65b577f01bdc65a061f89fae37f2f03b

  • Uploaded by: IkhwanudinAl-afghani
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 65b577f01bdc65a061f89fae37f2f03b as PDF for free.

More details

  • Words: 5,552
  • Pages: 34
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANESTESI INHALASI Teknik anestesi inhalasi adalah teknik yang menggunakan gas volatile sebagai agen utama untuk melakukan anestesi umum. Teknik ini sudah dilakukan sejak lama sebelum mulai ditemukannya agen anestesi umum melalui intravena. Nitrous oxide (N2O) merupakan obat anestesi inhalasi pertama yang disintesa pada tahun 1772 dan masih digunakan sampai sekarang. Dalam perkembangannya, ditemukan gas berhalogenasi yang dipercaya lebih aman, lebih stabil dan lebih poten. Pada akhir tahun 1800, anestesi menggunakan N2O, diethyl ether, chloroform. Setelah itu diciptakan gas anestesi yang bekerja cepat dengan kelarutan rendah : isofluran (1980), desfluran (1992), sevoflurane (1994).(‗Sevoflurane—a long-awaited volatile anaesthetic‘, 1996) Dua obat inhalasi; desflurane dan sevoflurane memiliki keuntungan yaitu induksi yang lebih cepat dibandingkan dengan obat anestesi yang lainnya karena tingkat kelarutannya yang rendah, tetapi dengan harga yang lebih mahal. (Ebert, 1998) Biaya untuk anestesi ini tentunya sangat penting bagi suatu institusi karena akan berpengaruh terhadap harga pelayanan anestesi tetutama saat ini di era BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), yang akan menuntut untuk mengefisiensikan penggunaan obat. Teknik anestesi inhalasi merupakan teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan memberikan obat anestesi inhalasi yang

7

8

mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi ke inspirasi pasien. Ambilan dan distribusi dari gas anestesi inhalasi ditentukan oleh ambilan oleh paru, difusi gas dari paru ke darah, distribusi oleh darah ke organ target. Pembuangan gas anestesi terutama melalui paru-paru. Sebagian kecil akan dimetabolisme di hepar dan ginjal melalui sitokrom P450.(‗Sevoflurane—a long-awaited volatile anaesthetic‘, 1996) Potensi dari anestesi inhalasi dinyatakan dalam MAC (Minimum alveolar concentration) adalah konsentrasi anestesi yang dibutuhkan untuk menekan pergerakan terhadap stimulasi pembedahan pada 50% subjek atau bisa dikatakan sebagai Effective dose 50 (ED50).(Hönemann and Mierke, 2013)(Sonner et al., 2003) Pada akhir abad ini, Overton dan Meyer melaporkan bahwa potensi anestesi diduga berkorelasi dengan kelarutan dalam lemak, tetapi selama 80 tahun, sedikit teori dari narkosis yang berkembang dari fokus di lipid, terutama membran bilayer, tetapi tidak satupun teori yang dapat bertahan terhadap penelitian yang mendetil. Sebagai contoh, teori mengenai anestesi meningkatkan gangguan membran (meningkatkan tingkat

kecairan)

dan menjadi

dasar

untuk anestesi.

Bagaimanapun juga peningkatan dari suhu tubuh juga meningkatkan gangguan ini, tetapi peningkatan dari suhu tubuh akan meningkatkan MAC. Penemuan bahwa komponen inhalasi tidak berhubungan dengan hipotesa lipofilik dari Meyer-Overton; alkohol lebih poten dari yang diprediksikan berdasarkan lipofiliknya, dimana beberapa campuran kurang poten (campuran transisional). Sebagai contoh, etanol memiliki koefisien partisi minyak/gas 108, mirip dengan nilai isoflurane yaitu 98. Tetapi MAC dari isoflurane di tikus

9

adalah 1,5%, 10 kali lebih besar dari pada etanol 0,1%. Contoh lainnya adalah 1,2dichlorohexafluorobutane (F6 atau 2N) memiliki koefisien partisi minyak/gas 44, mirip dengan sevoflurane 47 yang memiliki MAC 2,4%. Tetapi F6 tidak memiliki efek anestesi pada konsentrasi berapapun, termasuk pada konsentrasi > 4 %. Juga teori mengenai anestesi inhalasi yang dapat meningkatkan efek dari neurotransmiter inhibisi atau channel voltage gate(potasium) atau menghambat efek dari neurotransmiter eksitasi.(Sonner et al., 2003) Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa medula spinalis memediasi dari kebanyakan efek dari anestesi inhalasi untuk menghasilkan imobilitas. Observasi dari dekade lalu bahwa imobilitas sewaktu stimulasi gas tidak berkorelasi terhadap aktivitas EEG (electroencephalographic). Pada tikus, prekolikular deserebrasi atau pemotongan komplit dari medula spinalis thorakal berefek minimal dari kapasitas isoflurane dalam menghambat pergerakan. In vivo elektrofisiologi dari medula spinalis memperlihatkan bahwa anestesi dapat menghambat aktivitas sensorik dan motorik. Pada kambing, MAC untuk isoflurane yang disebarkan ke seluruh tubuh adalah 1,2%, tetapi penghantaran ke otak meningkatkan MAC sampai mendekati 3%. Pada beberapa kambing dapat bergerak selama EEG diam dan pergerakan pada kadar halotan yang besar di otak. Hal ini mengindikasikan bahwa gas anestesi bekerja terutama pada medula spinalis untuk menghasilkan imobilitas dan hanya minor merupakan efek dari serebral. Karena saraf motorik mengintegrasikan semua input dan sinyal otot untuk bergerak, efek anestesi pada

10

saraf motorik mungkin penting untuk menghasilkan imobilitas. Komponen medula spinalis lainnya (terutama terminal aferen dan interneuron) tampaknya juga mempunyai peranan. Efek dari anestesi terhadap saraf motorik telah diteliti pada medula spinalis tikus. Anestesi volatil dan etanol menekan output saraf motorik yang ditimbulkan oleh stimulasi dorsal root. Anestesi volatile meningkatkan GABAA (Gamma-aminobutyric acid) dan saluran klorida inhibisi glycine yang dihasilkan dari aplikasi GABA atau glycine. Aksi ini akan menurunkan eksitasi dari saraf dan bisa memberikan kontribusi terhadap aksi depresi dari anestesi. Tetapi hal ini juga tidak bisa dijelaskan, karena pada blok dari GABAA dan saluran klorida inhibisi glycine pada medula spinalis yang utuh, malah menurunkan efek depresi dari anestesi. Kemungkinan efek konvulsi dari obat blok ini. Reseptor asetilkolin juga dipengaruhi oleh anestesi volatile dan alkohol, tetapi ke arah yang berlawanan. Walaupun reseptor asetilkolin dapat sangat mempengaruhi transmisi dari saraf spinal, blok dari reseptor nikotinik atau muskarinik tidak mempengaruhi potensi dari anestesi, baik in vivo ataupun in vitro. Oleh karena itu inhibisi dari saluran klorida, tetapi tidak pada reseptor asetilkolin akan berimplikasi pada imobilitas pada anestesi.(Sonner et al., 2003) Pada preparat medula spinalis dimana terdapat isolasi aksi post-sinaps di saraf motorik dari kerja aferen dan inter-neuron. Pada potongan ini, ethanol dan anestesi volatil menekan aksi yang ditimbulkan oleh pemberian glutamate. Hal ini membuktikan bahwa agen ini dapat menekan secara langsung pada eksitasi saraf motorik. Etanol dan anestesi volatil menekan reseptor α-amino 3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA)

11

dan reseptor N-methyl-D-aspartic acid (NMDA) melalui efek independen dari GABAA dan reseptor glycine. Jadi diduga anestesi menurunkan output dari motorik dari depresi eksitasi maupun meningkatkan inhibisi. Efek dari anestesi pada saraf bermacam-macam dan kompleks, dan efek pada MAC tidak dimengerti secara jelas. Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa efek pada transmisi reseptor eksitasi (AMPA dan NMDA) dan inhibisi (GABAA dan glycine) bisa menghasilkan imobilitas.(Sonner et al., 2003) 2.2

SEVOFLURANE Sevoflurane adalah fluorinated methyl isopropyl ether. Koefisien partisi dari

darah/gas sevoflurane adalah 0,69 yang secara teoritis memungkinkan obat ini menginduksi dalam waktu singkat dan terjadi pemulihan yang cepat pula setelah obatnya dihentikan. Dibandingkan dengan isoflurane, pemulihan sevoflurane bisa lebih cepat 3 sampai 4 menit. Minimum alveolar concentration(MAC) pada suhu kamar 37ºC, pada tekanan 760 mmHg, usia 30-35 tahun adalah 1,8-2,0%. MAC akan menurun seiring bertambahnya umur, pemberian N2O, opioid, barbiturat, benzodiazepine, alkohol, temperatur, obat yang memperngaruhi konsentrasi katekolamin sentral dan perifer (misalnya : reserpin, alpha metyl dopa). MAC untuk pasien umur 6 bulan sampai 12 tahun adalah 2,5%, untuk umur dibawah 6 bulan adalah 3,2-3,3%. Sevoflurane memiliki bau yang manis dan tidak iritatif terhadap saluran nafas sehingga dapat digunakan untuk induksi inhalasi. Sekitar 3-5% sevoflurane akan mengalami biodegradasi di hepar, dengan metabolitnya berupa fluorida

12

anorganik dan hexafluoroisopropanol. Secara kimia, sevofluran tidak dimetabolisme menjadi acyl halide reaktif seperti pada halotan, yang bersifat hepatotoksik. Reaksi antara sevofluran dengan absorber karbon dioksida akan menghasilkan fluoromethyl-2,3-difluoro1-(trifluoromethyl)vinyl-ether atau yang juga dikenal sebagai compound A. Zat ini bersifat nefrotoksik bila dalam jumlah besar yang diberikan pada binatang percobaan (terjadi kerusakan pada tubulus proksimal ginjal. Sevoflurane akan didegradasi oleh soda lime ataupun baralime. Dengan soda lime pada kondisi ruang tertutup dan panas, dihasilkan 5 produk yaitu compoun A, B, C, D, E.(Biro, 2014) Yang menjadi perhatian adalah compound A, dimana pada penelitian pada tikus, Morio dkk menemukan konsentrasi dari compound A yang dapat membunuh 50 % tikus setelah 1 jam pemaparan adalah 1090 ppm (jantan) dan 1050 ppm (betina) tetapi setelah 3 jam pemaparan menurun menjadi 400 ppm. Toksisitas dari compound A tersebut melibatkan selain renal, juga hepar dan serebral. Tetapi penelitian oleh Bito dan Ikeda menemukan bahwa compound A yang terbentuk pada 3 jenis fresh gas flow (1,3,6 lpm )adalah : 19,7 ± 4,3, 8,1 ± 2,7, 2,1± 1,0 ppm.(‗Sevoflurane—a long-awaited volatile anaesthetic‘, 1996) Jauh dibawah dosis toksik, sehingga sevoflurane aman untuk dipakai juga dengan low flow anesthesia. Efek sevofluran pada sistem kardiovaskular adalah depresi ringan terhadap kontraktilitas myokard. Resistensi vaskular sistemik serta tekanan darah arterial sedikit menurun namun tidak sehebat pada isoflurane dan desflurane. Tidak menyebabkan coronary steal syndrome. Pada sistem pernafasan, sevoflurane menyebabkan depresi sistem respirasi dan menyebabkan

13

bronkodilatasi. Pada sistem saraf pusat, sevoflurane menyebabkan peningkatan cerebral blood flow dan tekanan intrakranial pada kondisi normokarbia. Sevofluran konsentrasi tinggi (>1,5MAC) akan mengganggu autoregulasi otak sehingga bila terjadi bersamaan dengan perdarahan otak akan menyebabkan kegagalan dalam autoregulasi dan perfusi ke otak akan turun. Untuk rekomendasi klinis diharapkan level dari sevoflurane minimal 1 MAC. Pada penelitian Ramani dan kolega, pada penggunaan sevoflurane 0,25MAC kebanyakan mempengaruhi korteks visual, dan beberapa korteks terkait lainnya. Pada penelitian serupa, pada 0,5 MAC sevoflurane memiliki pengaruh yang lebih luas terhadap otak. Sehingga disimpulkan dosis rendah sevoflurane akan mempengaruhi area yang terkait dengan memori tingkat tinggi. Yang terjadi pada 0,25 MAC adalah mempengaruhi aliran darah otak ke daerah oksipital yang memproses daerah visual. Sedangkan pada 0,5 MAC terutama mempengaruhi aliran darah otak ke area frontal dan parietal yang mempengaruhi fungsi memori dan sensorik. Kebanyakan obat anestesi akan bekerja pada tingkat sela sinaps di otak, sebagai contoh ketika adanya sensasi, sinyal saraf akan berpindah ke area utama dari otak kemudian sekunder sebelum tiba ke area tersier di frontal dan temporal yang memproses dan mengkombinasi berbagai macam tipe stimulus. Efek dari anestesi akan menghambat hantaran sinyal tersebut.(Zhou, 2012) Pada sistem muskuloskeletal sevofluran memiliki efek relaksasi yang baik sehingga dapat diandalkan sebagai relaksan otot pada bayi yang diinduksi dengan inhalasi. Sevofluran sedikit menurunkan aliran darah ke ginjal. Sevofluran menurunkan aliran darah portal tetapi meningkatkan aliran darah ke

14

arteri hepatika sehingga secara umum tidak terlalu mempengaruhi aliran darah ke hepar serta oksigenasinya. Gambar 2.1 konsumsi gas inhalasi

2.3. LOW FLOW ANESTHESIA Definisi dari Low Flow Anesthesia dapat diartikan dengan teknik yang menggunakan aliran gas segar kurang dari ventilasi alveolar. Baum et al menyatakan bahwa

15

teknik ini dimana 50 % atau lebih dari udara ekspirasi kembali ke paru-paru setelah absorpsi CO2 oleh CO2 absorber.(Hönemann and Mierke, 2013)(Awati et al., 2014) Baker mengkategorikan aliran gas segar menjadi : Metabolic flow : ± 250 ml/menit Minimal flow : 250 – 500 ml/menit Low flow : 500 – 1000 ml/menit Medium flow :1-2 L/menit High flow : 2-4 L/menit. Untuk kebutuhan akan low flow anesthesia diperlukan sirkuit tertutup atau semiclosed dengan tingkat kebocoran minimal ( <150 ml pada 30 mmHg )dengan syarat sodalimenya bekerja sempurna untuk mengikat karbondioksida dari udara ekspirasi supaya bisa diinspirasikan kembali oleh pasien.(Welch, 2002) Tidak adanya gas yang keluar dari sirkuit akan memberikan efisiensi yang maksimal untuk penggunaan aliran gas segar. Low flow anesthesia menggunakan aliran gas segar yang lebih besar daripada aliran metabolik tetapi lebih rendah dari konvensional.(Nunn FRCA, 2008) Dengan memberikan aliran lebih besar daripada aliran metabolik, memberikan rentang keamanan yang lebih besar dan kenyamanan untuk maintenance komposisi gas di campuran inspirasi. Tidak perlu untuk terlalu mendekati uptake. Dengan hal ini sudah memberikan pengiritan dalam hal obat inhalasi. Untuk menggunakan teknik ini, pada awalnya diperlukan aliran gas yang tinggi pada awalnya untuk mencapai target end tidal anestesi inhalasi yang diinginkan, setelah itu

16

baru diturunkan sampai ke kecepatan < 1 L/menit.(Hönemann, Hagemann and Doll, 2013) Dengan menggunakan target yang diinginkan pada aliran gas yang rendah ini akan mengurangi biaya dari pemakaian gas dan obat inhalasi, dimana gas inhalasi yang diberikan sesuai dengan target yang diinginkan, sehingga tidak berlebihan, terpantau baik, kedalaman anestesi yang stabil, dan pemulihan yang lebih cepat.(‗A Reminder to Anesthesiologists: Low-Flow Anesthesia‘, 2016) Dengan teknik anestesi menggunakan sevoflurane dengan tingkat kelarutan yang rendah, menyebabkan kadar agen anestesi di dalam alveolus cepat mencapai titik jenuh. Dengan tingginya kadar agen anestesi inhalasi di dalam alveolus, akan memudahkan masuknya agen anestesi ke dalam darah. Dengan kelaruan yang rendah di darah, sevofluran akan mudah berpindah ke jaringan terutama yang kaya pembuluh darah seperti otak dan cepat menyebabkan pasien terinduksi. Dengan teknik low flow anestesi, diperlukan aliran gas yang tinggi di awal untuk membuat jenuh sirkuit pernafasan dengan agen anestesi inhalasi, dan untuk mencapai MAC yang diinginkan. Setelah MAC tercapai, dan aliran gas diturunkan sampai mendekati jumlah konsumsi dari pasien, maka kadar dari agen anestesi di jaringan otak akan mendekati dari kebutuhan pasien akan gas anestesi. Di satu sisi hal ini akan membuat otak akan mudah terjaga. Tingkat kelarutan dalam darah dan jaringan yang rendah akan memfasilitasi keseimbangan dengan cepat antara konsentrasi di dalam alveolus dan konsentrasi di otak, sehingga membuatnya cocok untuk teknik anestesi aliran rendah.(Hönemann and Mierke, 2013)

17

Tabel 2.1 coefficient partition dari gas anestesi :

Anesthet ic

MAC (%)

Blood/ Gas

Oil/gas

Brain/Blood

Muscle/ Blood

Fat/ Blood

Sevoflurane 2

0.65

42

1.7

3.1

48

Nitrous oxide

105

0.47

1.4

1.1

1.2

2.3

Isoflurane

1.15

1.4

97

2.6

4.0

45

Halothane

0.74

2.4

224

2.9

3.5

60

Desflurane

5.8

0.42

18.7

1.3

2.0

27

Mesin anestesi yang moderen dilengkapi dengan sistem rebreathing yang baik sehingga bisa dipakai untuk menurunkan kecepatan aliran gas. Teknik low flow akan mempengaruhi kinetik gas pada sistem sirkuit pada umumnya, sehingga diperlukan pemantauan konsentrasi gas inspirasi dan ekspirasi. Pemantauan ini diperlukan supaya tidak hanya menjamin keamanan pasien, tetapi juga kedalaman anestesi. Di satu sisi apabila menggunakan aliran gas tinggi seperti 5L/menit dapat menyebabkan 80% gas anestesi terbuang, selain itu juga gas yang terbuang tersebut juga menyebabkan polusi lingkungan, efek rumah kaca seperti akibat N2O, kandungan klorin pada halotan, enfluran dan isofluran yang berpotensi merusak ozon.(Yasny and White, 2012) Hal ini tidak terdapat pada

18

desflurane dan sevofluran. Pada aliran gas yang tinggi biasanya kering dan dingin yang akan beresiko pada hipotermi. Sedangkan pada aliran gas rendah dan rebreathing, gas yang mengalami resirkulasi hangat dan lembab, semakin banyak gas yang disirkulasi melalui CO2 absorber, lebih banyak panas dan kelembapan yang dihasilkan melalui proses absorpsi CO2.(Hönemann and Mierke, 2013) Aliran gas yang hangat dan lembab tersebut bermanfaat : o Gas yang hangat dapat mempertahankan suhu tubuh o Pencegahan kehilangan panas selama anestesi mencegah kejadian menggigil paska operasi o Humidifikasi gas pernafasan akan menurunkan kehilangan air dari jalan nafas dan mencegah pengeringan jalan nafas dan bronkus selama intubasi endotrakeal 2.3.1. Peralatan Kebutuhan paling minimum untuk melakukan anestesi aliran gas rendah adalah 

Mesin anestesi dengan pengukuran aliran gas sampai dengan minimal 50 ml/menit.



Sistem sirkuit yang tidak bocor atau maksimal 150 ml/menit pada 30mmHg ( closed atau semi-closed) yang sudah terintegrasi dengan sistem pengukuran konsentrasi gas baik inspirasi ataupun ekspirasi. Dengan jenis sirkuit yang tidak mengikat agen anestesi.



Vaporizer

19



Monitor yang dapat memantau kadar gas atau agen anestesi inspirasi dan eskpirasi.



Karbondioksida absorber yang berfungsi baik.



Pengukur kedalaman anestesi, seperti Bispectral Index, atau berdasarkan MAC.



End tidal CO2 yang dikalibrasi. Mesin anestesi moderen sendiri terdiri dari :



Terhubung ke gas sentral (oksigen, udara, N2O)



Silinder gas cadangan yang tersedia di belakang mesin



Flush oksigen aliran tinggi dengan kecepatan 30-75 L/menit.



Pengukur tekanan, regulator, katup pop-off, untuk melindungi pasien dan mesin dari gas bertekanan tinggi.



Flowmeter untuk oksigen, udara, N2O.



Vaporizer dengan ukuran yang tepat dalam pemberian dosis.



Ventilator yang terpasang pada mesin anestesi untuk memberikan ventilasi mekanik pada pasien yang teranestesi.



Kantong ventilasi manual yang dikombinasikan dengan katup pengatur tekanan.



Sistem pemantauan dari gas yang diberikan dan dikeluarkan oleh pasien.



Sistem alarm keamanan sesuai dengan batas keamanan untuk pasien.

20

Gambar 2.2 skema mesin anestesi

Gambar 2.3 Persentase rebreathing vs FGF

Kehilangan gas secara kontinyu akibat konsumsi pasien dan juga terkandung di jaringan dikompensasi dengan aliran gas segar ke sirkuit respirasi. Semakin rendah aliran gas

segar,

semakin jumlah

rebreathing,

berlebihan.(Hönemann and Mierke, 2013)

dan semakin kecil

porsi

gas

yang

21

Perbedaan antara jenis sistem anestesi : semi-open = dengan rebreathing sebagian, aliran gas segar harus dua sampai tiga kali minute volume sehingga udara ekspirasi bisa didorong keluar sebelum inspirasi berikutnya. Hal ini menyebabkan aliran gas segar > 6L/menit. Semi-closed = pasien menghirup kembali sebagian udara yang diekspirasi tercampur dengan aliran gas segar, tetapi tidak didorong keluar dari sistem(kebanyakan kembali ke pasien). Pada posisi ini aliran gas segar lebih banyak dari konsumsi pasien tetapi lebih rendah dari minute volume.

Gambar 2.4 aliran gas pada sirkuit mesin Primus

22

2.3.2. Pemantauan Konsentrasi O2 harus selalu dipantau jika menggunakan N2O lebih dari 65%, sebagai gas adjuvan. Pemantauan etCO2 penting untuk menilai fungsi absorber yang baik. Ketika pemantauan end tidal konsentrasi anestesi tersedia, tindakan anestesi dengan aliran gas rendah menjadi sangat mudah. Ketika hal ini tidak tersedia, beberapa perhitungan harus dilakukan untuk menentukan jumlah agen anestesi yang harus ditambahkan ke dalam sistem. Gambar 2.5 Mesin Drager Primus dengan kemampuan untuk pemantauan etCO2, MAC, inspirasi dan ekspirasi sevo, inspirasi O2

23

2.3.3. Praktek dari anestesi aliran gas rendah 3 kategori dari praktis anestesi dengan aliran gas rendah : 1. Inisiasi dari anestesi dengan aliran gas tinggi 2. Maintenance dari anestesi aliran gas rendah 3. Terminasi dari anestesi dengan aliran gas tinggi Tujuan utama dari memulai anestesi dengan aliran gas tinggi adalah untuk mencapai konsentrasi alveolar dari agen anestesi yang cukup untuk memberikan anestesi pembedahan ( sekitar 1,3MAC) dalam waktu singkat.(Hönemann and Mierke, 2013) Faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan dari alveolar konsentrasi harus dipertimbangkan ketika mencoba mencapai konsentrasi alveolar. Faktor ini dapat diklasifikasikan menjadi 3 grup yaitu : faktor yang mengatur tekanan dari anestesi inhalasi, faktor yang bertanggung jawab peningkatan dari tekanan alveolar, faktor yang bertanggung jawab untuk mengambil dari paru kemudian menurunkan tekanan alveolar.(Awati et al., 2014) Faktor yang mempengaruhi tekanan inhalasi : 

Volume sirkuit pernafasan



Tingkat kelarutan gas di sirkuit karet



Konsentrasi gas inspirasi

Faktor yang mempengaruhi peningkatan pada tekanan alveolar : 

Efek konsentrasi



Ventilasi alveolar

24

Faktor yang mempengaruhi pengambilan oleh darah : 

Cardiac output



Kelarutan darah : gas



Perbedaan alveolus vena

Metoda untuk mencapai konsentrasi gas dan agen yang diinginkan : Yang paling efektif untuk mengawalinya adalah dengan menggunakan aliran gas tinggi dalam waktu yang singkat sehingga dapat mencapai konsentrasi yang diinginkan lebih cepat. Sebagai contoh pada awalnya FGF diatur pada 4 L/menit dengan sevoflurane 3,5 Vol% sampai target MAC 0,9, kemudian FGF diturunkan ke 1 atau 0,5L/menit dengan target ekspirasi sevoflurane 0,9MAC.(Hönemann and Mierke, 2013) 2.4

BISPECTRAL INDEX (BIS) Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan termasuk ilmu kedokteran, untuk

pemantauan kedalaman anestesi juga mengalami pengembangan. Sebelumnya penilaian kedalaman dari anestesi menggunakan tanda klinis seperti respon pupil, pola pernafasan, kualitas denyut nadi, tekanan darah, denyut jantung, laju pernafasan dan volume pernafasan. Penentuan efek langsung dari obat anestesi pada sistem saraf pusat tetap menjadi suatu tantangan, karena respon hemodinamik tidak selalu memberikan representasi yang akurat mengenai respon dari sistem saraf pusat untuk agen anestesi. Bispectral indek memberikan metode langsung dan akurat untuk memantau status otak secara kontinyu atau selama pemberian anestesi. Dasar dari indek ini adalah otak merupakan permukaan dari

25

electroencephalogram (EEG). Sinyal fisiologis yang kompleks ini adalah bentuk gelombang yang mewakili semua jumlah aktivitas otak yang dihasilkan oleh korteks serebral. Gelombang normal EEG terdapat dua karakteristik yaitu amplitudo kecil (20-200 microvolts) dan frekuensi variabel (0-50 Hz)(Rodrigues Nunes et al., 2012) Gambar 2.6. gelombang BIS pada pasien

Perubahan EEG dalam merespon efek dari anestesi dan obat penenang adalah meliputi : peningkatan rata-rata amplitudo dan penurunan frekuensi rata-rata. Bispektral indek adalah skala angka antara 0-100 berkorelasi dengan titik akhir klinis yang penting selama pemberian obat anestesi. Nilai BIS mendekati 100 menunjukkan keadaan

26

terjaga dari keadaan klinis, sementara 0 menunjukkan efek maksimal EEG (yaitu EEG isoelektrik). Nilai BIS indek dibawah 70 kemungkinan recall eksplisit menurun secara drastis. Pada nilai BIS indek kurang dari 60, pasien memiliki probabilitas kesadaran yang sangat rendah.(Kelley, 2012) 2.5

TRAIN OF FOUR Blok neuromuskular digunakan secara luas pada anestesi. Rekomendasi dari pasien

yang dimonitor berdasarkan : respon individu terhadap pelumpuh otot, karena rentang terapi yang sempit. Blok tidak akan termonitor keculai 75-85% reseptor telah terikat atau paralisis komplit pada 90-95% reseptor terikat. Tujuan dari pemantauan efek dari pelumpuh otot ini adalah supaya relaksasi optimal dari pembedahan dapat dicapai dan kebutuhan untuk antagonis dari pelumpuh otot. Menurut Padmaja dan Mantha, pada pasien yang tidak dilakukan pemantauan efek dari pelumpuh otot, tetapi hanya berdasarkan klinis saja, sampai 42 % dari pasien yang tiba di ruang pemulihan tidak mendapatkan antagonis adekuat. Selain monitoring, penggunaan obat pelumpuh otot non-depolarisasi yang jangka pendek dapat menurunkan komplikasi yang disebutkan sebelumnya.(Anaesth and Mantha, 2002) Beberapa kunci dari neurostimulasi eksternal : Nerve stimulator : alat yang menggunakan tenaga batere yang dapat menghantarkan rangsangan depolarisasi melalui elektroda. Stimulasi ini berdasarkan pada intensitas dan frekuensi dari tiap impuls

27

Lebar pulse : durasi dari impuls yang dikirimkan oleh nerve stimulator terhadap individu. Berkisar dari <0,5msec3 dan 0,1 msec untuk mendapatkan letupan saraf pada ambang rangsang yang bisa tercapai. Lebar pulse >0,5msec berada lebih dari periode refrakter sehingga timbul potensial aksi berulang. Intensitas rangsangan : dalam bentuk mA dan berkisar 0-80mA. Treshold current : adalah impuls terendah yang dibutuhkan untuk menimbulkan depolarisasi pada serat sensitif saraf yang menimbulkan respon otot. Supramaximal current : intensitas yang diberikan sekitar 10-20% diatas impuls yang dibutuhkan untuk mendepolarisasi semua serat sarat pada serabut saraf yang dituju.(2-3 kali dari treshold current). Submaximal current : intensitas dari impuls yang menimbulkan potensial aksi dari sebagian dari serabut saraf. Keuntungan dibandingkan supramaksimal adalah kurang nyeri. Frekuensi stimulus : adalah kecepatan (Hz) dari setiap impuls diulang dalam siklus setiap detik(Hz). Gerakan kecil biasanya diulang setiap 10 detik = 0,1 Hz. Sedangkan bila stimulus tetanik biasanya berisi 50 impuls setiap detiknya = 50Hz. Untuk elektrodanya ada elektroda permukaan dimana berisi gel yang merupakan konduktor untuk transmisi dari impuls melalui kulit, biasanya untuk respon gerakan kecil <15mA. Elektroda jarum, dimana jarum subkutan yang menghantarkan impuls di sekitar saraf. Elektroda ini lebih efektif karena akan melangkahi hambatan jaringan yang biasanya <2000

28

Ohm. Kekurangannya adalah iritasi, infeksi, kerusakan saraf terutama bila posisi intraneural. Pola dari stimulasi : twitch tunggal merupakan bentuk yang paling sederhana dari neurostimulasi yang membawa impuls tunggal 0,1-0,2mdetik. Impuls tunggal ini dilakukan pada supramaximal current. Tinggi dari respon otot yang terangsang tergantung dari jumlah junction yang tidak terblok. Dengan penggunaan blok nondepolarisasi, respon motorik tidak akan hilang terhadap twitch tunggal kecuali 75-80% dari reseptor terikat, sehingga tidak akan terdeteksi pada reseptor blok yang terikat kurang dari 70%. ED 95 berarti dosis obat yang menghasilkan rata-rata 95% depresi dari twitch tunggal. Untuk train of four sendiri adalah mode stimulasi yang popular untuk pemantauan klinis dari neuromuskular junction yang pertama kali dinyatakan oleh Ali et al. Empat stimulus yang berhasil diberikan pada 2Hz( setiap 0,5 detik).(Moi et al., 2013) Pada frekuensi ini, cadangan asetilkolin yang tersedia akan segera habis dan jumlah yang dilepaskan oleh saraf akan menurun dengan setiap stimulus yang berhasil sampai ke lima atau enam. Sejumlah kecil dari neurotransmiter ini pun mampu untuk menghasilkan kontraksi normal dari otot karena rentang yang luas dari transmisi neuromuskular yang aman. Pada saat diberikan pelumpuh otot non-depolarisasi, keamanan dari rentang ini menurun sampai pada titik dimana beberapa end plate gagal untuk menghasilkan potensial aksi. Dengan peningkatan derajat blok, kedutan di train of four secara progresif menghilang, dimulai dari empat kemudian satu persatu menghilang. Rasio ketinggian dari

29

keempat respon terhadapp yang pertama dinyatakan sebagai train of four rasio. Tanpa adanya blok non-depolarisasi, rasio T4/T1 sekitar satu. Kedutan pertama akan berfungsi sebagai kontrol hanya bila telah berlalu 10 detik setelah stimulus sebelumnya. Jadi stimulus TOF seharusnya diberikan kurang dari 12 detik. Rentetan yang kurang dari empat respon atau stimulus pada rasio frekuensi rendah cenderung akan mengorbankan sensitivitas yang memudar. Frekuensi tinggi akan menghasilkan tetanus dan kelembaman otot yang mempersulit untuk diinterpretasikan. Residu dari blok neuromuskular adalah kondisi dimana pemulihan dari neuromuskular yang tidak adekuat, bisa disebut juga paralisis residual, residual kurare, residual dari blok neuromuskular. Untuk lebih objektifnya, Menurut Moi D, definisi dari train of four recovery < 0,9. (Moi et al., 2013)Bagaimanapun juga bahwa sekitar 40 % dari pasien paska operasi (yang telah dilumpuhkan) tiba di PACU dengan TOF <0,9 dan 12 % dengan TOF < 0,7. Hal ini dibandingkan dengan perkiraan di tahun 1970 dimana sekitar 45 % dari pasien tiba dengan TOF <0,7.(Anaesth and Mantha, 2002) Berdasarkan pada penelitian yang meneliti mengenai morbiditas dari residual blok, perkiraan kasar 1-3% dari pasien ini akan berkembang menjadi kejadian klinis. Hanya sedikit pasien dengan cadangan fisiologi yang terbatas dimana residu dari blok neuromuskular berkembang menjadi konsekuensi serius. Penggunaan rasio ambang 0,7 didapatkan dari beberapa penelitian yang bertujuan untuk menetapkan konsep ―pemulihan yang dapat diterima‖. Rasio ini didapatkan dari beberapa tanda klinis, pemantauan neuromuskular dan kemampuan pasien untuk

30

membuka mata lebar, batuk, mengeluarkan lidah, kapasitas vital pernafasan 15-20 ml/kg dan mempertahankan stimulasi tetanik tanpa menghilang selama 5 detik. Berdasarkan pemantauan yang lebih maju dan penelitian berkelanjutan, TOF<0,9 dianggap sebagai residual blok neuromuskular, dengan peningkatan resiko aspirasi dan disfungsi dari faring. Gangguan aliran inspirasi dan obstruksi jalan nafas parsial pada TOF <0,8. Kriteria klinis untuk mengevaluasi keadekuatan dari fungsi otot termasuk : penilaian dari kemampuan pasien untuk mengangkat kepala yang adekuat, mengatupkan rahang, kekuatan genggaman dan volume tidal. Hal tersebut merupakan prediktor yang kurang dapat dipercaya untuk pemulihan dari neuromuskular. Sebagai contoh, ada kemungkinan kemampuan untuk mengangkat kepala selama 5 detik dengan TOF <0,5.(Moi et al., 2013) Banyak dari tes-tes ini tidak spesifik untuk fungsi respirasi. Tabel 2.2. efek pelumpuh otot terhadap klinis Sensitivitas

Tidak

mampu

Spesifisitas

Nilai

Nilai

prediksi

prediksi

positif

negatif

mengangkat 0,19

0,88

0,51

0,64

Tidak mampu mempertahankan 0,18

0,89

0,51

0,63

kepala selama 5 detik

genggaman tangan selama 5 detik

31

Pemantauan dari Train of four neuromuskular secara umum dilakukan dengan penilaian subjektif baik train of four simpel atau train of four rasio. Evaluasi dari taktil (pergerakan dari jempol pasien melawan jari pengamat) lebih akurat daripada penilaian visual. Double burst stimulation (DBS) adalah cara lain untuk pemantauan neuromuskular tetapi juga diukur secara subjektif. DBS dapat mendeteksi sampai dengan 0,6, yang berarti cukup signifikan tetapi tidak menghilangkan insiden dan derajat dari residual blok neuromuskular.(Srivastava and Hunter, 2009) Penilaian objektif dari pemantauan neuromuskular, dilakukan melalui penilaian kuantitatif dari kekuatan kontraksi otot perifer (seperti adduktor polisis di jempol) sebagai respon terhadap rangsangan saraf (seperti saraf ulna di pergelangan) yang dihasilkan dari dua elektroda perangsang. Tiap teknik penilaian mengukur kekuatan dari kontraksi baik secara langsung ataupun suatu faktor yang proporsional dengan kekuatan.(Moi et al., 2013) Gambar 2.7. Lokasi pengukuran kekuatan motorik

32

Penempatan dari elektroda juga aspek penting untuk mendapatkan pemantauan neuromuskular yang sukses dan akurat. Elektroda seharusnya ditempatkan pada jalur dari saraf tepi. Elektroda negatif (hitam) adalah elektroda yang aktif memberikan stimulus, dan stimulasi yang paling efektif didapat bila elektroda diletakkan dekat dengan terminal otot. Elektroda positif (merah) diletakkan 2 cm lebih proximal. Lokasi harus bersih, kering, dan dicukur. Untuk prakteknya, selalu dipertimbangkan untuk memberikan agen reversal, kecuali ada alat untuk pemantauan dari neuromuskular objektif dengan nilai TOF >0,9 (berikan neostigmine untuk memulihkan pasien dan menurunkan aktivitas otot jalan nafas atas dan volume tidal). Terdapat beberapa variasi waktu onset dan durasi dari neostigmin. Pada pemberian setelah TOFC dua, rata-rata reversal yang adekuat adalah 15 menit, dengan beberapa pasien masih memperlihatkan residual blok neuromuskular (TOF<0,9) setelah 30 menit. Pemulihan yang spontan dan adekuat sebelum diberikan reversal. Ketika menggunakan teknik anestesi yang tidak berpotensiasi dengan blok neuromuskular seperti TIVA, minimum TOFC 2 harus tercapai. Ketika menggunakan teknik anestesi yang berpotensiasi dengan blok neuromuskular seperti inhalasi volatil, TOFC 4 harus tercapai. Hal ini untuk meyakinkan antagonis yang adekuat dengan agen reversal dari kedalaman tambahan dari blok neuromuskular.

33

Tabel 2.3 Pengukuran TOF terhadap efek pelumpuh otot Train of four count

% blok neuromuskular di otot

4

0-75%

3

75%

2

80%

1

90%

0

100%

Beberapa saran untuk reversal neuromuskular pada praktek klinis : Reversal dengan pemantauan neuromuskular subjektif : 

TOFC 1 atau 0 = tunda reversal



TOFC 2 atau 3 = berikan reversal



TOFC 4 dengan pudar = berikan reversal



TOFC 4 atau tanpa pemudaran = berikan reversal, pertimbangkan dosis rendah neostigmin (20µg/kg)



TOFC 4 dan >0,9 = reversal ditahan

Reversal dengan pemantauan neuromuskular objektif : 

TOFC 0 atau 1 = tunda reversal



TOFC 2 atau 3 = berikan reversal



TOFC 4 atau <0,4 = berikan reversal

34



TOFC 4 dengan 0,4-0,9 = berikan reversal, pertimbangkan dosis rendah neostigmine



TOFC 4 dan > 0,9 = tahan reversal.

Panduan reversal dengan pemantauan neuromuskular klinis : 

Hanya dipertimbangkan reversal ketika aktivitas spontan dari otot didapatkan



Ingat bahwa tes klinis dari reversal adekuat tidak dapat diandalkan sebagai indikator blok neuromuskular.

Dalam penggunaan blok neuromuskular, hal yang harus diingat bahwa : penggunaan dari blok tersebut sesuai indikasi, dosis tinggi dari blok neuromuskular (3-4 ED95) digunakan untuk memodifikasi dari induksi sekuel cepat, akan memperpanjang durasinya (50-300%) dari blok dibandingkan dengan dosis normal (1-2 ED95), penggunaan blok neuromuskular kerja panjang (seperti pankuronium) dikaitkan dengan resiko tiga kali lipat lebih tinggi dengan TOF <0,7 sehingga lebih dipilih kerja intermediate (rocuronium dan vecuronium), maintenans rutin dari paralisis dalam intraoperasi (TOFC 0 dan PTC 05)dikaitkan dengan residual blok neuromuskular. Perhatian khusus penggunaan dari blok neuromuskular harus hati-hati dengan pasien resiko tinggi : pasien dengan penyakit neuromuskular, penyakit respirasi, sleep apnea, orang tua dan obese. 2.6. EARLY RECOVERY AFTER SURGERY (ERAS) Early Recovery After Surgery (ERAS) atau waktu pulih yang lebih awal setelah pembedahan. ERAS awalnya dikenalkan oleh Profesor Henrik Kehlet pada tahun 1990 atau

35

disebut juga fast tract program, menjadi suatu fokus penting dari manajemen perioperatif. Program ini menunjukkan penurunan dari komplikasi dan lama tinggal di rumah sakit, perbaikan dari fungsi kardiopulmonal, pemulihan fungsi pencernaan lebih awal dan segera kembali ke aktivitas normal. Sebenarnya prinsip dari ERAS itu mencakup konseling preoperatif, nutrisi preoperatif, menghindari puasa preoperatif, dan pemberian karbohidrat sampai dengan 2 jam preoperasi, penggunaan regimen analgesia (epidural dan non opioid, kombinasi NSAID dan opioid oral bila perlu), mobilisasi lebih awal.(Melnyk et al., 2011) Protokol dari ERAS tersebut memfokuskan pada mengurangi preparasi dari saluran cerna, jadwal

pemberian makan yang terstandarisasi, regimen analgesia

terstandarisasi. Gambar 2.8. Protokol ERAS         

⁃ konseling sebelum tindakan ⁃ loading cairan dan karbohidrat ⁃ puasa yang tidak memanjang ⁃ selektif / tanpa bowel preparation ⁃ antibiotik profilaksis ⁃ tromboprofilaksis ⁃ tanpa premedikasi

Epidural analgesia Tanpa selang nasogastric Pencegahan mual muntah Menghindari kelebihan cairan dan garam Melepas kateter lebih awal Nutrisi oral lebih awal Analgesia non opioid Mobilisasi lebih awal Stimulasi dari saluran cerna

Paska op

Pre-op Intra op

Agen anestesi kerja singkat Epidural anestesi/analgesia Tanpa drain Hindari kelebihan cairan dan garam Menjaga normotermia (penghangat badan/infus)

yang

36

Dari target ERAS tersebut yang bisa kita ambil untuk tindakan penelitian ini adalah : -

Tanpa premedikasi

-

Agen anestesi kerja singkat, bila memungkinkan menggunakan epidural

-

Menghindari kelebihan cairan dan garam

-

Menjaga normotermia

-

Pencegahan mual muntah

-

Mobilisasi lebih awal.

ERAS sendiri sebenarnya merupakan suatu protokol yang melibatkan multidisiplin dan bantuan dari lingkungan sehingga diperlukan suatu tim yang terintegrasi seperti : admisi, gizi, perawat, fisioterapi, pekerja sosial, terapis dan dokter. Tetapi dalam penelitian ini, kita mencoba memulai dari ruang operasi yaitu dengan menggunakan poin-poin yang bisa diterapkan di ruang operasi. 2.7

ISOCAPNIC Isocapnic = kadar karbondioksida di dalam darah dalam batas normal (35-45).

Dalam rangka untuk mendapatkan waktu pulih sadar yang lebih cepat setelah anestesi umum, beberapa cara telah dilakukan, salah satunya adalah dengan menjaga kadar karbondioksida di dalam darah dalam batas normal. Manusia akan terangsang pusat nafasnya untuk berusaha bernafas apabila kadar karbondioksida dalam darah meningkat, sehingga dilakukan penelitian oleh Katznelson R et.al dengan menjaga durante operasi dalam kondisi isocapnic, dan didapatkan bahwa waktu pulih sadar pada kondisi isocapnic

37

lebih cepat dibandingkan pada hipocapnik. Umumnya, secara tidak disengaja, anestesi cenderung untuk melakukan hipokapnik yang berdampak pada hilang atau berkurangnya rangsangan untuk bernafas pada pasien yang memperlambat waktu pulih sadar setelah anestesi.(Katznelson et al., 2008) 2.8

PEMULIHAN Setelah selesai anestesi dan ekstubasi, pasien akan dievaluasi secara berkala dalam

rangka untuk memastikan pasien layak untuk dipindahkan ke ruang pemulihan, ke ruang perawatan atau dipulangkan. Menurut Marshall dan Chung, proses pemulihan dibagi menjadi 3 fase : 

Pemulihan awal : mulai dari penghentian anestesi sampai pasien refleks dan fungsi motorik pasien pulih. Biasanya hal ini terjadi pada ruang PACU (post anesthesia care unit).



Fase 2 pemulihan : keputusan krusial dibuat saat memindahkan pasien ke ruang perawatan.



Fase 3 pemulihan : biasa berlanjut di rumah dan melibatkan pemulihan fisik sepenuhnya termasuk psikologi dan kembali ke aktivitas normal.

Sampai dengan saat ini di RSUP Sanglah, Denpasar menggunakan Aldrete’s score untuk menyatakan kelayakan pasien untuk dipindahkan ke ruang perawatan. Pada tahun 1995 ditemukan Modified Aldrete score untuk menilai kelayakan pasien untuk dipindahkan. Selain itu pada tahun 1990an juga dibuat White‘s fast tract criteria untuk penilaian diatas.

38

Tabel 2.4 Modified Aldrete Score Skor Respirasi Mampu untuk menarik nafas dalam dan batuk

2

Nafas dangkal atau dyspnea

1

Apnea

0

O2 saturasi Terjaga >92% pada udara ruangan

2

Membutuhkan inhalasi O2 untuk menjaga O2 saturasi >92 %

1

O2 saturasi > 90 % walaupun dengan bantuan oksigen

0

Kesadaran Sadar penuh

2

Bangun saat dipanggil

1

Tidak berespon

0

Sirkulasi BP ± 20 mmHg preoperasi

2

BP ± 20-50 mmHg preoperasi

1

BP ± 50 mmHg preoperasi

0

Aktivitas Dapat menggerakkan ke empat ekstremitas

2

Dapat menggerakkan dua ekstremitas

1

Tidak dapat menggerakkan ekstremitas

0

Total

10

39

Tabel 2.5 White’s Fast Tract Criteria Skor Level kesadaran Sadar dan orientasi baik

2

Terbangun dengan stimulasi minimal

1

Hanya respon terhadap stimulasi taktil

0

Aktivitas fisik Dapat menggerakkan semua ekstremitas sesuai perintah

2

Sedikit kelemahan pada pergerakkan ekstremitas

1

Tidak dapat menggerakkan semua ekstremitas sesuai keinginan

0

Stabilitas hemodinamik BP <15% nilai MAP basal

2

BP 15-30% dari MAP basal

1

BP > 30% dibawah MAP basal

0

Kestabilan respirasi Dapat menarik nafas dalam

2

Takipnea dengan batuk yang baik

1

Dispena dengan batuk lemah

0

Status saturasi oksigen Terjaga >90% pada udara kamar

2

Membutuhkan oksigen tambahan (nasal)

1

Saturasi oksigen <90% dengan tambahan oksigen

0

Penilaian nyeri paska operasi Tidak ada atau rasa tidak nyaman minimal

2

Nyeri sedang sampai berat dikontrol dengan analgesia intravena

1

Nyeri hebat yang menetap

0

Gejala emesis paska operasi

40

Mual ringan atau tidak ada

2

Muntah sementara

1

Mual muntah yang menetap sedang sampai berat

0

Total

14

Related Documents