sPENYAKIT ADRENAL SINDROMA CUSHING Definisi dan Arti Sindroma Cushing adalah suatu gangguan klinik dan metabolik yang disebabkan oleh kelebihan glukokortikoid. Dampak kelebihan ini menimbulkan gambaran klinis tersendiri dan menempatkan pasien pada risiko untuk mengalami banyak proses patologis, termasuk hipertensi dan diabetes melitus. Karena sindroma Cushing secara potensial dapat disembuhkan, pentilah dipertimbangkan kelainan ini kalau ada hipertensi, diabetes militus, atau gambaran-gambaran lain dari kondisi ini. Istilah sindrom Cushing digunakan untuk kelainan yang disebabkan oleh macam-macam sebab seperti yang disajikan dalam tabel 161. Selain itu, sindroma ini dapat terjadi iatrogenik, akibat pemberian glukokortikoid. Istilah penyakit Cushing digunakan untuk penyakit dengan bakar glukokortikoid yang sangat tinggi akibat produksi berlebihan hormon adrenokortikoid (ACTH) oleh hipofisis. Sebab yang paling sering dari sindrom Cushing adalah hiperplasia adrenal bilateral terinduksi oleh kortikotropin yang dipengaruhi hipofisis, yaitu penyakit Cushing (Lancet editoral, 1981). Kalau adanya sindroma Cushing sudah dipastikan, submasalah lain yaitu rtiologi-hendaknya dicari. Patofisiologi Kortisol adalah produk akhir sintesis glukokortikoid oleh korteks kelenjar adrenal. Gmabar 16-1 menyajikan sintesis, metabolisme, dan eksresi glukokortikoid. Dampak peningkatan kadar glukokortikoid adalah berat dan luas. Glukokortikoid meningkat karena berbagai faktor baik dari luar maupun dalam tubuh, seperti yang sudah dijelaskan pada poin etiologi chusing syndrome. Fungsi metabolik glukokortikoid atau kortisol yang stabil dipengaruhi oleh jumlah sekresi glukokortikoid atau kortisol. Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan perubahan berbagai kondisi di dalam tubuh khususnya fungsi metabolik seperti dibawah ini: 1.) Metabolisme protein Efek katabolik dan antianabolik pada protein yang dimiliki glukokortikoid menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk protein untuk mensistesis protein. Kortisol menekan pengangkutan asam amino ke sel otot dan mungkin juga ke sel ekstrahepatika seperti jaringan limfoid menyebabkan konsentrasi asam amino intrasel menurun sehingga sintesis protein juga menurun. Sintesis protein yang menurun memicu peningkatan terjadinya proses katabolisme protein yang sudah ada di dalam sel. Proses 1
katabolisme protein ini dan proses kortisol memobilisasi asam amino dari jaringan ekstrahepatik akan menyebabkan tubuh kehilangan simpanan protein pada jaringan perifer seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang atau seluruh sel tubuh kecuali yang ada di hati. Oleh karena itu secara klinis dapat ditemukan kondisi kulit yang mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat. Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu (striae). Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah. Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong pembuluh darah menyebabkan mudah timbul luka memar. Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis. Kehilangan asam amino terutama di otot mengakibatkan semakin banyak asam amino tersedia dalam plasma untuk masuk dalam proses glukoneogenesis di hati sehingga pembentukan glukosa meningkat. 2.) Metabolisme karbohidrat Efek
kortisol
terhadap
metabolisme
karbohidrat
untuk
merangsang
glukoneogenesis yaitu pembentukan karbohidrat dari protein dan beberapa zat lain oleh hati. Seringkali kecepatan glukoneogenesis sebesar 6 sampai 10 kali lipat. Salah satu efek glukoneogenesis yang meningkat adalah jumlah penyimpanan glikogen dalam sel-sel hati yang juga meningkat. Kortisol juga menyebabkan penurunan kecepatan pemakaian glukosa oleh kebanyakan sel tubuh. Glukokortikoid menekan proses oksidasi nikotinamid-adenindinukleotida (NADH) untuk membentuk NAD+. Karena NADH harus dioksidasi agar menimbulkan glikolisis, efek ini dapat berperan dalam mengurangi pemakaian glukosa sel. Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan kecepatan pemakaian glukosa oleh sel berkurang dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Glukosa darah yang meningkat merangsang sekresi insulin. Peningkatan kadar plasma insulin ini menjadi tidak efektif dalam menjaga glukosa plasma seperti ketika kondisi normal. Tingginya kadar glukokortikoid menurunkan sensitivitas banyak jaringan, terutama otot rangka dan jaringan lemak, terhadap efek perangsangan insulin pada ambilan dan pemakaian glukosa.
2
Efek metabolik meningkatnya kortisol dapat menganggu kerja insulin pada selsel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia. Pada seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek dari glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin untuk meningkatkan toleransi glukosa. Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM. 3.) Metabolisme lemak α gliserofosfat yang berasal dari glukosa dibutuhkan untuk penyimpanan dan mempertahankan jumlah trigliserida dalam sel lemak. Jika α gliserofosfat tidak ada maka sel lemak akan melepaskan asam lemak. Asam lemak akan dimobilisasi oleh kortisol sehingga konsentrasi asam lemak bebas di plasma meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan pemakaian untuk energi dan penumpukan lemak berlebih sehingga obesitas. Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh menimbulkan obesitas wajah bulan (moon face). Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison), Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawah yang kurus akibat atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid. 4.) Sistem kekebalan Ada dua respon utama sistem kekebalan yaitu pembentukan antibodi humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang lainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi. Pemberian dosis besar kortisol akan menyebabakan atrofi yang bermakna pada jaringan limfoid di seluruh tubuh. Hal ini akan mengurangi sekresi sel-sel T dan antibodi dari jaringan limfoid. Akibatnya tingkat kekebalan terhadap sebagian besar benda asing yang memasuki tubuh akan berkurang. Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibodi humoral dan menghambat pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen. Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini yaitu proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag, Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten, produksi anti bodi, reaksi peradangan,dan menekan reaksi hipersensitifitas lambat. 3
5.) Elektrolit Glukokortikoid memiliki efek minimal pada kadar elektrolit serum. Glukokortikoid yang diberikan atau disekresikan secara berlebih akan menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium sehingga menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik. 6.) Sekresi lambung Sekeresi asam lambung dapat ditingkatkan sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak. 7.) Fungsi
otak
Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat. 8.) Eritropoesis Kortisol mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit di dalam darah. Involusi jaringan limfosit, menyebabkan rangsangan untuk pelepasan neutrofil dan peningkatan eritropoiesis.
4
Patway Faktor di luar tubuh
Alkoholik
Faktor di dalam tubuh
Farmakologi seperti kortikosteroid
Menekan kemampuan aksis hipotalamus dan hipofisis
Tumor ektopik
Stres
Tumor kel. hipofisis
Melepas CRH dan ACTH berlebih
Gg. Primer kel. Adrenal
Hiperplasia Adrenal
Produksi ACTH berlebih Korteks adrenal terus memproduksi glukokortikoid Glukokortikoid atau kortisol meningkat
Metabolisme protein Efek katabolik dan anabolik Kemampuan sel membentuk protein me
Menekan pengangkutan as.amino ke sel tokstrahepatik a Konsentrasi as. Amino intrasel me
Sintesis protein di sel me
Metabolisme KH
Menekan proses oksidasi nikotinamidadenindinukleotida (NADH)
Glukone ogenesis oleh hati me
Glikolisis menurun Pemakaian glukosa menurun Glukosa me
Metabolisme Lemak
Sistem Kekebalan
α gliserofosfat dalam sel me
Menghambat respon sistem kekebalan tubuh
Asam lemak di sel me Mobilisasi asam lemak oleh kortisol Asam lemak bebas di plasma me Pengguna an energi me
Penumpukan lemak berlebih
Menghambat pembentukan antibodi humoral, pusat germinal limpa dan jaringan limfoid Sekresi sel-sel T MK. Risiko dan antibodi tinggi menurun infeksi
Retensi natrium dan pembuangan kalium meningkat
Retensi Na +
Pembuang -an kalium
Penum pukan cairan
Hipokalemia
Oedema MK. Kelebihan Volume Cairan
5
Katabolisme protein di sel me Kehilangan simpanan protein
Otot Atrofi Lemah MK. Intoleransi aktivitas
Kulit
Tulang
Obesitas Fungsi insulin tidak adekuat Hiperglikemi
Osteoporosis, lemah
Kadar oksigen rendah
MK. Risiko tinggi cedera
Mudah luka dan ruptur Luka sulit sembuh
As. Amino di plasma me
Atrofi glukoneogenesis Kulit meregang
Sekresi insulin me
Glukosa me
MK. Gg integritas kulit
Cairan interstisial tertarik ke vaskular Cairan dalam vaskular me
Distribusi jaringan adiposa terakumulasi di sentral tubuh
Moon face
Bufallo hump
MK. Gg Citra tubuh
Cairan dalam sel me Memicu hipotalamus untuk respon haus Polydipsia
Striae
6
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala sindrom cushing bervariasi, akan tetapi kebanyakan orang dengan gangguan tersebut memiliki obesitas tubuh bagian atas, wajah bulat, peningkatan lemak di sekitar leher, dan lengan yang relatif ramping dan kaki. Anak-anak cenderung untuk menjadi gemuk dengan tingkat pertumbuhan menjadi lambat. Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita cushing syndrome antara lain : a.
Rambut tipis
b.
Moon face
c.
Penyembuhan luka buruk
d.
Mudah memar karena adanya penipisan kulit
e.
Petekie
f.
Kuku rusak
g.
Kegemukan dibagian perut
h.
Kurus pada ekstremitas
i.
Striae
j.
Osteoporosis
k.
Diabetes Melitus 7
l.
Hipertensi
m. Neuropati perifer Tanda-tanda umum dan gejala lainnya termasuk (a) Kelelahan yang sangat parah (b) Otot-otot yang lemah (c) Tekanan darah tinggi (d) Glukosa darah tinggi (e) Rasa haus dan buang air kecil yang berlebihan (f) Mudah marah, cemas, bahkan depresi (g) Punuk lemak (fatty hump) antara dua bahu (National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service, 2008)
Konteks-Konteks Klinis Diagnosis. Sindroma Cushing hendaknya dipertimbangkan kalau seorang pasien memperlihatkan habitus cushingoid (wajah bulat dan badan tak berpinggul), diabetes mellitus, dan/atau hipertensi. Ciri-ciri tambahan yang membuat diagnosis lebih mungkin adalah antara lain rkimosis, kelemahan otot, hipokalemia, dan osteoporosis (Tabel 16-3). Membedakan obesitas biasa dari sindroma Cushing ringan sering sulit. Banyak pasien dengan obesitas mengalami hipertensi, mempunyai kulit yang halus, menderita amenore, dan mudah terkena gangguan psikiatrik. Diabetes melitus dapat juga timbul pada pasien-pasien itu. Obesitas pada lengan atau tungkai tidak cocok dengan diagnosis sindroma Cushing (Liddle, 1982). Manajemen setelah terapi, misalnya, pengangkatan tumor korteks adrenal, perlu dilakukan pengukuran berkala kadar glakokortikoid unutk menilai apakah kadarnya kembali normal dan untuk menentukan adanya defisiensi hormonal akibat terapi tersebut.
Interpretasi Diagnosis. Kombinasi uji penekanan deksametaso positif yang diikuti dengan peningkatan kortisol bebas dalam urin 24 jam adalah diagnostik untuk sindroma Cushing. Stres, ketidak tepatan minum obat, atau terapi difenihidantoin dapat menyebabkan uji penekanan deksametason positif palsu (Watts dan Keffer, 1982). Tabel 16-4 menyajikan matang nilai rujukan dan tingkat keputusan untuk sindroma Cushing. Disamakan untuk tidak bertumpu pada satu perangkat nilai laboratorium saja. Misalnya, kadar 8
estrogen yang tinggi, seperti yang ditemukan pada kehamilan atau pada waktu terapi dengan obat konstraseptif, dapat menyebabkan menikatnya kadar kortisol plasma karena naiknya konsentrasi kortisol yang terikat globulin; tetapi, tidak ada penigkatan kecepatan sekresi kortisol atau 17OHCS dalam urin. Sebaliknya, hipertiroid dapat meningkatkan kadar 17-OHCS dalam urin, tetapi tidak menunjukkan peningkatan kortisol plasma. Untuk menghindari salah interprestasi, nilai-nilai laboratorium tersebut hendaknya selalu ditafsirkan dalam konteks gambaran klinis (Liddle, 1982).
Penatalaksanaan Chusing Syndrome Penatalaksanaan Cushing Syndrome bergantung pada apa penyebab hormon kortisol yang diproduksi secara berlebihan. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara pembedahan, radiasi, kemoterapi atau penggunaan obat untuk menghambat kortisol. Jika penyebabnya adalah penggunaan jangka panjang hormon glukokortikoid yang digunakan untuk mengobati gangguan lain, dokter secara bertahap akan mengurangi dosis hingga mencapai dosis terendah namun tetap cukup untuk mengendalikan gangguan itu. Setelah kontrol berhasil dilakukan, dosis harian hormon glukokortikoid dapat ditingkatkan dua kali lipat dan diberikan pada hari lain untuk mengurangi efek samping . a. Hipofisis Adenoma Pengobatan yang tersedia untuk penyakit Adenoma Hipofisis . Cara yang paling banyak digunakan adalah operasi pengangkatan tumor , yang dikenal sebagai transsphenoidal adenomectomy. Cara ini menggunakan mikroskop khusus dan instrumen yang sangat halus, ahli bedah akan mendekati kelenjar pituitari melalui lubang hidung atau pembukaan yang dibuat di bawah bibir atas. Tingkat keberhasilan atau penyembuhan dari prosedur ini lebih dari 80 persen bila dilakukan oleh seorang ahli bedah yang berpengalaman. Setelah operasi hipofisis, tingkat produksi ACTH dua tetes di bawah normal. Hal ini merupakan penurunan yang alami, namun untuk sementara klienakan diberi bentuk sintetis dari kortisol ( seperti hydrocortisone atau prednisone). Pada klien yang mengalami gagal operasi transsphenoidal , dapat dilakukan metode radioterapi. Radiasi ke kelenjar pituitari diberikan selama 6. Hal ini memerlukan waktu beberapa bulan atau tahun sebelum klien merasa lebih baik. Namun demikian, kombinasi dari radiasi dan obat Mitotane (Lysodren) dapat membantu mempercepat pemulihan . Mitotane dapat menekan produksi kortisol dan menurunkan kadar hormon plasma dan urin. Tingkat keberhasilan dengan menggunakan pengobatan Mitotane mencapai 30 sampai 40 persen. Obat lain yang digunakan tanpa atau dengan kombinasi untuk mengontrol produksi kelebihan kortisol diantaranya aminoglutethimide , metyrapone , trilostane dan ketoconazole.
9
b. Ektopik ACTH Syndrome Kelebihan produksi kortisol yang disebabkan oleh sindrom ACTH ektopik dapat disembuhkan dengan menghilangkan semua jaringan kanker yang mensekresi ACTH. Pilihan pengobatan kanker - operasi, radioterapi, kemoterapi, imunoterapi, atau kombinasi dari perawatan ini tergantung pada jenis kanker dan seberapa jauh tumor tersebut telah menyebar. Karena ACTH, tumor mensekresi ( misalnya, kanker paru-paru sel kecil) mungkin sangat kecil dan bahkan telah menyebar luas pada saat diagnosis, obat penghambat, seperti Mitotane, merupakan bagian penting dari pengobatan. Pada beberapa kasus, jika operasi hipofisis tidak berhasil, operasi pengangkatan kelenjar adrenal ( adrenalektomi bilateral ) dapat menggantikan cara pengobatan. c. Tumor Adrenal Pembedahan adalah pengobatan utama untuk tumor kanker dari kelenjar adrenal. Pada penyakit Primary Pigmented Micronodular Adrenal operasi pengangkatan kelenjar adrenal mungkin diperlukan. Pemeriksaan diagnostik dan Penunjang Pada pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan uji laboratorium dengan memeriksa hormon metabolik, sel darah dan glukosa. Pemeriksaan Variabel Hasil Laboratorium a. Hormon Metabolik a) 17-Hidroksikortikoid Naik (17–OHCS) b) 17-ketosteroid
Naik
(17–KS) b. Sel Darah
c. Glukosa
a) Eosinofil
Turun
b) Neutrofil
Naik
c) Darah
Naik
d) Urin
Turun Positif
Pemeriksaan Diagnostik lain yang dilakukan adalah 1. Sampel darah, untuk menentukan adanya variasi di urnal yang normal pada kadar kartisol plasma. Variasi ini biasanya tidak terdapat pada gangguan fungsi adrenal. 10
2. Test supresi deksametason, untuk menegakkan diagnosis penyebab sindrom cushing apakah dari hipofisis atau adrenal. Deksametason diberikan pada pukul 11 malam dan kadar kortisol plasma diukur pada pukul 8 pagi di hari berikutnya. 3. Pengukuran kadar kortisol. Bebas dalam urine 24 jam, untuk memeriksabkadar 17hidroksikortikosteroid serta 17-ketosteroid yang merupakan metabolit kortisol & androgen dalam urine. Pada sindrom cushing kadar metabolit dan kadar kortisol plasma akan meningkat. 4. Stimulasi CRF ( Corticotropin – Releasing Faktor), untuk membedakan tumor hipofisis dengan tempat-tempat ektopik produksi ACTH. 5. Pemeriksaan Radioimunoassay ACTH plasma, untuk mengenali penyebab sindrom cushing 6. Pemindai CT, USG atau MRI Untuk menentukan lokasi jaringan adrenal & mendeteksi tumor pada kelenjar adrenal Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang Hasil a. Foto Rontgen tulang a. Osteoporosis
terutama
pelvis,
Kranium, kosta, vertebra b. Pielografi Laminografi c. Arteriografi d. Scanning e. Ultrasonografi f. Foto Rontgen Kranium
b. Pembesaran adrenal (Karsinoma) Lokalisasi tumor adrenal c. Hiperplasi d. Tumor e. Hiperplasi f. Tumor Hipofisis
2.6 Prognosis Sindrom Chusing yang tidak diobati akan fatal dalam beberapa tahun oleh karena gangguan kardiovaskuler dan sepsis. Setelah pengobatan radikal kelihatan membaik, bergantung kepada apakah gangguan kerusakan kardiovaskuler irreversibel. Pengobatan sustitusi permanen memberikan risiko pada waktu klienmengalami stres dan dipelrukan perawatan khusus. Karsinoma adrenal atau yang lainnya cepat menjadi fatal oleh karena kakeksia dan atau metastasis. ( )
11
Asuhan Keperawatan A. Pengkajian 1) Identitas Klien Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, tempat/tgl lahir , umur, pendidikan, agama, alamat, tanggal masuk RS. Lebih lazim sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dan mempunyai insiden puncak antara usia 20 dan 30 tahun. 2) Keluhan Utama Adanya memar pada kulit, klienmengeluh lemah, terjadi kenaikan berat badan. 3) Riwayat penyakit dahulu Kaji apakah klienpernah mengkonsumsi obat-obatan kartekosteroid dalam jangka waktu yang lama. 4) Riwayat Kesehatan keluarga Kaji apakah keluarga pernah menderita penyakit cushing sindrom atau kelainan kelenjar adrenal lainnya. Pengumpulan riwayat dan pemeriksaan kesehatan difokuskan pada efek pada tubuh dari hormon korteks adrenal yang konsentrasinya tinggi dan pada kemampuan korteks adrenal untuk berespons terhadap perubahan kadar kortisol dan aldosteron. Riawayat kesehatan mencakup informasi tentang tingkat aktivitas klien dan kemampuan untuik melakukan aktivitas rutin dan perawatan diri. Detailnya pengkajian keperawatan untuk klien ini mencakup: 1. Kaji kulit klien terhadap trauma, infeksi, lecet-lecet, memar, dan edema. 2. Amati adanya perubahan fisik dan dapatkan respons klien tentang perubahan ini. 3. Lakukan pengkajian fungsi mental klien, termasuk suasana hati, respons terhadap pertanyaan, kewaspadaan terhadap lingkungan, dan tingkat depresi. Keluarga klien merupakan sumber terbaik untuk mendapatkan informasi tentang perubahan ini. 5) Pemeriksaan Fisik B1 (Breath) Inspeksi
: Pernapasan cuping hidung kadang terlihat, pergerakan dada simetris
Palpasi
: Vocal premitus teraba, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi
: Suara sonor 12
Auskultasi : Terdengar bunyi nafas normal, tidak terdengar bunyi nafas tambahan. B2 (Blood) Perkusi pekak , S1 S2 Terdengar tunggal , hipertensi, TD meningkat. B3 (Brain) Composmentis dengan GCS 456, kelabilan alam perasaan depresi sampai insomnia B4 (Bladder) Poliuri, kadang terbentuk batu ginjal, retensi natrium. B5 (Bowel) Terdapat peningkatan berat badan, nyeri pada daerah lambung, terdapat striae di daerah abdomen, mukosa bibir kering, suara redup. B6 (muskuloskeletal dan integumen) Kulit tipis, peningkatan pigmentasi, mudah memar, atropi otot, ekimosis, penyembuhan luka lambat, kelemahan otot, osteoporosis, moon face, punguk bison, obesitas tunkus.
6) Analisa Data Data Pendukung
Etiologi Masalah Kadar kortisol dalam darah meningkat
DS : Merasa seluruh badannya Sintesis protein menurun lemah DO : Produk protein di otot dan Kemampuan berdiri dari Intoleransi Aktivitas tulang menurun posisi duduk terbatas aktivitas dibantu keluarga Pembentukan energy dan perawat meningkat tirah baring /imobilisasi Intoleransi aktivitas Sekresi kortisol meningkat
DS : Klien mengatakan ada Kerusakan memar dan lukanya sulit Kadar kortisol dalam darah kulit sembuh meningkat DO :
integritas
Sintesis protein menurun 13
Ada memar dan luka yang belum sembuh Protein di kulit hilang Kelembapan kulit menurun Perubahan pigmentasi Mudah memar dan tipis Perubahan turgor Kerusakan integritas kulit Kadar kortisol dalam darah DS : meningkat Penolakan terhadap berbagai perubahan aktual Mobilisasi asam lemak Perasaan negatif mengenai bagian tubuh (perasaan Asam lemak dalam plasma tidak berdaya) meningkat Gangguan citra tubuh Keputusasaan atau tidak ada kekuatan Distribusi jaringan adipose DO : menumpuk di sentral Ada moon face, buffalo hump, obesitas Moon face, buffalo hump perubahan struktur dan atau fungsi secara actual Gangguan citra tubuh Kadar kortisol dalam darah meningkat DS : Perubahan haluaran urine Retensi natrium Kelebihan volume cairan DO : Penumpukan cairan Haluaran urine dan adanya glukosuria Gangguan keseimbangan cairan Pemakaian obat glukokortikoid DS : Melaporkan nyeri baik dalam jangka panjang secara verbal maupun nonverbal Kadar kortisol dalam darah DO : Posisi untuk mengurangi Sekresi asam lambung Nyeri nyeri meningkat tingkah laku ekspresif (gelisah, meringis, dan Ulkus mukosa lambung mengeluh) Perubahan dalam nafsu Nyeri 14
makan Kadar kortisol dalam darah DS : Keterbatasan kemampuan Produksi protein untuk melakukan ketramppilan motorik halus Protein di tulang hilang DO: Keterbatasan ROM
Resiko tinggi Cedera
Atropi otot Resiko tinggi cedera
B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan sindrom cushing adalah sebagai berikut: 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat kortisol dalam darah meningkat 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein di otot menurun 3. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan atrofi otot sehingga terlihat kelemahan dan perubahan metabolisme protein 4. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan edema, kerusakan proses penyembuhan, dan penipisan dan kerapuhan kulit 5. Perubahan proses pikir yang berhubungan dengan perubahan suasana hati, insomnia mudah terangsang, dan depresi. 6. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan penampilan fisik, kerusakan fungsi seksual, dan penurunan tingkat aktivitas 7. Risiko infeksi berhubungan dengan respons inflamatori
C. Intervensi dan Implementasi Keperawatan Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat kortisol dalam darah meningkat Tujuan: Perawatan diberikan dalam 3x24 jam volume cairan dalam batas normal Kriteria hasil : volume cairan stabil, pemasukan dan pengeluaran seimbang, berat badan stabil, TTV rentang normal 15
Intervensi Rasional Observasi masukan dan haluaran, catat Menunjukan status volume sirkulasi, terjadinya keseimbangannya. perbaikan atau perpindahan cairan, peningkatan Timbang berat badan tiap hari BB sering menunjukkan retensi cairan lanjut Peningkatan tekanan darah biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan Pantau tekanan darah tetapi mungkin tidak terjadi karena perpindahan cairan keluar area vaskuler Perpindahan cairan pada jaringan sebagai akibat Observasi derajat perifer atau sentral yang retensi natrium dan air, penurunan albumin dan mengalami edema dependen penurunan ADH. Menentukan derajat edema yang sedang dialami agar intervensi dapat dilakukan dengan tepat Penurunan albumin serum memperngaruhi Pantau albumin serum dan elektrolit tekanan osmotic koloid plasma, mengakibatkan (khususnya kalium dan natrium) pembentukan edema Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi Tindakan kolaboratif pemberian obat
Natrium mungkin dibatasi untuk meminimalkan retensi cairan dalam area ekstravaskuler Menekan produksi kortisol sehingga sintesis protein dapat ditingkatkan, mengurangi retensi natrium, edema dapat diminimalisir
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein di otot menurun Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam klien mampu beraktivitas sedikit (mobilisasi) Kriteria hasil : klien mampu untuk bergerak dari tidur hingga duduk sampai berjalan secara bertahap Intervensi Rasional Menurunkan permintaan untuk metabolisme Batasi aktivitas klien pembentukan energi oleh tubuh saat beraktivitas Menilai kadar kortisol yang ada di dalam darah, Observasi kadar kortisol klien dengan sehingga mempunyai acuan untuk menurunkan pemeriksaan laboratorium darah kadar kortisol Tindakan kolaboratif pemberian obat Menekan produksi kortisol sehingga sintesis protein dapat ditingkatkan, mengurangi retensi natrium, edema dapat diminimalisir Latih klien untuk bergerak secara bertahap Perlu dilatih untuk meningkatkan kekuatan otot dari posisi berbaring, miring ke kanan dan ke klien dan menilai sejauh mana gerakan yang kiri dilanjutkan posisi duduk, berdiri dan dapat dilakukan berjalan 16
Risiko tinggi cedera berhubungan dengan atrofi otot ditandai dengan kelemahan dan perubahan metabolisme protein Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam sintesis protein, distribusi protein ke tulang dan kelemahan dapat diatasi Kriteria hasil : Cedera tidak terjadi sehingga klien bebas dari cedera jaringan lunak atau fraktur, klien tidak mengalami suhu tubuh yang naik, kemerahan, nyeri atau tanda infeksi dan inflamasi. Intervensi Rasional Efek antiinflamasi kortikosteroid dapat Observasi tanda-tanda ringan infeksi mengaburkan tanda-tanda umum inflamasi dan infeksi Menciptakan lingkungan yang protektif, Mencegah jatuh, fraktur dan cedera lainnya pada dengan cara media yang membahayakan tulang dan jaringan lunak dapat diminimalisir Membantu klien saat ambulasi (yaitu bergerak Mencegah terjatuh atau terbentur pada sudut dari satu tempat ke tempat lain tanpa tongkat furniture yang tajam. atau kruk Berikan diet tinggi protein, kalsium, dan Meminimalkan penipisan massa otot dan vitamin D osteoporosis Menekan produksi kortisol sehingga sintesis Tindakan kolaboratif pemberian obat protein dapat ditingkatkan
Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan edema, kerusakan proses penyembuhan, dan penipisan dan kerapuhan kulit Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam kondisi kulit klien dapat membaik Kriteria hasil : Memar hilang, luka dapat sembuh, turgor kulit lebih baik, pigmentasi kulit normal Intervensi Rasional Observasi dengan inspeksi kulit terhadap Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan perubahan warna, turgor, vascular yang dapat menimbulkan pembentukan infeksi Mendeteksi adanya dehidrasi/hidrasi berlebihan Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas membran mukosa jaringan pada tingkat seluler Jaringan edema lebih cenderung rusak/robek Observasi area yang juga mengalami edema akibat elastisitas jaringan menurun karena tekanan oleh cairan Berikan perawatan kulit. Berikan salep atau Lotion dan salep mungkin diinginkan untuk krim
menghilangkan kering, robekan kulit 17
Kolaborasi dalam pemberian matras busa.
Mencegah
iritasi
dermal
langsung
dan
meningkatkan evaporasi lembab pada kulit. Tindakan kolaboratif pemberian obat
Menurunkan tekanan lama pada jaringan. Menekan produksi kortisol sehingga sintesis protein dapat ditingkatkan, mengurangi retensi natrium, edema dapat diminimalisir
D. Evaluasi Setelah melaksanakan tindakan keperawatan, kita sebagai perawat perlu untuk menilai kembali hasil dari tindakan yang telah dilaksanakan, seperti menilai: (a) Kemampuan klien dalam mobilisasi diri (b) Ukur derajat edema, apakah sudah ada volume cairan sudah dalam batas normal (c) Kondisi kulit yang menjadi lebih baik, tidak mengalami iritasi, infeksi, dan turgor kembali baik (d) Kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri (e) Skala nyeri Kita juga dapat melaporkan hasil evaluasi keperawatan dalam susunan sebagai berikut: a) S (data subjektif) Informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan b) O (data objektif) Informasi yang didapatkan berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan c) A (Analisis) Kesimpulan yang dibuat perawat dari hasil membandingkan antara informasi subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil. Kesimpulan berupa masalah teratasi, teratasi sebagian, dan tidak teratasi. d) P (Planning) Rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa.
18
DAFTAR PUSTAKA __.2013.Cushing’s Syndrome. www.medicinenet.com/cushings_syndrome/article.htm. Diakses tanggal 7 Maret 2014
Wilkinson, Judith M. Ahern, Nancy R. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan: diagnosis NANDA, INTERVENSI NIC, KRITERIA HASIL NOC. Ed.9. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Pierce A. Grace & Neil R.Borley. At a Glance Ilmu Bedah.2006 Spelcher,carl E & Smith Jack W. Pemilihan Uji Laboratorium Yang Efektif.jakarta: EGC,1996
19