BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Leptospira interrogans. Penyakit ini merupakan penyakit infeksi yang ditularkan dari hewan kemanusia (zoonosis). Pada dasarnya penyakit leptospirosis merupakan infeksi pada hewan. Manusia dapat terinfeksi secara kebetulan karena tidak sengaja kontak dengan material yang tercemar oleh bakteri leptospirosis. Manusia terinfeksi melalui penyakit ini dapat berjangkit pada lakilaki maupun wanita semua umur, tetapi kebanyakan mengenai laki-laki dewasa muda (50% kasus umumnya berusia antara 10-39 tahun diantaranya 80% laki-laki). Organisasi kesehatan dunia (World Health Organitation) mencatat, kasus leptospirosis di daerah beiklim sub tropis perkirakan berjumlah 0,1-1/100.000 orang setiap tahun, sedangkan didaerah beriklim tropis kasus ini meningkat menjadi lebih dari 10/100.000 orang setiap tahun. Pada saat wabah, sebanyak lebih dari 100 orang dari kelompok beresiko tinggi diantara 100.000 orang dapat terinfeksi. Di indonesia, leptospirosis tersebar antara lain di provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Derah Istimewa Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Angka kematian leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, mencapai 2,516,45%. Pada usia lebih dari 50 tahun kematian menapai 56%. Di beberapa publikasi angka kematian dilaporkan antara 3%-54% tergantung sistem organ infeksi. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan penyakit leptospirosis? 2. Apa penyebab dari penyakit leptospirosis? 3. Apa saja tanda dan gejala penyakit leptospirosis? 4. Bagaimana Patofisiologi tentang penyakit leptospirosis ? 5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dan terapi medis pada pasien penderita leptospirosis? 1
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien penderita leptospirosis? C. Tujuan a. Tujuan Umum Memberikan informasi mengenai penyakit leptospirosis dan mengaplikasikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien penderita leptospirosis. b. Tujuan Khusus Memberikan informasi 1) memberikan infornasi tentang pengertian leptospirosis. 2) menyebutkan berbagai penyebab penyakit leptospirosis. 3) memberikan informasi tentang tanda dan gejala dari penyakit leptospirosis. 4) memberikan informasi mengenai proses penularan penyakit leptospirosis. 5) memberikan informasi mengenai pencegahan penyakit leptospirosis. 6) mengetahui asuhan keperawatan pada pasien leptospirosis. D. Sistematika Penulisan Dalam penulisan makalah ini penulis membagi beberapa bab yang terdiri dari: Bab I Pendahuluan : latar belakang yang akan dibahas, rumusan masalah, tujuan kegunaan penulisan dan sistematika penulisan. Bab 2 Tinjauan Pustaka: konsep dasar penyakit leptospirosis yang terdiri dari pengertian, penyebab, tanda dan gejala, dan proses penularan. Bab 3 Asuhan Keperawatan : asuhan keperawatan pada pasien leptospirosis terdiri dari pengkajian data, diagnosa keperawatan, perenanaan dan evaluasi. Bab 4 Penutup : kesimpulan dan saran. Daftar Pustaka
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Penyakit Leptospirosis Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme, yaitu Leptospira tanpa memandang bentuk spesifik serotipnya. Penyakit ini dapat berjangkit pada laki-laki atau perempuan semua umur. Banyak ditemui didaerah tropis, dan biasanya penyakit ini juga dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever, swamp fever, autumnal fever, infectious jaundice, filed fever, cane cutre fever dan lain-lain (Mansjoer dkk, 2007). Leptospirosis adalah penyakit hewan yang dapat menjangkiti manusia, termasuk penyakit zoonosis yang paling sering di dunia. Leptospirosis juga dikenal dengan nama floodfever atau demam banjir karena memang muncul karena banjir. Di beberapa negara leptospirosis dikenal dengan nama demam icterohemorrhagic, demam lumpur, penyakit Stuttgart, penyakit Weil, demam canicola, penyakit swineherd, demam rawa atau demam lumpur (Judarwanto, 2009) B. Penyebab penyakit leptospirosis Leptospirosis disebabkan oleh infeksi bakteri leptospira yang dibawa oleh hewanhewan tertentu. Leptospira adalah organisme yang hidup di perairan air tawar, tanah basah, lumpur, dan tumbuh-tumbuhan. Bakteri ini dapat dapat menyebar melalui banjir. Hewan pembawa bakteri leptospira umumnya tidak memiliki tanda-tanda sedang mengidap leptospirosis karena bakteri ini dapat keluar melalui urine mereka. Keluarnya bakteri melalui urine hewan liar maupun hewan piaraan yang terinfeksi dapat berlangsung secara terus menerus atau hanya sesekali selama beberapa bulan hingga beberapa tahun. Bakteri yang kemudian masuk ke air atau tanah ini bisa bertahan hingga beberapa minggu hingga berbulanbulan. Leptospirosis umumnya banyak ditemui di area tropis dan subtropis, di mana udaranya panas dan lembap yang membuat bakteri ini dapat bertahan hidup lebih lama, seperti Tiongkok, India, dan Asia Tenggara. Para pekerja yang sering berurusan dengan hewan juga memiliki risiko lebih tinggi terkena infeksi leptospirosis, misalnya seorang peternak, nelayan, pekerja di saluran pembuangan limbah, dan dokter hewan. 3
Bakteri leptospira dapat masuk melalui mata, hidung, mulut, atau luka terbuka pada kulit, terutama jika sering menghabiskan waktu berada di area, baik air maupun tanah, yang terkontaminasi bakteri ini. Waspadai juga infeksi bakteri leptospira ketika melakukan kegiatan di luar ruangan seperti berkemah dan memancing atau berkunjung ke daerah yang sedang menghadapi epidemi leptospirosis.
Bakteri ini juga dapat menyebar melalui gigitan hewan atau cairan tubuh lain (kecuali ludah) dan ketika meminum air yang terkontaminasi, misalnya sehabis banjir atau ketika melakukan olahraga yang berhubungan dengan air. Hewan piaraan jarang menjadi penyebab menyebarnya leptospirosis walau terdapat juga kasus leptospirosis yang disebarkan oleh tikus piaraan.
C. Gejala dan Tanda Leptospirosis
`
Leptospirosis termasuk penyakit sistemik yang mempengaruhi tubuh secara
keseluruhan. Masa inkubasi leptospirosis adalah 2 hari sampai 4 minggu setelah terinfeksi.Seperti kasus infeksi lain, salah satu gejala yang paling menonjol dari leptospirosis adalah munculnya demam dan naiknya suhu tubuh.Kondisi ini terjadi karena sistem kekebalan tubuh mencoba melawan bakteri.Infeksi bakteri terbagi dalam dua fase, dengan fase kedua lebih parah dari fase sebelumnya.Kedua fase dipisahkan oleh periode beberapa hari, dimana pasien merasa lebih baik.Beberapa gejala leptospirosis yang biasa nampak pada fase pertama (fase akut) diantaranya yaitu:
-> Sakit kepala parah -> Nyeri otot -> Menggigil -> Batuk -> Sakit tenggorokan -> Warna kulit kekuningan (jaundice) -> Mata kekuningan -> Mata berair -> Mata kemerahan -> Nyeri pada mata 4
-> Ruam kulit -> Sakit perut -> Diare -> Muntah -> Sensitif terhadap cahaya
Identifikasi gejala leptospirosis pada fase awal sangat penting untuk menghindari komplikasi kesehatan yang parah.Jika dibiarkan tidak diobati dalam waktu yang lama, maka fase akut akan berlanjut ke fase kedua. Gejala fase kedua dari leptospirosis meliputi kerusakan ginjal, meningitis (radang selaput otak), komplikasi pernapasan, dan gagal hati. Gejala-gejala fase kedua bisa mengancam jiwa, jadi seseorang yang menderita leptospirosis harus segera mendapatkan perawatan kesehatan.
D. Patofisiologi
Kuman leptospira masuk ke dalam tubuh penjamu melalui luka iris/luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, esofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi. Meski jarang ditemukan, leptospirosis pernah dilaporkan penetrasi kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air, saat banjir. Infeksi melalui selaput lendir lambung jarang terjadi, karena ada asam lambung yang mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak virulen gagal bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah 1 atau 2 hari infeksi. Organisme virulen mengalami mengalami multiplikasi di darah dan jaringan, dan kuman leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari ke 4 sampai 10 perjalanan penyakit. Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil; sehingga menimbulkan vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenitas kuman leptospira yang paling penting adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selluler. Lipopolysaccharide (LPS) pada kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram negatif, dan aktivitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit disertai trombositopenia. Kuman
5
leptospira mempunyai fosfolipase yaitu hemolisin yang mengakibatkan lisisnya eritrosit dan membran sel lain yang mengandung fosfolipid. Beberapa strain serovar Pomona dan Copenhageni mengeluarkan protein sitotoksin. In vivo, toksin in mengakibatkan perubahan histopatologik berupa infiltrasi makrofag dan sel polimorfonuklear. Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal kuman leptospira bermigrasi ke interstisium, tubulus ginjal, dan lumen tubulus. Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia. Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel-sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin darah dari jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai berkurangnya sekresi bilirubin. Conjungtival suffusion khususnya perikorneal; terjadi karena dilatasi pembuluh darah, kelainan ini sering dijumpai pada patognomonik pada stadium dini. Komplikasi lain berupa uveitis, iritis dan iridosiklitis yang sering disertai kekeruhan vitreus dan lentikular. Keberadaan kuman leptospira di aqueous humor kadang menimbulkan uveitis kronik berulang. Kuman leptospira difagosit oleh sel-sel sistem retikuloendotelial serta mekanisme pertahanan tubuh. Jumlah organisme semakin berkurang dengan meningkatnya kadar antibodi spesifik dalam darah. Kuman leptospira akan dieleminasi dari semua organ kecuali mata, tubulus proksimal ginjal, dan mungkin otak dimana kuman leptospira dapat menetap selama beberapa minggu atau bulan. E. Pemeriksaan Diagnostik Saat pengambilan sampel spesimen sangat tergantung pada fase infeksi penyakit. Leptospira biasanya berada di dalam peredaran darah penderita kira-kira 10 hari setelah terjadi infeksi. Leptospira juga ditemukan pada cairan tubuh seperti urin, cairan serebrosipinal. Jenis sampel yang sering digunakan adalah : 1. Darah, yang diambil 10 hari pertama sakit yang dicampur heparin digunakan untuk pemeriksaan biakan. Darah untuk biakan sebaiknya diambil kurag dari 10 hari karena jika lebih leptospira sudah menghilang dari peredaran darah. Sampel untuk biakan harus disimpan dan diangkut alam suhu ambien karena temperatur yang rendah dapat merusak leptospira.
6
2. Serum atau darah beku, sebaiknya diambil dua kali dengan selang waktu beberapa hari yaitu saat serangan penyakit dan sesudah terjadinya serokonversi. 3. Urin untuk biakkan, leptospira umumnya cepat mati bila tercampur dengan urine. Urine yang digunakkan untuk biakkan mempunyai nilai tinggi. Urine diinokulasi ke dalam media biakkan dalam waktu tidak lebih dari 2 jam sesudah pengambilan. 4. Sampel Postmortem (sesudah meninggal), pengambilan sampel ini diusahakan diambil dari berbagai organ dalam seperti otak, cairan serebrospinal, cairan mata, paru, ginjal, hati dan lainnya untuk pemeriksaan serologis. Pemeriksaan Laboratorium diperlukkan untuk menegakkan diagnosis penyakit leptospirosis secara dini dan cepat karena penyakit ini secara kinis sangat sulit dibedakan dengan penyakit lain. 1. Pemeriksaan Laboratorium Klinik Umum Pemeriksaan ini dapat memberikan hasil yang berbeda antara leptospirosiss yang ringan dan berat dengan sangat jelas. a. Hasil Pemeriksaan Laboratorium pada Kasus yang Ringan Hasil pemeriksaan darah tepi penderita leptospirosis ringan ditemukan laju endap darah meningkat, jumlah leukosit tidak jelas terkadang di bawah nilai normal atau sedikit meningkat. Hasil tes fungsi hati ditemukan sedikit peningkatan aminotransferase, bilirubin, dan alkalinphopatase. b. Hasil Pemeriksaan Laboratorium pada Kasus yang Berat Pemeriksaan darah tepi tampak leukositosis dengan pergeseran arah kiri dan tromositopeni berat. Dari tes fungsi ginjal ditemukan gangguan fungsi ginjal ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin plasma. Tingkat azotemi terjadi bervariasi tergantung beratnya penyakit. 2. Pemeriksaan Laboratorium Spesifik a. Pemeriksaan Bakteri 1) Pemeriksaan
Bakteri
Secara
Langsung
Menggunakan
Mikroskop Pada pemeriksaan ini Leptospira dari spesimen klinik dilihat secara langsung menggunakan mikroskop lapangan gelap atau menggunakan mikroskop cahaya setelah preparat dicat 7
dengan warna yang sesuai. Agar pemeriksaan ini berhasil, sampel darah diambil dalam 6 hari sesudah timbul gejala. Dari hasil penelitian, sensitifitas mikroskop lapangan gelap 40,2% dan spesifitas 61,5% dengan nilai ramal positif 55,2% dan negatif 46,65. Walaupun pemeriksaan ini merupakan tes yang cepat tetapi tidak disarankan digunakan sebagai prosedur tes tunggal untuk mendiagnosis Leptospirosis. 2) Isolasi Bakteri Hidup Spesimen dari penderita dibiakkan pada media untuk memperbanyak bakteri. Metode ini membutuhkan waktu cukup lama, sangat mahal, membutuhkan tenaga ahli berpengalaman dan sensifitasnya rendah. Biakkan bakteri memerlukan media komplek dan rumit yang harus mengandung perangsang pertumbuhan dan antibiotika yang menekan pertumbuhan kontaminan. Masa pertumbuhan bakteri cukup panjang yaitu 68 jam/siklus sehingga tidak mungkin dipakai mendiagnosis leptospirosis secara dini. 3) Deteksi Antigen Bakteri Ada berbagai metode untuk mendeteksi antigen Leptospira diantaranya adalah teknik radioimmunoassay (RIA), enzyme-linked
immunosorbent
assay
(ELISA),
dan
chemiluminescent immunoassay. Deteksi antigen leptospira pada spesimen klinik lebih sensitif dan spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskop lapangan gelap. Misalnya metode RIA dapat mendeteksi 104 sampai 105 Leptospira/ml, metode ELISA dapat medeteksi 105 Leptospira/ml. b. Pemeriksaan Serologis 1) Microscopic Aglutination Test (MAT) Miscroscopic Aglutination Test (MAT) adalah tes untuk menetukan antibodi aglutinasi di dalam serum penderita. Cara melakukan tes adalah serum penderita direaksikan dengan suspensi antigen serovar leptospira hidup atau mati. Setelah diinkubasi,
reaksi
antigen-antibodi
diperiksa
di
bawah
mikroskop lapangan gelap untuk melihat aglutinasi. Metode 8
MAT sangat rumit terutama saat pengawasan, pelaksanaan dan penilaian hasil. Tes MAT dianggap sebagai tes leptospira terbaik hingga saat ini. Tetapi karena tes ini sangat komplek maka seringkali diganti menggunakan metode ELISA. 2) Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) Tes ELISA sangat popular dan bahan yang diperlukan untuk pemeriksaan sudah tersedia secara komersial dengan antigen yang diproduksi sendiri. Tes ELISA cukup sensitif untuk mendeteksi Leptospira dengan cepat pada fase akut dan lebih sensitif dibandingkan dengan MAT. Tes ini dapat mendeteksi antibodi IgM yang muncul pada minggu pertama sakit sehingga cukup efektif untuk mendiagnosis penyakit. 3) Tes Serologis Lain Tes Microscopic Slide Agglutination sudah dilakukan pada manusia dan binatang tetapi sering memberikan hasil positif palsu. Pemeriksaan Indirect Hemgglutination (IHA) mempunyai sensitifitas 92%, spesifitas 95%, dan nilai ramal negatif 92% bila dibandingkan dengan MAT. Metode ini tersedia secara komersial. Sensitifitas IHA pada populasi yang endemi leptospira memberika hasil yang sangat bervariasi. Pemeriksaan Simple Latex Agglutination Assay mempunyai sensitifitas 82,3% dan spesifitas 94,6%. Pemeriksaan ini sangat mudah dan tidak memerlukan keahlian dan peralatan yang khusus. F. Terapi Medis Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis. Keseimbangan cairan akibat diare dan muntah-muntah memerlukan infus dan anemia berat perlu dilakukan transfusi darah. Pemberian antibiotik juga harus dilakukan secepat mungkin. Berbagai jenis antibiotik pilihan adalah sebagai berikut : 1. Leptospirosis Ringan a. Doksisiklin oral 2 x 100mg selama 7 hari b. Amoksisilin oral 4 x 500mg selama 7 hari 9
c. Ampisilin oral 4 x 500-750mg selama 7 hari d. Azitromisin 1 x 1gr di hari pertama dan selanjutnya 500mg di hari kedua dan ketiga 2. Leptosirosis Sedang hingga Berat a. Penisilin G Intravena 1,5 juta unit/6 jam selama 7 hari b. Seftriakson Intravena 1gr/24 jam selama 7 hari c. Doksisiklin Intravena 100mg/12 jam selama 7 hari d. Ampisilin Intravena 1gr/6 jam selama 7 hari e. Sefotaksim Intravena 1gr/6 jam selama 7 hari Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa diatur sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal secara umum. Jika terjadi azotemia berat dapat dilakukan dialisa.
10
BAB III PEMBAHASAN
Asuhan Keperawatan Leptospirosis A. . Pengkajian 1. Identitis Keadaan umum klien seperti umur dan imunisasi., laki dan perempuan tingkat kejadiannya sama. 2. Keluhan utama Demam yang mendadak Timbul gejala demam yang disertai sakit kepala, mialgia dan nyeri tekan (frontal) mata merah, fotofobia, keluahan gastrointestinal. Demam disertai mual, muntah, diare, batuk, sakit dada, hemoptosis, penurunan kesadaran dan injeksi konjunctiva. Demam ini berlangsung 1-3 hari. 3. Riwayat keperawatan a. Imunisasi, riwayat imunisasi perlu untuk peningkatan daya tahan tubuh b. Riwayat penyakit, influenza, hapatitis, bruselosis, pneuma atipik, DBD, penyakit susunan saraf akut, fever of unknown origin. c. Riwayat pekerjaan klien apakah termasuk kelompok orang resiko tinggi seperti bepergian di hutan belantara, rawa, sungai atau petani, dokter hewan. 4. Pemeriksaan dan observasi a. Fisik Keadaan umum, penurunan kesadaran, lemah, aktvivitas menurun Kaji klien pada : 1) Sistem pernafasan Epitaksis, penumonitis hemoragik di paru, batuk, sakit dada
11
2) Sistem cardiovaskuler Perdarahan, anemia, demam, bradikardia. 3) Sistem persyarafan Penuruanan kesadaran, sakit kepala terutama dibagian frontal, mata merah.fotofobia, injeksi konjunctiva,iridosiklitis 4) Sistem perkemihan Oligoria, azometmia,perdarahan adernal 5) Sistem pencernaan Hepatomegali, splenomegali, hemoptosis, melenana 6) Sistem muskoloskletal Kulit dengan ruam berbentuk makular/makulopapular/urtikaria yang teresebar pada badan. Pretibial. b. Laboratorium 1) Leukositosis normal, sedikit menurun, 2) Neurtrofilia dan laju endap darah (LED) yang meninggiu 3) Proteinuria, leukositoria 4) Sedimen sel torak 5) BUN , ureum dan kreatinin meningkat 6) SGOT meninggi tetapi tidak melebihi 5 x normal 7) Bilirubin meninggi samapai 40 % 8) Trombositopenia 9) Hiporptrombinemia 10) Leukosit dalam cairan serebrospinal 10-100/mm3 11) Glukosa dalam CSS Normal atau menurun 5. Penatalaksanaan Obat antibiotika yang biasa diberikan adalah penisillin, streptomisin, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin dan siproflokasasin. Obat pilihan utama adalah penicillin G 1,5 juta unit setiap 6 jam selama 5-7 hari. Dalam 4-6 jam setelah pemeberian penicilin G terlihat reaksi Jarisch Hecheimmer yang menunjukkan adanya aktivitas antileptospira> obat ini efektif pada pemberian 1-3 hari namun kurnag bermanfaat bila diberikan setelah fase imun dan tidak efektif jika terdapat ikterus, gagal ginjal 12
dan meningitis. Tindakan suporatif diberikan sesuai denan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul B. Diagnosa keperawatan a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dari perjalanan penyakitnya ditandai dengan suhu tubuh klien lebih dari 38 0 C. b. Cemas / takut berhubungan dengan perubahan kesehatan (penyakit leptospirosisi)
ditandai
dengan
peningkatan
tegangan,
kelelahan,
mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik. c.
Gangguan rasa nyaman: Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, syaraf, inflamasi), ditandai dengan klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan.
d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti intruksi/pencegahan komplikasi. e. Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, nausea dan vomitng, berat badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak subkutan, f. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake g. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek kerja penyakitnya defisit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.
C. Perencanaan 1.
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi dari perjalanan penyakitnya. Tujuan
: suhu tubuh turun sampai batas normal
13
Kriteria hasil
:
a. Suhu tubuh dalam batas normal 36 – 37 0 C b. Klien bebas demam c. Mukosa mulut basah, mata tidak cekung, istirahat cukup INTERVENSI
RASIONAL
a. Bina hubungan baik dengan klien
a. Dengan hubungan yang baik dapat
dan keluarga
meningkatkan kerjasama dengan klien sehingga pengobatan dan perawatan mudah dilaksanakan
b. Berikan
kompres
dingin
dan
b. Pemberian kompres dingin merangsang
ajarkan cara untuk memakai es atau
penurunan suhu tubuh.
handuk pada tubu, khususnya pada aksila atau lipatan paha. c. Peningkatan kalori dan beri banyak
c. Air merupakan pangatur suhu tubuh. Setiap ada kenaikan suhu melebihi
minuman (cairan)
normal, kebutuhan metabolisme air juga meningkat dari kebutuhan setiap ada kenaikan suhu tubuh. d. Anjurkan memakai baju tipis yang
d. Baju yang tipis akan mudah untuk menyerap keringat yang keluar.
menyerap keringat. e. Observasi
tanda-tanda
vital
e. Observasi tanda-tanda vital merupakan deteksi
terutama suhu dan denyut nadi
dini
untuk
mengetahui
komplikasi yang terjadi sehingga cepat mengambil tindakan f. Kolaborasi dalam
dengan tim
pemberian
medis
f. Pemberian
obat-obatan
antibiotik
obat-obatan akan
terutama anti piretik., antibiotika
Salmonella
(Penicillin G )
mempercepat sedangkan
membunuh typhi
proses
14
kuman sehingga
penyembuhan
antipiretik
menurunkan suhu tubuh. spektrrum luas.
terutama
untuk Antibotika
2. Cemas / takut berhubungan dengan perubahan kesehatan (penyakit leptospirosisi) ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan, mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik. Tujuan : a. Klien dapat mengurangi rasa cemasnya b. Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif. c. Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan. INTERVENSI a. Tentukan sebelumnya
RASIONAL pengalaman terhadap
klien
a. Data-data mengenai pengalaman klien
penyakit
sebelumnya akan memberikan dasar
yang dideritanya.
untuk penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi. b. Pemberian informasi dapat membantu klien
b. Berikan
informasi
tentang
dalam
memahami
proses
penyakitnya.
prognosis secara akurat.
c. Dapat menurunkan kecemasan klien.
c. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan
rasa
marah,
takut, konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai.
d. Membantu
d. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek
samping.
mempersiapkan
Bantu diri
klien
dalam
memahami
kebutuhan untuk pengobatan dan efek
klien
sampingnya.
dalam
pengobatan. e. Catat koping yang tidak efektif
e. Mengetahui dan menggali pola koping
seperti kurang interaksi sosial,
klien serta mengatasinya/memberikan
ketidak berdayaan dll.
solusi
dalam
upaya
meningkatkan
kekuatan dalam mengatasi kecemasan.
15
f. Anjurkan untuk mengembangkan
f. Agar klien memperoleh dukungan dari
interaksi dengan support system.
orang yang terdekat/keluarga.
g. Berikan lingkungan yang tenang
g. Memberikan kesempatan pada klien
dan nyaman.
untuk berpikir/merenung/istirahat.
h. Pertahankan kontak dengan klien,
h. Klien mendapatkan kepercayaan diri dan
bicara dan sentuhlah dengan wajar.
keyakinan
bahwa
dia
benar-benar
ditolong.
3. Gangguan rasa nyaman: Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf,
syaraf,
inflamasi), ditandai dengan klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan. Tujuan : a. Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas b. Melaporkan nyeri yang dialaminya c. Mengikuti program pengobatan d. Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin INTERVENSI
RASIONAL
a. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas b. Evaluasi
therapi:
a. Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan.
pembedahan,
b. Untuk mengetahui terapi yang dilakukan
radiasi, khemotherapi, biotherapi,
sesuai
atau
tidak,
ajarkan klien dan keluarga tentang
menyebabkan komplikasi.
atau
malah
cara menghadapinya c. Berikan pengalihan seperti reposisi dan
aktivitas
menyenangkan
seperti mendengarkan musik atau nonton TV (distraksi)
16
c. Untuk
meningkatkan
kenyamanan
dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri.
d. Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik. e. Evaluasi nyeri, berikan pengobatan
d. Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan ansietas.
bila perlu.
e. Untuk
mengetahui
efektifitas
penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai f.
sejauhmana
klien
mampu
Diskusikan penanganan nyeri
menahannya serta untuk mengetahui
dengan dokter dan juga dengan
kebutuhan klien akan obat-obatan anti
klien
nyeri.
g.
Berikan
analgetik
sesuai
f. Agar terapi yang diberikan tepat sasaran.
indikasi seperti morfin, methadone, narkotik dll
g. Untuk mengatasi nyeri.
4. Pemenuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan intake kurang ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, nausea dan vomitng, berat badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak subkutan, Tujuan : a. Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda malnutrisi b. Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat c. Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya
17
INTERVENSI
RASIONAL
a. Monitor intake makanan setiap a. hari, apakah klien makan sesuai
Memberikan informasi tentang status gizi klien.
dengan kebutuhannya. b. Timbang dan ukur berat badan, ukuran
triceps
serta
amati
b.
dan
tentang
klien.
c. Kaji pucat, penyembuhan luka lambat
informasi
penambahan dan penurunan berat badan
penurunan berat badan.
yang
Memberikan
pembesaran
c.
Menunjukkan keadaan gizi klien sangat buruk.
kelenjar parotis. d. Anjurkan
klien
untuk
mengkonsumsi makanan tinggi
d.
Kalori merupakan sumber energi.
kalori dengan intake cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk klien. e. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan e.
Mencegah
makanan
berlebihan,
yang
terlalu
manis,
mual
muntah,
distensi
dispepsia
yang
menyebabkan penurunan nafsu makan
berlemak dan pedas.
serta mengurangi stimulus berbahaya yang dapat meningkatkan ansietas. f. Ciptakan suasana makan yang
f.
menyenangkan misalnya makan
Agar
klien
merasa
seperti
berada
dirumah sendiri.
bersama teman atau keluarga. g. Anjurkan visualisasi,
tehnik
relaksasi,
latihan
moderate g.
makan/membangkitkan selera makan.
sebelum makan. h. Anjurkan
komunikasi
Untuk menimbulkan perasaan ingin
terbuka h.
Agar dapat diatasi secara bersama-sama (dengan ahli gizi, perawat dan klien).
tentang problem anoreksia yang dialami klien. Kolaboratif
18
i. Amati studi laboraturium seperti i.
Untuk
mengetahui/menegakkan
total limposit, serum transferin dan
terjadinya gangguan nutrisi sebagi akibat
albumin
perjalanan penyakit, pengobatan dan perawatan terhadap klien.
j. Berikan pengobatan sesuai indikasi j. Phenotiazine,
antidopaminergic,
corticosteroids,
Membantu penyakit,
vitamins
menghilangkan efek
samping
gejala dan
meningkatkan status kesehatan klien.
khususnya A,D,E dan B6, antacida k.
k. Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan
makanan
Mempermudah intake makanan dan minuman dengan hasil yang maksimal
secara
dan tepat sesuai kebutuhan.
enteral, imbangi dengan infus.
5. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikuti intruksi/pencegahan komplikasi. Tujuan : a. Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada ting-katan siap. b. Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti prosedur tersebut. c. Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengo- batan. d. Bekerjasama dengan pemberi informasi. INTERVENSI a. Review keluarga
RASIONAL
pengertian tentang
klien
dan
a. Menghindari
diagnosa,
pengulangan
pengobatan dan akibatnya.
klien.
19
adanya terhadap
duplikasi
dan
pengetahuan
b. Tentukan persepsi klien tentang kanker
dan
ceritakan
pada
pengalaman
b. Memungkinkan dilakukan pembenaran
pengobatannya,
terhadap
klien
konsepsi serta kesalahan pengertian.
klien
tentang
lain
kesalahan
persepsi
dan
yang
menderita kanker.
c. Membantu klien dalam memahami
c. Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara
proses penyakit.
spesifik, hindarkan informasi yang tidak diperlukan. d. Berikan
bimbingan
kepada
klien/keluarga sebelum mengikuti
d. Membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan pengobatan.
prosedur pengobatan, therapy yang lama, komplikasi. Jujurlah pada klien. e. Anjurkan klien untuk memberikan umpan
balik
verbal
dan
mengkoreksi miskonsepsi tentang penyakitnya.
e. Mengetahui pemahaman
sampai klien
sejauhmana dan
keluarga
mengenai penyakit klien. f. Meningkatkan pengetahuan klien dan
f. Review klien /keluarga tentang
keluarga mengenai nutrisi yang adekuat.
pentingnya status nutrisi yang optimal. g. Anjurkan klien untuk mengkaji
g. Mengkaji perkembangan proses-proses
membran mukosa mulutnya secara
penyembuhan dan tanda-tanda infeksi
rutin, perhatikan adanya eritema,
serta masalah dengan kesehatan mulut
ulcerasi.
yang
dapat
mempengaruhi
intake
makanan dan minuman. h. Meningkatkan h. Anjurkan
klien
memelihara
kebersihan kulit dan rambut.
20
kepala.
integritas
kulit
dan
6. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake Tujuan : Klien menunjukkan keseimbangan cairan dengan tanda vital normal, membran mukosa normal, turgor kulit bagus, capilarry ferill normal, urine output normal. INTERVENSI a. Monitor
RASIONAL intake
dan
output
a. Pemasukan oral yang tidak adekuat dapat
termasuk keluaran yang tidak normal
seperti
drainase
emesis,
luka.
menyebabkan hipovolemia.
diare, Hitung
keseimbangan selama 24 jam. b. Timbang
berat
badan
jika
b. Dengan memonitor berat badan dapat diketahui bila ada ketidakseimbangan
diperlukan.
cairan. c. Monitor vital signs. Evaluasi pulse
c. Tanda-tanda
peripheral, capilarry refil.
hipovolemia
diketahui
dengan
hipotensi
dan
meningkat
adanya suhu
segera takikardi,
tubuh
berhubungan
yang dengan
dehidrasi. d. Kaji turgor kulit dan keadaan
d. Dengan
mengetahui
tanda-tanda
dehidrasi dapat mencegah terjadinya
membran mukosa. Catat keadaan
hipovolemia.
kehausan pada klien. e. Anjurkan intake cairan samapi 3000 ml per hari sesuai kebutuhan
e. Memenuhi
individu. f. Observasi
kebutuhan
cairan
yang
kurang. kemungkinan
perdarahan seperti perlukaan pada membran mukosa, luka bedah,
f. Segera diketahui adanya perubahan keseimbangan volume cairan.
adanya ekimosis dan pethekie.
21
g. Hindarkan trauma dan tekanan
g. Mencegah terjadinya perdarahan.
yang berlebihan pada luka bedah. h. Kolaboratif -
h. Kolaborasi :
Berikan
cairan
IV
bila
-
diperlukan.
Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.
-
Berikan therapy antiemetik.
-
Monitor hasil laboratorium :
-
Mencegah/menghilangkan
mual
muntah.
Hb, elektrolit, albumin
-
Mengetahui perubahan yang terjadi.
7. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek kerja penyakitnya deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia. Tujuan : a. Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik b. Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan INTERVENSI
RASIONAL
a. Monitor perkembangan kerusakan integritas
kulit
untuk
melihat
adanya efek kerusakan kulit, b. Anjurkan
klien
untuk
tidak
menggaruk bagian yang gatal.
a. Memberikan
informasi
untuk
perencanaan
asuhan
dan
mengembangkan
identifikasi
awal
terhadap perubahan integritas kulit. b. Menghindari perlukaan yang dapat
c. Ubah posisi klien secara teratur.
menimbulkan infeksi. c. Menghindari penekanan yang terus
d. Berikan advise pada klien untuk menghindari kulit,
pemakaian
minyak,
bedak
cream tanpa
rekomendasi dokter.
22
menerus pada suatu daerah tertentu. d. Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang kontra indikatif
D. Implementasi Implementasi keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien E. Evaluasi Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah . Evaluasi asuhan keperawatan disesuaikan dengan tujuan dari dilakukannya intervensi pada setiap diagnosa keperawatan yang telah disusun.
23
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri leptospira yang menyerang hewan dan manusia.Bakteri ini berbentuk spiral dan dapat hidup didalam air tawar selama lebih kurang satu bulanKemungkinan infeksi leptospirosis cukup besar pada musim penghujan Melalui darah, urin atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman leptospira masuk ke dalam tubuh pejamuPenularan tidak langsung terjadi melalui genangan air, sungai, danau, selokan saluran air dan lumpur yang tercemar urin hewan seperti tikus, umumnya terjadi saat banjir. Wabah leptospirosis dapat juga terjadi pada musim kemarau karena sumber air yang sama dipakai oleh manusia dan hewan
B. Saran Dalam mencegah penyakit ini kita sebagai perawat dapat melakukan upaya promotif dan preventif sebagai upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yaitu dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
24
DAFTAR PUSTAKA
Judarwanto, W. 2009. Cermin Dunia Kedokteran; Leptospirosis pada Manusia. Jakarta: Allergy Behaviour Clinic, Picky Eaters Clinic Rumah Sakit Bunda Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI FKUI. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Penerbit FKUI Carpenito LJ. 2000. Dokumentasi dan Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC. Media Litbang Kesehatan Volume XVIII Nomor 1 Tahun 2008 diakses pada 02 September 2017 http://www.alodokter.com/leptospirosis https://www.amazine.co/22886/penyebab-gejala-penyakit-leptospirosis-pada-manusia/ http://dokterairlangga.com/2017/06/10/penanganan-terkini-leptospirosis/
25