761823_makalah Dtpt Pola Tanam.docx

  • Uploaded by: Vika Faradhita Pratiwi
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 761823_makalah Dtpt Pola Tanam.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,498
  • Pages: 18
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pola tanam didefinisikan sebagai pengaturan jenis tanaman atau urutan jenis tanaman yang diusahakan pada sebidang lahan dalam kurusn waktu teretntu (biasanya satu tahun). Dalam Dalam pengertian pola tanam tersebut ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu (Sosrodimoelyo, 1983). Pola tanam di daerah tropis seperti Indonesia, biasanya disusun selama 1 tahun dengan memperhatikan curah hujan (terutama pada daerah/lahan yang sepenuhnya tergantung dari hujan). Penentuan pola tanam sangat dipengaruhi ketersediaan air dan keadaan lingkungan seperti kondisi fisik kimia tanah. Pola tanam dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produksi dan pendapatan (Hadisapoetro, 1977). Pola tanam juga dapat berpengaruh terhadap intensitas hama dan penyakit pada tanaman. Jenis pola tanam antara lain monokultur dan polikultur (intercropping, multiple cropping, relay cropping, mixed cropping dan sequential cropping). Pola tanam monokultur adalah menanam tanaman sejenis pada satu areal tanam, sedangkan pola tanam polikultur adalah menanam tanaman lebih dari satu jenis pada satu areal tanam yang tersusun dan terencana. Monocropping merupakan pertanian dengan menanam tanaman sejenis. Misalnya sawah ditanami padi saja, jagung saja, atau kedelai saja. Tujuannya adalah meningkatkan hasil pertanian. Kelebihan sistem ini yaitu teknis budidayanya relatif mudah karena tanaman yang ditanam maupun yang dipelihara hanya satu jenis. Sedangkan kelemahan sistem ini adalah tanaman relatif mudah terserang hama maupun penyakit. Intercropping (Tumpang sari) merupakan salah satu bercocok tanam yang mencampur proses penanaman (polyculture), dalam suatu lahan yang sama dan waktu yang sama, hal ini di lakukan untuk mencapai produksi yang tinggi karena dengan tumpang sari tanaman pokok bisa tumbuh selayaknya pertumbuhan dan tidak terganggu oleh tanaman tumpang sarinya. Multiple Cropping (Tumpang gilir) merupakan teknik budidaya tanaman dengan menanam lebh dari satu tanaman pada satu musim, kemudian dlanjutkan menanam lebih dari satu jenis tanaman pada musim berikutnya dengan lahan yang 1

sama dalam waktu satu tahun. Tumpang gilir adalah tumpang sari yang dilakukan secara beruntun dan lebih dari satu periode tanam dengan mempertimbangjan faktorfaktor lain untuk mendapatkan keuntungan maksimal Sequential Cropping (Tanaman bergiliran) merupakan penanaman dua tanaman atau lebih pada sebidang lahan pada waktu yang berbeda dalam satu tahun. Tanaman kedua ditanam sesegera mungkin setelah tanaman pertama dipanen. Sistem ini bertujuan untuk meningkatkan intensitas lahan.

1.2 Rumusan Masalah Beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain: 1.2.1

Apa saja studi kasus yang membahas tentang pengaruh (positif dan negatif)

pola tanam terhadap hama dan penyakit tanaman? 1.2.2

Bagaimana pola tanam dapat mempengaruhi hama dan penyakit tanaman?

1.3 Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui informasi tentang studi kasus yang membahas tentang pengaruh pola tanam terhadap hama dan penyakit tanaman, kemudian untuk mengetahui pola tanam dapat mempengaruhi hama dan penyakit.

2

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Studi Kasus Pengaruh Positif dan Negatif Monocropping Terhadap Perkembangan Hama dan Penyakit Monocropping adalah pertanian dengan menanam tanaman sejenis. Misalnya sawah ditanami padi saja, jagung saja, atau kedelai saja. Tujuannya adalah meningkatkan hasil pertanian. Kelebihan sistem ini yaitu teknis budidayanya relatif mudah karena tanaman yang ditanam maupun yang dipelihara hanya satu jenis. Sedangkan kelemahan sistem ini adalah tanaman relatif mudah terserang hama maupun penyakit. Hal ini disebabkan sebagai suatu ekosistem yang homogen, kawasan hutan tanaman rentan terhadap berbagai kendala di antaranya serangan hama. Populasi tanaman hutan yang homogen akan mudah diserang dan berpotensi terjadi ledakan (outbreak) hama, baik di lapangan maupun di persemaian (Krisnawati et al., 2011). 2.1.1 Studi Kasus Judul

: Serangan Hama Defoliator Pada Pola Tanam Monokultur Dan Agroforestri Jabon

Penulis

: Sri Utami dan Agus Ismanto

Jabon putih (Anthocephalus cadamba Miq.) dan jabon merah (A. macrophyllus Roxb. Havil) termasuk dalam famili Rubiaceae. Tanaman ini mempunyai banyak keunggulan serta merupakan tanaman yang dibudidayakan pada hutan tanaman industri dan hutan rakyat saat ini. Moduza procris (Lepidoptera: Nymphalidae) adalah hama baru yang menyerang daun jabon, dengan pola serangan daun dimakan dari ujung dan meninggalkan tulang daun. Penelitian ini bertujuan mengamati perkembangan dan preferensi makan hama M. procris, serta mengkaji kandungan kimia (senyawa primer dan senyawa metabolik sekunder) yang terdapat pada kedua jenis daun jabon tersebut. Imago yang baru keluar dari pupa sayapnya masih pendek, lunak, dan berkerut. Setelah beberapa saat, sayap sayap akan berkembang dan mengeras, pigmentasi akan terbentuk, dan imago siap melanjutkan perkembangannya. Kupu-kupu M. procris berwarna hitam, coklat kemerahan dengan spot putih. Adapun gejala 3

serangan pada tanaman jabon, larva serangga hama ini menyerang baik daun muda maupun daun tua dengan cara menggigit permukaan atas daun. Pada daun nampak gejala berbentuk lubang-lubang, lama kelamaan akan melebar dan mengakibatkan kerontokan daun. Gejala berat mengakibatkan tanaman menjadi gundul. Intensitas serangan hama pada tanaman tegakan jabon, yaitu berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa jenis hama defoliator yang menyerang tegakan jabon merah yaitu M. procris dengan persentase serangan sebesar 45,5%. Sedangkan jenis hama yang menyerang tegakan jabon putih yaitu A. hilaralis dengan persentase serangan sebesar 86%.

M. procris

A. hilaralis

2.2 Studi Kasus Pengaruh Positif dan Negatif Tumpangsari Terhadap Perkembangan Hama dan Penyakit 2.2.1

Studi Kasus 1

Judul

: PENGARUH TUMPANGSARI TANAMAN SAWI (Brassica juncea Linn.) DAN TANAMAN TOMAT (Solanum lycopersicum Linn.) TERHADAP SERANGAN Plutella xylostella Linn. (Lepidoptera: Plutellidae)

Penulis

: Goklas Simarmata, Flora Pasaru, Burhanuddin Nasir

4

Pelaksanaan sistem tumpang sari tanaman tomat dengan tanaman sawi di Sulawesi Tengah khususnya daerah lembah Palu sangat minim dilakukan oleh para petani. Kebiasaan petani khususnya di daerah Sulawesi Tengah dalam pengendalian hama tanaman hortikultura adalah masih mengandalkan penggunaan insektisida kimiawi dengan konsentrasi dan dosis yang relatif tinggi. Penelitian oleh Goklas Simarmata dan kawan-kawan bertujuan untuk mengetahui pengaruh tumpang sari tanaman tomat dan tanaman sawi terhadap serangan Plutella xylostella L. Penelitian ini disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 4 perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali. Peubah yang diamati ialah kepadatan populasi P. xylostella L, intensitas serangan, dan produksi sawi. Perlakuan yang diberikan adalah: T0 = Sawi ditanam monokultur sebagai control T1 = Tomat mengelilingi sawi T2 = Sawi ditanam di sela-sela tanaman tomat searah dari timur ke barat T3 = Sawi ditanam di sela-sela tanaman tomat searah dari utara ke selatan Hasil penelitian menunjukkan tumpang sari tanaman tomat berpengaruh nyata dapat menekan populasi, intensitas serangan P. xylostella L dan produksi sawi. Populasi tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol (tanpa olah tanah) sebesar 1,80 ekor dan populasi terendah terdapat pada perlakuan sawi ditanam di sela-sela tanaman tomat searah dari timur ke barat 0 ekor.

Subhan., et al (2015) menyatakan bahwa penanaman sawi dan tomat dalam bentuk selang barisan dapat menekan serangan P. xylostella. Dalam sistem tanam tumpangsari antara sawi dengan tomat, serangan hama berkurang karena tomat menghasilkan tomatin yang dapat mengusir ngengat P. xylostella betina untuk bertelur pada tanaman sawi.

5

Intensitas serangan tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 62,80 % dan terendah terdapat pada perlakuan sawi ditanam di sela-sela tanaman tomat searah dari timur ke barat. Intensitas serangan tertinggi terjadi pada perlakuan T0 (kontrol), hal ini disebabkan karena faktor tidak adanya tanaman penghalang sedangkan tingkat intensitas serangan terendah adalah pada perlakuan T2 dan T3. Hal ini dipengaruhi oleh senyawa alkaloid yang dimiliki tanaman tomat berupa lycopersicin. Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik yang terdapat pada beberapa tanaman terasa pahit, biasa dipakai sebagai bahan obat atau sebagai repellent pada serangga (Patty, 2012). Akibatnya, hama yang terdapat pada perlakuan T2 dan T3 tersebut terganggu oleh aroma zat lycopersicin yang dapat menolak ngengat betina dalam meletakkan. telur pada tanaman sawi sehingga membuat hama berpindah tempat ke tanaman kontrol yang mengakibatkan populasi hama tidak sebanyak perlakuan lainnya dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh hama P. xylostella terhadap tanaman sawi berkurang. Aroma yang ditimbulkan oleh tanaman tomat akan mengacaukan indra serangga sewaktu mencari tanaman kubis dan hasilnya tanaman kubis dapat terhindar dari serangan hama (Patty, 2012). Produksi ton/ha

pada

tertinggi

sebesar

perlakuan

662

3,82 sawi

dikelilingi oleh tanaman tomat dan produksi terendah terdapat perlakuan kontrol sebesar 1,67 ton/ha.

6

2.2.2

Studi Kasus 2

Judul

: PENGARUH SERANGAN HAMA PENGOROK DAUN DAN KELIMPAHAN SERANGGA LAIN YANG BERASOSIASI DENGAN TANAMAN KENTANG MONOKULTUR DAN TUMPANGSARI

Penulis

: Hanifah Nuraeni Suteja

Kentang merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang bernilai ekonomis tinggi dan merupakan sumber bahan pangan karbohidrat lain selain beras, jagung, dan gandum. Salah satu hama utama tanaman kentang dan tanaman sayuran lainnya adalah lalat pengorok daun (Liriomyza huidobrensis [Blanchard]). Serangan berat hama ini dapat mengakibatkan gugurnya daun tanaman kentang di lapangan kadang-kadang tanaman harus dipanen sebelum waktunya. Gejala serangan yang ditimbulkan oleh imago lalat pengorok daun yaitu berupa titik-titik hitam bekas tusukan ovipositor saat meletakkan telur dan menghisap cairan daun yang keluar, sedangkan gejala yang ditimbulkan oleh larva berupa terbentuknya liang korokan berwarna putih yang berkelok-kelok pada daun (Gambar 5b).

7

Penelitian ini bertujuan mengamati serangan hama lalat pengorok daun serta kelimpahan serangga lainnya pada tanaman kentang yang dibudidayakan secara monokultur dan tumpangsari. Lahan tanaman kentang dengan sistem budidaya yang berbeda (monokultur dan tumpangsari) diamati dalam penelitian ini. Pengamatan dilakukan selama dua minggu sekali dengan cara pengamatan langsung dan penggunaan perangkap. Pengamatan langsung dilakukan dengan cara menghitung jumlah daun pertanaman contoh dan jumlah daun yang terserang hama pengorok daun serta pemakan daun. Jumlah tanaman contoh yang diamati adalah 10 tanaman per petak amatan. Pemasangan perangkap dilakukan dengan memasang perangkap likat kuning dan lubang perangkap. Lima perangkap likat kuning dipasang secara diagonal pada masing-masing petak amatan monokultur dan tumpangsari. Lima lubang perangkap digunakan pada petak amatan tumpangsari. Serangan hama pengorok daun pada tanaman kentang tumpangsari dengan kacang merah lebih tinggi dari pada tanaman kentang monokultur. Serangan hama pengorok daun pada tanaman kentang tumpangsari sudah ditemukan sejak pengamatan pertama. Hal ini dipengaruhi oleh adanya dua tanaman inang pada lahan tumpangsari, yaitu tanaman kentang dan tanaman kacang merah. Luas serangan hama pengorok daun di petak amatan tanaman kentang monokultur menunjukkan angka yang sangat rendah. Berbeda dengan luas serangan yang terjadi di petak amatan tanaman kentang tumpangsari yang menunjukkan angka yang tinggi.

8

Perbedaan luas serangan yang tinggi antara pertanaman kentang monokultur dengan tumpangsari disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pengaruh budidaya, adanya serangan penyakit busuk daun, dan ketersediaan makanan (keberadaan tanaman inang lain) pertanaman kentang tumpangsari yang diamati merupakan kombinasi dari tanaman kentang dengan tanaman kacang merah yang juga merupakan tanaman inang hama pengorok daun.

Serangan hama pemakan daun di lahan tumpangsari tidak terlalu tinggi. Namun hama pemakan daun yang menyerang tanaman kentang tumpangsari lebih beragam. Hama pemakan daun yang ditemukan di lahan tumpangsari yaitu ulat grayak, ulat jengkal, hama penggerek umbi, kumbang koksi, dan belalang daun. Serangga yang tertangkap perangkap likat pada lahan tanaman kentang monokultur sebanyak 21.102 ekor. Serangga yang terperangkap berasal dari ordo Diptera, Hymenoptera, Thysanoptera, Lepidoptera, dan Coleoptera.

Kelimpahan dan proporsi serangga tertinggi dari hasil perangkap likat berasal dari ordo Thysanoptera yang kemungkinan besar berperan sebagai hama, ordo Diptera yang berperan sebagai saprofag karena adanya penggunaan pupuk kandang dan bahan-bahan organik yang terdekomposisi, dan ordo Hymenoptera yang kemungkinan besar berperan sebagai parasitoid. 9

2.3 Studi Kasus Pengaruh Positif dan Negatif Tumpang gilir Terhadap Perkembangan Hama dan Penyakit Tumpang gilir merupakan transisi antara rotasi tanaman dengan tumpang sari. Pada pola tanam ini, berbagai jenis tanaman di tanam pada lahan yang sama, tetapi tidak ditanam pada waktu yang bersamaan sebaimana dalam rotasi tanaman. Tanaman kedua ditanam sebelum tanaman pertama di panen. Dengan demikian, pola tanam ini menekankan efisiensi penggunaan waktu, sehingga dalam setahun berapa jenis tanaman dapat dibudidayakan. Penerapan sistem tumpang gilir memiliki beberapa keuntungan antara lain; dapat memperbaiki kesuburan tanah, mengurangi erosi dan meningkatkan pendapatan petani (Sukoco et al., 1992). Keuntungan lain (Rahmianna et al., 1989) meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja, menekan serangan gulma dan penyakit. Selain itu, dapat meningkatkan indeks pertanaman (IP) dari 100% menjadi 200% melalui peningkatan efisiensi penggunaan air (Bulu & Zulhaedar, 2014). Dampak dari penataan pertanaman ganda (multiple cropping), yaitu: 1. Memperkecil kegagalan usaha 2. Mempertinggi kesuburan tanah 3. Mencegah timbulnya hama dan penyakit tanaman, tetapi adakalanya mengundang penyakit 4. Menekan pertumbuhan gulma

2.3.1

Studi Kasus

Judul

: Kajian Usahatani Tumpang Gilir Tanaman Padi dan Tomat di Desa Wolaang Kecamatan Langowan Timur 10

Penulis

: Marisa Solar

Padi (Oryza sativa L.) termasuk tumbuhan graminae yang dapat dilakukan pola tanam tumpang gilir dengan tomat. Kegiatan pemberantasan hama pada padi biasanya dilakukan dua kali dalam satu musim tanam pada saat padi berumur 3 dan 6 minggu. Tanaman tomat (Lycopersidum esculentum Mill) merupakan sayuran buah yang tergolong tanaman semusim berbentuk perdu dan termasuk ke dalam family solananceae. Untuk meningkatkan produksi tomat, berbagai cara dapat dilakukan diantaranya melalui perbaikan teknologi budidaya seperti perbaikan varietas, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit serta perbaikan pasca panen. Pestisida serangan hama penyakit disesuaikan dengan kebutuhan tanaman padi dan tomat, biasanya pupuk yang sering digunakan dalam tumpang gilir padi dan tomat adalah pupuk ZA, KCl, urea, dan Sp36. Penggunaan pestisida untuk masing-masing tanaman berbeda, dosis yang diberikan juga berbeda. Kebutuhan pestisida yang paling besar adalah untuk tanaman tomat karena sangat mudah terserang hama dan penyakit tanaman.

2.4 Studi Kasus Pengaruh Positif dan Negatif Pola Tanam Rotasi Terhadap Perkembangan Hama dan Penyakit 2.4.1

Studi Kasus

Judul

: Pengaruh Rotasi Tanaman dan Agen Pengendali Hayati terhadap Nematoda Parasit Tanaman

Penulis

: Nadiyatus Sa’ad Thirdyawati, Suharjono, dan Titiek Yulianti

Tanah merupakan komponen yang terbentuk secara alamiah sebagai media pertumbuhan mahluk hidup, dari jenis tanaman hingga mikroba. Mikroba memiliki

peran

sebagai

dekomposer

sehingga

dapat

memertahankan

keseimbangan ekosistem. Terdapat beberapa faktor pembatas dalam menjaga kualitas dan kuantitas tanah, yaitu tingginya serangan patogen dan nematoda parasit tanaman. Berbagai cara dilakukan untuk menanggulangi hal tersebut, mulai dari penggunaan pestisida sintetik hingga persilangan varietas unggul, sampai ditemukan upaya pengendalian yang ramah lingkungan dan tidak berdampak buruk bagi organisme non-target, yaitu rotasi tanaman dan pemanfaatan agen 11

pengendali

hayati.

Upaya

tersebut

terbukti

mampu

memperbaiki

dan

meningkatkan mikro-flora dalam tanah akibat kerusakan alami maupun buatan. Meningkatnya jumlah mikroba dalam tanah, merupakan indikasi dari yang tanah sehat, dan berdampak positif bagi peningkatan produktivitas tanaman. Dalam mengatasi berbagai masalah penyakit tanaman yang disebabkan oleh patogen maupun hama, diperlukan usaha dengan sistem yang ramah lingkungan. Salah satu cara untuk merealisasikan hal tersebut dengan rotasi tanaman. Rotasi tanaman merupakan aktivitas pertanian yang dipercaya mampu memertahankan kandungan bahan organik dalam tanah, terutama peranannya dalam hal menurunkan penyakit akibat patogen tular tanah yang bersifat biotrofik, terutama bagi patogen dengan kemampuan yang rendah dalam memertahankan hidupnya sebagai saprofit [7]. Rotasi tanaman juga berperan dalam memberikan lingkungan yang tidak sesuai. Dengan syarat tumbuh patogen maupun hama, dengan menggunakan tanaman bukan inang, sehingga populasi patogen semakin rendah. Sebaiknya dalam aplikasi rotasi tanaman ini diperlukan pemahaman mengenai jenis patogen yang menjadi sumber permasalahan bagi tanaman, sehingga diketahui jenis tanaman yang merupakan inang sekaligus tanaman bukan inang bagi patogen tersebut. Rotasi tanaman terbukti memiliki kontribusi yang tinggi terhadap hasil tanaman, memelihara kualitas tanah, mengendalikan penyakit, hama, gulma, dan serangga, meningkatkan nutrisi biota tanah, meningkatkan level bahan organis, menurunkan erosi tanah, meningkatkan struktur hara tanah, kontribusi nitrogen dari tanaman kacang-kacangan [8], dan menginduksi bakteri endofit yang berperan sebagai penekan bakteri patogen [9]. Rotasi tanaman menyebabkan tingginya variabilitas dalam komunitas mikroba. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian yang membuktikan bahwa rotasi tanaman memiliki efek yang rendah terhadap kelimpahan mikroba [10, 11]. Perbedaan ini sangat dimungkinkan karena banyaknya faktor pembatas yang terdapat di lingkungan. Beberapa faktor pembatas tersebut adalah jenis tanah yang digunakan, cara pengolahan tanah, faktor lingkungan, iklim, serta ada atau tidaknya residu yang ditambahkan ke dalam tanah residu.

2.5 Studi Kasus Pengaruh Positif dan Negatif Sequential Cropping Terhadap Perkembangan Hama dan Penyakit 12

Sequential Cropping adalah penanaman dua tanaman atau lebih pada sebidang lahan pada waktu yang berbeda dalam satu tahun. Tanaman kedua ditanam sesegera mungkin setelah tanaman pertama dipanen. Sistem ini bertujuan untuk meningkatkan intensitas lahan. Kelebihan dari sistem ini adalah ketersediaan bahan organik tanah lebih beragam karena varietas tanaman beragam dan hama dapat teratasi karena varietas tanaman pada suatu lahan berbeda-beda. 2.5.1

Studi Kasus 1

Judul

: Hama dan Penyakit pada Tanaman Kacang Tanah

Penulis

:

Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) adalah tanaman polong-polongan atau legum anggota suku Fabaceae yang dibudidayakan, serta menjadi kacangkacangan kedua terpenting setelah kedelai di Indonesia. Tanaman yang berasal dari benua Amerika ini tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm (1 hingga 1½ kaki) dengan daun-daun kecil tersusun majemuk. 2.5.1.1

Hama Uret

Hama ini akan memakan akar, batang bagian bawah dan polong akhirnya tanaman layu dan mati.Hama uret yang dpaat menyerang tanaman kacang tanah Gejala: Biasanya, tanaman kacang tanah yang terkena uret menunjukkan tanaman tidak berkembang dengan baik/kerdil karena hama ini merusak perakaran tanaman kacang tanah. Cara paling mudah untuk melihatnya adalah dengan membongkar tanah sekitar perakaran, apakah ditemukan hama uret. Hama ini termasuk sangat merusak tanaman. Biasanya, hama uret ini bisa jadi masuk karena terbawa sebelumnya dari dalam tumpukan pupuk kandang. Pengendaliannya dengan pestisida supermeta mosa meta vs uret (embug atau gayas). Supermeta (Mosa meta) di tanah sekitar perkaran, perlakuan pemberian supermeta (Mosa meta) pada pupuk kandang atau kompos dan ditebar di lubang tanam, dan dosis pemberian supermeta (Mosa meta) ini adalah 1 bungkus untuk luasan lahan 1.000 m2. Namun, apabila lahan tersebut termasuk endemik, dosis pemberian bisa dilipatkan. 2.5.1.2

Penyakit Layu Bakteri 13

Penyebab layu ini karena Rolstonia solanacerarum. Gejala: berupa tanaman kacang tanah layu secara tiba-tiba dengan daun tanaman masih hijau. Tanaman mati seperti tersiram air panas. Pengendaliannya dengan agen hayati BIO SPF berbahan aktif Pseudomonas fluorescent, dan perlakuan BIO SPF dengan perendaman benih sebelum tanam selama 1 jam. BIO SPF 10 gr (1 sendok) dicampur air 1 liter digunakan untuk merendam benih. Untuk perawatan, larutkan 1 bungkus BIO SPF (100 gr) dengan air bersih 100 sampai 150 liter. Larutan tersebut digunakan mengocor lubang tanam (area sekitar perakaran) untuk luasan lahan 1.000 m2. Pengocoran ini sebaiknya dilakukan pada sore hari. Larutkan perlakuan ini setidaknya 1 kali pada awal tanam.

Supermeta (Mosa meta)

2.5.2

Agen Hayati BIO SPF

Studi Kasus 2

Judul

: Hama dan Penyakit pada Tanaman Brokoli

Penulis

: M. A. Pribady

Brokoli (Brassica oleracea L., Kelompok Italica) adalah tanaman sayuran yang termasuk dalam suku kubis-kubisan atau Brassicaceae. Brokoli berasal dari daerah Laut Tengah dan sudah sejak masa Yunani Kuno dibudidayakan. Sayuran ini masuk ke Indonesia belum lama (sekitar 1970-an) dan kini cukup populer sebagai bahan pangan. 2.5.2.1 Hama Ulat Grayak (Spodeptera litura) Cirinya adalah Ngengat betina panjang 1,25 cm berwarna kelabu, mempunyai tiga buah titik kuning pada sayap depan, meletakkan telur dibagian bawah permukaan daun sebanyak 50 butir dalam waktu 24 jam, 14

telurnya berbentuk oval dan berukuran 0,6-0,3 mm, berwarna hijau kekuningan,berkilau, lunak, menetas kurang lebih 3 hari, larva plutella berwarna hijau , panjang 8mm, lebar 1mm, mengalami 4 instar yang berlangsung selama 12 hari, ngengat kecil berwarna coklat keabu-abuan, ngengat aktif dimalam hari, sedangkan siang hari bersembunyi dibawah sisa sisa tanaman, atau hinggap dibawah permukaan daun bawah. Gejala: Ulat pada umumnya menyerang pada musim kemarau, dimana menyebabkan daun berlubang dan terdapat bercak-bercak putih seperti jenela menerawang dan tinggal urat urat daun saja. Pada umumnya menyerang tanaman muda terkadang juga merusak tanaman yang sedang membentuk bunga.

2.5.2.2 Penyakit Busuk Hitam Yang menimbulkan penyakit ini adalah bakteri, adapun tanda-tanda serangan penyakit ini dimulai dari bagian tepi daun yang terinfeksi berwarna kuning pucat, yang kemudian meluas ketengah. Penyakit ini berbentuk batang, dengan kisaran ukuran 0,7 sampai 3,0 kali 0,4 sampai 0,5 mm, membentuk rantai, berkapsula, tidak bersepora, bergerak dengan satu flagellum polar. Metode mengendalikannya yaitu dengan melakukan penyemprotan bakterisida layaknya Agrimysin ataupun Agreptdi kosentrasi 0,1% - 0,2%. Pencegahan yang bisa dilakukan dengan melakukan sterilisasi benih sebelum disemaikan dengan menggunakan air hangat bersuhu 500C selama 30 menit. Melakukan pergiliran tanaman yang bukan sefamili dengan rentang waktu ±3 tahun berturut-turut khususnya di wilayah basis penyakit busuk hitam, menjaga kebersihan kebun.

15

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Pola tanam merupakan usaha penanaman pada sebidang lahan dengan mengatur susunan letak dan urutan tanaman selama perioden waktu tertentu termasuk masa pengolahan tanah dan masa tidak ditanami selama periode tertentu. Terdapat beberapa macam pola tanam, yaitu intercropping, multiple cropping, sequential cropping, relay cropping, crop rotation, dan monokultur. Pola tanam pada penanaman dapat memberikan dampak negatif maupun positif. Dampak positif vari dilaksanakannya pola tanam, yaitu adanya keberagaman hasil pertanian, menekan populasi hama dan penyakit, dan melestarikan unsur hara yang terdapat di dalam tanah. Namun, menekan hama dan penyakit dapat juga menjadi dampak negatif apabila perlakuannya tidak atau kurang sesuai dengan kondisi lingkungan atau pun kondisi tanaman itu sendiri.

16

DAFTAR PUSTAKA

Bailey, K. L. dan L. J. Duczek. 1996. Managing cereal diseases under reduced tillage. Canadian Journal of Plant Pathology 18: 159-167. Bulu, Y. G., & Zulhaedar, F. (2014). Kelayakan Usahatani Tumpang Gilir Jagung dengan Aneka Kacang di Lahan Kering di Kabupaten Sumbawa , Nusa Tenggara Barat, 636–644. Retrieved from balitkabi.litbang.pertanian.go.id Pribadiy, M. A. (2015). HAMA DAN PENYAKIT PADA TANAMAN BROKOLI. Retrieved from https://dokumen.tips/documents/hamadan-penyakit-pada-tanaman-brokoli.html Simarmata, G., Pasaru, F., & Nasir, B. (2017, Desember ). PENGARUH TUMPANGSARI TANAMAN SAWI (Brassica juncea Linn.) DAN TANAMAN TOMAT (Solanum lycopersicum Linn.) TERHADAP SERANGAN Plutella xylostella Linn. (Lepidoptera: Plutellidae). Retrieved

from

jurnal.untad.ac.id:

jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Agrotekbis/article/viewFile/110 55/8574 Solar, M. (n.d.). Kajian usahatani tumpang gilir tanaman padi dan tomat di desa wolaang kecamatan langowan timur, 1–10. Retrieved from download.garuda.ristekdikti.go.id Sulistyanto,D. Megawati, D. O. P. (2014). HUBUNGAN JUMLAH BARIS KACANG KACANGAN PADA HAMA TANAMAN. Jurnal Berkala ilmiah

PERTANIAN.

1

(4)

:66-69

Retrieved

from

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web &cd=8&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwj13bbb6KzhAhVu63M BHYT4C7EQFjAHegQIBxAC&url=https%3A%2F%2Fjurnal.une j.ac.id%2Findex.php%2FBIP%2Farticle%2Fview%2F612%2F443 &usg=AOvVaw31ubuo6BHi3sgAeDxjTOpJ

17

Suteja, H. N. (2013, Desember). SERANGAN HAMA PENGOROK DAUN DAN KELIMPAHAN SERANGGA LAIN YANG BERASOSIASI DENGAN

TANAMAN

TUMPANGSARI.

KENTANG

Retrieved

MONOKULTUR

from

DAN

repository.ipb.ac.id:

https://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/67562/A13 hns.pdf?sequence=1&isAllowed=y Utami, S., Ismanto, A. (2015). SERANGAN HAMA DEFOLIATOR PADA POLA TANAM MONOKULTUR DAN AGROFORESTRI JABON. Jurnal

sains

natural.

5(1):43-47.

Diakses

dari:

http://ejournalunb.ac.id/index.php/JSN/article/download/98/96.

18

Related Documents


More Documents from "Asih Nor Utami"