PANDUAN PELAYANAN KEWASPADAAN UNIVERSAL
BAB I DEFINISI
Standar Precaution atau Kewaspadaan Standar sebgai kewaspadaan tingkat pertama, yang merupakan kombinasi antara universal precautions (UP) secara garis besar dengan body substance isolation (BSI) yang menekankan kewaspadaan terhadap bahan-bahan berupa darah, semua cairan tubuh, sekreta, ekskreta (tanpa memandang apakah dia mengandung darah taupun tidak), kulit dan mukosa yang tidak utuh. Selanjutnya disebut juga sebagai universal precautions atau dikenal sebagai Kewaspadaan Universal. Definisi Kewaspadaan universal adalah kewaspadaan bersifat umum, terhadap bahan-bahan berupa darah, semua cairan tubuh, sekreta, ekskreta (tanpa memandang apakah dia mengandung darah ataupun tidak), kulit dan mukosa yang tidak utuh, diterapkan kepada semua pasien tanpa memandang status diagnosisnya. Kewaspadaan Universal merupakan tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prisnsip bahwa darah ddan cairan tubuh berpotensi menularkan penyakit baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan. Prinsip Kewaspadaan Universal pada pelayanan kesehatan adalah menjaga higienesanitasi individdu, sanitasi ruangan, sterilisasi peralatan. Hal ini penting mengingat sebagian besar yang terinfeksi virus HIV dan Hepatitis tidak menunjukkan gejala fisik. Kewaspadaan universal diterapkan untuk melindungi setiap orang baik petugas kesehatan maupun pasien. Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi lima kegiatan pokok yaitu : 1. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang 2. Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian ssarung tangan untuk mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain 3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai 4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan 5. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.
1
BAB II RUANG LINGKUP A. CUCI TANGAN Cuci tangan merupakan salah satu tindakan pencegahan infeksi yang paling penting untuk mengurangi penyebaran penyakit dan menjaga lingkungan bebas dari infeksi. Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain untuk menghilangkan/mengurangi
mikroorganisme
yang
ada
di
tangan
sehingga
penyebaran penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Cuci tangan perlu dilakukan sebelum : 1.
memeriksa (kontak langsung dengan) klien, dan
2.
memakai sarung tangan steril atau sarung tangan yang telah di desinfeksi tingkat tinggi untuk melakukan operasi
Cuci tangan perlu dilakukan sesudah: 1.
dugaan adanya kontaminasi, misalnya: instrumen atau bahan bekas pakai atau tersentuh membran mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya
2.
membuka sarung tangan
B. ALAT PELINDUNG DIRI Alat pelindung tubuh digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari risiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir pasien. Jenis-jenis alat pelindung : 1. Sarung tangan Sebagai upaya pencegahan, sarung tangan harus digunakan oleh seluruh staf sebelum kontak dengan darah atau cairan tubuh dari klien. Sepasang sarung tangan hanya dipakai untuk satu klien untuk mencegah kontaminasi silang. Jika mungkin, pakai sarung tangan sekali pakai. Jika tidak, maka sarung tangan dicuci dan disterilkan dengan otoklaf atau dicuci dan didesinfeksi tingkat tinggi sebelum dipakai ulang. Ada tiga jenis sarung tangan, yaitu : a. Sarung tangan yang didesinfeksi tingkat tinggi (sekali pakai atau pakai ulang)
sudah
memadai
untuk
melakukan
tindakan
medik
seperti
pemeriksaan dalam, memasang dan mencabut AKDR atau merawat luka b. Sarung tangan steril harus dipakai pada saat melakukan tindakan bedah,seperti minilaparotomi atau memasang dan mencabut Norplant. Bila fasilitas untuk sterilisasi tidak tersedia, lakukan proses desinfeksi tingkat tinggi dengan jalan merebus atau mengukus c.
Sarung tangan rumah tangga yang bersih, tebal dapat digunakan untuk mencuci peralatan atau pada permukaan yang terkontaminasi
2. Pelindung wajah (masker dan kaca mata) Pelindung wajah terdiri dari dua macam pelindung yaitu masker dan kaca mata, dengan berbagai macam bentuk, yaitu ada yang terpisah dan ada pula yang
2
menjadi satu. Pemakaian pelindung wajah dimaksudkan untuk melindungi selaput lendir hidung, mulut dan mata selama melakukan tindakan atau perawatan pasien yang memungkinkan terjadi percikan darah dan cairan tubuh lain. Jenis alat yang digunakan meliputi masker, kacamata atau pelindung wajah digunakan sesuai kemungkinan percikan darah selama tindakan berlangsung. Masker, kacamata dan pelindung wajah digunakan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu lapangan dan ketajaman pandangan. 3. Penutup kepala Pemakaian penutup kepala bertujuan untuk emcegah jatuhnya mikroorganisme yang ada dirambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-alat/daerah steril dan juga sebaliknya untuk melindungi kepala/rambut petugas dari percikan-percikan bahan-bahan dari pasien. 4. Gaun pelindung (baju kerja/celemek) Gaun pelindung atau jubah atau celemek merupakan salah satu jenis pakaian kerja bisa berupa bahan tembus cairan dan bahan tidak tembus cairan. Tujuan pemakaian gaun pelindung adalah untuk melindungi petugas dari kemungkinan percikan darah atau cairan tubuh lain yang dapat mencemari baju atau seragam. Jenis-jenis gaun pelindung berbagai macam dilihat dari berbagai aspek seperti gaun pelindung tidak kedap air dan gaun pelindung kedap air, gaun pelindung steril dan non steril. Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan asistennya pada ssaat melakukan pembedahan. Gaun pelindung non steril dipakai di unit yang berisiko tinggi seperti pengunjung kamar besalin, ruang pulih di kamar bedah, ruang rawat intensif, rawat darurat dan kamar
bayi. Gaun
pelindung dapat dibuat dari bahan yang dapat dicuci dan dapat dipakai ulang, tetapi dapat juga terbuat dari bahan kertas kedap air yang hanya sekali pakai (disposable). Gaun pelindung kedap air juga dapat dibuat dari bahan yang bisa dicuci melalui proses dekontaminasi dan dapat dipakai ulang. 5. Sepatu pelindung Sepatu pelindung digunakan oleh petugas yang bekerja di ruang tertentu, seperti ruang ICU (Intensive Care Unit), ruang bedah, ruang persalinan, ruang laboratorium, petugas sanitasi.Sepatu hanya dipakai pada ruangan tersebut dan tidak boleh dipakai di tempat lainnya.
C. PENGELOLAAN ALAT KESEHATAN Pengelolaan alat kesehatan bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau untuk menjamin alat tersebut dalam kondisi steril dan siap pakai. Semua alat, bahan dan obat yang akan dimasukkan ke dalam jaringan bawah kulit harus dalam keadaan steril. Proses pengelolaan alat kesehatan dilakukan melalui empat tahap kegiatan yaitu : dekontaminasi, pencucian, sterilisasi atau DTT, penyimpanan.
3
D. PENGELOLAAN JARUM DAN ALAT TAJAM Benda tajam sangat berisiko untuk menyebabkan perlukaan sehingga meningkatka terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah. Penularan infeksi HIV, hepatitiss B dan C di sarana pelayanan kesehatan sebagian besar disebabkan kecelakaan yang dapat dicegah yaitu tertusuk jarum suntik dan perlukaan alat tajam lainnya. Untuk menghindari perlukaan atau kecelakaan kerja maka semua benda tajam harus digunakan sekali pakai dengan demikian jarum suntik bekas tidak boleh digunakan lagi. Sterilitas jarum suntik dan alat kesehatan lainnya yang menembus kulit atau mukosa harus dijamin. Keadaan steril tidak dapat dijamin jika alat-alat tersebut didaur ulang walaupun sudah di otoklaf. Tidak dianjurkan untuk melakukan daur ulang atas pertimbangan penghematan karena 17% kecelakaan kerja diakibatkan luka akibat tusukan sebelum atau selama pemakaian, 70% sesudah pemakaian dan sebelum pembuangan serta 13% sesudah pembuangan. Hampir 40% kecelakaan ini dapat dicegah dan kebanyakan kecelakaan kerja akibat melakukan penyarungan jarum suntik setelah penggunaannya.
E. PENGELOLAAN LIMBAH DAN SANITASI RUANGAN Secara umum limbah dapat dibedakan menjadi limbah cair dan limbah padat. Limbah padat biasa disebut juga sampah. Petugas yang menangani sampah ada kemungkinan terinfeksi terutama disebabkan karena luka benda tajam yang terkontaminasi. Limbah yang berasal dari sarana kesehatan secara umum dibedakan atas : 1. Limbah rumah tangga atau limbah non medis, yaitu limbah yang tidak kontak dengan darah atau cairan tubuh sehingga disebut sebagai resiko rendah. 2. Limbah medis, yaitu bagian dari sampah Puskesmas yang berasal dari bahan yang mengalami kontak dengan darah atau cairan tubuh pasien dan dikategorikan sebagai limbah beriiko tinggi dan bersifat menularkan penyakit. Limbah medis berupa a. Limbah klinis b. Limbah laboratorium c.
Limbah berbahaya yaitu limbah kimia yang mempunyai sifat beracun meliputi produk
pmbersih,
desinfektan,
obat-obatan
sitotoksik
dan
senyawa
radioaktif.
F. KECELAKAAN KERJA Pajanan darah atau cairan tubuh dapat terjadi secara parenteral melalui tusukan, luka, percikan pada mukosa mata, hidung atau mulut dan percikan pada kulit yang tidak utuh, misalnya pecah, terkikis atau kulit eksematosa. Apabila kecelakaan terjadi harus didokumentasikan dan dilaporkan kepada atasan, tim Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan pada tim infeksi nosokomial secepatnya sehingga dapat dilakukan tindakan selanjutnya. Imunisasi dapat dilakukan apabila ada dan diberikan kepada semua staf puskesmas yang berisiko
4
mendapat perlukaan karena benda tajam. Setelah terjadi kecelakaan harus diberikan konseling.
G. KEWASPADAAN KHUSUS Upaya pencegahan infeksi terdiri dari penerapan dua tingkat kewaspadaan yaitu keawspadaan
universal
dan
kewaspadaan
khusus.
Kewaspadaan
khusus
merupakan tambahan dari kewaspadaan universal, yang terdiri dari tiga jenis kewaspadaan yaitu : 1. Kewaspadaan terhadap penularan melalui udara 2. Kewaspadaan terhadap penularan melalui percikan 3. Kewasspadaan terhadap penularan melalui kontak
5
BAB III TATA LAKSANA
A. CUCI TANGAN Untuk hampir semua kegiatan kecuali operasi, cuci tangan menggunakan sabun biasa atau sabun antimikroba selama kira-kira 15 sampai 30 detik yang diikuti dengan pembilasan dengan air bersih. Mikroorganisma tumbuh dan berkembang biak pada suasana lembab dan genangan air, oleh karena itu : a. Bila menggunakan sabun batangan, gunakan batangan kecil dan letakkan pada wadah berlubang agar air tidak tergenang b. Hindarkan memasukkan tangan berulang-ulang ke dalam baskom yang berisi air, walaupun telah ditambahkan antiseptik seperti Dettol ® atau Savlon ®, karena mikroorganisma dapat hidup / berkembang biak pada larutan tersebut c.
Bila tidak tersedia air mengalir, lakukan alternatif berikut: • Gunakan ember yang mempunyai kran • Gunakan ember dan gayung • Gunakan larutan antiseptik atau campuran alkohol-gliserin
d. Keringkan tangan dengan handuk bersih atau alat pengering listrik e. Bila tidak ada tempat untuk membuang air kotor (saluran pembuangan), kumpulkan air bekas cuci tangan dalam ember dan buang ke WC. 1. Sarana cuci tangan : a. Air mengalir Sarana utama untuk cuci tangan adalah air mengalir dengan saluran pembuangan atau bak penampung yang memadai. Melalui guyuran air mengalir maka mikroorganisme yang terlepas karena gesekan mekanis atau kimiawi saat cuci tangan akan terhalau dan tidak menempel lagi di permukaan kulit. Air mengalir tersebut dapat berupa kran atau dengan cara mengguyur dengan gayung, namun cara mengguyur dengan gayung memiliki risiko cukup besar untuk terjadinya pencemaran, baik melalui gagang gayung ataupun percikan air bekas cucian kembali ke bak penampung air bersih. Air kran bukan berarti harus dari PAM, dapat diupayakan
secara
sederhana
dengan
tangki
berkran
di
ruang
pelayanan/perawatan kesehatan agar mudah dijangkau oleh para petugas kesehatan yang mermelukan. b. Sabun dan deterjen Bahan ini tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat dan mengurangi jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi tegangan permukaan sehingga mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan mudah terbawa oleh air Jumlah mikroorganisme semakin berkurang dengan meningkatnya frekuensi cuci tangan, namun di lain pihak dengan seringnya menggunakan sabun atau deterjen maka lapisan lemak kulit akan hilang dan
6
membuat kulit menjadi kering dan pecah-pecah. Hilangnya lapisan lemak akan memberi peluang untuk tumbuhnya kembali mikroorganisme. c.
Larutan Antiseptik Larutan antiseptik atau disebut juga antimikroba topikal dipakai pada kulit atau jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktivitas atau membunuh mikroorganisme pada kulit. Antiseptik memiliki bahan kimia yang memungkinkan untuk digunakan pada kulit dan selaput mukosa. Antiseptik memiliki keragaman dalam hal efektivitas, aktivitas, akibat dan rasa pada kulit setelah dipakai sesuia dengan keragaman jenis antiseptik tersebut dan reaksi kulit masing-masing individu. Tujuan yang ingin dicapai adalah penurunan jumlah mikroorganisme pada kulit secara maksimal terutama kuman transien. Kriteria memilih antiseptik adalah sbb :
Memiliki efek yang luas, meghambat atau merusak mikroorganisme secara luas (gram positif dan gram negatif, virus lipofilik, basilus dan tuberkulosis, fungi, endospora)
Efektifitas
Kecepatan aktifitas awal
Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam pertumbuhan
Tidak mengakibatkan iritasi kulit
Tidak menyebabkan alergi
Efektif sekali pakai, tidak perlu diulang-ulang
Dapat diterima secara visual maupun estetik.
Setiap ruangan pelayanan klinis di Puskesmas Merdeka dilengkapi dengan wastafel dengan air mengalir dan sabun cair untuk pelaksanaan prosedur cuci tangan.
7
2. Prosedur cuci tangan PERSIAPAN
Sarana cuci tangan disiapkan di setiap ruangan
Air bersih yang mengalir (kran wastafel)
Sabun, sebaiknya bentuk cair
Lap kertas atau kain yang kering
Seluruh perhiasan (cincin, jam tangan, dll) harus dilepas
PROSEDUR
Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air mengalir
Taruh sabun di bagian telapak tangan, buat busa secukupnya tanpa percikan
Gerakan cuci tangan terdiri dari gosokan kedua telapak tangan, gosokan telapak tangan kanan diatas punggung tangan kiri dan sebaliknya, gosok kedua telapak tangan dengan jari saling menagit, gosok kedua ibu jari dengan cara menggenggam dan memutar, gosok pergelangan tangan
Proses berlangssung 10-15 detik, kmd bilas kembali dengan air sampai bersih
Keringkan tangan dengan handuk atau kertas/tisu bersih atau handuk katun sekali pakai
Matikan kran dengan kertas atau tisu
Pada
cuci
tangan
aseptik/bedah
diikuti
larangan
menyentuh
permukaan yang tidak steril.
B. ALAT PELINDUNG Jenis pelindung tubuh yang dipakai tergantung pada jenis tindakan yang akan dikerjakan. Sebagai contoh, untuk tindakan bedah minor, menggunakan sarung tangan steril atau DTT. Untuk kegiatan operatif di kamar bedah atau menolong
8
persalinan semua pelindung tubuh dipakai oleh petugas untuk mengurangi kemungkinan terpajan darah/cairan tubuh lainnya. 1. Sarung Tangan Sarung tangan harus selalu dipakai pada saat melakukan tindakan yang kontak atau diperkirakan akan terjadi kontak dengan darah, cairan tubuh, sekret, eksreta, kulit yang tidak utuh, selaput lendir pasien dan benda terkontaminasi.
Apakah kontak dengan darah atau cairan tubuh?
Tidak
Tanpa Sarung Tangan
Ya Apakah kontak dengan pasien?
Sarung Tangan Rumah Tangga
Tidak
Ya Apakah kontak dengan jaringan bawah kulit?
Tidak
Sarung Tangan Bersih atau Sarung Tangan DTT
Ya Sarung Tangan Steril atau Sarung Tangan DTT Gambar 1. Bagan Alur Pemilihan Jenis Sarung Tangan
9
Prosedur Pemakaian Sarung Tangan Steril PERSIAPAN
Jenis sarung tangan sesuai jenis tindakan
Kuku dijaga agar selalu pendek
Lepas cincin dan perhiasan lain
Cuci tangan sesuai prosedur standar
PROSEDUR
Cuci tangan
Siapkan area cukup luas, bersih dan kering untuk membuka paket sarung tangan
Buka pembungkus sarung tangan, minta bantuan petugas lain untuk membuka pembungkus sarung tangan, letakkan sarung tangan dengan bagian telapak tangan menghadap ke atas
Ambil salah satu sarung tangan dengan memegang pada sisi sebelah dalam lipatannya, yaitu bagian yang akan bersentuhan dengan kulit tangan saat dipakai
Posisikan sarung tangan setinggi pinggang dan menggantung ke lantai sehingga bagian lubang jari-jari tangannya terbuka, masukkan tangan (jaga sarung tangan tidak menyentuh permukaan)
Ambil sarung tangan kedua dengan cara menyelipkan jari-jari tangan yang sudah memakai sarung tangan ke bagian lipatan yaitu bagian yang tidak akan bersentuhan dengan kulit tangan saat dipakai
Pasang sarung tangan yang kedua dengan cara memasukkan jari-jari tangan yang belum memakai sarung tangan kemudiann luruskan lipatan dan atur posisi sarung tangan sehingga terasa pas di tangan.
10
Prosedur Melepas Sarung Tangan PERSIAPAN
Larutan klorin 0,5% dalam wadah yang cukup besar
Sarana cuci tangan
Kantung penampung limbah medis
PROSEDUR
Masukkan sarung tangan yang masih dipakai ke dalam larutan klorin, gosokkan untuk mengangkat bercak darah atau cairan tubuh lainnya yang menempel
Pegang salah satu sarung tangan pada lipatan lalu tarik ke arah ujung jarijari tangan sehingga bagian dalam sarung pertama menjadi sisi luar
Jangan dibuka sampai terlepas sama sekali, biarkan sebagiann masih berada pada tangan sebelum melepa sarung tangan kedua. Hal ini penting untuk mencegah terpajannya kulit tangan yang terbuka dengan permukaan sebelah luar sarung tangan
Biarkann sarung tangan yang pertama sampai dissekitar jari-jari, lalu pegang sarung tangan yang kedua pada lipatannya lalu tarik ke arah ujung jari hingga bagian dalam sarung tangan menjadi sisi luar. Demikian dilakukan secara bergantian
Pada akhir setelah hampir di ujung jari, maka secara bersamaan dan dengan sangat hati-hati sarung tangan tadi dilepas.
Perlu diperhatikan bahwa tangan yang terbuka hanya boleh menyentuh bagian dalam sarung tangan
Cuci tangan setelah sarung tangan dilepas, ada kemungkinan sarung tangan berlubang namun sangat keccil dan tidak etrlihat. Tindakan mencuci tangan setelah melepas sarung tangan ini akan memperkecil risiko terpajan.
2. Pelindung Wajah (masker dan kaca mata) Pelindung wajah terdiri dari dua macam pelindung, yaitu masker dan kaca mata, dimaksudkan untuk melindungi selaput lendir hidung, mulut dan mata selama melakukan tindakan atau perawatan pasien yang memungkinkan terjadinya percikan darah dan cairan tubuh lain.
11
Masker tanpa kacamata hanya digunakan pada saat tertentu misalnya merawat pasien tuberkulosis terbuka tanpa luka di bagian kulit/perdarahan. Masker digunakan bila berada dalam jarak 1 meter dari pasien. Masker, kacamata dan pelindung wajah secara bersamaan digunakan petugas yang melaksanakan tindakan berisiko tinggi terpajan lama oleh darah dan cairan tubuh lainnya antara lain pembersihan luka, membalut luka, mengganti kateter atau dekontaminasi bekas pakai. 3. Penutup Kepala Tujuan pemakaian penutup kepala adalah mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-alat/daerah steril dan juga sebaliknya untuk melindungi kepala/ rambut petugas dari percikan bahanbahan dari pasien. 4. Gaun/Baju Pelindung Gaun pelindung atau jubah atau celemek merupakan salah satu jenis pakaian kerja yang bertujuan untuk melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh lain yang dapat mencemari baju atau seragam. Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan para asistennya pada saat melakukan pembedahan, sedang gaun pelindung non steril dipakai di berbagai unit yang berisiko tinggi, misalnya pengunjung kamar bersalin, ruang pulih di kamar bedah, ruang rawat intensif (ICU), rawat darurat dan kamar bayi. Gaun pelindung dapat dibuat dari bahan yang dapat dicuci dan dapat dipakai ulang (kain), tetapi dapat juga terbuat dari bahan kertas kedap air yang hanya dapat dipakai sekali saja. Gaun pelindung sekali pakai dipakai dalam kamar bedah. Gaun pelindung kedap air dapat pula dibuat dari bahan yang dapat dicuci melalui proses dekontaminasi dan dapat dipakai ulang.
5. Sepatu Pelindung Tujuan pemakaian sepatu pelindung adalah melindungi kaki petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan. Sepatu harus menutupi seluruh ujung dan telapak kaki dan tidak dianjurkan untuk menggunakan sandal
12
atau sepatu terbuka. Sepatu khusus sebaiknya terbuat dari bahan yang mudah dicuci daan tahan tusukan misalnya karet atau plastik. Di Puskesmas Merdeka semua alat pelindung tersedia dan digunakan bila diperlukan. C. PENGELOLAAN ALAT KESEHATAN Pengelolaan alat-alat bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau untuk menjamin alat tersebut dalam kondisi steril dan siap pakai. Semua alat, bahan dan obat yang akan dimasukkan ke dalam jaringan di bawah kulit harus dalam keadaan steril. Dilakukan dalam empat tahap yaitu : 1. Dekontaminasi Dekontaminasi adalah menghilangkan mikroorganisme patogen dan kotoran dari suatu benda sehingga aman untuk pengelolaan selanjutnya dan dilakukan sebagai langkah pertama bagi pengelolaan alat kesehatan bekas pakai atau pengelolaan pencemaran lingkungan misalnya tumpahan darah/cairan tubuh. Tujuan dekontaminasi adalah untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau suatu permukaan benda, misalnya HIV,HBV dan kotoran lain yang tidak tampak sehingga dapat melindungi petugas maupun pasien. Dekontaminasi dilakukan dengan menggunakan bahan desinfektan yaitu suatu
bahan
atau
larutan
kimia
yang
digunakan
untuk
membunuh
mikroorganisme pada benda mati dan tidak digunakan untuk kulit dan jaringan mukosa. Desinfektan yang dipakai terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah larutan klorin 0,5% atau 0,005% sesuai degan intensitas cemaran dan jenis alat atau permukaan yang akan didekontaminasi. Segera setelah digunakan, tempatkan benda-benda yang terkontaminasi dalam larutan klorin 0.5% selama 10 menit, yang akan secara cepat mematikan virus hepatitis B & AIDS. Dekontaminasi membuat peralatan bekas pakai tersebut menjadi lebih aman untuk dipegang/ditangani oleh petugas kesehatan yang akan melakukan pencucian. Untuk perlindungan lebih lanjut, petugas kesehatan tsb. Perlu menggunakan sarung tangan tebal/karet (sarung tangan rumah tangga) saat memegang peralatan bekas pakai tsb. Sarung tangan Vinyl atau karet baik digunakan. Setelah didekontaminasi, peralatan harus segera dibilas dengan air untuk pencegahan korosi dan untuk menghilangkan bahan-bahan organik sebelum di cuci dengan seksama. Permukaan, khususnya tempat pemeriksaan atau
meja
operasi,
yang
kontak
dengan
cairan
badan,
juga
harus
didekontaminasi. Usap dengan desinfektan (klorin 0.5%), sebelum digunakan kembali, saat terlihat terkontaminasi atau paling sedikit setiap hari, merupakan cara yang mudah dilakukan, tidak mahal untuk dekontaminasi permukaaan luas. Larutan pemutih pakaian seperti Bayclin® mengandung zat kimia klorin sebanyak 5.25%, larutan ini dapat digunakan sebagai larutan desinfektan dengan mengencerkannya menjadi larutan klorin 0,5%. Formula pengenceran larutan klorin dari sediaan :
13
Jumlah Bagian Air ( H2 O ) =
% larutan sediaan
-1
% larutan yang diinginkan Contoh: Membuat larutan klorin 0,5% dari larutan sediaan BAYCLIN® yang mengandung klorin sebanyak 5,25%
1. Hitung : Jumlah Bagian Air = 5,25% - 1 = 10 - 1 = 9 0,5% 2.Ambil 1 bagian larutan sediaan (5,25%) dan tambahkan dengan 9 bagian air
2. Pencucian Pencucian penting karena : merupakan cara yang paling efektif untuk menghilangkan hampir sebagian besar mikroorganisme pada peralatan atau bahan bekas pakai.kondisi bersih merupakan syarat untuk melakukan prosedur lanjutan (sterilisasi ataupun desinfeksi tingkat tinggi). Berbagai rujukan proses pencegahan infeksi menyebutkan sebagian besar mikroorganisma (hingga 80%) yang terdapat dalam darah dan bahan organik lain dapat dihilangkan dengan proses
pencucian.
Pencucian
juga
merupakan
cara
yang
baik
untuk
menghilangkan sejumlah endospora yang menyebabkan tetanus dan gangren. Jika sterilisator tidak tersedia, proses pencucian secara benar dan baik merupakan proses mekanik yang mampu untuk menghilangkan sejumlah endospora. Hal ini penting karena mikrorganisme termasuk endospora dapat terperangkap dalam bahan organik dalam bentuk residu yang melindunginya dari proses sterilisasi atau desinfeksi kimia. Sebagai contoh, virus hepatitis B dapat bertahan hidup pada darah sebanyak 10-8 ml (tidak dapat dililhat) dan mempunyai daya infeksi bila terpercik pada mata. Sebagai tambahan, bahan organik (darah dan unsurr jaringan) dapat mengurangi keaktifan beberapa desinfektan (misal alkohol dan iodine), sehingga menjadi kurang efektif. Gunakan sarung tangan rumah tangga yang tebal saat mencuci, hati-hati terhadap tusukan jarum atau luka/lecet pada kulit. Bila menggunakan sarung tangan rumah tangga , bagian pangkalnya harus dilipat untuk mencegah kontaminasi . Cuci dan sikat (gunakan sikat yang halus) instrumen di dalam air sabun. Perhatikan instrumen-instrumen bergigi, engsel atau sekrup, karena bahan organik dapat tertimbun disini. Karena larutan klorin dapat memecah protein,
dekontaminasi
dengan
merendam
dalam
larutan
klorin
akan
memudahkan proses pencucian selanjutnya. Setelah dicuci, peralatan tersebut dibilas dengan air untuk menghilangkan endapan deterjen yang dapat mengganggu proses desinfeksi kimiawi. 3. Sterilisasi atau DTT Instrumen dan perlengkapan yang kontak langsung dengan darah dan jaringan bawah kulit seperti jarum pakai ulang, alat suntik, skalpel harus diproses hingga steril setelah dekontaminasi, pencucian dan pengeringan. Proses sterilisasi
14
mampu untuk membunuh seluruh mikroorganisme termasuk endospora (bakteri yang sangat sulit dibasmi karena mempunyai selubung kuat)
Kondisi Standar proses sterilisasi Sterilisasi uap/otoklaf Temperatur harus 121oC (250oF). Tekanan harus 106 kPa (15 lbs/in²), 20 menit untuk alat/bahan yang tidak dibungkus : 30 menit untuk alat/bahan yang dibungkus. Kemudianbiarkan semua alat/bahan kering sebelum dipindahkan. Catatan: Pengaturan tekanan (kPa atau lbs/in²) sangat tergantung pada sterilisator yangdigunakan. Jika memungkinkan, ikuti petunjuk produsen alat tersebut. Sterilisasi Panas Kering (Oven): o 170ºC (340ºF) selama 1 jam (total waktu sejak - meletakkan peralatan dalam oven, panaskan hingga 170ºC, biarkan selama 1 jam dan kemudian di dinginkan, akan memakan waktu kira-kira dua sampai dua setengah jam. Atau o 160oC (320oF) selama 2 jam (total waktu kira-kira tiga sampai tiga setengah jam) Untuk sterilisasi panas-kering: • Waktu dihitung sejak oven mencapai suhu yang diinginkan • Jangan mengisi oven terlalu penuh (sisakan ruangan kira-kira 7,5 cm diantara bungkusan dan dinding oven. Oven yang terlalu penuh akan mempengaruhi penyaluran panas dan menambah waktu yang diperlukan untuk sterilisasi) • Jarum dan instrumen yang bertepi tajam sebaiknya diproses dengan hati-hati (temperatur tidak lebih dari 162,8°C atau 325°F), karena bila berlebihan, dapat merusak bagian yang tajam. Alat-alat yang sudah steril sebaiknya segera digunakan atau paling tidak dibungkus dengan kain kasa ganda, kertas atau lainnya sebelum disterilkan. Pembungkus yang berpori sehingga uap dapat masuk, namun juga cukup rapat untuk melindungi agar tidak tercemar debu atau mikoorganisme lain. Peralatan steril yang dibungkus dapat disimpan lebih dari 1 minggu, asal tetap kering dan pembungkusnya utuh (Perkins, 1983). Peralatan yang disimpan dalam plastik kedap udara, dapat bertahan sampai 1 bulan. Seluruh bungkusan harus diberi label dan batas kedaluarsa
Sterilisasi kimia Sebagai pengganti sterilisasi panas kering dan uap panas yang bertekanan tinggi, dapat dilakukan sterilisasi kimia (sering juga disebut sterilisasi dingin), dapat dilakukan dengan cara: o merendam 8-10 jam didalam larutan glutaraldehid 2% (Cidex®) atau Glutaraldehid membutuhkan penanganan khusus karena meninggalkan endapan pada alat-alat yang disterilkan sehingga setelah digunakan harus dibilas dengan cairan steril.
15
Penggunaan
air
matang
tidak
dianjurkan
karena
mungkin
masih
mengandung endospora, sehingga dapat menyebabkan kontaminasi ulang pada instrumen yang sudah steril. Walaupun formaldehid lebih murah dari glutaraldehid, namun zat ini beracun dan bersifat karsinogenik sehingga tidak boleh digunakan dalam proses peralatan. Uap glutaraldehid bersifat iritatif terhadap kulit, mata dan saluran nafas. Apabila menggunakan glutaraldehid, pakai sarung tangan, hindarkan paparan yang lama serta ventilasi ruangan harus cukup baik.
DESINFEKSI TINGKAT TINGGI Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) dapat dicapai dengan merebus dalam air mendidih atau merendam di dalam larutan desinfektan (mis., larutan klorin 0,1% dalam air matang atau Cidex® 2%). Karena proses merebus tidak memerlukan sarana yang mahal dan peralatannya mudah diperoleh maka proses ini merupakan pilihan bagi klinik-klinik kecil atau fasilitas kesehatan terpencil. Apapun cara yang dipilih, DTT menjadi efektif hanya jika peralatan, sarung tangan atau bahan lain yang telah dipakai telah melalui proses dekontaminasi dan pencucian yang seksama sebelum dilakukan desinfeksi tingkat tinggi.
Desinfeksi Tingkat Tinggi dengan cara merebus Rebus peralatan selama 20 menit. Perhitungan waktu dilakukan setelah air mendidih. Semua permukaan peralatan harus terendam di dalam air dan tidak diperbolehkan menambahkan apapun ke dalam panci rebusan setelah air mendidih. Biarkan peralatan mengering pada area yang bersih di dalam ruangan. Gunakan segera peralatan yang telah di dinginkan tsb. atau simpan di dalam wadah bertutup yang telah di DTT. Peralatan ini dapat disimpan hingga satu minggu. Desinfektan Tingkat Tinggi dengan cara kimia Desinfektan (cair) tingkat tinggi yang tersedia adalah: Klorin Formaldehid (formalin) Glutaraldehid Hidrogen peroksida
Meskipun alkohol, iodine dan iodophor tidak mahal dan biasanya tersedia, larutan-larutan ini tidak diklasifikasikan sebagai desinfektan tingkat tinggi. Alkohol tidak membunuh beberapa virus, dan di dalam larutan iodophor, telah diteliti bahwa species Pseudomonas (bakteri gram negatif) dapat berkembang biak. Larutan-larutan ini hanya dapat digunakan sebagai desinfektan hanya bila larutan desinfektan tingkat tinggi tidak tersedia. Keuntungan dan kerugian utama dari tiap-tiap desinfektan tingkat tinggi dijelaskan di bawah ini.
16
Larutan klorin aktivitasnya cepat dan sangat efektif melawan virus hepatitis dan virus AIDS. Di samping itu, larutan ini murah dan tersedia di mana-mana. Dapat digunakan untuk dekontaminasi permukaan yang luas (meja periksa). Kerugian klorin adalah sifat korosifnya terhadap benda logam; namun demikian, instrumen stainless steel dapat aman direndam dalam larutan klorin 0,5% selama 20 menit. Kemudian segera bilas dan keringkan dengan baik, agar tidak terjadi korosi. Larutan klorin cepat sekali berubah keadaannya, oleh sebab itu setiap hari harus dibuat larutan yang baru atau selalu dibuat baru bila larutan tersebut kotor atau keruh. Rekomendasi WHO (1989) menyebutkan agar dekontaminasi dilakukan pada permukaan tercemar dan instrumen sebelum dicuci, dengan klorin 0,5%.. Untuk proses desinfeksi tingkat tinggi, gunakan klorin 0,1% yang bahan pelarutnya adalah air minum (air masak) • Glutaraldehid 2% merupakan bahan sterilant dan desinfektan kimiawi yang cukup efektif. Walaupun zat ini juga bersifat iritatif tetapi lebih lemah dari formaldehid. Gunakan pada ruang dengan ventilasi baik. Hindarkan kontak atau percikan langsung terhadap zat ini. • Hidrogen peroksida (H2O2) , harus diencerkan menjadi 6%, umumnya mudah didapat dan harganya tidak semahal desinfektan kimiawi lainnya. Larutan H2O2 3% adalah antiseptik dan bukan desinfektan. H2O2 juga bersifat korosif sehingga tidak dapat digunakan untuk desinfeksi tembaga, aluminium, seng, kuningan.. Selain itu H2 O2 harus disimpan dengan baik karena cepat kehilangan potensinya bila terpapar oleh panas dan sinar. WHO tidak menganjurkan
pemakaian
H2O2
di
lingkungan
tropis
karena
ketidak-
stabilannya bila terkena panas dan sinar Langkah-langkah kunci proses DTT • Setelah dekontaminasi, cuci dan bilas, keringkan semua peralatan. • Rendam instrumen dalam desinfektan tingkat tinggi selama 20 menit • Bilas dengan air yang telah dididihkan dan biarkan mengering • Gunakan alat segera atau simpan di dalam wadah DTT bertutup • Untuk menyiapkan wadah DTT, rebus atau proses dengan klorin 0,5% dan biarkan selama 20 menit. Bilas bagian dalam wadah menggunakan air matang. Keringkan sebelum dipakai. Penyimpanan desinfektan • Semua desinfektan harus disimpan di tempat yang dingin dan gelap. • Jangan menyimpan desinfektan kimiawi di tempat yang terpapar langsung sinar matahari/panas yang tinggi ( misalnya di rak paling atas dalam ruangan dengan atap yang tipis ). Langkah-langkah yang perlu dilakukan pada wadah bahan kimia. Wadah dari kaca: Bilas sebaik-baiknya dengan air. Wadah kaca dapat dicuci dengan sabun dan air, dibilas , dikeringkan dan kemudian dipakai ulang. Wadah dari plastik : Bila digunakan untuk zat bersifat iritatif seperti glutaraldehid, bilaslah 3 kali dengan air dan kemudian dimusnahkan dengan jalan
17
membakar atau menguburnya. Wadah dari plastik, yang sebelumnya dipakai untuk wadah bahan kimia yang toksik , tidak dapat dipakai ulang untuk keperluan lain. Bahan-bahan yang tidak boleh digunakan sebagai desinfektan. Larutan antiseptik banyak yang salah digunakan sebagai desinfektan. Sementara itu, antiseptik (kadang-kadang disebut sebagai “desinfektan kulit”) hanya sebagai pembersih kulit sebelum menyuntik atau melakukan tindakan bedah. Antiseptik tidak layak digunakan untuk desinfeksi instrumen bedah dan sarung tangan. Antiseptik tidak terpercaya untuk membunuh bakteri dan virus, dan tidak pula membunuh bakteri pembentuk endospora. Sebagai contoh : Savlon® (klorheksidin glukonat dengan atau tanpa setrimid) adalah antiseptik, tetapi banyak disalahgunakan menjadi desinfektan. Antiseptik yang tidak dapat digunakan sebagai desinfektan adalah : • Derivat akridin ( misalnya : Gentian violet atau Kristal violet ) • Benzalkonium klorid (misal: Zephiran ) • Setrimid ( misal : Cetavlon) • Setrimid dengan atau tanpa klorheksidin glukonat ( misal : Savlon ) • Chlorinated lime dan asam borat ( misal : Eusol ) • Klorheksidin glukonat (misal: Phisohex) • Kloroksilenol ( misal : Dettol ) • Komponen merkuri (toksik dan tidak dianjurkan untuk antiseptik maupun desinfektan ) Larutan merkuri ( seperti Mercury Laurel ) walaupun merupakan desinfektan tingkat rendah, dapat menyebabkan cacat bawaan dan toksik bila digunakan baik sebagai desinfektan maupun antiseptik. Bahan lain yang sering digunakan untuk desinfeksi alat-alat adalah fenol 1-2% (misal
Phenol), asam karbolat (misal : Lysol) dan benzalkonium klorid
(Zephiran). Bahan-bahan tersebut termasuk desinfektan tingkat rendah dan hanya dipakai untuk proses dekontaminasi permukaan bila tidak tersedia klorin. 4. Penyimpanan Cara penyimpanan ada dua cara yaitu : a. Alat yang dibungkus Umur/masa steril selama masa peralatan masih terbungkus semua alat steril dianggap tetap steril tergantung ada atau tidaknya kontaminasi. Dalam kondisi penyimpanan yang optimal dan penanganan yang minimal, dapat dinyatakan steril sepanjang bungkus tetap utuh dan kering.
b. Alat yang tidak dibungkus Alat yang tidak dibungkus harus digunakan setelah dikeluarkan. Alat yang tersimpan pada wadah steril dan tertutup apabila yakin tetap steril paling lama untuk 1 minggu.
18
Tingkatan dan Jenis Proses Peralatan DEKONTAMINASI Rendam 10’ dalam larutan klorin 0,5%
CUCI dan BILAS Pakai sarung tangan Hindarkan tertusuk instrumen tajam
MetodeTerbaik STERILISASI
Metode Alternatif DESINFEKSI TINGKAT TINGGI
OTOKLAF
OVEN
106 kPa (15 lbs/in)
170°C (340°F)
1210 C (250oF)
selama 60’
tanpa bungkus 20’
160°C (320°F)
terbungkus 30’
selama
REBUS
KIMIAWI
selama 20’
rendam selama 20’
120"
DINGINKAN Siap pakai * * Instrumen yang terbungkus dalam keadaan steril dapat disimpan hingga 1 minggu. Instrumen tanpa bungkus harus disimpan dalam wadah steril atau DTT dengan tutup rapat, atau segera dipakai . Pengelolaan alat kesehatan di Puskesmas Merdeka sampai ke proses desinfeksi tingkat tinggi dengan merebus peralatan sampai mendidih selama 20 menit. D. PENGELOLAAN BENDA TAJAM Benda tajam sangat berisiko untuk menyebabkan perlukaan sehingga meningkatkan terjadinya penularan pennyakit seperti HIV, Hepatitis B dan C melalui kontak darah seperti tertusuk jarum suntik dan perlukaan oleh alat tajam lainnya. Untuk menghindari perlukaan atau kecelakaan kerja, maka, di Puskesmas Merdeka tatalaksananya sebagai berikut : 1. Semua benda tajam harus digunakan sekali pakai 2. Sterilitas jarum suntik dan alat kesehatan lain yang menembus kulit atau mukosa harus dapat dijamin. 3. Tersedianya wadah limbah tajam/tempat pembuangan alat tajam di setiap ruangan.
19
4. Petugas harus selalu mengenakan sarung tangan tebal saat mencuci alat dan alat tajam. 5. Saat memindahkan alat tajam dari satu orang ke orang lain menggunakan teknik tanpa sentuh yaitu menggunakan nampan atau alat perantara dan membiarkan petugas mengambil sendiri dari tempatnya terutama pada prosedur bedah. 6. Jarum
suntik
bekas
pakai langsung dibuang
k
etmapt penampungan
sementaranya tanpa menyentuh atau memamnipulasi bagian tajamnya seperti dibengkokkan, dipatahkan atau ditutup kembali. Jika terpaksa ditutup kembali gunakanlah cara penutupan jarum dengan satu tangan untuk mencegah jari tertusuk jarum. 7. Sebelum dibawa ke tempat pebuangan terakhir atau tempat pemusnahan diperlukan wadah penampungan sementara bersifat kedap air dan tidak mudah bocor serta tahan tusukan. Wadah tersebut dituutp dan diganti setelah ¾ bagian terisi.
E. PENGELOLAAN LIMBAH Limbah dari klinik atau fasilitas pelayanan kesehatan, digolongkan sebagai limbahterkontaminasi atau tidak terkontaminasi. Sampah yang tidak terkontaminasi tidak menimbulkan banyak risiko infeksi kepada orang yang menanganinya. Contoh sampah yang tidak terkontaminasi adalah sampah kertas, kotak, botol dan wadah plastik yang dibawa dari rumah ke klinik. Tetapi sebagian besar limbah yang berasal dari pelayanan kesehatan adalah terkontaminasi. Limbah yang terkontaminasi mengandung banyak mikroorganisme patogen yang dapat menginfeksi semua orang yang terpapar, menangani limbah dan kepada masyarakat umum, bila tidak ditangani dengan baik. Sampah terkontaminasi termasuk darah, nanah, urine, feces, cairan tubuh dan semua barang yang kontak dengannya misalnya pembalut – pembalut bekas. Sampah dari kamar bedah dan laboratorium dianggap sebagai limbah terkontaminasi. Termasuk dalam golongan ini adalah barang-barang yang dapat menyebabkan luka (misalnya jarum bekas dan pisau operasi) dan dapat menyebarkan penyakit yang menular melalui darah seperti hepatitis B dan AIDS. Penanganan sampah yang benar mengurangi penyebaran infeksi kepada petugas klinik dan kepada masyarakat setempat. Bila memungkinkan, sampah tak terkontaminasi diangkut ke tempat pembuangan sampah di dalam wadah yang tertutup. Petugas yang menangani sampah harus memakai sarung tangan rumah tangga. Sampah klinik yang terkontaminasi harus di insinerasi, dibakar atau
20
ditimbun. Insinerasi menghasilkan suhu tinggi untuk membasmi semua mikro organisme sehingga merupakan metode terbaik untuk sampah yang terkontaminasi. Insinerasi juga mengurangi volume sampah yang akan ditimbun. Bila insinerasi tidak mungkin, semua sampah terkontaminasi harus ditanam/dikubur untuk mencegah berseraknya sampah tersebut. Tujuan pembuangan sampah yang benar untuk sampah klinik adalah :
Mencegah penyebaran infeksi kepada petugas klinik yang menangani sampah dan masyarakat setempat.
Melindungi mereka yang menangani sampah dari luka yang tak disengaja (kecelakaan)
Membuat suasana lingkungan yang estetis .
Ingat : Cegah timbunan sampah terbuka karena :
Menyebabkan risiko infeksi dan bahaya kebakaran
Menyebabkan bau busuk
Mengembang biakkan serangga
Tidak baik dipandang .
Petunjuk cara menangani wadah sampah.
Pakai wadah yang tidak berkarat dan mudah dicuci (plastik atau metal yang digalvanisasi) dengan penutup yang rapat untuk sampah terkontaminasi.
Letakkan wadah sampah di tempat yang mudah bagi penggunanya. (membawa sampah kian kemari meningkatkan risiko infeksi bagi pembawa sampah).
Alat yang dipakai menyimpan dan membawa sampah tidak dipakai untuk keperluan lainnya di klinik.
Cuci semua wadah sampah dengan larutan desinfektan ( misalnya lar.klorin 0,5%) dan bilas dengan air. (Cucilah wadah terkontaminasi tersebut setiap kali sesudah dikosongkan, dan untuk wadah yang tidak terkontamionasi bila terlihat kotor).
Bila mungkin, pakai wadah yang terpisah untuk sampah yang dapat terbakar dan yang tidak dapat terbakar. (Hal ini agar petugas tidak perlu menangani dan memisahkan sampah - sampah kemudian).
Sampah yang dapat terbakar termasuk kertas, karton, dan sampah terkontaminasi seperti kasa dan pembalut bekas pakai.
Sampah yang tidak dapat terbakar termasuk kaca, metal dan plastik.
Bila mungkin, pakai sarung tangan rumah tangga yang tebal.
Cuci tangan setelah menangani sampah
Cara Membuang Instrumen Tajam. Jarum, pisau cukur dan pisau bedah harus dibuang dengan cara sebagai berikut: Langkah 1: Gunakan sarung tangan rumah tangga yang tebal. Langkah 2: Buang barang-barang tajam tadi ke dalam wadah yang tahan tusukan.
21
Wadah ini dapat dibuat dari bahan-bahan yang mudah didapat seperti kotak karton tebal, kaleng yang bertutup, atau botol plastik yang tebal. Apabila tidak rusak/bocor maka botol kosong bekas cairan infus dapat dipakai untuk limbah benda tajam. Letakkan wadah limbah tersebut di dekat penggunanya, agar petugas tidak perlu mengangkut benda tajam tersebut beberapa jauh sebelum membuangnya. Cegah terjadinya tusukan jarum yang tidak disengaja; jangan membengkokkan atau mematahkan jarum sebelum dibuang. Jarum tidak perlu ditutup secara rutin, tetapi bila perlu, gunakan metode menutup jarum dengan satu tangan : Pertama, letakkan penutup jarum pada permukaan yang keras dan rata, kemudian lepaskan tangan dari penutup jarum. Kemudian, dengan satu tangan, pegang alat suntik dan gunakan jarumnya untuk menyendok penutup jarum. Akhirnya, bila penutup telah menutupi seluruh jarum, gunakan tangan lainnya untuk mengeraskan penutup tersebut pada jarum. Langkah 3: Bila wadah sampah barang tajam tersebut telah terisi 3/4 penuh, tutuplah, sumbat atau beri pita perekat yang rapat. Langkah 4: Buanglah wadah tersebut bila telah 3/4 penuh dengan jalan menguburnya. (Jarum dan benda tajam lainnya, tidak akan hancur hanya dengan membakarnya. Luka akibat benda tersebut, dapat menimbulkan infeksi yang serius. Proses insenerasi atau pembakaran di dalam tempat khusus, merupakan upaya untuk eliminasi kontaminasi. Langkah 5: Lakukan cuci tangan setelah menangani wadah limbah tajam tersebut, lanjutkan ke proses dekontaminasi serta cuci-bilas sarung tangan. Cara Membuang Sampah Cair Yang Terkontaminasi (darah, tinja, urin dan cairan tubuh lainnya) Langkah 1: Gunakan sarung tangan tebal ketika menangani/membawa sampah tsb. Langkah 2: Hati-hati waktu menuangkan sampah tesebut pada bak cuci yang mengalir atau ke dalam toilet bilas. Sampah cair dapat juga dibuang ke dalam kakus (hindari percikannya). Langkah 3: Cuci toilet dan bak secara hati-hati dan siram dengan air untuk membersihkan sisa sampah. Hati-hati percikan atau kontaminasi Langkah 4: Lakukan dekontaminasi pada wadah spesimen dengan klorin 0,5% atau desinfektan lain yang adekuat, dengan merendam selama 10 menit sebelum dicuci. Langkah 5: Segera cuci tangan setelah mengolah limbah cair dan lakukan dekontaminasi dan cuci sarung tangan Cara Membuang Sampah Padat Langkah 1: Gunakan sarung tangan tebal ketika menangani/membawa sampah padat tersebut. Langkah 2: Buang sampah dalam wadah yang dapat dicuci, tidak korosif dan tertutup rapat.
22
Langkah 3: Kumpulkan tempat sampah tersebut di tempat yang sama dan bawa sampah-sampah yang dapat dibakar ke tempat pembakaran. Jika tempat pembakaran tidak tersedia, bakar atau kubur. Langkah 4: Dekontaminasi wadah spesimen dengan larutan klorin 0,5% atau desinfektan lokal lainnya yang adekuat, dengan merendam selama 10 menit sebelum dicuci. Langkah 5: Bakar atau kubur segera sampah sebelum tersebar ke lingkungan. Pembakaran adalah metode terbaik untuk membunuh mikroorganisme
Cara Membuang Wadah Bekas Bahan Kimia. Langkah 1: Cuci hingga bersih wadah dari kaca dengan air. Wadah dari kaca dapat dicuci dengan air dan deterjen cair. Langkah 2: Untuk wadah dari plastik yang berisi bahan toksik misalnya glutaraldehid (misal Cidex), cuci tiga kali dengan air kemudian buang dengan cara menimbun. Jangan memakai ulang wadah ini untuk keperluan yang lain.
Cara Membuat Drum Tempat Membakar Sampah Yang Sederhana (Searo, 1988) Langkah 1: Cari daerah searah tiupan angin di sekitar klinik Langkah 2: Buat tempat sampah dengan menggunakan material lokal (lumpur atau batu) atau drum minyak bekas. Ukurannya tergantung jumlah sampah yang terkumpul setiap hari. Langkah 3: Letakkan tempat pembakaran tersebut di tanah yang keras atau dasar yang kuat. Langkah 4: Pastikan tempat pembakaran sampah tsb. mempunyai: • sirkulasi udara yang baik agar proses pembakaran berjalan dengan baik • batasi tempat pembakaran agar tidak menyebar • mudah dibuka agar dapat menambah sampah baru dan membuang debunya • mempunyai cerobong asap yang cukup panjang untuk aliran udara yang baik dan membuang asap Langkah 5: Bakar semua sampah yang dapat terbakar seperti kertas, karton dan juga pembalut yang sudah digunakan dan sampah lainnya Langkah 6: Untuk sampah yang kering, tambahkan minyak tanah sehingga api dapat membakar seluruh sampah. Langkah 7: Debu yang berasal dari tempat pembakaran dianggap sebagai sampah yang tidak terkontaminasi.
Cara Membuat dan Menggunakan Tempat Penimbunan Untuk Pembuangan Sampah (Searo, 1988) Langkah 1: Kuburkan di lokasi khusus • cari lokasi yang berjarak sekitar 50 meter dari sumber air, agar mencegah kontaminasi ke sumber air • lokasi tadi harus memiliki pengairan yang cukup baik. Dianjurkan yang terletak di bawah garis air sumur dan bebas genangan air
23
• jangan berlokasi di tempat yang sering banjir Langkah 2: Gali lubang dengan lebar 1 meter dan dalamnya 2 meter. Dasar lubang sebaiknya 6 kaki di bawah permukaan air. Langkah 3: Pada setiap akhir hari kerja, tutup limbah dengan tanah (tebal 15-30 sm). Langkah 4: Pagari tempat tersebut.untuk mencegah binatang dan anak-anak mendekati lokasi F. KECELAKAAN KERJA Apabila kecelakaan kerja atau pajanan terjadi harus segera didokumentasikan dan dilaporkan ke pimpinan, panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja, panitia infeski nosokomial secepatnya supaya mendapat tindakan selanjutnya, Penatalaksanaan Pajanan 1. Bila tertusuk jarum segera bilas dengan air mengalir dengan jumlah yang banyak dan sabun atau antiseptik, jangan menekan dan menghisap darah dari luka 2. Bila darah mengenai kulit yang utuh tanpa luka atau tussukan, cuci dengan sabun dan air mengalir atau larutan garam dapur. 3. Bila darah mengenai mulut, ludahkan dan kumur-kumur dengan air beberapa kali 4. Kalau terpercik mata, cuci dengan air mengalir (irigasi) atau garam fisiologis 5. Jika darah memercik ke hidung, hembuskan keluar dan bersihkan dengan air
Tatalaksana Pajanan Darah di Tempat Kerja 1. Cuci 2. Telaah Pajanan 3. Berikan profilaksis pasca pajanan kepada yang berisiko tinggi mendapat infeksi 4. Tatalaksana Tes (Laboratorium) lanjutan dan konseling
G.
KEWASPADAAN KHUSUS
1. Kewaspadaan terhadap penularan melalui udara Contoh penyakit : Campak, varicela (termasuk herpes zoster yang menyebar), Tuberkulosis Penempatan pasien : a. Pada tekanan negatif yang terpantau b. Minimal pergantian udara enam kali tiap jam c.
Pada pembuangan udara keluar yang memadai, bila tidak terpasang pada ruangan isolasi gunakan filter udara tingkat tinggi
Proteksi respirasi dengan menggunakan pelindung pernafasan pada waktu masuk ke ruang pasien. Pengankutan pasien hanya untuk hal yang penting saja, hindari penyebaran droplet nukleus dengan memberikan pasien masker bedah. 2. Kewaspadaan terhadap penularan melalui percikan Contoh penyakit : a. H. Influenzae invasif tipe B b. N.meningitis invasif termasuk meningitis, pneumonia, sepsis
24
c.
S. Pneumonia invasif multidrug resisten
d. Bakteri
infeksi
saluran
diphteria,mycoplasma
nafas
lain
pneumoniae,
dengan pertusis,
transmisi pneumonia
droplet
:
plague,
streptococcal pharyngitis,pneumonia atau scarlet fever pada bayi dan anak. e. Infeksi virus serius dengan transmisi percikan termasuk adenovirus, influenzae, mumps,parvovirus B19, rubella Penempatan pasien di ruang tersendiri atau denga pasien yang terinfeksi virus yang sama. Petugas harus memakai masker N 95 bila bekerja dengan jarak kurang 1 meter dari pasien. Untuk memindahkan pasien gunakan masker bedah untuk pasien. 3. Kewaspadaan terhadap penularan melalui kontak Contoh penyakit : a. Infeksi gastrointestinal, repirasi, kulit atau luka atau kolonisasi bakteri yang multidrug resistant sesuai pedoman program pemberantasan. b. Infeksi enterik dengan dosis infeksi rendah atau berkepankangan termasuk : Clostridium difficile, E. Coli, Shigella, hepatitis A, rotavirus c.
Virus parainfluenza, infeksi enteroviral pada bayi dan anak-anak
d. Infeksi kulit sangat menular termasuk ; difteri (kulit), herpes simpleks (neonatus
atau mukokutaneus),impetigo, abses
besar,
selulitis
atau
dekubitus, pedikulosis,skabies e. Viral hemorrhagic conjungtivitis f.
Viral hemorrhagicc fever
Penatalaksanaan :
Pasien harus ditempatkan di ruangan tersendiri.
Petugas harus menggunakan sarung tangan
Petugas menggunakan gaun yang bersih dan nonsteril bila diduga terjadi kontak yang cukup rapat dengan pasien.
Bila harus melakukan pemindahan pasien harus tetap menggunakan gaun pelindung
Alat yang digunakan untuk perawatan pasien harus dibersihkan tiap hari
25