6. Bab I,ii,iii,iv&v.docx

  • Uploaded by: suryaningsih.inchi
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 6. Bab I,ii,iii,iv&v.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 13,162
  • Pages: 65
1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1

Latar Belakang Sastra merupakan ekspresi kegelisahan pikiran dan perasaan manusia,

indifidu

pengarang

yang

mengungkapkan

perikehidupan

masyarakat

di

sekelilingnya, memantulkan potret zamannya dan menegaskan harapan-harapan, visi, obsesi bahkan kecemasan tentang masa depan kehidupan masyrakat. Sastra seperti halnya bahasa merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan kreativitas manusia. Berangkat dari penjelasan tersebut (Sumardjo, 1997:3) menyimpulkan bahwa sastra adalah ungakapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Dalam kaintanya dengan berbagai perspektif tentang sastra, pada umunya orang sepakat bahwa sastra dipahami sebagai satu bentuk kegiatan manusia yang tergolong pada karya seni yang menggunakan bahasa sebagai bahan (Jobrohim (2012:14).

1

2

Perkembangan novel dari tahun-ketahun dari segi bentuk dan isi cerita yang menarik dan beraneka ragam, pada perkembangan berikutnya hakekat novel di ungkapkan oleh beberapa pengamat sastra antara lain sebagia berikut: 1.

Novel adalah cerita dalam bentuk prosa yang agak panjang dan meninjau kehidupan sehari-hari (insiklopedi Americana).

2.

Novel adalah suatu cerita dengan suatu alur yang cukup panjang mengisih satu buku atau lebih yang menggarap kehidupan manusia yang bersifat iamajnatif (the advanced of Current engglisht 1960:853).

3.

Novel adalah cerita dalam bentuk prosa yang cukup panjang, panjangnya tidak kurang dari 50.000 kata. Mengenai jumlah kata dalam novel adalah relative. Dari defenisi-defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya

novel adalah cerita, karena fungsi novel adalah bercerita. Aspek terpenting novel adalah penyampain cerita Priyanti (2010:124-125). Konflik sebagai bagian dari alur (subunsur intrinsik) merupakan kejadian yang penting dan merupakan unsur yang esensial dalam pengembangan alur cerita, baik roman, novel, maupun cerpen. Konflik dalam novel atau jenis prosa rekaan lainnya dihadirkan sebagai kejadian yang tidak menyenangkan yang dialami oleh seorang tokoh cerita, yang jika tokoh itu mempunyai kebebasan memilih, dia atau mereka tidak akan memilih hal tersebut akan menimpa dirinya, Meredith dan Fitzgerald (dalam Nurgiantoro, 2010: 122). Meskipun konflik dalam sebuah prosa rekaan adalah tetap saja bersifat imajinatif pengarang, tetapi hampir

3

semua yang ada itu adalah suatu realisasi dari kehidupan nyata baik kejadian yang pernah terjadi ataupun kejadian yang mungkin akan terjadi. Sebagai bagian dari alur, konflik memegang peranan sentral sebagai pencipta kekisruhan tokoh dalam cerita. Konflik akan selalu menjadi bayangbayang perjalanan hidup tokoh dan liku yang harus dilewati tokoh dalam cerita. Konflik sebaiknya dibuat serumit dan semenarik mungkin oleh penulis agar pembaca tidak mudah menebak akhir dari cerita. Semakin rumit dan menarik konflik yang dibuat pengarang, maka akan semakin menstimulus rasa penasaran pembaca terhadap akhir dari cerita itu. Wujud eksistensi dan sikap antusias masyarakat Indonesia terhadap kesastraan dapat kita lihat dalam bentuk hasil karya sastra yang mereka ciptakan. Dewasa ini banyak sastrawan baru bermunculan dengan karya-karya yang menganggumkan, cerita-cerita yang unik, memukau dan inspiratif. Zen RS misalnya salah satu sastrawan yang perlu diberikan apresiasi dimana karya sastra (Novel) yang dihasilkan mengangkat kembali sejarah peristiwa berdarah di Ambon tahun 1980-an akibat dari perselihan agama (Islam-Kristen) yang mengakibatkan pertumpahan darah, korban-korban berjatuhan, pembantain, dan perilaku yang tidak manusiawi, yang mengancam keutuhan NKRI sebagai bangsa yang merdeka dengan isu permordial keagamaan. Zen Rachmat Sugito yang berlatar belakang kuliah di Fakultas Ilmu Keolahragaan, sejak kecil dia mulai belajar menulis namun tidak mendalaminya karena hasrat dan mimpinya menjadi seorang pemain sepakbola. Namun takdir berkata lain berkat ketekunan dalam menulis dan keterlibatanya dalam dunia

4

pegiat pers mahasiswa, dunia kepenulisan akhirnya menjadi pekerjaan utamnya. Dari mulai menulis resensi buku atau film, lalu esai, feature-feature jurnalistik, sembari menjadi editor paruh waktu dibeberapa penerbit. Ini merupakan debut novel baginya, sebelumnya pernah menerbitkan himpuna prosa yang berjudul “Hujan Deras Dan Jalanan Mulai Tergenang”. Beberapa tulisanya diterbitkan dalam berbagai media cetak dan situs-situs online seperti detik.com atau yahoo! Indonesia. Selain tetap menulis esai dan cerita pendek, penulis ikut mendirikan mengampu sebagai chef editor di pandit football Indonesia sebuah lembaga riset dan analisis sepak bola yang berbasis di bandung. Salah satu novel yang diterbitkan adalah Jalan Lain Ke Tulehu. Novel yang alur ceritanya tidak terlepas dari latar belakang pengarang sebagai pencinta sepak bola, yang menempatkan sepak bola salah satu sentrum penuntun menemukan jalan penyelesaian masalah. Novel “Jalan Lain Ke Tulehu” karya Zen RS menceritakan tentang kisah perjalanan seorang jurnalis Gentur yang terjebak dalam situasi pelik, tidak hanya menyaksikan korban-korban berjatuhan tetapi juga beberapa kali terjebak dalam situasi konflik yang membahayakan nyawanya. Melalui berbagai ketegangan akhinya sampailah gentur di desa Tulehu sebuah desa muslim yang terkenal denga kampung sepakbola.

Persahabatanya dengan said seorang mantan pemain

sepakbola yang gagal, mengantarkanya berpetualang yang berbahaya dan arus pikiran yang dinamis dan kadang menyakitkan. Di titik inilah sepak bola menjadi lorong waktu yang menuntun Guntur menemukan jalan penyelesaian atas semua trauma yang mengeram di kepalanya, tidak hanya itu puisi, musik, dan politik

5

ingatan sebagai elemen penting yang meneyelamatkan Gentur dari keganasan sebuah laskar rahasia yang hebdak mengeksekusinya. Sebagaia salah satu novel yang alur ceritanya didominasi oleh konflik dan dilatarbelakangi oleh sejarah peristiwa berdarah di ambon tahun 1980-an yaitu perselisihan/perseteruan

(Islam-Kristen)

yang

mengakibatkan

konflik

berkepanjangan. Olehnya itu, kiranya konflik dalam novel jalan lain ke tulehu karya Zen RS menarik untuk diteliti. Maka yang menjadi judul dalam penelitian ini adalah Konflik Dalam Novel “Jalan Lain Ke Tulehu” karya Zen RS. Materi sastra pada jenjang pendidikan sekolah menengah diharapkan dapat meningkatkan minat dan apresiasi siswa terhadap bergam karya sastra seperti puisi, prosa fiksi (novel) dan drama. Pembelajaran novel berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pembelajaran novel di SMA

kelas XI

semester satu memuat kompetensi dasar menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia atau terjemahan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penelitian ini layak digunakan sebagai bahan ajar di sekolah khususnya di SMA kelas XI karena dengan mempelajari konflik dalam Novel, siswa telah menganalisis unsur-unsur intrisik novel serta merupakan bentuk apresiasi terhadap karya sastra. 1.1.2

Rumusan Masalah Berdasrakan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini

adalah bagaimanakah konflik dalam Novel Jalan Lain Ke Tulehu Karya Zen RS.

6

1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1

Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk untuk mendeskripsikan konflik Novel Jalan

Lain Ke Tulehu Karya Zen RS. 1.2.2

Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah:

2

Manfaat Teoritis, dapat memberikan kontribusi bagi kesusastraan Indonesia khususnya pengkajian konflik dalam novel.

3

Manfaat Praktis, dapat memperluas pengetahuan penikmat sastra terhadap konflik-konflik dalam sebuah novel dan menjadi bahan referensi yang relevan bagi penelitian sastra selanjutnya.

1.3 Batasan Operasional Untuk menghindari kesalahan penafsiran, maka perlu adan ya batasan operasional untuk memperjelas maksud dari penulis. 1. Konflik yang dianalisis dalam penelitian ini berupa konflik eksternal dan konflik internal. 2. Konflik Eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang berada di luar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam atau mungkin dengan tokoh lain. Dengan demikian konflik eksternal dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu konflik fisik dan konflik sosial, Jones Konflik fisik biasa juga disebut konflik alam. Konflik sosial biasa juga disebut konflik antar tokoh.

7

3. Konflik Internal berupa konflik batin yaitu konflik yang dialami oleh seseorang

dalam hati, jiwa seorang tokoh cerita yang merupakan

permasalahan yang terjadi akibat adanya pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda, harapan dan masalah. (Nurgiyantoro, 2010: 124),

8

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sastra Pemberian defenisi dan batasan tentang sastrasampai saat ini masi menjadi sesuatu hal yang sulit. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa hampir semua buku atau penelitian yang mempermasalahkan sastra dan ilmu sastra sealalu memulia tulisanya dengan pertanyaan apakah sastra itu! Selanjutnya disusul dengan batasan-batasan yang mendekati tolak ukurnya. Misalnnya: Chamamah Soeratno (dalam Nyoman.2012:2) mengatakan bahwa memberikan defenisi sastra sangatlah rumit. Kerumitan itu disebabkan oleh kehadiran istila sastra sebagai intensitas yang memungkinkan untuk ditafsirkan dalam beragam makna dari sudut pandang yang beranekaragam pula. Selanjutnya Chamamah soeratno menjelaskan bahwa sastra adalah sebuah system yang terangkat dari sebuah produk yang oleh masyrakat tertentu menamakanya sebagai sastra. Hal yang berbeda di ungkapka oleh Culler (Nyoman Y. 2013:3) bahwa mendefenisikan sastra dilihat dari karakteristik sastra. Ada beberapa alasan mengapa batasan tentang sastra sulit untuk dibuat yaitu sastra bukan ilmu, sastra adalah seni. Sebuah batasan sastra sulit untuk

8

9

menjangkau hakekat dari sebuah jenis bentuk sastra. Sebuah batasan tentang sastra biasanya tidak hanya berhenti pada membuat deskripsi, tetapi juga suatu usah penilaian. Inilah sebabnya batasan selalu mengacu kepada “apa yang disebut karya sastra yang baik” untuk suatu zaman dan suatu tempat. Dengan demikian batasan sastra yang baik bagi kaum romantic punjaga baru belum tentu baik buat kaum ekspresionik dari angkatan 45. (Sumardjo, 1997:1). Meskipun tidak mungkin membuat batasan sastra yang memuaskan, tetap bermunculan pula batasan-batasan sastra. Misalnya ada yang menyatakan bahwa sastra adalah seni bahasa. Sastra adalah ungkapan spontan dari perasaan yang mendalam. Sastra adalah ekspresi pikiran dalam bahasa, sedang yang dimaksud “pikiran” di sini adalah pandangan, ide-ide, perasaan, pemikiran dan semua kegiatan mental manusia. Batasan lain mengatakan bahwa sastra adalah inspirasi kehidupan yang dimateriakan dalam sebuah bentuk keindahan. Sastra juga adalah semua buku yang memuat perasaan kemanusiaan yang mendalam dan kebenaran moral dengan kesentuhan kesucian, keleluasan pandangan dan bentuk yang mempesona. Berangkat dari penjelasan tersebut (Sumardjo, 1997:3) menyimpulkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.

Hal berbeda

diungkapkan Wellek bahwa sastra sebaiknya dibatasi sebagia seni sastra yang bersifat imajinatif, sastra imjinatif. Meskipun bersifat imajinatif namun berangkat dari kenyataan hidup secara objektif, berangkat dari fenomena kehidupan

10

nyatayang dapat dihyati, dirasakan dan dimengerti. Meskipun menggunakan dari bahan-bahan kenyataan objektif (Realitas hidup di masyarakat) kenyataan imajinatif dalam karya sastra tidak identik lagi dengan kenyataan objektif tadi Zulfahnur (dalam Rafiek 2013:11). Dalam kaintanya dengan berbagai perspektif tentang sastra, pada umunya orang sepakat bahwa sastra dipahami sebagai satu bentuk kegiatan manusia yang tergolong pada karya seni yang menggunakan bahasa sebagai bahan (Jobrohim (2012:14). Berdasarkan pendapat para ahli sastrawan tersebut dapat disimpulkan bahwa sastra adalah karya cipta manusia melalui ungkapan pribadi berupa ekspresi pikiran imajinatif berangkat dari kenyataan hidup ojektif yang memiliki nilai keindahan (seni) dan membangkitkan pesona dengan alat bahasa 2.2 Definisi Prosa Dalam bidang sastra, prosa sering dihubungkan dengan kata fiksi. Kita sering mendengar kata prosa fiksi. Kata fiksi berarti khayalan atau bersifat khayalan. Padahal dalam kenyataan, karya sastra yang berwujud prosa diciptakan dengan bahan gabungan antara kenyataan dan khayalan. Banyak karya sastra yang justru idenya berangkat dari kenyataan. Oleh sebab itu lebih tepat digunakan istilah prosa rekaan (Siswanto, 2013: 115). Aminuddin (dalam Siswanto, 2008: 127-128) mengungkapkan bahwa Prosa rekaan adalah kisah atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan peranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil proses kreatif pengarangnya (dan kenyataan) sehingga menjalin suatu cerita. Prosa rekaan yang dimaksud oleh pengarang sebagai prosa rekaan dan

11

diterima oleh pembaca sebagai prosa rekaan dengan memperhatikan konvensi sastra, bahasa, dan budaya yang ada. Prosa fiksi atau sering disebut cerita rekaan yang memiliki beragam bentuk antar alain, roman, novel, novelette, dan cerpen. Pembagian itu antar lain berdasarkan lamanya cerita berlangsung. Dalam cerpen ceritanya berlangsung tidak lama. Novel waktu cerita berlangsung agak lama, sedangkan roman waktu ceritanya berlangsung sangat lama. Meskipun tiap-tiap jenis prosa fiksi memiliki perbedaan,

namun

masing-masing

memiliki

kesamaan,

yaitu

sama-sam

mengungkapkan kehidupan manusia dangan segalah permasalahanya dalam bentuk cerita. Priyanti (2010:123). Proses penciptaan sastra pada hakekatnya adalah proses imajinatif. Hal ini sejalan dengan pengertian prosa fiksi yakni sebuah rangkaian cerita yang diperankan sejumlah pelaku dalam urutan peristiwa tertentu dan bertumpu pada latar tertentu sebagai hasil dari imajinasi pengarang. Dengan demikian, proses penciptaan prosa fiksi adalah hasil karya imajinatif yang tertuang dalam bentuk lisan mapun bentuk tertulis. Namun demikian, tidak semua karya fiksi hasil imajinatif belakang. Ada beberapa prosa fiksi yang diangkat dari kisah nyata. Walaupun demikian, proses pengangkatan kisah nyata ini tidak terlepas dari campur tangan imajinatif pengarang Riswandi & Kusmin (2010:18-19). Dari berbagai defenisi para ahali tersebut dapat kita simpulkan bahwa prosa fiksi adalah sebuah rangkaian cerita atau kisah yang diperankan sejumlah pelaku serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu diciptakan dengan bahan gabungan antara kenyataan dan khayalan sebagai hasil kretaif dari pengarang.

12

2.3 Definisi Novel Novel merupakan bentuk prosa rekaan yang lebih pendek daripada roman. Dalam KBBI (1991: 694) novel diartikan sebagai karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Novel (Inggris: novellet) merupakan bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam perkembangannya, kemudian novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Sebutan novel dalam bahasa Inggris– dan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia – berasal dari bahasa Italia novella (yang dalam bahasa Jerman:novella). Secara harfiah novella berarti ‘sebuah barang baru yang kecil’, dan kemudian diartikan sebagai ‘cerita pendek dalam bentuk prosa Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010: 9). Robert Liddel (dalam Tarigan, 1984: 164). menurutnya secara etimologis, kata novel berasal dari bahasa latin, novellus yang diturunkan dari kata novies yang berarti baru, artinya novel ini baru muncul setelah jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi drama, dan lain-lain. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Priyanti (2010:124) novel berasal dari bahasa latin novellus. Kata novellus dibentuk dari kata novus yang berarti baru atu new dalam bahasa inggris. Dikatan baru karena bentu novel adalah bentuk karya sastra yang dating kemudian dari bentuk karya sastra lainya, yaitu puisi dan drama.

13

Perkembangan novel dari tahun-ketahun dari segi bentuk dan isi cerita yang menarik dan beraneka ragam, pada perkembangan berikutnya hakekat novel di ungkapkan oleh beberapa pengamat sastra antara lain sebagia berikut: 1. Novel adalah cerita dalam bentuk prosa yang agak panjang dan meninjau kehidupan sehari-hari (insiklopedi Americana). 2. Novel adalah suatu cerita dengan suatu alur yang cukup panjang mengisih satu buku atau lebih yang menggarap kehidupan manusia yang bersifat iamajnatif (the advanced of Current engglisht 1960:853). 3. Novel adalah cerita dalam bentuk prosa yang cukup panjang, panjangnya tidak kurang dari 50.000 kata. Mengenai jumlah kata dalam novel adalah relative. Dari defenisi-defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya novel adalah cerita, karena fungsi novel adalah bercerita. Aspek terpenting novel adalah penyampain cerita Priyanti (2010:124-125). Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan para ahali tersebut maka dapat disimpulkan bahwa novel adalah karya sastra imajinatif yang mengandung rangkaian cerita kehidupan dan aspek-aspek kemanusiaan dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku yang lebih mendalam dan di sajikan dengan halus. 2.4 Konsep Konflik 2.4.1 Pengertian Konflik Konflik (conflict) yang notabene adalah kejadian yang tergolong penting merupakan unsur yang esensial dalam pengembangan plot. Pengembangan plot sebuah karya naratif akan dipengaruhi oleh wujud dan isis konflik, bangunan

14

konflik yang ditampilkan. Kemampuan pengarang untuk memilih dan membangun konflik melalui berbagai peristiwa (baik aksi maupun kejadian) akan sangat menentukan kadar kemenarikan, kadar suspense cerita yang dihasilkan (Nurgiantoro 2010:122). Menurut Wellek & wareen (dalam Nurgiantoro, 2010: 122) konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan. Hal

yang berbeda

diungkapkan oleh Meredith & Fitzgerald (dalam nurgiantoro 2010:122) bahwa konflik menyaran pada pengertian sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang terjadi atau yang dialami oeh tokoh-tokoh cerita, yang jika tokoh-tokoh itu mempunyai kebebasan untuk memilih, ia (mereka) memilih peristiwa itu menimpa dirinya. Dengan demikian konflik, dalam pandangan kehidupan yang normal-wajar dan factual, artinya buakan dalam cerita, menyaran pada konotasi yang negative, sesuatu yang tidak menyenangkan. Itulah sebabnya ornag lebih suka menghindari konflik dan menghendaki kehidupan yang tenang. Konflik dalam novel atau jenis prosa rekaan lainnya dihadirkan sebagai kejadian yang tidak menyenangkan yang dialami oleh seorang tokoh cerita, yang jika tokoh itu mempunyai kebebasan memilih, dia atau mereka tidak akan memilih hal tersebut akan menimpa dirinya, Meredith dan Fitzgerald (Dalam Nurgiantoro, 2010: 122). Konflik dari tokoh-tokoh cerita rekaan merupakan modal utama terciptanya sebuah cerita rekaan. Konflik yang timbul antar tokohtokoh hendaklah konflik yang benar-benar meyakinkan pembaca untuk suatu latar belakang kenyataan tertentu. Konflik yang dibangun dalam cerita menggambarkan

15

problem aktual masyarakat pada saat cerita itu dibangun. Problem itu dianggap sedemikian rupa oleh pengarang sehingga pertikaian dalam cerita itu mengembang berupa pennanjakan konflik yang pada akhirnya mencapai klimaks cerita. Endawarsa (2008: 60) menyatakan bahwa konflik muncul karena disebabkan oleh masalah-masalah hidup dan kehidupan yang dihadapi dan dialami manusia yang sangat luas dan amat kompleks. Permasalahan yang dialami manusia tidak sama, ada masalah-masalah kehidupan tertentu yang bersifat universal atau dialami oleh setiap orang yaitu berkaitan dengan masalah cinta, rindu, cemas, maut, religious, takut, nafsu, dan lain-lain. Bentuk konflik, sebagia bentuk kejadian, dapat pula dibedakan dalam dua kategori konflik fisik dan konflik batin, konflik eksternal dan konflik internal Stanton (dalam Nurgiantoro 2010:124) Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan para ahali tersebut maka dapat diuraikan bahwa konflik adalah peristiwa pertiakain/pertentangan internal indfidu, antara kedua pihak atau kelompok yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan pikiran dan tindakan. 2.4.2 Jenis Konflik Untuk membedakan jenis konflik yang merupaka ruang lingkup penelitian ini, mak perlu diuraikan beberapa defenisi jenis konflik. Menurut Nurgiantoro (2010 :124) konflik dibedakan menjadi dua jenis konflik fisik/eksternal dan konflik batin internal.

16

Konflik internal dan konflik eksternal yang terdapat dalm sebuah karya fiksi, dapat terdiri dari bermacam-macam wujuddan tingkatan kefungsianya. Konfli-konflik itu dapat berfungsi sebagai konflik utama atau sub-subkonflik (konflik-konflik tambahan). Tiap konflik tambahan haruslah bersifat mendukungkarenanya mungkoin dapat juga disebut sebagai konflik pendukung-dan mempertegas kehadiran dan eksistensi konflik utama, konflik sentral (central conflict), yang sendiri dapat berupa konflik internal atau konflik eksternal atau keduanya sekaligus. Konflik utama inilah yang merupakan inti plot, inti struktur cerita, dan sekaligus merupakan pusat pengembangan plot karya yang besangkutan (Nurgiantoro, 2010: 25-26). 2.4.2.1 Konflik Eksternal Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang berada di luar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam atau mungkin dengan manusia.Dengan demikian, konflik eksternal dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu konflik fisik atau alam dan konflik sosial. Jones (dalam Nurgiantoro, 2010: 124). Konflik fisik adalah konflik yang disebabkan oleh perbenturan antar tokohdengan lingkungan alam. Misalnya, konflik atau permasalahan yang dialami seorang tokoh akibat seorang banjir, tsunami atau kejadian-kejadian lain yang ditimbulkan oleh alam. Sedangkan konflik sosial adalah konflik yang disebabkan oleh kontak sosial antarmanusia. misalnya, menyangkut penipuan, perselisihan atau kasus-kasus lainya. Konflik ini bisa terjadi dalam satu tokoh dengan tokoh yang lainnya, satu tokoh dan beberapa tokoh/kelompok masyarakat dan

17

sebaliknya, maupun konflik sosial yang melibatkan dua kelompok masyarakat dengan kepentingan yang berbeda.

.

2.4.2.2 Konflik Internal (Batin) Menurut Nurgiantoro (2012: 124), konflik batin adalah konflik yang dialami oleh seseorang dalam hati, jiwa seorang tokoh cerita yang merupakan permasalahan yang terjadi akibat adanya pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda, harapan dan masalah. Jadi, konflik batin adalah pergolakan yang terjadi dalam batin manusia, membuat pertentangan antara dua pilihan sehingga dapat mempengaruhi perilaku manusia itu sendiri. Lebih lanjut Nurgiyantoro menambahkan bahwa konflik batin adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seorang tokoh. Jadi, konflik merupakan pergolakan, ketegangan, atau pertentangan dua kepentingan yang berada dalam diri tokoh itu sendiri. Jenis konflik ini hanya berkisar pada permasalahan intern manusia, misalnya menyangkut dua pilihan yang berbeda keyakinan dan tidak yakin ataupun persoalan yang lian. Dari uraian tersebut jelaslah bahwa untuk istilah konflik batin ini, arti yang dipergunakan untuk kata batin yaitu yang terdapat di dalam hati atau yang mengenai jiwa (perasaan hati). Jadi dapat disimpulkan, konflik batin adalah suatu pertarungan individu yang terjadi dalam batin manusia itu sendiri, seringkali untuk membuat sebuah keputusan dan ketetapan terjadilah pergumulan antara dua kekuatan sehingga membawa perubahan pada tingkah laku individu tersebut.

18

2.5 Kedudukan Konflik dalam Novel Prosa fiksi/rekaan adalah kisah atau cerita yang diemban oleh pelakupelaku tertentu, dengan peranan latar serta tahapan dan rangkain cerita tertentu yang bertolak dari hasil proses kreatif pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita (siswanto:115) meskipun demikian, pengarang berusah agar kisah atau cerita tersebut bias diterima oleh pembaca sebagai cerita rekaan dengan memperhatiak konfensi sastra, bahasa, dan budaya yang ada. Melalui cerita, pembaca secara tidak lansung dapat belajar merasakan dan menghayati berbagai masalah kehidupan yang sengaja ditawarkan pengarang dalam menuangkan ide dalam dirinya sendiri sebagai pengarang disamping untuk menarik minat pembaca sebagai penikmat karya tersebut. Konflik adalah

bagian sangat

penting dari alur sebuah

cerita

(Tarigan:134). Adanya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan koflik selalu melibatkan manusia (tokoh) sebagia pelaku utamanya dalam sebuah cerita, oleh karna itu dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan bagian sang penting sebagai daya tarik dalam sebuah prosa rekaan. 2.6 Unsur Intrisik Novel Unsur-unsur

pembangun

sebuah

novel

yang

kemudian

bersama

membentuk sebuah totalitas_ disamping unsur formal bahasa, masih banyak lagi macamnya. Namun, secara garis besar berbagia macam unsur tersebut secara tradisional dapat dikelompokan menjadi dua bagian, walaupun pembagian ini tidak benar-benar pilah. Pembagian unsur yang dimaksud adalah unsur intrisik dan unsur ekstrinsik. Kedua unsur inilah yang sering banyak disebut para kritikus

19

dalam rangka mengkaji dan atu membicarakan novel atau karya sastra pada ummnya Nurgiantoro (2010:23) Unsur intrisik (intrisic) adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah karya sastra hadir seabagai karya satra. Unsur intrisik

sebuah

novel

adalah

unsur-unsur

yang

(secara

langsung)

membangunsebuah cerita. Unsur-unsur yang dimaksid adalah peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, gaya bahasa dan lainlain. Di pihak lain, unsur ekstrinsik (extrinsic) adalah unsur-unsur yang berada diluar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau system organism karya sastra. Atau lebih khusus ia dapat dikatakan sebagai unsurunsur yang mempengaruhi banguna cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Walaupun demikian unsur ekstrinsik cukup berpengaruh (untuk tidak dikatakan: cukup menentukan) terhadap totalitasbangun cerita yang dihasilakam. Oleh karena itu unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting Nurgiantoro (2010: 23-24). 2.6.1 Tema Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang diciptakan Menurut siswanto (2013: 146). Hal yang berbeda diungkapkan oleh Kenny dan Stanton (dalam Nurgiantoro, 2010: 67)

bahwa tema adalah makna yang

dikandung cerita yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca.

20

Tema adalah ide/gagasan yang ingin disampaikan pengarang dalam ceritanya. Tema akan diketahui setelah seluruh unsure prosa fiksi dikaji. Dalam menerapkan unsure-unsur tersebut pada saat mengapresiasi karya prosa, seorang mengapresiasi tentu saja tidak sekedar menganalisis dan memcahnya perbagian. Tetapi setiap unsure itu harus dilihat kepaduanya dengan unsure lain. Apak unsure itu saling mendukung dan memperkuat dalam menyampaikan tema cerita, atau sebalikya (Riswandi & Kusmini 2010:55) Dengan demikian untuk menemukan tema sebuah karya fiksi, harus disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Tema, walaupun sulit untuk ditentukan secra pasti, bukanlah makna yang disembunyikan walu belum tentu juga digambarka secara eksplisit. 2.6.2 Tokoh dan Penokohan Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 2010:165) tokoh cerita adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Sejalan dengan pemikiran Siswanto (2013: 129) menjelaskan Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita. Dari kutipan tersebut juga dapat diketahui bahwa antara seorang tokoh dengan kualitas pribadinya erat berkaitan dalam penerimaan pembaca. Dalam hal ini khususnya dari pandangan olaku (nonverbal). Perbedaan tokoh yang satu dengan yang lain lebih ditentukan oleh kualitas pribadi daripada dilihat secara fisik. Nurgiyantoro (2010:165)

21

Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakuakan. Berdasarkan sudut pandang dan tinjauan seorang tokoh dapat saja dikategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan sekaligus, misalnya tokoh utama-tokoh tambahan, tokoh protagonis- antagonis, tokoh sederhana-tokoh bulat, tokoh statistokoh

berkembang dan tokoh

tipikal-tokoh netral.

Tokoh-tokoh

cerita

sebagaiaman dijelaskan, tak akan begitu saja hadir mereka memerlukan sarana yang memungkinkan kehadiranya. Jones (Nurgiyantoro 2010:165) menjelaskan penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seorang yang di tampilkan dalalm sebuah cerita. Ada juga yang mengatakan bahwa Penokohan adalah bagaimana cara sastrawan menampilkan

tokoh

Aminudin

(dalam

Siswanto

(2013:129).

Sastrawan

menggambarkan atau memunculkan tokonya dapat menempuh bergaia cara, misalnya menampilkan tokoh sebagai pelaku yang hanya hidup dalam mimpi, pelaku yang memiliki semangat perjuangan dalam mempertahankan hidupnya, pelaku yang memiliki cara yang sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya atau pelaku yang egois, kacau dan mementingkan diri sendiri, pelaku dapat berupa manusia atau makhluk lain yang diberi sifatseperti manusia Baulton (dalam Siswanto 2013:131). Masalah penokohan dalam karya tak semata-mata berhubungan dengan masalah pemilihan jenis dan perwatakan tokoh saja melainkan juga bagaiaman melukiskan kehadiranya dan penghadirannyasecara tepatsehingga mapu menciptakan dan mampu mendukung tujuan artistik karyasastrayang bersangkutan Nurgiantoro (2010:194).

22

Secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya atau lengkapnya : pelukisan sifat, sikap,watak, tingkah laku, dan berbgaia hal yang berhubungan denga tokoh. Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Seperti yang dijelaskan oleh kenny & Lewis (dalam Nurgiyantoro 2005:) Ada beberapa teknik penyajian watak tokoh diantaranya yaitu : a. Teknik Ekspositori, sering disebut juga teknik analitis yaitu pelukisan tokoh cerita dilakuakn dengan memberikan deskripsi, urain atau penjelasan secara langsung. b. Teknik Dramatik, penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik dilakukan secara tak langsung.artinya, pengarang pengarang tidak mendeskripsikan secara ekplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. c. Catatan tentangidentifikasi tokoh,

usaha dalam pengidentifikasian yang

dimaksud adalah melalui prinsip-prinsip sebagai berikit: prinsip pengulangan, prinsip pengumpulan, dan prinsip kemiripan dan pertentangan. Dari uraian tersebut kita dapat simpulan bahwa tokoh dan penokohan merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan yang satu sama lain saling berkaitan. Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita sedangkan penokohan adalah cara sastrawan menampilkan tokoh itu sendiri. misalnya peristiwa Hadirnya tokoh sebagai pelaku dalam cerita, itu diuraikan secara jelas dalam penokohan tentang karakter dan watak tokoh.

23

2.6.3 Latar Berhadapan dengan karya fiksi, pada hakekatnya kita berhadapan dengan sebuah dunia, dunia dalam kemungkinan, sebuah dunia yang sudah dilengkapai dengan dunia penghuninya dan permasalahanya. Namun tentu saja, hal itu kurang lengkap sebab tokoh dengan berbagai pengalaman hidupmya itu memerlukan ruang lingkup tempat dan waktu sebagaimana halnya kehidupan manusia dalam kehidupan nyata. Dengan kata lain fiksi sebagai sebuah dunia, disamping membutuhkan tokoh, cerita, dan plot juga perlu latar. Latar disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkup sosial tempat terjadinya peeristiwa-peristiwa yang diceritakan Abrams (dalam Nurgiyantoro 2010: 216 ). Terlepas dari pernyataan tersebut mengemukakan latar cerita adalah tempat umum, waktu kesejarahan, dan kebiasaan masyarakat dalam setiap episode atau bagian-bagian tempat Abrams (dalam siswanto 2013:135). Tahap awal karya fiksi pada umumnya berisi penyituasian, pengenalan terhadap berbagai hal yang akan diceritakan. Misalnya pengenalan tokoh, pelukisan keadaan alam, lingkungan, suasana tempat, hubungan waktu dan lainlain yang dapat menuntun pembaca secara emosional kepada situasi cerita. Tahap awal suatu karya sastra pada umumnya berupa pengenalan, pelukisan atau penunjukan latar. Namun, hal itu tak berarti bahwa pelukisan dan penunjukan latar hanya dilakukan pada tahap awal cerita, tetapi latar dapat saja berada pada berbagai tahap yang lain, pada berbagai suasana dan adegan bersifat koherensif dengan unsur-unsur struktural fiksi yang lian Nurgiyantoro (2010:217).

24

Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Kenney (dalam siswanto 2013:136) mengungkapkan cakupan latar cerita dalam cerita fiksi yang meliputi penggambaran lokasi geografis, pemandangan, perincian perlengkapan sebuah ruangan, pekerjaan atau kesibukan hari-hari para tokoh, waktu berlakunya kejadian, masa sejarahnya, musim terjadinya sebuah tahun, lingkungan agama, moral, intelektual, sosial dan emosional arah tokoh. Jadi latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasan tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca, dengan demikian merasa dipermudah dalam mengapresiasikan daya imajinasinya, disamping dimungkinkan untuk berperanserta secara kritis sehubungan dengan pengetahuan dengan latar. Dapat merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga merasa lebih akrab. Hal ini terjadi jika latar dapat mengangkatsuasana setempt, warna vokal, lengkap dengan perwatakanya dalam cerita Nurgiyanto (2010:217). Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan para ahali tersebut maka dapat disimpulkan bahwa plot adalah landasan tupmu dalam rangkain cerita dari awal sampai akhir yang meliputi tempat, hubungan waktu, dan lingkup sosial tempat terjadinya peeristiwa-peristiwa dalam cerita. 2.6.4 Alur Nurgiyantoro (2010: 110) Menjelaska bahwa alur merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tak sedikit orang yang menganggapnya sebagai yang terpenting di antara berbagai unsur fiksi yang lain. Tinjauan struktural terhadap

25

karya fiksi pun sering lebih ditekankan pada pembicaraan plot, walaupun mungkin menggunakan istilah lain. Hal berbeda diungkapkan oleh Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2010: 113) yang mengemukakan plot (alur) sebagai peristiwaperistiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa berdasarkan kaitan sebab akibat. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Forster (dalam Nurgiyantoro, 2010: 113) yang mengatakan bahwa plot adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adaya hubungan kausalitas. Alur adalah rangkain peristiwa yang satu sam lain dihubungkan dengan hukum sebab akibat. Artinya peristiwa pertama menyebabkan peristiwa kedua, peristiwa kedua menyebabkan peristiwa ketiga dan demikian selajutnya, dan pada dasarnya peristiwa terakhir ditentukan terjadinya oleh peristiwa pertama Jakob Sumardjo (1997:139). Hal ini sejalan dengan pendapat Sudjiman (dalam Siswanto, 2008: 159), alur merupakan jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu. Jalinannya dapat dihubungkan oleh hubungan temporal (waktu) dan oleh hubungan kausal (sebab akibat). Selanjutynya Jakob Sumardjo (1997:49) menjelaskan bahwa Inti sari alur adalah konflik, tetapi suatu konflik dalam cerita tidak bisa dipaparkan begitu saja harus ada dasarnya. Olehnya itu, alur sering dikupas menjadi elemen-elemen berikut:

Pengenalan,

Pemecahan soal.

Timbulnya

konflik,

Konflik

memuncak,

Klimaks,

Hal yang sama dijelaskan oleh Aminudin (dalam siswanto

2013:145) bahwa tahap-tahap peristiwa dalam suatu cerita yaitu :

26

1.

Penegenalan adalah tahap peristiwa dalam suatu cerita rekaan yang memperkenalkan tokoh atau latar cerita.

2.

Konflik adalah ketegangan atau pertentangan antara dua kepentingan atau kekuatan di dalam crita rekaan.

3.

Komplikasi adalah bagian tengah alur cerita rekaan yang mengembangkan tikaian.

4.

Klimaks adalah bagaian alur cerita yang melukiskan puncak ketegangan, terutama dipandang dari segi tanggapan emosional pembaca.

5.

Krisis adalah bagaian alur yang mengawali penyelesaiaan.

6.

Leraian adalah bagian struktur alur cerita sesudah tercapai klimaks.

7.

Selesai adalah tahap akhir suatu carita rekaan. Dalam tahap ini semua masalah dapat diuraikan, kesalapahaman dijelaskan, rahasia dibuka. Dari plot tersebut jelas bahwa kekutan sebuah cerita terdapat bagaimana

seorang pengarang membawa pembacanya mengikuti timbulnya konflik, memuncaknya konflik dan berakhirnya konflik. Plot sebuah cerita haruslah bersifat padu, Antara peristiwa yang satu dengan yang lain, antara peristiwa yang diceritakan lebih dahulu dengan yang kemudian, ada hubungan, ada sifat saling keterkaitan. Kaitan antar peristiwa hendaklah jelas, logis, dapat dikenali hubungan kewaktuannya lepas dari tempatnya dalam teks cerita yang mungkin diawal, tengah atau akhir. Plot yang memiliki sifat keutuhan dan kepaduan, tentu saja akan menghasilkan cerita yang bersifat utuh dan padu pula.

27

2.7 Pendekatan Objektif Menurut Junus (dalam siswanto, 2013: 169), pendekatan objektif adalah pendekatan dalam karya sastra yang menitikberatkan kajiannya pada karya sastra. Pembicaraan kesusastraan tidak akan ada bila tidak ada karya sastra. Hal sejalan diungkapkaan Ratna (2007: 73) bahwa pendekatan objektif merupakan pendekatan yang terpenting, sebab pendekatan apapun yang dilakukan pada dasarnya bertumpu atas karya itu sendiri. Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh, Teeuw (dalam Wahid, 2004: 80). Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan.Mula-mula diidentifikasi dan dideskripsikan, misalnya bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain.Setelah dicobajelaskan bagaimana fungsifungsi masing-masing unsur itu dalam menunjang makna keseluruhannya, dan bagaimana hubungan antar unsur itu sehingga secara bersama membentuk sebuah totalitas-kemaknaan yang padu, (Nurgiyantoro, 2010: 37). Stanton (dalam Jabrohim, 2012: 72) mendeskripsikan unsur-unsur karya sastra sebagai berikut.Unsur-unsur pembangun struktur itu terdiri atas tema, fakta cerita, dan sarana sastra. Fakta cerita itu sendiri terdiri atas alur, tokoh, dan latar sedangkan sarana sastra biasanya terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa dan

28

suasana, simbol-simbol, imaji-imaji, dan juga cara-cara pemilihan judul. Dalam karya sastra, fngsi sarana sastra adalah memadukan fakta sastra dengan tema sehingga makna karya sastra itu dapat dipahami dangan jelas. Jadi, dalam analisis stuktural (yang murni), unsur-unsur atau anasir seperti yang disebutkan yang disebutkan diatas itulah yang dikaji dan diteliti.Namun, satu hal yang pelu diperhatikan adalah, pemahaman dan pengkajian unsur stuktur harus ditopang oleh pengetahuan yang mendalam tentang pengertian, peran, fungsi, dan segala sesuatunya yang berkaitan dengan unsur itu. Dalam karya fiksi misalnya, kita tidak mungkin dapat “merebut makna” took dan penokohan tanpa kita mengetahui apa pengertian tokoh, bagaimana peran dan fungsi tokoh, bentukbentuk watak dalam segala situasi, dan sebagainya mengenai tokoh. Demikian juga mengenal alur, latar, tema dan sarana-sarana sastra yang lain. Akan tetapi, penting juga diperhatikan mengenai makna bagian-bagian atau unsur itu dalam keseluruhan, dan sebaliknya, (Jabrohim, 2012: 73). 2.8 Pembelajaran Sastra Di Sekolah Pada dasarnya, salah satu tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia bidang sastra di sekolah adalah agar peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan

karya

sastra

untuk

mengembangkan

kepribadianya

dan

memperluas wawasan kehidupan (Siswanto, 2008:170). Hal itu berhubungan dengan anggapan bahwa karya sastra merupakan perpaduan antara pengalaman dan imajinasi yang disampaikan pengarang melalui karya tersebut. Ada empat fungsi apresiasi sastra secara umum menurut saryono (2009:219),

yaitu

fungsi

eksperensial

(pengalaman),

fungsi

informatif

29

(Informasi/pengetahuan), fungsi penyadaran, dan fungsi rekreatif (hiburan). Meskipun pendidikan yang diperoleh dalam memahami, menikmati dan memanfaatkan karya sastra sifatnya masi dalam bentuk lukisan bukan pengetahuan yang sudah diformulasikan (suryono, 2009:222), namun semua itu dapat

meningkatkan

kepribadian

dan

memperluas

wawasan

kehidupan

pengapresiasinya, termasuk kepribadian dan wawasan hidup peserta didik. 2.9 Relevansi Penelitian Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah Pembelajaran sastra pada dasarnya adalah suatu proses panjang dalam rangka melatih dan meningkatkan keterampilan pengajaran sastra lebih banyak dikaitkan dengan pengalaman lingkungan siswa sesuai tingkatan jenjang usia dan pengalaman sehari-hari dan pembelajaran sastra merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kurikulum. Materi sastra pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) diharapkan dapat meningkatkan minat dan apresiasi siswa terhadap beragam karya sastra seperti puisi, drama, dan novel. Salah satu kelebihan novel sebagai pembelajaran sastra adalah memudahkan karya sastra tersebut dinikmati siswa sesuai dengan tingkat kemampuannya masing-masing secara perorangan (Rahmanto, 1993: 65). Pembelajaran novel berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pembelajaran novel di SMA kelas XI semester satu memuat kompetensi dasar menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia atau terjemahan. Pengkajian terhadap konflik dalam novel merupakan salah satu analisis unsur intristik karya sastra. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka

30

penelitian ini sangat releven dengan pembelajaran di sekolah dan penelitian ini layak digunakan sebagai bahan ajar di sekolah.

31

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN 3.1 Jenis dan Metode Penelitian Berdasarkan objek yang dikaji, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kepustakaan, yakni dengan mengumpulkan sejumlah bahan/referensi yang relevan serta mendukung penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Metode deskriptif dilakukan untuk menyajikan data secara rinci mengenai konflik Novel Jalan Lain Ke Tulehu Karya Zen RS, sebagai objek penelitian. 3.2 Data dan Sumber Data Penelitian 3.2.1 Data Penelitian Adapun yang menjadi data dalam penelitian ini adalah teks Novel Jalan Lain Ke Tulehu Karya Zen RS. 3.2.2 Sumber Data Penelitian Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data tertulis yakni Novel Jalan Lain Ke Tulehu Karya Zen RS, terbitan PT Bentang Pustaka Yogyakarta tahun 2014, memuat V Bab dengan tebal 304 halaman.

31

32

3.3 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik baca dan catat, dimana peneliti membaca teks novel, kemudian mencatat setiap konflik yang ditemukan. 3.4 Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan objektif, yaitu pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sebuah struktur yang otonom. Hal ini dikaitkan dengan konflik sebagai salah satu unsur intrinsik karya rekaan. Teknik analisis data yang dimaksudkan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Identifikai data, maksudnya memberi kode pada data yang sesuai dengan pemasalahan penelitian, yaitu yang berkaitan dengan aspek konflik. 2. Klasifikasi data, yang mengklasifikasikan data berdasarkan permasalahan penelitian. 3. Deskripsi data, yaitu pemaparan data yang telah diklasifikasikan kedalam bentuk kebahasaan. 4. Interpretasi data, yaitu penafsiran terhadap data yang telah dikelompokkan. 5. Analisis data, yaitu penelaahan dan penguraian atas data dengan menggunakan pendekatan objektif.

33

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Novel Novel “Jalan Lain Ke Tulehu” karya Zen RS merupakan cerita yang mengisahkan tentang perjalan seorang jurnalis dari Surabaya yang meliput berita ditengah konflik agama di Ambon tepatnya tahun 2000-an. Dengan tugas mengirim beberapa feature berdasarkan laporan yang diperoleh langsung dari lokasi kejadian dan dari tangan pertama. Cerita dimulai dari Keberangkatan Gentur ke Ambon dengan menaiki kapal KM “Dobonsolo”, yang disambut dengan beberapa kejadian yang menegangkan yang membahayakan nyawanya sendiri. Statusnya sebagai wartawan dan dia seorang Muslim. KM “Dobonsolo” merupakan kapal yang dikhususkan penumpang orang Kristen berangkat ke Ambon. Di dalam kapal Gentur berkuminkasi dengan beberapa penumpang kapal untuk menggali informasi terkait konflik yang terjadi di Ambon. Namun dalam komunikasi yang terjadi berujung pada identitas agama, setelah diketahui bahwa Gentur adalah Muslim maka para penumpang kapal bersekongkol untuk membunuhnya. Suatu keberuntungan bagi Gentur, diselamatkan oleh Syamsul, sebagai tentara marinir yang bertugas mengawal pengiriman obat-obatan.

33

34

Gentur untuk pertama kali menginjakan kaki di Ambon pada hari Rabu, 21 Juli 2000. Setiba di Ambon Gentur disambut oleh Frans. Di Ambon Frans membawa Gentur ke titik yang aman yaitu di tempat Relawan Beta Maluku (RBM), di sana dia berkenalan dengan rekan barunya yaitu (1) nama: Dudi (2) pekerjaan: wartawan (3) jabatan: redaktur (4) tempat kerja: harian warta Maluku dkk. Di tempat inilah para wartawan, dan relawan berkumpul. Wartawan bertugas mengumpulkan informasi di media elektronik tentang perkembangan konflik yang ada di Ambon, dan relawan bertugas sebagai tenaga bantu untuk korban kerusuhan. Banyak informasi yang didapatkan oleh Gentur saat berada di RBM, seperti pembunuhan, isu propaganda, penyerangan, informasi yang simpang siur yang menyebabkan kerusuhan makin bergerjolak. Meskipun ditengah konflik mereka sempat menulis laporan tentang Piala Eropa, yang sudah berjalan hampir dua pekan, sejak 10 Juni 2000. Namun demikian informasi yang datang silih berganti membuat Gentur kelelahan menyerap, memilah mana yang benar dan mana yang salah. Dari tanggal 21 sampai 29 Juni, untuk sementara Gentur berhasil membuat beberapa feature, yang salah satunya adalah laporan tentang eksekusi beberapa orang yang dianggap penghianat dan mata-mata. Hari-hari dilewatkan Gentur dengan kesibukan tak menentu. Kadang-kadang dia berkumpul dengan para wartawan, baik kontributor surat kabar dari Jakarta, wartawan antara maupun wartawan-wartawan lokal. Dia kadang menumpang kantor warta Maluku untuk menulis atau sekedar mempelajari laporan-laporan yang masuk. Dudi memberikannya akses cukup memadai sehingga ia bisa leluasa keluar masuk

35

kantor warta Maluku. Dan kadang kala dia sibuk membantu aktifitas RBM, baik itu mengirim bantuan makanan dan obat-obatan maupun membantu menyusun laporan harian yang akan dikirim oleh RBM ke kolega-kolega mereka di Jakarta. Memasuki hari ke tujuh Gentur berada di ambon gerak-gerik semakin sulit. Maluku dinyatakan dalam keadaan darurat sipil. Imbas dari darurat sipil ini, kota ambon memberlakukan jam malam. Siapa pun tidak boleh keluar rumah selepas pukul 22.00 sampai pukul 06.00. intesintas baku tembak semakin tinggi. Penyerang terus berlanjut, dentuman demi dentuman senjata terus terdengar, ledakan demi ledakan terus aja terjadi kelompok islam berhasil menjebol gudang senjata. Mereka menjadi cukup dominan karena punya stok senjata. Dalam keadaan genting Gentur nekat menembus jam malam untuk mengirim feature mengenai peredaran senjata di Ambon, malam itu juga naskah harus dikirim. Sialnya, listrik mati sehingga mustahil mengirim lewat faks atau email. Atas inisiatif Frans, mereka pergi menuju passo, perbatasan kota ambon. Frans mengajaknya pergi ke gereja yang punya gengset dan dan mesin faks. Akan tetapi, ditengah perjalanan, sekitar pukul 23.30 mereka dihadang oleh sekelompok orang yang menjaga jalanan yang membahayakan nyawa mereka, namun Frans berhasil mengatasi situasi itu dengan langkah yang menurutnya cerdik, tapi bagi Gentur langkah yang diambil Frans telah membawanya pada situasi mental yang sulit. Akhirnya Gentur memutuskan untuk ikut bersama Frans di Rindam Suli satu atau dua hari untuk mengambil jeda dari suasana Ambon yang degil dan mengerikan. Rindam suli sebagai kampung Kristen tepatnya kediaman Frans

36

dan keluarganya. Menjelang tengah malam dari tanggal 29 menju 30 Juni 2000, pukul 23.35 Wita pertandingan semifinal Piala Eropa antara Belanda & Italia akan dimulai. Hal ini dikejutkan dengan kedatangan orang-orang Tulehu di rumah Frans dengan tujuan untuk nonton pertandingan bola tersebut. yang kabarnya bahwa minggu lalu Tulehu dan Liang serang kampung Waai kerabat Rindam Suli merupakan kampung Kristen, yang terdapat dalam satu kecamatan yaitu kecamatan. Salahutu. yang selama ini terjalin dengan baik karena sudah ada kesepekatan antara pimpinan-pimpinan kampung agar untuk menjaga kedamian dan keharmonisan, Namun isu propaganda terus aja terjadi. Dengan kedatangan orang tulehu di Rindam Suli rentan memicu konflik, sebab kedatangan mereka diketahui oleh Jacob dan kawan-kawan. Usaha demi usaha yang dilakukan Jakob dkk untuk memicu konflik dengan alasan bahwa Tulehu dan Liang menyerang desa Waai kerabat Rindam Suli yang tujuanya untuk mengeksekusi orang-orang tulehu tersebut. Ketegangan terus berlanjut yang mengantarkan Gentur terlibat dalam pergesekan tersebut, bukan rasa ibah atau kasihan Gentur membela orang-orang Tulehu tapi dorongan hati yang dialukan dengan spontanitas. Keadaan makin ribet dan genting sedikit lagi pertumpahan darah akan terjadi, Namun berkat kepiawaian orang tua Frans akhirnya konflik dapat diredahkan, tak lama kemudian datang pihak keamanan satu kompi bersenjata lengakap untuk mengamankan orang-orang tulehu. Gentur memilih untuk ikut bersama orang-orang Tulehu karana dalam konflik agama seperti ini kawan bisa jadi lawan. Frans tidak bisa menahan karena situasi tidak memungkinkan untuk Gentur berada di Rindam Suli.

37

Hari pertama Gentur di Teluhu menyaksikan pemandangan di jalan kampung yang memisahkan tempat ibadah (Mesjid) dan rumah adat (Baileo), bocah-bocah asyik bermain bola. Menyaksikan anak-anak yang sedang asyik beramaain bola di jalanan dengan girangnya tanpa memperdulikan apapun disekitarnya, menyaksikan pemandangan yang baginya ganjil itu dan melihat keadaan masyarakat Tulehu hilir mudik soalah-olah tidak ada konflik yang melanda kampungnya membuatnya bersemangat dan rasa ingin tahunya tentang kampung Tulehu. Di Teluhu Gentur sejenak melupakan konflik yag melandanya, sebab karena dengan kondisi Teluhu yang nyaman. Selama keberadaanya di Tulehu dan dengan pertemanannya dengan Said sebagai mantan pemain sepak bola, Gentur banyak mengorek cerita tentang Tulehu, baik sejarah terbentuknya kampung tulehu, keadaan masyarakat, adat istiadat, dan bakat alami bermain sepak bola. Saat Tulehu berada pada keadaan genting, dimana semua orang tulehu telah membuat kesepakatan dan menentukan waktu penyerangan yaitu pukul 04.00 wita. Mendengar kabar penyerangan sudah ditentukan hari dan jamnya, Gentur tercengung dan menghela napas, karena menyadari ada benteng yang akhirnya jebol di Tulehu. Situasi dilema dialami oleh Said antara ukut penyerangan di waai atau di katakan sebagai penghianat dan masalah pribadi yang dihadapi yaitu anaknya Nabila yang membutuhkan biaya pengobatan Rumah Sakit. Dalam keadaan dilema mereka memutuskan untuk ke rindam suli untuk menarik uang di ATM agar Gentur dapat meinjamkan uang kepada Said. Namun ditengah perjalan semua titik jalan diblokade. Akhirnya mereka memutuskan kepantai untuk

38

sedikit melepaskan kelelahan akibat pergolakan pikiran. Gentur dan Said melampiaskan semua ketegangan dengan cara berteriak dengan kata-kata puitis. Saat mereka terbangun dari tidur akibat kelelahan, langsung menuju Tulehu, situasi Teluhu sepi dan sekali-sekali terdengan dentuman senjata. Mereka terlambat orang-orang Tulehu sudah menyerang Waai. Tak berpikir panjang Gentur memaksa Said untuk melatih anak-anak bermain sepak bola saat itu juga. Dalam latihanya Said dan Gentur memerberikan motivasi kepada anak-anak agar mereka kelak menjadi pemain sepak bola yang hebat baik ditingkat nasional maupun ditingkat Internasional. Karena Teluhu memiliki bakat alami dalam bermain sepak bola. Di tempat seperti ini, ujar Gentur kepada diri sendiri pergi kadang kala lebih mudah dari pada kembali. Akhirnya Gentur memutuskan untuk kembali ke Surabaya, namun sebelum itu dia merencanakan untuk pergi ke kampung Wayame, untuk menulis laporan terakhirnya saat dia masi berada di Ambon menganai konsep “Baku Bae” dan sebutan “Salam Sarani”. Wayame sebagai kampung percampuran antara islam dan Kristen namun tetap terjaga kedamaian dan keharmonisan selama konflik agama terjadi, hal inilah yang melatar belakang Gentur untuk pergi ke Wayame. Ditengah perjalanan arah kapal speedboat dari halong yang ditumpanginya tidak sesuai jalur, akhirnya dia di amankan oleh sekelompok orang tak dikenalnya. Gentur berpikir bahwa inilah akhir dari segalanya. Hanya persoalan waktu dan tempat saja dimana dia akan menumui ajalnya. Gentur pasrah dengan keadaan saat itu, sudah tidak ada lagi rasa takut atau cemas melandanya. Sekolompok orang itu bertanya basa basi tapi ujunya

39

adalah terkait agama, Gentur dengan tegas mengatakan bahwa dia Islam. Setelah mengatakan hal itu, ada rasa legah dan bangga di hati Gentur dan dia tersenyum dan tertawa terbahak-bahak saat dia diklaim orang gila. dan Saat-saat tertentu memanggil Eva Maria, kekasihnya yang meninggal akibat dari konflik Agama. Sekolompok orang yang hendak mengekesekusi heran dengan kelakuan Gentur, sebab pengalaman mereka selama ini, orang rela menjual agamanya demi untuk menyelamatakan diri dari kematian. Namun itu semua sia-sia saja, orang-orang Lascar Salib tetap mengeksekusi dengan senang hati sebab mereka merasa berhasil mengkristenkan orang-orang tersebut. Melihat keadaan Gentur yang berbeda dari yang lain, mereka mengklaim bahwa gentur tidak waras. Sampailah mereka di Gereja setengah rusak dimana pimpinannya berada. Gentur pun diajak komunikasi dengan pimpinannya. Komunikasi terus berlanjut antara Gentur dan pimpinan kelompok itu, dan akhiranya mereka berbagi cerita dalam suka duka dan rasa simpatik satu sama lain sebab mereka mengalami nasib yang sama yaitu hilangnya orang-orang yang dicintainya akibat konflik yang ada. Lalu mereka berkolaborasi dalam memainkan piano dan menyanyikan lagu “Ave Maria” Fersi Schubert. Dengan penuh penghayatan sehingga mereka larut dalam kesedihan akibat dari konflik yang sudah terjadi.

40

4.2 Analisis Konflik Novel “Jalan Lain Ke Tulehu” Karya ZEN RS merupakan representase kehidupan manusia ditengah konflik akibat dari isu permordial keagamaan. Pembantaian ada dimana-mana, rasa cemas, khawatir, dan rasa takut dilanda setiap orang. Novel “Jalan Lain Ke Tulehu” Karya ZEN RS dalam gaya penceritaa disandingkan dengan istila dalam

permainan sepak bola disajikan

dalam episode-episode secara beruntut dan berkesinambungan yang membentuk cerita yang utuh (Novel). Dalam penelitian ini banyak ditemukan konflik yang membangun alur cerita “Jalan Lain Ke Tulehu”atau alur ceritanya didominasi konflik akibat dari perselisihan agama. Konflik-konflik yang dimaksud ada yang berfung si sebagai konflik utama, inti, atau sentral dan ada pula yang berfungsi sebagai konflik pendukung atau tambahan yang dapat mempertegas kehadiran konflik sentral. Pada dasarnya Novel “Jalan Lain Ke Tulehu” Karya ZEN RS merupakan salah satu novel yang mengangkat kembali sejarah berdarah dari timur akibat dari isu Agama yang mengancam keutuhan NKRI. Bercerita cerita melalui Gentur Tapane, seorang wartawan lepas asal Surabaya yang ditugaskan untuk meliput fragmen-fragmen yang terjadi dalam konflik sosial yang meletus di Maluku, pertengahan tahun 2000. Maluku dengan segala konfliknya. Perseturuan IslamKristen yang tak hanya meremukkan sarana-sarana ibadah, tetapi juga menghilangkan nyawa manusia dalam jumlah yang tentunya tak sedikit. Gentur terjebak ke dalam medan perang. Perang dalam makna harfiah dan juga perang yang berarti keterikatannya dengan trauma.

41

Seperti kita ketahui, Maluku pada masa-masa itu bukanlah tempat yang ramah bagi sebuah perbedaan. Nyaris semua hal yang ada di sana kubu dipisahkan dalam batas-batas yang tegas: apakah engkau salam atau sarani, apakah engkau kawan atau musuh, atau apakah engkau bagian dari kami atau mereka. Maka seperti itulah Gentur dan orang-orang di sana kemudian menjalani kehidupannya setiap hari. Konflik dan pertikaian yang bisa meletus kapan saja. Kengerian dan ketegangan yang tiba-tiba menyergap tanpa permisi. Juga kesempatan untuk kehilangan nyawa yang datang memberi tawaran berkali-kali. Semuanya adalah kejadian yang mengisi hari-hari Gentur selama melakukan liputan di sana. Gentur datang ke sebuah daerah yang sedang hangat oleh perseteruan berlatar agama, tidak ada ruang buat perbedaan. Beda agama berarti harus siap berakhir di ujung senjata. Provokasi datang hampir setiap saat, pertikaian seperti api dalam sekam yang siap tersulut kapan saja. Gentur yang orang asing mulai paham sedikit demi sedikit apa yang sebenarnya terjadi. Tanpa dia inginkan, dia terseret juga dalam konflik horizontal di tanah Ambon itu. Dari semua kejadian yang saling berkait satu sama lain itu Gentur menemukan satu hal yang bisa mengobati semua kepedihan itu, sepakbola! Sepakbola tidak pernah gagal menghilangkan ingatan perih dan semua beban kehidupan. Bahkan sepakbola juga yang membuat orang-orang Tulehu itu berani menyeberang ke desa Suli dan menantang maut hanya demi menonton semifinal Euro 2000 antara Belanda dan Italia. Melalui perjalanan Gentur tersebut lahirlah peristiwa-peristiwa yang

menegangkan dan mengerikan. Dari peristiwa-peristiwa itu lahirlah konflik, baik konflik yang terjadi dalam diri tokoh (Batin), antar tokoh dan tokoh (Sosial), maupun tokoh dan lingkunganya (Fisik).

42

4.2.1 Konflik Eksternal 4.2.1.1 Konflik Sosial 1. Tokoh Gentur a. Konflik Sosial Gentur Konflik sosial Gentur berawal dari komunikasi yang dilakukan dengan beberapa penumpang kapal “KM Doboonsolo” yang menuju ke Ambon. Sebagai seorang wartawan Gentur haus akan informasi, dalam kapal dia dapat dengan mudah menjalin hubungan komunikasi dengan bebera penumpang kapal dengan tujuan untuk mengorek sedikit cerita tentang peristiwa-peristiwa mengerikan yang pernah terjadi dalam KM “Dobonsolo”, namun pada perbincangan antara Gentur dan orang-orang kapal pada akhirnya menjurus kepertanyaan tentang agama, yang melahirkan situasi menegangkan. Berikut kutipannya: Kutipan: “Ose Salam-kah” Tanya seorang dari mereka “salam?” Gentur balik bertanya “muslim maksudnya.” ……Gentur belum sepenuhnya mengerti hingga seseorang yang duduk di meja belakang menepuknya dan berkata: “Abang dari mana? Abang salah naik kapal. Ayo, sudah ikut saya. “ (2014:11) Berdasarkan

kutipan

pertama

di

atas,

tokoh

Gentur

mencoba

membeberkan identitas agamanya. Gentur dengan polosnya menjawab, tanpa memikirkan efek yang akan terjadi. Ia belum tahu persis maksud pertanyaan lawan bicaranya.

Sebagai seorang wartawan, seharusnya Gentur hati-hati

menjawab beberapa pertanyaan tersebut. Sebab dalam kapal KM “Dobonsolo” tidak sedikit orang Islam yang jujur membeberkan identitas agamanya meninggal dengan mudahnya akibat dari kekejaman orang-orang Kristiani. Beda agama

43

berarti harus siap berakhir dengan kematian. Gentur tidak mengoneksikan persoalan yang menimpah dirinya ini dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kapal-kapal umat Kristiani seperti yang pernah ia baca dilaporan (Media harian). Gentur terlambat menyadari situasi yang biasa terjadi dalam KM “Dobonsolo”. Jika ia menyadarinya, tentu ia pasti menjawab pertanyaan itu dengan kebohongan demi menyelamatkan diri dari orang-orang Kristiani dalam KM “Dobonsolo”. Satu persatu teman cerita Gentur menghilang dengan laga yang mencurigakan, Gentur belum juga memahami persoalannya, hingga seseorang yang duduk di meja datang menepuk dan menegur Gentur bahwa dia salah naik kapal barulah Gentur sadar dan paham akan persoalan yang menimpahnya. Hal inilah yang membuat Gentur dihantui ketegangan dan ketakutan. Gentur baru menyadari dirinya bahwa ia hanyalah seorang diri sebagai Muslim yang berada ditenga-tengah komplotan orang-orang Kristiani. Dia mulai tahu, bahwa dirinya tidak lama lagi menghadapi kematian. Kutipan kedua menggambarkan bahwa Gentur dari awal telah dicurigai oleh orang-orang kapal bahwa ia adalah seorang muslim oleh karena itu dia direncanakan untuk dibunuh dengan alasan atas isu balas dendam akibat dari perseteruan agama. Selama konflik agama terjadi, sejak itupulah Pemetaan kapal penumpang yang hendak pergi atau menuju ke ambon terbentuk secara alamiah, kutipannya:

…..orang-orang Islam yang hendak pergi dari atau menuju ke

Ambon biasanya naik KM “Rinjani”, “Bukit sigantung” dan “Lambelu” sedangkan Kristen biasanya naik KM “Dobonsolo.”( 2014: 10). Akibat dari

44

pemetaan kapal ini, tidak sedikit korban yang berjatuhan karena persoalan salah naik kapal. Seperti peristiwa tentang mahasiswa-mahasiswa yang dibunuh diatas KM “Dobonsolo”. Mereka dibunuh di atas kapal, dan mayatnya dilempar kelaut, sebagian lagi dilempar hidup-hidup dan dibiarkan bertarung sendirian dengan tangan kosong. Tidak hanya itu, ada juga seorang haji yang dibunuh di atas KM “Dobonsolo”, ia ditusuk kemaluannya lalu dilempar kelaut. Hal serupa hampir terjadi pada Gentur, hanya saja rencana pembunuhan Gentur masih dalam tahap proses. Berikut kutipannya: Kutipan : Gentur dibawah ke dek paling bawah. Dek ini merupakan tempat parker mobil, tempat barang-barang dan container. Lelaki yang membawa Gentur memaksanya masuk ke bagasi sebuah mobil sedan. Gentur sempat melawan tapi tenagahnya kalah kuat. Orang itu punya kecakapan yang membuat Gentur dengan sangat mudah bertekuk lutut. “Abang diam saja, bertahan setidaknya dua jam. Dikuat-kuatkan saja. Saya akan buka sedikit dua jendela kaca sebelah kiri, supaya abang tidak kehabisan nafas” kata orang itu sebelum menutup pintu bagasi. (2014:12) Jadi dari kutipan di atas konflik sosial terjadi di atas kapal KM “Dobonsolo” yang menuju ke Ambon. Kutipan ini menunjukan bahwa tokoh Gentur melakukan perlawanan terhadap orang yang memaksa membawanya masuk kedalam bagasi. Gentur melakukan pembelaan tapi ia kalah kuat. Gentur kemudian pasrah dan bertahan dalam bagasi. Orang yang berbodi kekar itu hanya menitip Gentur dalam bagasi. Konflik ini tak lain berawal dari komunikasi antara Gentur dan penumpang-penumpang kapal. Dimana pemicu dari konflik tersebut bermula setelah orang-orang kapal tahu bahwa Gentur seorang muslim. Mengakunya Gentur sebagai muslim, membuat orang-orang kapal yang berstatus Kristiani memilki niat jahat membunuh Gentur. Oleh karena itu, Gentur dibawah

45

oleh seseorang tak dikenalnya berbodi kekar kedek paling bawah tempat barangbarang dan kontainer yang dianggap sunyi, tak lain untuk diselamatkan. Gentur dipaksa masuk ke bagasi mobil sedan. Gentur tidak berdaya dan ia hanya pasrah ketika dimasukan kedalam bagasi. Disekitar tempat persembunyiannya, ia mendengar ada beberapa orang yang mencarinya, Gentur terpaksa harus bertahan dalam ketegangan, kesumpekan, dan kesulitan bernapas yang bercampur baur. Setelah orang yang membawah dan memaksa Gentur masuk kebagasi tidak juga datang setelah dua jam waktu yang telah dijanjikan, Gentur hampir saja pingsan. Berselang beberapa menit kemudian, akhirnya Gentur tertolong dari niat pembunuhan orang-orang Kristiani, setelah tentara mariner yang mengawal Romo Sigit datang mengeluarkannya dari bagasi. Berikut kutipannya: Kutipan: “Gentur sudah nyaris pingsan ketika dia mendengar suara kunci pintu bagasi diputar. “maaf, Bang, saya terlambat. Tadi ada razia kamar dulu. Semua orang mencari Abang. Sekarang Abang bisa keluar. Tolong ganti baju dengan kemeja ini saja,” katanya sembari menyodorkan kemeja panjang berwarnah merah”. (2014:12) Berdasarkan kutipan di atas, dapat dipahami bahwa Gentur telah gagal dieksekusi mati oleh orang-orang kristiani yang ada dalam kapal KM “Dobonsolo”. Kegagalan atas pembunuhan gentur diakibatkan oleh tentara mariner. Gentur mulai bernapas legah setelah tentara mariner bernama Syamsul berbaik hati datang mengeluarkannya dari bagasi. Ia diselamatkan oleh Syamsul karena atas perintah dari romo sigit. Gentur akhirnya diamankan tentara mariner disebuah kamar kelas satu. Di sana ia dikenalkan dengan romo Jesuit yang ditugaskan mengawal pengiriman obat-obatan. Gentur sangat berterima kasih

46

pada apa yang dilakukan oleh romo sigit dan syamsul setelah kapal Km “Dobonsolo” sandar di Halong teluk Ambon. b. Konflik Gentur dengan Sekelompok Kristen Di Ambon, Gentur dijemput oleh Frans yang merupakan teman sekantornya sebagai wartawan di Jakarta. Gentur dibawah kemarkas Relawan Beta Maluku (RMB) disalah satu rumah yang berada dikawasan hative kecil. Disana Gentur diperkenalkan dengan beberapa wartawan yang juga sering mampir di markas RBM. Disinilah Gentur mulai mempelajari dan memahami laporanlaporan serta berita konflik Ambon. Sebagai seorang wartawan, ia tentu memiliki kesibukan tersendiri, namun kesibukannya tidak terlalu berat. Ia hanya membuat dan mengerim beberapa feature berdasarkan laporan yang diperoleh langsung dari tangan pertama. Saat Gentur disibukan dengan beberapa tugasnya mengirim feature, ia kemudian diperhadapkan lagi dengan konflik yang menegangkan. Berikut kutipanya: Kutipan: Akan tetapi ditengah perjalanan , sekitar pukul 23.30 masih jauh dari Passo, selepas Halong , mereka dihadang sekelompok orang yang menjaga jalan dan merintanginya dengan bangku-bangku yang dipasang berjejer.(2014:36). Konflik di atas terjadi ketika Gentur dan temannya Frans keluar malam untuk mengirim beberapa feature mengenai peredaran senjata di Ambon. Dimana ditengah perjalanan mereka dihadang oleh kelompok Kristen tak dikenal yang berjaga-jaga di jalan raya. Mereka adalah pasukan Kristen yang akan membunuh dan membantai siapa saja orang Islam yang lewat pada malam itu. Atas suasana rawan akibat dari konflik agama yang terus menyebar luas, akhirnya di Ambon

47

pada saat itu telah diberlakukan jam malam. Artinya bahwa bagi siapapun tak boleh keluar rumah selepas pukul 22.00 sampai pukul 06.00. Namun hal itu tidak bagi Gentur,

Ia dengan modal nekad

ditemani Frans pada malam itu juga

menembus jam malam sekitar pukul 23.30. Mereka melintas disalah satu titik berbahaya yang dikuasai oleh kelompok Kristen.

Akibat dari kecerobohan

mereka, akhirnya Gentur dan Frans ditahan dan diinterogasi dengan beberapa pertanyaaan yang berujung pula pada kepercayaan. Disinilah situasi menegangkan kembali terjadi. Di Ambon saat konflik agama mulai menyebar luas, menghadapi masalah seperti ini harus pandai-pandai berekting dan berdusta. Saat diinterogasi, Gentur hampir saja menjawab dengan polosnya tentang agama yang dianutnya. Untung saja ada Frans yang memberikan arahan isyarat untuk berpura-bura mengaku sebagai agama budha, itupun memberikan arahan tersebut setelah Frans melihat ada kepala terpenggal di atas trotoar. Akhirnya Gentur dan Frans telah berhasil lolos dari rintangan ini, setelah mereka harus terpaksa berbohong dengan mengaku sebagai agama non Islam. Andai saja mereka menguraikan identitas agama dengan jujur, tentu kepala mereka akan terpenggal seketika seperti kepalakepala yang dilihat Frans bergelimpangan diatas trotoar. c. Konflik Sosial Gentur dengan Frans. Ditengah nonton bareng piala dunia antara Belanda melawan kesebelasan Italia, konflik pun terjadi antara Gentur dengan Frans di dapur. Konflik berawal dari Frans mengeluarkan kata-kata secara spontanitas pada pemain Itali yang melakukan diving/kepura-puraan dimuka gawang Belanda. Kata-kata yang dilontarkan Frans secara berulang kali diucapkan untuk memaki pemain itali

48

tersebut. Kata-kata itulah yang menyinggung perasaan Gentur. Gentur begitu sensitif dan merasa bahwa kata-kata itu ditujukan kepadanya. Pemicu ketersinggungan Gentur, diakibatkan oleh Frans yang pernah memerintahkan Gentur untuk berpura-pura mengaku sebagai agama Budhais ketika dihadang oleh orang-orang

Kristen.

Bagi

Gentur,

berdusta

karena

ketakutan

untuk

menyelamatkan diri dari kematian itu artinya sama saja dengan bentuk penipuan diri yang dinikmati. Atas dasar prinsip inilah Gentur mencoba mengoreksi katakata Frans, yang kemudian melahirkan perdebatan dan rasa tidak enak pada Frans. Berikut kutipannya: Kutipan: “Frans semakin merasa tidak enak. Aku minta maaf kalau kata-kataku itu menyinggung perasaanmu. Tidak ada maksudku menyindir dan meledekmu.” Kau tidak perlu minta maaf. Kau mengtakan itu dengan spontan, kan? Itu ucapan yang tepat. Justru karena itu aku terganggu. Ucapan yang keliru, tuduhan yang salah, hanya akan menggannggu orang yang senang mematut-matut diri, makanya aku terganggu” (2014:76) Konflik yang terjadi antara Gentur dan Frans termaksud konflik kesalah pahaman. Dimana Frans disini tidak bermaksud menyindir dan meledek Gentur. Namun Gentur tetap saja menuduh Frans bahwa kata-kata tersebut terlontarkan dengan maksud menyinggung pereasaan Gentur yang berpura-pura mengaku sebagai agama Budha. Konflik ini masih memiliki hubungan sebab-akibat dangan konflik sosial Gentur dan Frans ketika dihadang oleh kelompok kristen. Konflik inilah pemicu lahirnya konflik antara Gentur dan Frans.

49

d. Gentur dan Rekan setimnya Kutipan: “Pernah Gentur harus berkelahi gara-gara azan magrib ini. Dan, itulah kali terakhir Gentur bermain bola.” (2014:116) Konflik terjadi saat permainan sepak bola berlanjut saat itu Gentur melakukan tendangan pinalti, dan bertepatan dengan azan dikumandangkan. Ada salah satu rekan tim yang tak dikenalnya yang melarang agar tendangan pinalti di tunda sampai azan selesai. Namun gentur bersikap acuh dan tak memperduliknya. Kutipan : “Saat giliran Gentur melakukan tendangan pinalti, terdengar berkumandang azan magrib.” “ Tunggu dulu. Biar azan selesai dulu,” Celutuk salah seorang pemain yang sore itu sebenarnya rekan setimnya Gentur. “Gentur tidak mengenalinya. Rasa-rasnya dia baru melihatnya sore itu main bola dilapangan pancasila. Siapa saja boleh bergabung untuk main bola. Gentur bersikap acuh. Dan tetap meletakan bola di titik putih dan bersiap melakukan tendangan penalti.” (2014:116) Akibat sikap acuh tak acuh yang diperlihatkan Gentur dan sikap tak perduli terhadap orang yang memperingatkanya, maka perdebatan dan perkelahian pun tidak terhindarkan. Kemudian mereka dileraikan oleh rekan-rekan timnya. Kutipan: “Hei, tunggu sebentar saja. Biar azan selesai dulu!” seru orang itu lagi. Gentur kembali menoleh. Dengan ekspresi santai, Gentur menjawab: “azan itu menyuruh orang salat, bukan nyuruh orang berhenti maian bola” Tiba-tiba saja leher Gentur sudah dicengkram “apa kamu bilang? Agama jangan kau buat bercanda. Agama lebih penting dari pada sepak bola,” herdiknya. Baku pukul kemudian tak terhindarkan walau tidak berlangsung lama. Teman-teman gentur melerainya. Orang itu lantas berlalu pergi kendati masih bersungut-sungut. “kalau bukan Kristen kau pasti kumunis.” “apa kamu bilang? Kalau kamu mau salat, ya sudah, tak usah nunggu penalty-pinalti segala. Kau pikir Cuma kamu saja yang rajin shalat? Sergah Gentur berteriak.” (2014:116-117)

50

Konflik ini terjadi di masa yang lalu saat Gentur masi menjadi seorang mahasiswa dan aktif dalam permainan sepak bola dan tepatnya di lapangan Pancasila ukurannya tidak terlalu besar, hanya setengah ukuran standar, gawangnya terbuat dari bambu yang reyot, jika dikena bola maka akan roboh dan butuh waktu untuk diperbaiki. Sejalan dengan apa yang dilihat Gentur di Telehu, bocah-bocah bermain sepak bola dengan lincahnya. Hal inilah yang mengantarkan Gentur teringat masa lalu saat dia beramain sepak bola dan berkonflik dengan rekan timnya, seperti yang dijelaskan dalam kutipan-kutipan tersebut. Dan sejak kejadian itulah sepak bola menjauh dari kehidupan Gentur. e. Gentur dan Sekolompok Pendatang Dari Jawa Konflik ini terjadi di warung makan, saat Gentur sedang menikmati hidangan. Dengan tidak sengaja dia mendengar percakapan orang-orang itu, jumlahnya empat orang, mereka mengisahkan Heroisme selama terlibat dalam beberapa pertempuran di Ambon. Hal itu membuat Gentur tidak merasa nyaman dan menunjukan ekspresi marah. Berikut kutipanya: Kutipan: “Ketika itulah Gentur tak sanggup melanjutkan makan. Bagaiman dia sanggup menghabiskan makanan jika telinga diserbu dengan detaildetail yang memulakan perut? Gentur meletakan sendok dan garpu dengan kesal, setengah membanting. Empat orang itu melihat kea rah Gentur sebentar, lalu melanjutkan kembali bercerita pengalamanpengalaman yang bagi mereka begitu hebat.” (2014:234) Gentur tidak bisa lagi menahan diri saat mendengar caci maki terhadap Kristen dan RMS, yang menurut fersi Gentur bertolak belakang dengan informasi yang di dengarnya kepada tetua-tetua di Tulehu. Tak berpikir panjang Gentur

51

langsung menyanggah apa yang dibicarakan oleh empat orang itu, perdebatan dan percecokan pun tidak bisa dihindarkan. Berikut kutipanya: Kutipan: “Kalian tahu tidak, Tulehu ini tempat pertama para pendiri RMS berkumpul. Rapatnya ya di sini. Di Tulehu.” Kata Gentur dengan cepat. Empat orang itu mulanya terdiam. Kaget. Lalu, salah seorang dari mereka menjawab: “kamu jangan asal ngomong.” Tulehu itu negeri Islam. Kamu jangan sok tahu. Kamu dari mana? Dari jawa kan? Jangan sok tahu. “ya, saya dari jawa. Kalian juga kan?sama-sama pendatang sama-sama orang asing. Sama-sama tidak boleh sok tau.” (2014:234) Perdebatan

dan

percecokan

terus

berlanjut,

masing-masing

mempertahankan egonya dan merasa apa yang dikatakan itu yang benar, begitupun Gentur dan empat orang tersebut. Ke-empat orang tersebut marah dan dan tidak terima apa yang dikatakan Gentur, sebab dalam perdebatan Gentur memposisikan dirinya membela RMS.

Akhirnya Gentur diminta untuk

menunjukan KTP sebagai bukti bahwa dia musuh atau lawan dan perkelahianpun tidak bisa terhindarkan. Gentur tidak berdaya saat menirima pukulan demi pukulan secara bergilir namun berkat said dan teman-temannya melerai perkelehian tersebut. Berikut kutipanya: Kutipan: “biar kami tahu kamu musuh atau bukan.” “Kalian pergi saja ke kapolsek. KTP-ku dia yang pegang.” “oh, begitu. Jadi, kapolsek juga menganggap kamu tukang onar?” “jangan asal tuduh. Ajaran islam melarang sembarang main fitnah.” “tahu apa kamu tentang islam? Jangan sembarang kamu!” Lalu, pukulan pertama melayang kearah Gentur. Pukulan itu telak menghantam rahang. Gentur terjajar kebelakang. Tiga orang lainnya bangkit dari duduknya. Mereka menyeret Gentur keluar. Pukulan serta tendangan secara bertubi-tubi diterima Gentur. Dia mencoba bertahan tapi Gentur semakin terpojok. Saat itulah Said datang. Dia coba untuk merelai. Said dibantu oleb beberapa tukang ojek yang mengenal Gentur.(2014:236)

52

2. Tokoh Frans a. Frans dan Jakop dkk Kedatangan orang tulehu di rumah frans memancing amarah Jakob dan teman-teman lainya akibat konflik yang terjadi, isu profokator dan propaganda selama konflik agama terjadi. Hal yang dikhawatirkan Frans adalah akan terjadi pertumpahan darah kalau situasi tidak bisa dikendalikan, sebab konflik agama yang terjadi belum usai masi ada luka dan dendam yang menggelora, yang akan memicu orang-orang rindam suli untuk berbuat nekat terhadap orang Tulehu. Sebab belum lama kejadianya orang Tulehu menyerang desa Waai Kerabat dari desa Rindam Suli. Tidak lama kemudian orang-orang suli datang di rumah frans dengan membawa parang, dan mempermasalahkan kedatang orang tulehu, mereka cari masalah dengan alasan bahwa orang tulehu meneyerang kerabat mereka di desa waai sama halnya mereka cari masalah dengan orang-orang suli. Perdebatan terus berlanjut antara Frans dan empat orang yang membawa parang tadi. Kutipan: “Hei Siapa itu?” seru Frans tiba-tiba Terlihat empat orang pemuda membawa parang sedang berjongkok. “Ada apa?” Tanya Frans lagi. “Ada orang-orang tulehu? Dorang minggu lalu serang katong pung saudara di Waai,” jawab salah seorang dari mereka. “iyo, biasa to? Baku serang dimana-mana,” balas Frans “Ale seng mengerti perang. Ale lama di Jakarta, heh” Tapi beta pung sodara di waai dorang panah di kaki. Badara semua.” “balom tentu dong yang panah, to? “sama sa. Dorang dari tulehu. Su pasti Islam. Dorang harus terima balas.” (2014:39) Dengan kedatangan mama Nancy, ibu Frans. Perdebatan itu spontan berhenti. Empat anak muda segan dan segera menyimpan parang yang

53

diepeganya. Percakapan antara mama Nancy dan empat orang itu, mengamankan posisi Frans dalam perdebatan yang panjang dengan ke empat orang tersebut. Kutipan : “Melihat mama Nancy, anak-anak muda itu terlihat agak segan. Dan terlebih dahulu meletakan parang yang dipegang ke tanah. Salah seorang dari mereka mendekat kearah mama nancy “usi, dorang tulehu baru serang waaai” “dorang baru sa nonton bola. Dorang bicara baik-baik. Beta seng bisa nolak. Ada teman usi dari tulehu ikut juga” (2014:39-40) 3. Tokoh Salim a. Salim dan jakob dkk Pertandingan sepak bola piala Eropa sebagia awal dari semua masalah. Konflik terjadi saat Salim gembira saat tendangan pinalti,

tuduhan yang

dilakukan kepada Salim hanya sebagia alasan agar niat pengeksekusian yang dilakukan Jakob dan teman-temanya terlaksana. Salim sebagia orang yang selalu dijadikan sebagai umpan umtuk memancing reaksi konflik. Kutipan: “Salah sorang dari kumpulan orang-orang yang berkumpul di teras menuduh salim bergembira saat de boer gagal mengeksekusi pinalti. “beta lihat ose tertawa tadi. Mengaku sa!” Tuduhan itu dibenarkan oleh temanya yang lain. Telunjuk sedang mengarah ke muka salim yang terlihat gemetaran. Jacob menatap salim. Dai menggerakan kepala, isyarat meminta keterangan kepada salim. “beta seng tertawa, kakak.” “Ose bohong”(2014:67) Kutipan: “orang pertama yang melontarkan tuduhan umurnya di kisaran 25 tahunan, hampir melayangkan pukulan kea rah salim yang menggigil ketakutan. Sipendakwa maju dua langkah dan terlihat hendak mengayunkan kepalan tangan.”(2014:68) Said mencoba untuk melerai namun tidak diperdulikanya, tekanan demi tekanan yang dilakukan, akhirnya ayah Frans tiba-tiba menghalau tindakan Jacob

54

dan teman-temanya untuk memukul salim, Sehingga suasan kembali normal kalau misalnya dibiarkan maka akan terjadi pertumpahan darah. Kutipan: “Stop! Ini beta punya rumah. Ose mau tuduh betah berkhianat karena kasi izin orang tulehu nonton bola, heh?” ayah frans menyambar dari arah sofa. “heh, jakob! Beta su bicara tadi, bapa-bapa raja di saluhutu su bakudapa, damai sa.” “bapak, beta seng tertawa” tiba-tiba aja kalimat itu muncul kembali dari mulut salim. (2014:68-69) 4.2.1.2 Konflik Fisik 1. Gentur Konflik fisik pertama yang dialami Gentur adalah saat dia disembunyikan dalam bagasi mobil demi menyelamatkan nyawanya. Dia bertahan dalam dalam ketegangan, kesumpekan dan kesulitan bernafas akibat dari kondisi tempat yang sempit dan suasana yang mengerikan. Kutipan: “Gentur harus bertahan dalam ketegangan, kesumpekan dan kesulitan bernapas yang bercampur baur sedemikian rupa. Gentur sudah nyaris pingsan ketika dia mendengar suara kunci pintu bagasi di putar.” “Langit sudah benar-benar gelap saat itu. Hujan deras membuat arus menjadi berombak. Sesekali kilat dan petir menyambar, memberi penerangan sekejab. Gentur di sembunyikan di sebuah celah sempit di buritan,” (2014:12-13) Dalam situasi konflik yang diluar dugaanya ini, Gentur pasrah dengan keadaan yang terjadi pada dirinya. Bertahan hidup melawati ketegangan, kesumpekan dan kesulitan bernafas di tempat yang sempit menghimpit (bagasi mobil & buritan), diperparah dengan kondisi alam yang tidak bersahabat suasana gelap, hujan deras dan kilat dan petir sesekali menyambar. Gentur menyadri apa

55

yang terjadi pada dirinya adalah tindakan menyelamatakan nyawa dari eksekusi sekolopmpok orang yang tak dikenalnya. 2. Tokoh Said Keresahan Said, dengan masalah pribadi yang dialaminya, membuat said frustasi dan mengajak Gentur jalan-jalan di kolam Walaitu untuk menghibur diri. Ekspresi Said menunjukan bahwa dia kesal, kemudian dia menceburkan diri dikolam walaitu. Kutipan : “Dia memukul-memukulkan tangannya pada permukaan air jernih Walaitu. Pukulan tangan semakin keras. Gentur memundurkan kepala menghindari cipratan air. Said lalu berdiri sembari meneriakan katakata yang tidak dimengerti Gentur, dia meloncat dan menyelam ke kedalaman Walaitu.” (2014:216) Saat Said berada dalam kolam walaitu terjadi hal aneh yang membuat Gentur resah, dalam waktu lama said tidak muncul dipermukaan. Saat muncul dipermukaan dia tidak sadarkan diri. Tidak berpikir panjang Gentur langsung menolong Said. Kutipan: “Tubuh Said masi melintang dengan ke dua tangan dengan menjulur ke dasar Walaitu. Lalu, tubuh Said muncul kepermukaan dengan gerak yang lambat, perlahan-lahan dan terlihat oleng “Gentur segera melompat kearah Said. Begiti tubuh Said muncul kepermukaan. Gentur langsung menyeretnya ke pinggir Walaitu. Said sepertinya tidak sadarkan diri.” (2014:216-217)

56

4.2.2 Konflik Internal/Batin 1. Tokoh Gentur a. Konflik Batin yang Dialami Oleh Gentur Konflik batin yang dialami oleh Gentur ini terjadi akibat dari perkataan Frans mengomtari aksi diving Zenden “tak tahu malu mereka berpura-pura”. Berulang kali kata-kata itu dicapkan oleh Frans untuk menyinggung orang-orang tulehu. Namun Gentur merasa bahwa kata-kata itu ditujukan kepadanya. Kutipan: “Kombinasi antara ucapan Frans tentang perilaku “Tak tahu malu” dan kegentaran yang tercetak diwajah Salim ketika dia berdusta bahwa dirinya tidak gembira saat De Boer gagal emncetak gol bergantian melintasi di kepala Gentur. Dia merasa bersimpati kepada Salim, sekaligus merasa malu dan menyedihkan. Gentur menduga: janganjangan, wajah Gentar dan gemetar seperti Salim tadi itu juga tercetak di wajahku saat diinterogasi dan terpaksa (“setidaknya dipaksa Frans,” demikian Gentur coba berdalih) berdusta saat ditanya sarani atau bukan. “berdusta karena ketakutan, demikian Gentur mencoba menghitung dirinya sendiri, adalah sebentuk penipuan diri yang dinikmati. Menikmati dusta, mungkin ia tak akan hidup lagi. Kepalanya bisa saja terpenggal seperti kepala yang dilihat oleh Frans saat itu. Masi bisa hidup setelah melakukan dusta sama saja menikmati berkah yang diberikan oleh kepura-puraan itu. Inilah yang dikatakan orang dengan “hidup dalam kepura-puraan.”.” (2014:73-74) Disisi lain Gentur juga memikirkan dan mempetimbangkan tindakan kepura-puraan yang dilakukan Salim, ekspresi ketakutan Salim saat dirinya berada dalam tekanan dan terpaksa dia berdusta. Hal ini yang dirasakan Gentur saat mengalami kejadian yang sama, tapi bukan atas kehendaknya sendiri namun pada intinya berada dalam kepura-puraan. Akibat dari perkatan Frans “tidak tahu malu merka berpura-pura” Gentur terusik dan larut dalam pemikiranga sendiri.

57

b. Simpatik Gentur Terhadap Salim Konflik batin yang dialami Gentur ini, akibat dari konflik sosial yang terjadi antara Salim dan Jakob, tuduhan terhadap Salim saat mereka nonton bola Piala Eropa belanda & Italia. Tuduhan hanya dijadikan alasan agar niat Jacob dan teman-teman untuk mengksekusi salim dkk. Kutipan: “Gentur memperlihatkan simpatiknya. Namun, simpatik karena apa? gentur tahu bahwa salim memang tertawa, atau ketawa tidak terlalu cepat, setidaknya salim memang memperlihatkan ekspresi gembira saat de boer gagal menendang pinalti. Ia melihat salim tersenyum. Gentur dengan begitu saja simpatik kepada Salim. Simpatik kepada sesama orang yang pernah dan sedang berpura-pura. Bukan begitu, Gentur? ya, ya. Gentur tidak bisa mengelak suara hatinya itu. Dan di merasa sedih, lebih tepatnya lagi, menyedihkan.(2014:70) Dalam keadaan yang tidak kondusif hal sepelepun bisa saja dijadikan alasan untuk memicu konflik, permasalah Jacob terhadap salim Hanya karena Salim tersenyum saat tendangan pinalti gagal. Dengan kejadian tersebut Gentur merasa bahwa hal itu juga perna terjadi pada dirinya, namun dalam situasi yang berbeda, namun pada intinya mereka sama berada dalam kepura-puraan. c. Penyesalan Gentur Terhadap Kekasinya Eva Maria Konflik batin yang dialami Gentur saat mengingat kejadian masa lalu terhadap

kekasinya

Eva

Maria

meninggal

dengan

tragis

dan

selalu

membayanginya disaat tertentu. Gentur merasa bersalah dengan penuh penyesalan atas kejadian yang menimpa kekasinya.

58

Kutipan 1: Gentur mengingatkan kembali masa lalu saat berkomunaksi panjang lebar dengan Frans, sebenarnya Gentur enggan untuk menyampiakanya, sebab hal ini sangat pribadi namun diluar kendali Gentur terlanjur mengucapkanya. “Ada satu hal yang sebenarnya masi ingin disampaikan gentur kepada Frans. Pada detik-detik terkahir, Gentur urung menyampaikanya. Dia merasa itu terlalu pribadi. Hanya saja, Gentur terlanjur mengucapkan sebuah kalimat “Aku ingat Eva Maria, Frans?” Segalnaya kemudian menjadi lebih jelas bagi Frans. Dan, Frans tersadar dia telah membuka kembali luka yang memang belum sepenuhnya kering” (2014:81) Kutipan 2 : Gentur merasa menyesal dengan cerita yang perna dikisahkan kepada Eva Maria tentang gadis yang selamat dari pemerkosaan atas pengakuan dirinya sebagia muslim. Mendengar kisah itu Eva Maria dalam keadaan terdesak mengikuti saran Gentur, namun tetap juga diperkosa. Dan sealalu dihantui katakata Eva Maria saat dirawat “aku sudah berpura-pura, membohongi diriku sendiri, dan tetap saja aku diperkosa.” “Maria menyesali kepura-puranya yang dibuatnya, dusta untuk menutupi imanya; dusta yang sia-sia karena toh tetap juga diperkos. Gentur juga menyesal pernah mengisahkan encik pelayan toko di glodok yang selamat dari pemerkosaan karena mengaku dirinya seorang muslim.” (2014:84) Rasa penyesalan Gentur kian bertambah dan menyebabkan dirinya depresi, dibayangi dengan kebodohan dan ceroboh atas tindakan yang seharusnya dilakukan, untuk menjemput Eva Maria malam itu. “Gentur menyesal kenapa malam itu, malam 13 mei 1998, dia tidak nekat menjemput maria dan membawanya saat itu juga. Dia merasa terlalu bodoh, kelewat ceroboh. Kebodohan dan kecorobohan yang

59

akan terus membayangi langkanya sampai waktu-waktu yng belum diketahui” (2014:88) Kutipan 3 : Gentur selalu dihantui oleh bayangan Eva Maria disaat tertentu, yang membuat Gentur belum bisa melupakan kejadian itu. Gentur hanya bisa merintih dan menangis dalam hati. ”Pada suatu malam, dia diajak koleganya dari jepang menghabiskan malam di sebua diskotik murahan di Jakarta. wajah maria tiba-tiba muncul. Dia melihat eva maria yang sedang menjerit, meronta-ronta, sementara beberapa laki-laki dengan wajah setan dan beringas bersorak-sorai menuggu giliran. Gentur merasakan nyeri yang dalam dan rasa mulas yang ganjil. Sesuatu sedang terjadi ditubuhnya. Gentur menyadarinya. Lalu, dia menangis dalam diam, di sudut diskotek yang gelap itu, ditengah dentuman music yang terdenagar begitu kusut dan pelik.” (2014:8990) Rasa bersalah dan penyesalan yang selalu dibayang dengan kejadian yang menimpah kekasinya eva maria, terobati dan terbayarkan saat dia berkata “Jujur” dalam kondisi tekanan untuk menyelamtakan diri dari eksekusi kematian lascar salib di Ambon. Kutipan: “Ose tahu sedang bakudapa dengan siapa e?” Gentur menggeleng. Orang yang sama kemudian bertanya: “su perna dengar nama lascar salib?” darah gentur tersirap. Dia tahu pertanyaan-pertanyaan itu hanya pelengkap. Pertanyaan penting dan yang paling utama akan segera di ajukan. Benar sejurus kemudian, orang yang sama bertanya: “ose pung agama apa?” tak ada gunanya berdusta, sudah pasti sia-sia. Dia merasa saat-saat terakhir itu sudah dekat. Dia melihat wajah eva maria sedang tersenyum. Gentur membalas senyum maria, dan senyum itulah yang mengembang di wajah gentur ketika dia membuka mulut dan mengucapkan dua kata yang rasanya begitu berarti: “beta muslim” Gentur merasa kelegahan yang luar biasa. Dia merasa sudah membayar suatu kesalahan terbesar yang pernah dibuatnya dengan cara terbaik yang paling mungkin dia lakukan. Dia ingat kalimat-kalimat panjang

60

menghantuinya: “aku menuruti saranmu. Tapi, mereka tetap tidak percaya. Aku sudah berdusta, membohongi diriku sendiri, dan tetap saja aku diperkosa” (2014:278-280) d. Kesedihan Gentur dengan Nyanyian Said Dipantai, antara Gentur dan Said berekspresi sesui kehendak mereka, Said menyanyikan lagu yang tidak dimengerti oleh Gentur. Dia meminta Said untuk menterjemahkan arti dari nyanyianya itu. Kutipan: Gentur meminta Said untuk menterjemahkan arti lagu itu. Said menyanyikanya sekali lagi. Tiap kali berganti baris, said langsung menrjemahkanya. Bunyinya: “dari kiri pulau seram, dari kanan pulau ambon, dari kiri pulau huruka, ditengah-tengah…. Air laut begitu tenang, tidak ada air untuk diminum. Burung merpati berterbangan, mencari air untuk diminum. Sedih sekali, tidak ada air untuk diminum, tidak ada makanan untuk berbuka. Sedih sekali, sedih sekali.” (2014:263 ) Di dalam keheningan, Ada pemahaman gamblang dan penafsiran tersendiri yang dilakukan oleh gentur saat mengetahui arti dari lagu tersebut, dikaitkan dengan kondisi yang dialaminya. Gentur merasa bahwa burung merpati itu diumpamakan dirinya, untuk apa merpati berkeliaran dilautan, begitupun dengan gentur untuk apa dia berada di Ambon dan Maluku. Kutipan: “Ya, sebuah lagu yang memang sedih. Gentur terdiam, said terdiam. Gentur merasa lagu itu tak ubanya sebuah sajak suasana yang menghamparkan lanskap kehampaan, kesia-siaan, dan nyaris tak berpengharapan. Namun ada yang ganjil pada syair lagu itu. Bayangkanlah burung merpati hadir dalam lanskap pantai dan lautan. Rasanya ganjil, bukan: kenapa bukan burung camar? Untuk apa merpati berkeliaran di lautan? Namun, untuk apa juga gentur di tulehu, ambon dan Maluku? Merpati itu sedang terperangkap, kata gentur” (2014:264)

61

e. Kebimbangan Gentur Dengan Cerita Said Kutipan: Dia mengaku melihat ada taman di dasar walaitu, taman yang sangat indah, dipenuhi tanaman bunga yang beraneka warna. Dia tidak sadar berapa lama di menyaksikan pemanangan indah itu.(2014:217) Anehnya kata said, dia lalu merasa pemandangan indah yang dilihatanya selama berjam-jam itu berubah menjadi hal yang menyeramkan. Yang tertinggal lanskap kering kerontang, tiupan angin yang panas melumpuhkan kulit.(2014:218) Saat Said tidak menyadarkan diri, dia melihat hal yang aneh di dasar kali walaitu, dia bercerita bahwa dia melihat pemandangan yang indah tiba-tiba berubah menjadi pemandangan yang seram dan mengerikan. Dan dia bercerita tentang kerinduan bersama orang-orang yang dicintainya. Kutipan: “Gentur tidak percaya dengan apa yang diceritakan Said, hanaya saja dia juga yakin Said tak sedang berdusta. Untuk apa berdusta pada saatsaat seperti ini? Hampir tidak ada gunananya. Ini menjadi kombinasi yang sedikit pelik: tidak percaya dengan yang dikatakan said, tetapi juga yakin kalau said tidak sedang berdusta. Sepintas ini terlihat ambigu dan tak konsisten.”(2014:221) Gentur merasa kata-kata said begitu indah, begitu mesra dan hangat. Apa yang diucapkam said kerinduan berbincang, bercakap-cakap, dan bercerita dengan orang tercinta itu menyentuh hati gentur dengan cara yang begitu pas.(2014:222) Cerita Said ini, membuat Gentur bingung untuk menafsirkanya, antara percaya dan tidak percaya, cerita yang tidak masuk akal namun said bercerita dengan sungguh-sungguh. Seolah-olah apa yang dia ceritakan itu kenyataan tapi sebenarnya itu hanya khayalan belakang namun dapat menyentuh hati Gentur. 2. Tokoh Frans Konflik batin ini terjadi di saat Frans menyaksikan pertandingan sepak bola piala Eropa antar Belanda & Italia. Saat pemain belanda gagal mengeksekusi

62

pinalti. Frans berpikir dan berusaha mencerna atas kegagalan atas eksekusi pinalti yang dilakukan pemain belanda. Kutipan : Frans sedikit memiringkan kepala kesisi kanan. Orang yang sudah lama mengenal Frans tahu gerakan kecil ini tanda bahwa ia sedang memikirkan sesuatu “aku jadi berpikir, tadi itu yang salah penendang atau kipper yang jago?”(2014:66) Frans memikirkan dan menganalisa, kemudian dia menjelaskan yang terlintas dibenaknya, hal ini serupa dengan yang dijelaskan Gentur dengan konteks yang berbeda. Kutipan: “Seperti kau bilang tadi pemain belanda yang tadi, ah, iya namanya Frank De Boer, dan kipper italia itu sama-sama sedang menuliskan kisah, dan kisah keduanya saling beririsan dalam adegan, atau apa tadi kamu bilang, subplot? Saling beririsan dalam subplot kisah yang bisalah kita namai `sepuluh orang dan satunya gagal menendang pinalti`. Oke, nggak?” (2014:67) 3. Tokoh Said a. Tenggelam Dengan Kenangan Masa Lalu Saat usai latihan sepak bola, Said bertingkah aneh, tidak seperti biasanya, dia memaki dirinya sendiri. Dan dengan tindakan membanting sepatu, menunjukan bahwa ada gejolak batin yang menimpa Said. Kutipan : “Said kemudian memaki-maki dirinya sendiri ketika sedang melepaskan tali sepatu bola beberapa saat setelah sesi latihan selesai, ketika dia sudah duduk disamping Gentur yang menunggunya di tepi lapangan, Said tiba-tiba saja membanting sepatunya.” (2014:123-124) Said tenggelam dengan masa lalu bersama istrinya dan anaknya Nabila, kenangan demi kenangan hadir membayangi Said. Ada rasa kesal yang menimpanya saat mengingat masa lalunya itu. Banyak hal yang membuat Said

63

tidak bisa melupakan kejadian masa lalunya, misalnya foto keluarga, kemesraan, pertengkaran yang pernah terjadi bahkan tali sepatu yang dibelikan istrinya. Kutipan : “Said merebahkan tubunya, terlentang di atas rumput matawuru. Dia mencoba mengusur hantu masa lalunya yang tiba-tiba saja hadir. Said kembali meraih sepatunya yang masi terpasang di kaki, dia lepaskan dengan tergesa dan kembali membantingnya dengan kesal ” (2014:124) “Ketika Said melihat tali sepatu berwarna merah, dia mendadak terkenang Zulaikha. Dan begitu wajah Zulaikha muncul dipelupuk matanya, serta merta adegan berikutnya bermunculan” (2014:125) Dengan kejadian yang menimpa dirinya, baik itu berupa kenangan demi kenangan, Said hanya bisa pasrah dan mencoba untuk menenangkan dirinya. Kutipan: “Said sulit untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi di dalam kepalanya. Namun, said tahu benar, melalui pengalaman dan kejadian barusan, bahwa kenangan memang bukan hafalan. Kenangan selalu saja tak terduga. Yang membahayakan dari kenangan, dia bisa datang kapan saja, semau-maunya. Berbeda dengan hafalan yang sepenuhnya dikendalikan dengan pikiran sipenghafal. Kenangan bergerak dengan caranya sendiri, semacam rumput liar yang tak pernah diinginkan.”(2014:125-126)

64

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dalam novel “Jalan Lain Ke Tulehu” karya Zen RS dengan menggunakan pendekatan Objektif, diperoleh kesimpulan bahwa konflik yang terjadi dalam novel “Jalan Lain Ke Tulehu” Karya Zen RS terdiri atas konflik eksternal (Fisik dan sosial) dan konflik internal. Novel ini merupakan representase kehidupan manusia ditengah konflik akibat dari isu permordial keagamaan. Dalam novel

"Jalan Lain ke Tulehu" berkisah tentang Gentur,

seorang Jurnalis yang masuk ke tanah Ambon pertengahan 2000-an dengan segala konfliknya. Faktor utama yang menyebabkan konflik dalam novel jalan lain ke tulehu adalah isu propaganda antar umat Islam dan umat Kristen yang dilatarbelakangi

perbedaan

agama,

sehingga

meneyebabkan

konflik

berkepanjangan yang banyak memakan korban. Novel Jalan Lain Ke Tulehu karya Zen RS merupakan pembelajaran kepada segenap umat beragama khususnya di indonesia untuk tetap menjaga keharmonisan dalam beribadah. Sebab konflik di Ambon tahun 1980-an akibat dari perselihan agama (IslamKristen) yang mengakibatkan pertumpahan darah, korban-korban berjatuhan,

64

65

pembantain, dan perilaku yang tidak manusiawi, yang mengancam keutuhan NKRI sebagai bangsa yang merdeka dengan isu permordial keagamaan. 5.2 Saran Dari hasil penelitian ini, peneliti memberikan saran kepada para penulis dan para peneliti sastra yang selanjutnya relefan, yaitu: 1. Bagi para penulis sastra khususnya prosa rekaan berbentuk novel melalui kreaksi imajinasinya agar senantiasa menyadari betapa pentingnya kehadiran konflik dalam membangun sebuah cerita (tanpa mengabaikan unsure-unsur intrisik lainya) sehingga karya sastra yang diciptakan lebih hidup dan menarik perhatian dan waktu pembaca untuk menyelesaikan bacaanya dan menemukan pesan yang terkandung di dalamnya. 2. Bagi para peneliti selanjutnya yang akan mengambil judul yang relevan, agar mereka melanjutkan penelitian ini dengan tidak memisahkan konflik unsure intrisik lainya dalam sebuah karya sastra, khususnya novel. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat dialakukan secara menyeluruh dan berkisanambungan tanpa mementingkan unsur intrisik lainya.

Related Documents

Bab 6
June 2020 19
Bab 6
June 2020 19
Bab 6
June 2020 18
Bab 6
November 2019 38
Bab 6
November 2019 37
Bab 6
October 2019 41