697136_696956_makalah Kel.10 Revisi.docx

  • Uploaded by: Siti Ainun Nisah
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 697136_696956_makalah Kel.10 Revisi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,742
  • Pages: 17
MAKALAH PARASIT DAN PENYAKIT IKAN

Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Parasit dan Penyakit Ikan

Disusun oleh : Kelompok 10 / Perikanan A Dealitabela Vany Aulia P Ernita Anastasia Riva Hafidah Siti Ainun Nisah

230110170024 230110170025 230110170039 230110170042 230110170059

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI PERIKANAN JATINANGOR 2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Parasit dan Penyakit Ikan dengan tepat waktu. Tujuan penulisan makalah adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Parasit dan Penyakit Ikan. Pada kesempatan ini kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua dosen mata kuliah Parasit dan Penyakit Ikan yang telah menyampaikan materi dengan baik. Semoga makalah yang telah kami susun ini dapat bermanfaat bagi kelompok dan juga pembaca. Adanya saran yang membangun dari pembaca untuk perbaikan makalah selanjutya sangat dihargai, kami ucapkan terima kasih.

Jatinangor, Maret 2019

Kelompok 10

i

ii

DAFTAR ISI

BAB

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 1 1.3 Tujuan....................................................................................................... 2

II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi ........................................................................ 3 2.1.1 Cammallanus sp. ................................................................................. 3 2.1.2 Acantocephala sp. ............................................................................... 3 2.1.3 Echinorhynchus sp. ............................................................................ 4 2.2 Ciri Morfologi .......................................................................................... 4 2.2.1 Cammallanus sp. ................................................................................. 6 2.2.2 Acantocephala sp. ............................................................................... 7 2.2.3 Echinorhynchus sp. ............................................................................ 7 2.3 Siklus Hidup ............................................................................................. 7 2.3.1 Cammallanus sp. ................................................................................. 7 2.3.2 Acantocephala sp. .............................................................................. 8 2.3.3 Echinorhynchus sp. ............................................................................ 9 2.4 Gejala Klinis Pada Inang .......................................................................... 9 2.4.1 Cammallanus sp. ................................................................................ 9 2.4.2 Acantocephala sp. .............................................................................. 9 2.4.3 Echinorhynchus sp. ........................................................................... 10 2.5 Penanggulangan ...................................................................................... 10

III PENUTUP 3.1 Simpulan ................................................................................................. 11 3.2 Saran ........................................................................................................ 12 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 13

ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Parasit adalah organisme yang hidup di dalam atau di permukaan tubuh organisme lain (berbeda jenis), baik selamanya maupun sementara waktu, dengan maksud memperoleh makanan untuk kelangsungan hidupnya (Ristiyanto et al 2004). Parasit merupakan organisme yang hidup untuk sementara dan menetap di dalam atau pada permukaan organisme lain dengan maksud untuk mengambil sebagian atau seluruh kebutuhan makanannya serta mendapat perlindungan dari organisme lain tersebut. Penyakit ikan biasanya timbul berkaitan dengan lemahnya kondisi ikan yang diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu antara lain penanganan ikan, faktor pakan yang diberikan, dan keadaan lingkungan yang kurang mendukung. Pada padat penebaran ikan yang tinggi jika faktor lingkungan kurang menguntungkan misalnya kandungan zat asam dalam air rendah, pakan yang diberikan kurang tepat baik jumlah maupun mutunya, penanganan ikan kurang sempurna, maka ikan akan menderita stress, salah satu Penyebab penyakit pada ikan ialah parasit yang hidup di dalam tubuh ikan, karena semakin banyaknya ikan yang terkena berbagai macam penyakit yang di sesabkan oleh parasit kita harus lebih mengetahui tentang parasitparasit yang dapat menyerang ikan.

1.2

Rumusan Masalah 1. Mengetahui pengertian dari spesies parasit Camallanus Sp., Acantocephala sp dan Echinorhynchus sp. 2. Mengetahui ciri-ciri dari gejala yang di timbulkan dari spesies parasit Camallanus Sp., Acantocephala sp dan Echinorhynchus sp. 3. Mengetahui cara prnanggulangan dari spesies parasit Camallanus Sp., Acantocephala sp dan Echinorhynchus sp.

1

2

1.3

Tujuan Memahami pengertian dari spesies parasit Camallanus Sp., Acantocephala sp dan Echinorhynchus sp. Juga memahami tentang gejala yang ditimbulkan serta cara penanggulannya.

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Pegertian dan Klasifikasi

2.1.1 Cammallanus sp. Menurut Subandi (2010), cacing Camallanus merupakan cacing nematode yang berukuran panjang 16,5 mm untuk cacing jantan dan 18,1 mm untuk cacing betika serta memiliki bentuk tubuh silindris memanjang. mereka memiliki ciri khas yakni adanya rongga kapsul yang terbuat dari dua katup lateral, cincin basal dan dua trident. Betina gravid berisikan larva motil kira-kira panjangnya 0,5 mm. Camallanus sp. ini memiliki kebiasaan menghisap darah sehingga menyebabkan anemia. Perlekatan dengan rongga kapsulnya menyebabkan erosi pada mukosa. Filum Kelas Ordo Subordo Famili Genus Spesies

: Nemahelminthes : Nematoda : Camallanoidea : Camallanidae : Camallaninae : Camallanus : Camallanus sp.

2.1.2 Acantocephala sp. Acanthocephala berasal dari bahasa yunan Acanthos “duri” dan Kephale “kepala” merupakan invertebrate sepanjang hidupnya sebagai parasit. Acanthocephala disebut juga sebagai cacing kepala duri, bagian kepala cacing tersebut disebut probiscus, kemudian bagian leher dan tubuh (Arios 2014). Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

: Acanthocephala : Palaeacanthocephala : Echinorhynchidea : Rhadinorhynchidae : Acanthocephalus : Acanthocephalus sp. (Kabata, 1985)

3

4

2.1.3

Echinorhynchus sp. Sobecka

(2012)

menerangkan

bahwa

E.

gadi

merupakan

cacing

acanthocephalan yang pada awalnya menginfeksi ikan laut di daerah Atlantik Utara dan Pasifik Utara. Cacing ini paling sering ditemukan pada ikan laut khususnya Atlantik cod, tetapi juga dapat menginfeksi ikan air payau dan air tawar (Bauer, 1987 dalam Sobecka, 2012). Klasifikasi Echinorhynchus menurut Grabda (1991) : Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies 2.2

: Acanthocephala : Palaeconthocephala : Echinorhyncida : Echinorhyncidae : Echinorhynchus : Echinorhynchus sp. Ciri Morfologi

2.2.1 Cammallanus sp.

Gambar 1. Camallanus emydidius

Camallanus Sp. tubuhnya ditutupi oleh lapisan kutikula halus yang melintang mulai dari ujung anterior sampai ujung ekor berwarna oranye sampai coklat. Bagian

5

ujung kepalanya membulat sedangkan bagian akhir ekor meruncing. Bagian mulut terdapat celah sempit yang terbuka dengan sudut yang membulat. Terdapat delapan papilla cephatic yaitu empat bagian papilla terletak lebih dekat dengan mulut dan empat bagian papilla lainnya terletak dibagian luar mulut dan berbentuk bulat besar (Irianto 2007). Parasit ini memiliki ciri khas yaitu memiliki suatu buccal kapsul yang dilapisi kutikula yang tebal dan sepasang lekukan pada buccal kapsul. Mulutnya seperti penjepit yang kuat, berbingkai yang dikelilingi oleh buku-buku semacam tanduk. Bentuk seperti ini akan membuat parasit ini dapat memegang dengan kuat ke dinding usus dan tidak dapat lepas. Tempat berkaitnya cacing ini pada usus dapat terjadi pendarahan. Mulut sampai esofagus memiliki dinding otot yang tebal, biasanya esofagus dilapisi kutikula (Yolanda 2013). Camallanus banyak menyerang Poecilidae dan jenis ikan ovipar lain sebagai inang akhir (Yolanda 2013). Parasit ini akan kelihatan keluar dari anus dan berwarna merah jika ikan diam tidak bergerak. Saat ikan mulai bergerak cacing masuk lagi ke dalam usus sehingga anus akan terlihat menonjol. Cacing betina panjangnya dapat mencapai 10 mm, sementara cacing jantan mencapai 3 mm. Infeksi Camallanus sering diakibatkan oleh inang perantara lain seperti burung, krustasea atau larva serangga. Namun kemungkinan besar infeksi terjadi melalui pakan alami. Camallanus sp menginfeksi saluran pencernaan cychlids, guppies dan swordtails serta spesies lain ikan air tawar. Biasanya infeksi pertama ditandai warna merah dan cacing menonjol dari anus ikan.

6

2.2.2 Acantocephala sp.

Gambar 2. Bagian Tubuh Acantocephala sp.

Bentuk tubuh Acanthocephala ini adalah silindris memanjang ukuran kurang lebih 1-2 cm, kecuali jenis Gigantorhynhus figas 10-65 cm. Jumlah spesies 1.150 telah diuraikan. Jenis host (inang) Acanthocephala sebagai medium di antaranya adalah invertebrate, vertebrata, burung dan mamalia. Duri yang terdapat pada proboscis merupakan senjata yang terbentuk seperti mata kail berfungsi sebagai pengait dan menempelkan dirinya pada bagian usus host atau inangnya. Parasit ini mampu hidup dalam jaringan fisiologi hostnya serta mempunyai kemampuan hidup tanpa oksigen atau anaerob (Grabda 2000). Acanthocephala merupakan salah satu filum parasit yaitu dengan ciri - ciri bentuk tubuh luar disebut proboscis, leher dan trunk. Filum cacing ini disebut juga cacing kepala berduri karena ada kaitnya mirip duri pada proboscis. Acanthocephala merupakan cacing yang berbentuk silinder, agak pipih, dan mempunyai proboscis yang dapat dimasukkan dan dikeluarkan dari tubuhnya yang beradadi ujung anterior tubuh. Untuk mengidentifikasi spesies dari Acanthocephala adalah jumlah dan susunan kait pada proboscis. Proboscis berbentuk bulat atau silindris dan dilengkapi baris-baris kaitatau spina yang membengkakyang berguna untuk melekatkan tubuh cacing tersebut pada usus inangnya (Noble 1989).

7

2.2.3

Echinorhynchus sp.

Gambar 2.3 Echinorhynchus gadi Keterangan : A. Tubuh E. gadi (skala bar 0,5 mm) B. Proboscis E. gadi (skala bar 50 µm)

Echinorhynchus gadi jantan berukuran 7-9 mm, pada betina umumnnya lebih panjang dari jantan dengan ukuran 14-18 mm. Bentuk tubuhnya pipih dan silindris, serta terdapat rongga di dalam tubuhnya. Terdapat proboscis pada bagian anterior (Gambar. 2.3) yang berupa kait-kait sejumlah 26-32 buah. Proboscis mempunyai lapisan yang berdinding ganda. Kait-kait pada proboscis sangat tajam dengan akar yang sederhana dan bulat. Pada rongga tubuh cacing betina terdapat telur yang telah matang. Mempunyai uterus dan uterine bell pada bagian posterior tubuh (Bayoumy, et al. 2008). 2.3

Siklus Hidup

2.3.1

Camallanus sp. Siklus hidup parasit ini yakni cacing dewasa Rongga kapsul Kelenjar esofagus

Usus Otot esofagus berkopulasi di ikan kemudian betinanya membawa larva menuju lumen usus. Camallanus sp. ini merupakan cacing vivipar. Larva akhirnya berada di air. Larva akan termakan kopepoda yang akan terinfeksi pada hemocoelnya. Kopepoda sebagai inang antara yang berisi larva stadium ketiga (L3) dari Camallanus sp. tersebut

8

akan dimakan oleh inang akhir yakni ikan. Melalui ingesti dan digesti kopepoda, larva cacing melekat pada mukosa dan berkembang menuju stadium dewasa pada ikan sebagai inang akhir. Inang paratenik mungkin termasuk dalam siklus parasit ini, dengan cara ini beberapa ikan membawa sejumlah besar larva dan akan berakhir pada saluran pencernaan ikan. Adapun gejala yang ditimbulkan yaitu kematian, cacat dan anemia pada ikan (Buchmann & Bresciani 2001). Camalanus sp. berkembang melalui keberadaan inang antara. Kebanyakan larvanya dapat hidup bebas di air selama 12 hari. Larva parasit ini menjadi makanan oleh cyclop krustasea dan berkembang dalam saluran pencernaan, cyclop ini menjadi inang antara bagi camallanus sp., kemudian cyclop akan termakan oleh ikan. Disini ikan akan menjadi inang definitif bagi camallanus jika ikan ini tidak dimakan oleh ikan karnivor lebih besar. Parasit ini juga dapat berkembang tanpa inang antara. Pada inang parasit ini dapat berkembang dan mencapai kematangan seksual untuk kemudian melepaskan larvanya dan berkembang disana (Untergasser, 1989). 2.3.2 Acantocephala sp. Acanthocephala memiliki siklus hidup yang kompleks, melibatkan beberapa host pada tahap perkembangannya. Hospes awal pertama adalah moluska. Dalam hospes perantara Acanthocephala bergek masuk melalui rogga tuguh ke dalam usus, kemudian pada tahap ini akan melakukan transformasi infektif. Parasit kemudian dilepaskan pada tahap dewasa oleh hospes pertama ketika dilepaskan parasit ini akan membentuk dirinya seperti bulatan sehingga host berikutnya menelannya sebagai makanan hingga ke usus, dalam usus parasit ini akan berkembang hingga dewasa. belalai atau duri yang terdapat pada proboscis akan berkembang hingga menancap diding usus host lebih lama semakin kuat.Pada tahap ini semua organ siap untuk bereproduksi sebab kecapatan tumbuh dan berkembang lebih matang, kemudian tumbuh dan berkembang pula organ seksnya. Cacing jantan akan melakukan hubungan

9

seks menggunakan eksresi kelenjar ke alat kelamin betina, kemudian perkembangan embrio pada seekor betina dan terjadilah siklus kehidupan baru. (Grabda, 1991). 2.3.3

Echinorhynchus sp. Siklus hidup E. Gadi melibatkan arthropoda sebagai inang antara di mana

perkembangan larva berlangsung dan vertebrata (inang definitif) sebagai tempat pematangan cacing dan proses reproduksi terjadi. Telur dilepaskan dari rongga tubuh cacing betina pada usus dari inang definitif dan dikeluarkan melalui feses ke perairan bebas. Telur yang mengandung larva acanthor dimakan oleh amphipod (Corophium spinicorne) dan berkembang menjadi larva acanthella. Kemudian acanthella berkembang menjadi cystacanth yang merupakan fase infektif dari cacing. Inang definitif yang memakan arthropoda menyebabkan cystacanth berkembang dalam tubuh inang definitif menjadi cacing dewasa (Miller, 1977) Cara penularan Echinorhynchus gadi melalui termakannya crustacea air yang mengandung acanthella oleh ikan (inang definitif). Selama masa itu acanthella akan meletakkan dirinya kepada dinding usus dengan proboscis dan akan tumbuh sampai dewasa (Sobecka, 2012). Cacing dewasa yang menempel dengan bantuan proboscis yang berduri, jika dalam jumlah besar Echinorhynchus gadi dapat merusak dinding usus dan menyebabkan terjadinya pembesaran perut pada ikan (Mahasri dkk., 2008). 2.4 Gejala Klinis pada Inang 2.4.1 Camallanus sp. Infeksi cacing Callamanus tidak menunjukkan gejala klinis, namun apabila terinfeksi berat dapat menyebabkan ikan menjadi lemah, terdapat luka pada usus, anemia, dan emasiasi (tubuh kurus dan kering) (Rigby 1997). 2.4.2 Acanthocepala sp. Menurut Wahyuniati (2014) Cacing Acanthocepala dapat menimbulkan gejala pendarahan pada usus. Apabila terinfeksi berat akan mengakibatkan pendarahan berat,

10

dan dapat menimbulkan kematian. Gejala yang terlihat adalah menurunnya nafsu makan dan mukosa sekitar kulit ikan terlihat pudar dan pucat. 2.4.3 Echinorynchus sp. Jika dalam jumlah besar Echinorhynchus dapat merusak dinding usus dan menyebabkan terjadinya pembesaran perut pada ikan (Mahasri et al., 2008). 2.5 Penanggualangan Acanthocepala sp., Echinorynchus sp., Camallanus sp. Upaya pencegahan menurut Afrianto et al. (2015) dapat dilakukan dengan cara membersihkan dan mensterilkan media budidaya untuk mencegah tumbuhnya inang perantara misalnya cacing tubifex. Pencegahan dan pengobatan juga dilakan pada induk dan anak ikan. lakukan pengamatan secara berkelanjutan terhadap feses ikan, necropsies dari ikan sampel, dan pengurangan inang perantara seperti burung pemakan ikan dan cacing tubifex. Pengobatan untuk mengatasi infeksi usus menurut Afrianto et al. (2015) dengan menggunakan Fenbendazole dan Levamisol. Fenbendazole digunakan sebagai aditif dalam pakan ikan dengan dosis 2,28 g/kg pakan dan diberikanan selama tiga hari. Pengobatan dapat diulang hingga 2-3 minggu. Penggunaan Levamisol digunakan sebagai aditif pakan atau dibuat larutan untuk merendam ikan yang terinfeksi. Dosis yang digunakan sebagai aditif pakan adalah 3,6 g/kg pakan, diberikan sekali dalam seminggu, dan berlangsung selama tiga minggu. Dosis Levamisol untuk merendam ikan adalah 2 ppm (mg/l) dan perendaman ikan terinfeksi dilakukan selama 24 jam, perendaman dapat diulang sampai tiga minggu. Pengobatan terhadap nematoda yang menginfeksi selain dari saluran pencernaan dengan cara melakukan tindakan operasi pengambilan cacing yang menginfeksi organ dalam seperti otot atau hati. Prosedur ini tidak praktik dan sebaiknya ikan yang terinfeksi segera dimusnahkan.

BAB III PENTUTUP

3.1

Simpulan 1. Subandi (2010), cacing Camallanus merupakan cacing nematode yang berukuran panjang 16,5 mm untuk cacing jantan dan 18,1 mm untuk cacing betika serta memiliki bentuk tubuh silindris memanjang. Acanthocephala berasal dari bahasa yunan Acanthos “duri” dan Kephale “kepala” merupakan

invertebrate

sepanjang

hidupnya

sebagai

parasit.

Acanthocephala disebut juga sebagai cacing kepala duri, bagian kepala cacing tersebut disebut probiscus, kemudian bagian leher dan tubuh (Arios 2014).Enhinorhyncus sp. Adalah genus ccing parasitacanthocephalan, mereka menyerang berbagai macam ikan air laur dan air tawar inng pertama dari parasit tersebut biasanya adalah krustasea. 2. Infeksi cacing Callamanus tidak menunjukkan gejala klinis, namun apabila terinfeksi berat dapat menyebabkan ikan menjadi lemah, terdapat luka pada usus, anemia, dan emasiasi (tubuh kurus dan kering) (Rigby 1997). Menurut Wahyuniati (2014) Cacing Acanthocepala dapat menimbulkan gejala pendarahan pada usus. Apabila terinfeksi berat akan mengakibatkan pendarahan berat, dan dapat menimbulkan kematian. Gejala yang terlihat adalah menurunnya nafsu makan dan mukosa sekitar kulit ikan terlihat pudar dan pucat. Jika dalam jumlah besar Echinorhynchus dapat merusak dinding usus dan menyebabkan terjadinya pembesaran perut pada ikan (Mahasri et al., 2008). 3. Upaya pencegahan menurut Afrianto et al. (2015) dapat dilakukan dengan cara membersihkan dan mensterilkan media budidaya untuk mencegah tumbuhnya inang perantara misalnya cacing tubifex. Pencegahan dan pengobatan juga dilakan pada induk dan anak ikan. lakukan pengamatan secara berkelanjutan terhadap feses ikan, necropsies dari ikan sampel, dan 11

12

4. pengurangan inang perantara seperti burung pemakan ikan dan cacing tubifex. 3.2

Saran

Informasi mengenai parasit dan penyakit ikan dari berbagai filum masih kurang, sehingga diperlukan banyak pengetahuan dan penelitian yang lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, et al. 2015. Penyakit Ikan. Jakarta : Penebar Swadaya. Arios, Y.P. 2014. Identifikasi Cacing Parasit pada Insang Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn).Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor: Bogor. Bayoumy. E. M., S. A. El-Monem., K. A. E. Ammar. 2008. Ultrastructural Study of Some Helminth Parasites Infecting The Goatfish, Mullus surmuletus (Osteichthyes: Mullidae) from Syrt coast, Libya. Parasitic Dis. 12(6): 7-8. Grabda, J. 1991. Marine Fish Parasitology. VHC and PWN-Polish Scientific Publishers, New York. hal. 5-27. Grabda, J. 1991. Marine Fish Parasitology: An Outline. Weinheim. New York. PWNPolish Scientific Publisher. Warszawa Grabda, J. 2000. Marine Fish Parasitology. Warszawa Polish Scientific Pub: New York. Kabata, Z. 1985. Parasites and Diseases Of Fish Cultured In The Tropics. Taylor and Frances. London and Philadelphia. 318 hal. Mahasri, G., S. Koesdarto, S. Subekti, dan Kismiyati. 2008. Parasit dan Penyakit Ikan II. Buku Ajar. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Surabaya. hal. 26-63. Mahasri, G., S. Koesdarto, S. Subekti, dan Kismiyati. 2008. Parasit dan Penyakit Ikan II. Buku Ajar. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Surabaya. hal. 26-63. Miller, R. L. 1977. The Biology of Two Species of Echinorhynchus (Acanthocephala) from Marine Fishes in Oregon. Thesis. Oregon State University. US. 109 pp. Noble, E.R. and G.A Noble. 1989. Parasitologi Biologi Parasit Hewan. (Diterjemahkan Ardianto). Edisi 5. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

13

14

Rigby, M. C. 1997. The Camallanidae (Nematoda) of Indo-Pasific Fishes Taxonomy, Ecology and Host-Parasite Coevolution. Proc. 5th Indo-Pac. FishConf. 633:644. Sobecka, E. 2012. Genetic and Morphological Variation in Echinorhynchus gadi Zoega in Muller, 1776 (Acanthocephala: Echinorhynchidae) from Atlantic Cod Gadus morhua L. Journal of Helminthology, 86 : 16-25. Sobecka, E. 2012. Genetic and Morphological Variation in Echinorhynchus gadi Zoega in Muller, 1776 (Acanthocephala: Echinorhynchidae) from Atlantic Cod Gadus morhua L. Journal of Helminthology, 86 : 16-25 Subandi. 2010. Mikrobiologi. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Hal 91. Untergasser, D. 1989. Hand Book of Fish. Disease. TFH. Publications. Inc Wahyuniati, Ismi. 2014. Bakteri Dan Cacing Parasitik Pada Hati Dan Saluran Pencernaan Ikan Belut (Monopterus albus). Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Yolanda Y. 2013. Komunitas Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau: Pekanbaru.

More Documents from "Siti Ainun Nisah"