PENGARUH KONSENTRASI DAN KETINGGIAN LARUTAN DALAM TABUNG INFUS TERHADAP LAJU INFUS LAPORAN BIOFISIKA
Oleh : Nama
: Lailatul Faizah
Nim
: 1618102010518
LABORATORIUM BIOFISIKA JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2018
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kehilangan cairan terjadi setiap saat dan mutlak diganti agar metabolisme tubuh dapat berlangsung normal. Harus ada keseimbangan antara jumlah air yang berasal dari masukkan serta dari hasil oksidasi karbohidrat, lemak dan protein dan pada satu pihak lain dengan keluarnya air melalui ginjal, paru, kulit dan saluran cerna. Keseimbangan air ini dikelola dengan pengaturan masukkan dan pengeluaran. Air tubuh terdapat didalam sel (intrasel) dan diluar sel (ekstrasel).Cairan extraselular meliputi cairan interstisial dan plasma yang mempunyai komposisi yang sama. Natrium merupakan kation terpenting sedangkan anion terpenting adalah klorida dan bikarbonant. Kation terpenting pada intrasel adalah kalium dan magnesium sedangkan anion terpenting adalah fosfat organik, protein dan sulfat. Biasanya perubahan komposisi
plasma darah mencerminkan perubahan yang
terjadi dalam semua cairan tubuh. Kehilangan cairan normal berlangsung akibat pemakaian energi yang dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu kehilangan cairan insensibel, produksi urin serta kehilangan cairan melalui tinja. Pelaksanaan pemberian cairan secara intravena pada bayi dan anak yang sakit perlu diperhatikan hal-hal seperti pemilihan jenis cairan, jumlah dan lama pemberian yang disesuaikan dengan keadaan penyakit dan gejala klinik lainnya karena terdapat perbedaan komposisi, metabolisme dan derajat kematangan sistem pengaturan air dan elektrolit. Untuk itu keputusan yang tepat dan teliti dalam menentukan hal diatas mutlak diperlukan. Infus adalah adalah pemasukan suatu cairan atau obat ke dalam tubuh melalui rute intravena dengan laju konstan selama periode waktu tertentu. Infus dilakukan untuk seorang pasien yang membutuhkan obat sangat cepat atau membutuhkan pemberian obat secara pelan tetapi terus menerus. Dalam memberikan infus kepada pasien harus dalam keadaan steril baik alat-alat maupun perawat. Selain itu, juga harus memperhatikan berapa kebutuhan cairan yang diperlukan oleh pasien. Dalam dunia kesehatan penting
bagi kita untuk
mengetahui takaran yang sesuai dalam menggunakan suatu alat dalam dunia kesehatan tersebut, seperti misalnya berapa cc yang harus disuntikkan atau berapa banyak teteasan infus yang akan diberikan kepada pasien tersebut.
1.2 Hipotesis Hipotesis dari praktikum pengaruh konsentrasi dan ketinggian larutan dalam tabung infus terhadap laju infus, adalah : 1.
Semakin besar konsentrasi maka semakin lambat laju infus.
2.
Semakin tinggi letak tabung infus maka laju larutan yang turun semakin cepat.
1.3 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang digunakan pada praktikum pengaruh konsentrasi dan ketinggian larutan dalam tabung infus terhadap laju infus, diantaranya: 1. Bagaimana pengaruh konsentrasi larutan dalam tabung infus? 2. Bagaimana pengaruh ketinggian larutan dalam tabung infus? 3. Bagaimana banyaknya tetesan larutan dalam satu menit?
1.4 Tujuan Tujuan pelaksanaan praktikum pengaruh konsentrasi dan ketinggian larutan dalam tabung infus terhadap laju infus, yaitu sebagai berikut: 1. Mengetahui pengaruh konsentrasi larutan dalam tabung infus. 2. Mengetahui pengaruh ketinggian larutan dalam tabung infus. 3. Mengetahui banyaknya tetesan larutan dalam satu menit.
1.5 Manfaat Manfaat dilaksanakannya praktikum pengaruh konsentrasi dan ketinggian larutan dalam tabung infus terhadap laju infus sangat bermanfaat dalam bidang kesehatan. Pemasangan infus berpengaruh pada dosis dari kebutuhan pasien. Berdasarkan praktikum ini dapay diketahui tinggi yang pas untuk pemasangan infus sehingga akan ada kesesuaian dosis yang diperlukan.
BAB 2. DASAR TEORI
Penggunaan
terapi
cairan
intravena
(intravenous
fluid
therapy)
membutuhkan peresepan yang tepat dan pengawasan (monitoring) ketat. Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Jika memungkinkan, jalur enteral digunakan untuk cairan (Robert, 2001). Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen antara dua atau lebih zat yang terdispersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya dapat berpariasi. Larutan dapat berupa gas, cairan, atau padatan. Larutan encer adalah larutan yang mengandung sebagian kecil solute, relative terhadap jumlah pelarut. Sedangkan larutan pekat adalah larutan yang mengandung sebagian besar solute. Solute adalah zat terlarut. Sedangkan solvent (pelarut) adalah medium dalam mana solute terlarut. Pada umumnya zat yang digunakan sebagai pelarut adalah air (H2O), selain air yang berfungsi sebagai pelarut adalah alcohol, amoniak, kloroform, benzena, minyak, asam asetat( Hiskia, 2001). Banyaknya zat terlarut yang dapat menghasilkan larutan jenuh, daalam jumlah tertentu pelarut pada temperatur konstan disebut kelarutan. Kelarutan suatu zat bergantung pada sifat zat itu, molekul pelarut, temperature dan tekanan. Meskipun larutan dapat mengandung banyak komponen, tetapi pada tinjauan ini hanya dibahas larutan yang mengandung dua komponen. Yaitu larutan biner. Komponen dari larutan biner yaitu pelarut dan zat terlarut(Gunawan, 2004).
2.1 Jenis Cairan Infus a. Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami”
dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis
diabetik.
Komplikasi
yang
membahayakan
adalah
perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5% (Leksana, 2004). b. Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%)(Leksana, 2004). c. Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+RingerLactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin. ¾ Dextrose 5% dan 10% Digunakan sebagai cairan maintenance pada pasien dengan pembatasan intake natrium atau cairan pengganti pada pure water deficit ¾ Dekstrosa 5% NaCl 0,45 % (Leksana, 2004). Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya: i. Kristaloid: bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis (Stoelting, 1999).
ii. Koloid: ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid. Cairan maintenance adalah volume (jumlah) asupan cairan harian yang menggantikan “insensible loss” (kehilangan cairan tubuh yang tak terlihat, misalnya melalui keringat yang menguap, uap air dari hembusan napas dalam hidung, dan dari feses/tinja), ditambah ekskresi/pembuangan harian kelebihan zat terlarut (urea, kreatinin, elektrolit, dll) dalam urin/air seni yang osmolaritasnya/kepekatannya sama dengan plasma darah. Kebutuhan cairan
maintenance
anak
berkurang
secara
proporsional
seiring
meningkatnya usia (dan berat badan). Untuk memperkirakan kebutuhan cairan maintenance anak sehat berdasarkan berat badan dalam kilogram (kg) (Stoelting, 1999).
Perpindahan Cairan Tubuh dipengaruhi oleh : 1. Tekanan hidrostatik 2. Tekanan onkotik → mencapai keseimbangan 3. Tekanan osmotik
Gangguan keseimbangan cairan tubuh umumnya menyangkut Extracell Fluid alias cairan ekstrasel. Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang mempengaruhi pergerakan air melalui dinding kapiler. 1,7 Bila albumin rendah maka tekanan hidrostatik akan meningkat dan tekanan onkotik akan turun sehingga cairan intravaskuler akan didorong masuk ke interstitial yang berakibat edema.Tekanan onkotik atau tekanan osmotic koloid adalah tekanan yang mencegah pergerakan air. Albumin menghasilkan 80 % dari tekanan onkotik plasma , sehingga bila albumin cukup pada cairan intravaskuler maka cairan tidak akan mudah masuk ke interstisial (Horne dkk,2001).
BAB 3. METODE PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan Berikut beberapan alat dan bahan yang digunakan pada praktikum pengaruh konsentrasi dan ketinggian larutan dalam tabung infus terhadap laju infus, yaitu: 1. Seperangkat infus 2. Air 3. Garam (NaCl) 4. Vitamin C 5. Statif 6. neraca digital 7. gelas ukur 8. pengaduk 9. gelas beker
3.2 Desain Rangkaian 1. Pengaruh Ketinggian
2. Variasi Konsentrasi
3.3 Langkah Kerja a. Pengaruh Konsentrasi. 1. Ukur volume air garam pada gelas ukur ( Variasikan konsentrasi 1.5M dan 2M). 2. Letakan dalam tabung infus menggunakan suntikan. 3. Amati laju larutan tersebut, hitung jumlah tetesan dalam satu menit. 4. Hitung waktu yang dibutuhkan saat larutan turun. 5. Ulangi percobaan 1,2,3,4 pada larutan Vit C.
b. Pengaruh Ketinggian 1. Letakkan larutan garam dan larutan Vit C dalam dua tabung infus berbeda dengan konsentrasi yang sama. 2. Variasikan letak ketinggian tabung infus 30cm,40cm,50cm. 3. Hitung waktu yang dibutuhkan saat larutan turun. 4. Hitung jumlah tetesan dalam satu menit.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Hasil yang didapat pada praktikum pengaruh konsentrasi dan ketinggian larutan dalam tabung infus terhadap laju infus adalah: Tabel 4.1 Pengaruh konsentrasi dan ketinggian larutan garam konsentrasi
9000 ppm
Variasi ketinggian
Jumlah tetesan
30cm
95
40cm
140
50cm
150
Waktu(sekon)
60
Tabel 4.2 Pengaruh konsentrasi dan ketinggian larutan garam konsentrasi
12000 ppm
Variasi ketinggian
Jumlah tetesan
30cm
91
40cm
110
50cm
140
Waktu(sekon)
60
Tabel 4.3 Pengaruh konsentrasi dan ketinggian larutan garam + vitamin C konsentrasi
9000 ppm
Variasi ketinggian
Jumlah tetesan
30cm
52
40cm
83
50cm
94
Waktu(sekon)
60
Tabel 4.4 Pengaruh konsentrasi dan ketinggian larutan garam+ Vitamin C konsentrasi
12000 ppm
Variasi ketinggian
Jumlah tetesan
30cm
53
40cm
79
50cm
81
Waktu(sekon)
60
4.2 Pembahasan Larutan dapat diartikan sebagai campuran homogen antara dua atau lebih zat yang terdispersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya dapat berpariasi. Larutan dapat berupa gas, cairan, atau padatan. Larutan encer adalah larutan yang mengandung sebagian kecil solute, relative terhadap jumlah pelarut. Sedangkan larutan pekat adalah larutan yang mengandung sebagian besar solute. Solute adalah zat terlarut. Solvent dengan kata lain pelarut adalah medium dalam mana solute terlarut. Konsentrasi adalah kuantitas relatif suatu zat tertentu di dalam larutan. Konsentrasi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan cepat atau lambatnya reaksi berlangsung. Konsentrasi larutan menyatakan banyaknya zat terlarut yang terdapat dalam suatu pelarut atau larutan. Larutan yang mengandung sebagian
besar
solut
relatif
terhadap
pelarut,
berarti
larutan
tersebut
konsentrasinya tinggi atau pekat. Sebaliknya bila mengandung sejumlah kecil solut, maka konsentrasinya rendah atau encer. Praktikum ini dilakukan 4 variasi dengan dua jenis larutan yaitu larutan garam+vitamin C dan larutan garam saja. Larutan tersebut divariasi konsentrasi larutannya serta ketinggian dari penempatan infus. Data yang dicari adalah banyaknya tetesan infus yang dipengaruhi oleh ketinggian maupun konsentrasi larutan. Pengamatan pertama adalah pengaruh larutan garam dengan konsentrasi 9000ppm dan ketinggian yang berbeda. Dapat dilihat pada tabel 4.1 bahwa semakin tinggi peletakan tabung infus maka laju tetesan yang jatuh semakin cepat. Percobaan kedua adalah pengaruh larutan garam dengan konsentrasi 12000 ppm dengan ketinggian yang berbeda beda, hasil dapat dilihat pada tabel 4.2, hasil pada percobaan ini sama seperti percobaan sebelumnya, hanya saja tetesan yang jatuh lebih lambat, hal ini dikarenakan pengaruh konsentrasi larutan yang semakin tinggi. Percobaan ketiga dan keempat yaitu pengaruh konsentrasi larutan garam dan vitamin c, hasil dapat dilihat pada tabel 4.3 dan 4.4. sama seperti sebelumnya, semakin tinggi peletakan tabung infus maka semakin cepat tetesan yang jatuh, pada kedua percobaan ini jumlah tetesan yang keluar sangat lambat, hal ini
dikarenakan larutan garam dan vitamin C sangat pekat sehingga mempengaruhi laju tersebut. Hasil dari praktikum ini sesuai dengan teori yang ada.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari pelaksanaan praktikum pengaruh konsentrasi dan ketinggian larutan dalam tabung infus terhadap laju infus adalah: 1. Hubungan nilai konsentrasi larutan dengan jumlah tetesan pada infus berbanding terbalik. Semakin besar nilai konsentrasi larutan maka jumlah tetesan yang jatuh pada selang infus juga semakin sedikit atau melambat. 2. Perbandingan nilai ketinggian letak infus terhadap jumlah tetesan adalah berbanding lurus. Semakin tinggi peletakan tabung infus maka jumlah tetesan yang jatuh semakin banyak atau cepat. 3. Jumlah tetesan per satuan waktu bergantung pada besarnya nilai konsentrasi pada larutan dan letak ketinggian infus tersebut. Semakin kecil konsentrasi maka semakin cepat, sedangkan semakin rendah ketinggian maka semakin melambat.
5.2 Saran Saran untuk praktikum laju infus, diharapkan pada pelaksanaannya alatalat yang digunakan harus benar-benar dicek terlebih dahulu agar saat berjalannya praktikum infus tidak jatuh atau tidak terjadi hal lainnya. Keselamatan praktikan harus benar-benar diperhatikan karena menggunakan cairan kimia. Seluruh alat dan bahan disiapkan semuanya sebelum memulai praktikum
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, Adit Dan Roeswati. 2004. Tangkas Kimia. Surabaya: Kartika Hiskia, Achmad. 2001. Kimia Larutan. Bandung: Citra Aditya Bakti Horne, Mima M. Dan Pamela L. Keseimbangan Cairan, Elektrolit dan Asam Basa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Leksana Ery. Cairan tubuh. Terapi Cairan dan Elektrolit, Semarang ; 2004 : 1- 14. Robert K. Fluid and electrolytes : Parenteral fluid therapy.Pediatrics in review; 2001 : 22(11). Stoelting RK. Pharmacology and physiology in anesthetic practice.3rd ed , Lippincott-Raven, Philadelphia, New York, 1999: 302-11.