6454_diabetes Mellitus.docx

  • Uploaded by: dhila rahmah
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 6454_diabetes Mellitus.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,947
  • Pages: 14
DIABETES MELLITUS 1. DEFINISI Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

2. KLASIFIKASI DM Tipe 1

Destruksi sel beta pancreas sehingga terjadi defisisensi insulin absolut :

DM Tipe 2



Autoimun



Idiopatik

Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin..

DM Tipe lain

DM Gestasional



Defek genetic fungsi sel beta



Defek genetic kerja insulin



Penyakit eksokrin pancreas



Endokrinopati



Karena obat atau zat kimia



Infeksi



Imunologi



Sindrom genetic lain yang berhubungan dengan DM

Tipe diabetes yang terdiagnosa selama masa kehamilan.

3. PATOFISISOLOGI a

DM Tipe 1 Pada DM tipe I ( DM tergantung insulin (IDDM), sebelumnya disebut diabetes juvenilis), terdapat kekurangan insulin absolut sehingga pasien membutuhkan suplai insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan oleh lesi pada sel beta pankreas karena mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi virus. DM tipe I terjadi lebih sering pada pembawa antigen HLA tertentu (HLADR3 dan HLA-DR4), hal ini terdapat disposisi genetik. Diabetes mellitus tipe 1,

diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onsetdiabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat defek sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhan spankreas. IDDM dapat diderita oleh anakanak maupun orang dewasa, namun lebih sering didapat pada anak – anak. b

DM Tipe 2 Pada DM tipe II (DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM), sebelumnya disebut dengan DM tipe dewasa) hingga saat ini merupakan diabetes yang paling sering terjadi. Pada tipe ini, disposisi genetik juga berperan penting. Namun terdapat defisiensi insulin relatif; pasien tidak mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar. Pelepasan insulin dapat normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target memiliki sensitifitas yang berkurang terhadap insulin. Sebagian besar pasien DM tipe II memiliki berat badan berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak, dan aktifitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan konsentrasi asam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi resistensi insulin yang memaksa untuk meningkatan pelepasan insulin. Akibat regulasi menurun pada reseptor, resistensi insulin semakin meningkat. Obesitas merupakan pemicu yang penting, namun bukan merupakan penyebab tunggal diabetes tipe II. Penyebab yang lebih penting adalah adanya disposisi genetic yang menurunkan sensitifitas insulin. Sering kali, pelepasan insulin selalu tidak pernah normal. Beberapa gen telah diidentifikasi sebagai gen yang menigkatkan terjadinya obesitas dan DM tipe II. Diantara beberapa factor, kelaian genetik pada protein yang memisahkan rangkaian dimitokondria membatasi penggunaan substrat. Jika terdapat disposisi genetik yang kuat, diabetes tipe II dapat terjadi pada usia muda. Penurunan sensitifitas insulin terutama mempengaruhi efek insulin pada metabolisme glukosa, sedangkan pengaruhnya pada metabolisme lemak dan protein dapat dipertahankan dengan baik. Jadi, diabetes tipe II cenderung

menyebabkan

metabolisme lemak. c

DM Tipe lain

hiperglikemia

berat

tanpa

disertai

gangguan

Defisiensi insulin relative juga dapat disebabkan oleh kelainan yang sangat jarang pada biosintesis insulin, reseptor insulin atau transmisi intrasel. Bahkan tanpa ada disposisi genetic, diabetes dapat terjadi pada perjalanan penyakit lain, seperti pancreatitis dengan kerusakan sel beta atau karena kerusakan toksik di sel beta. Diabetes mellitus ditingkatkan oleh peningkatan pelepasan hormone antagonis, diantaranya, somatotropin (pada akromegali), glukokortikoid (pada penyakit Cushing atau stress), epinefrin (pada stress), progestogen dan kariomamotropin (pada kehamilan), ACTH, hormone tiroid dan glucagon. Infeksi yang berat meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah disebutkan di atas sehingga meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah disebutkan diatas sehingga meningkatkan manifestasi diabetes mellitus. Somatostatinoma dapat menyebabkan diabetes karena somatostatin yang diekskresikan akan menghambat pelepasan insulin. 4. DIAGNOSIS Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini: 

Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.



Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara: 1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM 2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik. 3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus. Apa bila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke

dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Keterangan: 1. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 –199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L). 2. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6– 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140mg/dL. Tabel 3. Kriteria diagnosis DM

Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau tanda diabetes melitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasikan mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko diabetes melitus. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasilpemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitive. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan Diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa darah puasa terganggu(GDPT), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementaramenuju diabetes melitus. Kedua keadaan

tersebut merupakan faktor risiko untukterjadinya diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan testoleransi glukosa oral (TTGO) standar (Sudoyo,Ari W, 2006). Tabel 4. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan diagnosis diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006.

Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk menentukan diagnosis diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa terganggu. Berikut adalah langkah-langkah penegakkan diagnosis diabetes melitus, TGT, dan GDPT.

4. TERAPI Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apa bila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. a. Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup danperilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi

aktif

pasien,

keluarga

dan

masyarakat.

Tim

kesehatan

mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus. b. Terapi nutrisi

Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. -

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :

Karbohidrat



Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.



Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan



Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.



Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain



Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.



Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)



Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Lemak



Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.



Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori



Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.



Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh

(whole milk).  Protein

Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari. 

Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.



Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe.



Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/Kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.

Natrium



Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.



Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.



Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit

Serat



Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.

 -

Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.

Kebutuhan kalori Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang

diabetes.

memperhitungkankebutuhan

Di

antaranya

kalori

basal

yang

adalah besarnya

dengan 25-30

kalori/kgBB ideal,ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll. Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks

yangdimodifikasi adalah sbb:

Massa Tubuh (IMT).

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi :

IMT = BB(kg)/ TB(m2)



Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.



BB Normal : BB ideal ± 10 %



BB Kurang

< 18,5



Kurus : < BBI - 10 %



BB Normal

18,5-22,9



Gemuk : > BBI + 10 %



BB Lebih

≥ 23,0

Klasifikasi IMT

Keterangan: o Dengan risiko 23,0-24,9 o Obes I 25,0-29,9 o Obes II > 30 Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain : 1. Jenis Kelamin Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB. 2. Umur Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun. 3. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik. Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat. 4. Berat Badan Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat kegemukan.Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori

yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 12001600 kkal perhari untuk pria. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yangmengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya. c. Latihan jasmani

Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit,sifatnya sesuai CRIPE (Continuous, Rhithmical, Interval, Progressive training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85 % denyut nadi maksimal (220/umur), disesuaikandengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan selama 20 menit dan olahraga berat misalnya joging. d. Terapi farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat).Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. 1. Obat hipoglikemik oral Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5golongan: A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):sulfonilurea dan glinid B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformindan tiazolidindion C. Penghambat glukoneogenesis (metformin) D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambatglukosidase alfa. E. DPP-IV inhibitor

A. Pemicu Sekresi Insulin

1. Sulfonilurea Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkansekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang. 2. Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan di ekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.

B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin Tiazolidindion Tiazolidindion

(pioglitazon)

berikatan

pada

PeroxisomeProliferator

Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa diperifer.Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala. C. Penghambat glukoneogenesis Metformin Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.

Terutama

dipakai

pada

penyandang

diabetes

gemuk.

Metformin

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut. D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose) Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa diusus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens. E. DPP-IV inhibitor Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian,secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidylpeptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)amide yang tidak aktif. Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP4(penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atau analognya (analog incretin=GLP-1 agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor,mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glukagon.

2. Suntikan A. Insulin Insulin diperlukan pada keadaan: • Penurunan berat badan yang cepat • Hiperglikemia berat yang disertai ketosis • Ketoasidosis diabetik • Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik • Hiperglikemia dengan asidosis laktat • Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal • Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke) • Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan • Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat • Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO e. Jenis dan lama kerja insulin Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni: • Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) • Insulin kerja pendek (short acting insulin) • Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin) • Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Efek samping terapi insulin • Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia. •Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin. B. Agonis GLP-1 Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatanberat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan

binatang,

obat

ini

terbukti

memperbaiki

cadangan

sel

betapankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah. (PERKENI,2011) 3. Terapi Kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa

darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixedcombination dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin.

More Documents from "dhila rahmah"

Trigger Thumb.pptx
December 2019 20
4556_sefalosporin(1).pptx
December 2019 31
6454_diabetes Mellitus.docx
December 2019 22
551-1645-1-pb.pdf
October 2019 24