk terapi pulpa. b. Pengurangan struktur gigi yang optimal untuk retensi mahkota yang adekuat. c. Kurangnya kerusakan gigi tetangga setelah pembukaan kontak interproksimal. d. Pemilihan ukuran mahkota yang tepat untuk menentukan panjang lengkungan. e. Adaptasi marginal yang akurat dan kesehatan gingiva. f. Fungsi oklusal yang baik. g. Prosedur penyemenan yang optimal.
2.15 Beberapa Faktor yang Dapat Menyebabkan Kegagalan SSC a. Preparasi gigi yang tidak baik. b. Adaptasi mahkota yang tidak baik dan kemudian disertai dengan retensi yang buruk. c. Metode sementasi yang tidak tepat dengan mahkota yang lepas atau margin yang terbuka. d. Kegagalan perawatan pulpa.