5dasar.docx

  • Uploaded by: Ayu Dzakiroh
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 5dasar.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,505
  • Pages: 16
Berikut ini beberapa pegangan yang dipergunakan untuk membuat ringkasan yang baik dan teratur. 1. Membaca Naskah Asli Bacalah naskah asli sekali atau dua kali, kalau perlu berulang kali agar Anda mengetahui kesan umum tentang karangan tersebut secara menyeluruh. Penulis ringkasan juga perlu mengetahui maksud dan sudut pandangan penulis naskah asli. Untuk mencapainya, judul dan daftar isi tulisan (kalau ada) dapat dijadikan pegangan karena perincian daftar isi memunyai pertalian dengan judul dan alinea-alinea dalam tulisan menunjang pokok-pokok yang tercantum dalam daftar isi. 2. Mencatat Gagasan Utama Jika Anda sudah menangkap maksud, kesan umum, dan sudut pandangan pengarang asli, silakan memperdalam dan mengonkritkan semua hal itu. Bacalah kembali karangan itu bagian demi bagian, alinea demi alinea sambil mencatat semua gagasan yang penting dalam bagian atau alinea itu. Pokok-pokok yang telah dicatat dipakai untuk menyusun sebuah ringkasan. Langkah kedua ini juga menggunakan judul dan daftar isi sebagai pegangan. Yang menjadi sasaran pencatatan adalah judul-judul bab, judul anak bab, dan alinea, kalau perlu gagasan bawahan alinea yang betul-betul esensial untuk memperjelas gagasan utama tadi juga dicatat. 3. Mengadakan Reproduksi Pakailah kesan umum dan hasil pencatatan untuk membuat ringkasan. Urutan isi disesuaikan dengan naskah asli, tapi kalimat-kalimat dalam ringkasan yang dibuat adalah kalimat-kalimat baru yang sekaligus menggambarkan kembali isi dari karangan aslinya. Bila gagasan yang telah dicatat ada yang masih kabur, silakan melihat kembali teks aslinya, tapi jangan melihat teks asli lagi untuk hal lainnya agar Anda tidak tergoda untuk menggunakan kalimat dari penulis asli. Karena kalimat penulis asli hanya boleh digunakan bila kalimat itu dianggap penting karena merupakan kaidah, kesimpulan, atau perumusan yang padat. 4. Ketentuan Tambahan Setelah melakukan langkah ketiga, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan agar ringkasan itu diterima sebagai suatu tulisan yang baik. a. Susunlah ringkasan dalam kalimat tunggal daripada kalimat majemuk. b. Ringkaskanlah kalimat menjadi frasa, frasa menjadi kata. Jika rangkaian gagasan panjang, gantilah dengan suatu gagasan sentral saja. c. Besarnya ringkasan tergantung jumlah alinea dan topik utama yang akan dimasukkan dalam ringkasan. Ilustrasi, contoh, deskripsi, dsb. dapat dihilangkan, kecuali yang dianggap penting. d. Jika memungkinkan, buanglah semua keterangan atau kata sifat yang ada, meski terkadang sebuah kata sifat atau keterangan masih dipertahankan untuk menjelaskan gagasan umum yang tersirat dalam rangkaian keterangan atau rangkaian kata sifat yang terdapat dalam naskah. e. Anda harus mempertahankan susunan gagasan dan urutan naskah. Tapi yang sudah dicatat dari karangan asli itulah yang harus dirumuskan kembali dalam kalimat ringkasan Anda. Jagalah juga agar tidak ada hal yang baru atau pikiran Anda sendiri yang dimasukkan dalam ringkasan. f. Agar dapat membedakan ringkasan sebuah tulisan biasa (bahasa tak langsung) dan sebuah pidato/ceramah (bahasa langsung) yang menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal atau jamak, ringkasan pidato atau ceramah itu harus ditulis dengan sudut pandangan orang ketiga. g. Dalam sebuah ringkasan ditentukan pula panjangnya. Karena itu, Anda harus melakukan seperti apa yang diminta. Bila diminta membuat ringkasan menjadi seperseratus dari karangan asli, maka haruslah membuat demikian.

Merangkum Buku Non Fiksi Tugas Bahasa Indonesia Merangkum Buku Non Fiksi 1. Identitas Buku Judul Buku : Buku Sakti Menulis Fiksi Pengarang/ Penulis : Dian Yasmina Fajri, Muhammad Yulius, dkk Penerbit : PT. Kimus Bina Tadzkia Jumlah Halaman : 160 halaman 2. Jumlah Bab: 30 Pokok Pikiran Bab 1 : Fenomena Tulis Menulis Pokok Pikiran Bab 2 : Jangan Percaya Bakat Pokok Pikiran Bab 3 : Kuis Bakat Pokok Pikiran Bab 4 : Bikin Hambatan Jadi Tantangan Pokok Pikiran Bab 5 : Hambatan Ketika Mulai Menulis

Pokok Pikiran Bab 6 : Hambatan Ekstern Pokok Pikiran Bab 7 : Kiat-kiat Menulis Pokok Pikiran Bab 8 : ”Mengasah Kemampuan dalam Komunitas” Pokok Pikiran Bab 9 : Jam Biologis Menulismu Pokok Pikiran Bab 10 : Yang Sukses dengan Karyanya Pokok Pikiran Bab 11 : Jadi Penulis ”Jos” dengan Etos Pokok Pikiran Bab 12 : Menembus Keangkeran Media Pokok Pikiran Bab 13 : Habis Menulis Terbitlah Buku Pokok Pikiran Bab 14 : Menetapkan Jenis Tulisan dan Segmen Pembaca Pokok Pikiran Bab 15 : Tolong, Saya Membaca Apa? Pokok Pikiran Bab 16 : Legenda, Dongeng, Mitos Pokok Pikiran Bab 17 : Dongeng yang Terus Mendengung Pokok Pikiran Bab 18 : Dari Cerita ke Skenario Pokok Pikiran Bab 19 : Teliti Sebelum ACC Pokok Pikiran Bab 20 : Daftar Honor Media Pokok Pikiran Bab 21 : Tentang Hak Cipta Pokok Pikiran Bab 22 : Karya Mereka Mempengaruhi Dunia Pokok Pikiran Bab 23 : Profil Penulis Muda Pokok Pikiran Bab 24 : Menggunting yang Tidak Penting Pokok Pikiran Bab 25 : Buku yang Ditulis Ulang Pokok Pikiran Bab 26 : Editor, Percantik Karyamu Pokok Pikiran Bab 27 : Dunia pun Mengakui Mereka Pokok Pikiran Bab 28 : Penghargaan Sastra Pokok Pikiran Bab 29 : Daftar Alamat Majalah, Koran, dan Tabloid Pokok Pikiran Bab 30 : Daftar Alamat Penerbit 3. Rangkuman Isi Buku a. Jangan Percaya Bakat Dalam dunia tulis-menulis jangan percaya sama bakat, sebab bakat bukanlah wahyu yang diturunkan Tuhan kepada manusia yang telah dipililh-Nya. Jadi, semua orang berhak menjadi penulis. b. Bikin Hambatan Jadi Jembatan Seringkali langkah penulis pemula langsung mandek ketika menemukan banyak hambatan. Coba deh tanya sama penulis yanng berhasil meraih penghargaan, apakah awalnya mereka semudah itu menulis? Pasti jawabannya tidak. Banyak tulisan-tulisan yang mereka kirim ke media, tetapi tulisan mereka tidak dimuat dan hanya berdiam di pojok ”dapur” redaksi. Percayalaah, hambatan yang mereka rasakan sama dengan kita. So, jangan takut dengan hambatan. Karena itu adalah jembatan yang kudu kita lewati untuk berhasil dalam bidang apapun 3 Hambatan Menulis:

1. Hambatan Intern: - Tekad bin niat yang kurang apdol - Takut gagal - Nggak pede - Malas - Tidak mau belajar - Suka menunda-nunda - Tergantung mood 2. Hambatan Menulis: - Ide mentok - Sulit memulai - Kehilangan arah ditengah-tengah menulis - Malas mencari data - Sulit membangun konflik dan suspense - Tidak bisa mengakhiri tulisan 3. Hambatan Ekstern: - Minimnya sarana dan prasarana - Banyak kritikan - Naskah gagal - Tidak layak muat - Menjadi penulis, Madesu! c. Kiat-kiat Menulis - Membaca Membaca adalah sarana utama menuju keterampilan menulis. Wawasan yang didapat dari membaca akan membuat seorang penulis lebih mudah meramu tulisannya. - Copy the Master Meniru penulis beken sebagai latihan kita. Tetapi bukan menyalin atau menjiplak, melainkan mencopy kerangka/ idenya. William Sinzsser mengatakan bahwa jangan pernah ragu meniru penulis lain, karena setiap seniman yang tengah mengasah kemampuannya membutuhkan model. Dan pada akhirnya mereka menemukan gaya mereka sendiri dan menanggalkan kulit penulis yang kita tiru. - Mulai dari yang dekat dan sederhana Mulailah menulis/ mendeskripsikan tentang diri kita, keluarga, saudara, teman, tetangga dst. - Buku Harian dan Korespondensi - kirim dan Don’t Give Up Untuk menilai tulisan kita dan sebagai pembelajaran, jangan dipendam saja. Kirimkan karya kita ke media massa atau penerbit. Jika ditolak? Jangan menyerah. Kirim lagi-lagi dan lagi dan revisi ulang terus. Sampai karyamu bisa terbit. Ini membuat tulisan kita bertambah bagus. 10 Kiat Menulis ala Helvy Tiana Rosa 1. Memiliki motivasi untuk membuat yanng terbaik. Bukan sekedar ingin karyanya diterbitkan dan dibukukan.

2. Rajin Mengamati apa saja. ”Menulis itu seperti memotret/ melukis, so, kita harus mengamati terlebih dahulu sebelum menuangkannya dalam bentuk tulisan. Dan yang penting amati fenomena yang menusuk nurani. 3. Banyak membaca buku (buku pengetahuan Umum, Sastra, buku Keislaman). 4. Menuliskan mimpi yang dialami semalam. ”mimpi kan ada alurnya tuh, terus ada suspensenya juga. Jadi bisa membantu kita kalau lagi mentok ide misalnya.” 5. Memiliki buku kecil untuk mencatat apa saja yang terlintas di pikiran kita saat sedang di jalan/ dimana saja. 6. Sering-sering baca kamus (Agar dapat mengeksplor bahasa). 7. Manfaatkan pengalaman masa lalu yang kurang baik. 8. Banyak berdiskusi dan berkumpul dengan penulis lain. 9. Jangan ragu mengirimkan karya. 10. Latihan terus-menerus dan jangan menyerah!

Menulis Laporan Diskusi

Menulis Laporan Diskusi 1. Mengenali Unsur-unsur dalam Laporan Hasil Diskusi Diskusi bertujuan untuk memperoleh kesimpulan yang dapat disumbangkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan sumbangan pemikiran. Laporan kegiatan diskusi disampaikan dalam bentuk tertulis agar lebih jelas, lengkap, koherensif. Pihak yang membuat laporan diskusi adalah panitia penyelenggara/ pelaksana, sedangkan laporan ditujukan atau diserahkan kepada pihak yang membawakan panitia. Oleh pihak yang menerima laporan, hasil-hasil diskusi dapat ditindaklanjuti dengan cara memublikasikannya kepada khalayak umum. Laporan diskusi harus singkat, jelas, terperinci, dan lengkap. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pihak penerima laporan dalam menangkap kandungan pokok laporan. Sementara itu, isi laporan sebaiknya mencakup hal-hal penting penyelenggaraan diskusi. Hal-hal yang lazim terdapat dalam laporan diskusi adalah badan penyelenggara, tempat, waktu penyelenggaraan, tujuan, dan rumusan diskusi. Secara terperinci, unsur-unsur yang harus ada dalam laporan hasil diskusi adalah sebagai berikut. a. Pendahuluan, yang terdiri atas: 1) latar belakang pelaksanaan diskusi, 2) tujuan diskusi, 3) langkah-langkah persiapan. b) Uraian pelaksanaan, terdiri atas: 1) tempat dan waktu, 2) peserta, 3) prosesi jalannya diskusi, 4) rumusan hasil diskusi. c) Penutup, yang terdiri atas: 1) kesimpulan, 2) saran-saran. d) Lampiran 2. Menyusun Laporan Hasil Diskusi Perhatikan laporan diskusi yang lengkap dengan unsur-unsurnya berikut ini! LAPORAN KEGIATAN DISKUSI TEMA: SOLUSI PENCEMARAN LINGKUNGAN AKIBAT LIMBAH RUMAH TANGGA Diselengarakan oleh: Mahasiswa Pencinta Alam FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta

1 Juni 2007

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan Diskusi Perkembangan iptek di berbagai bidang membuat perubahan di berbagai sektor kehidupan, khususnya lingkungan dan tatanan kehidupan, peradapan manusia, serta nilai-nilai budaya bangsa di Indonesia. Perubahan tersebut berimbas pula pada masalah-masalah lingkungan, baik skala besar maupun skala kecil, seperti rumah tangga. Keengganan warga mengolah sampah rumah tangga kadang kala berakibat fatal pada pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, perlu dicari solusi yang tepat untuk mengatasi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah rumah tangga. Di Indonesia, pencemaran lingkungan sudah menjadi masalah yang besar sehingga mengakibatkan terjadinya polusi dan perubahan nilainilai kehidupan dalam masyarakat, khususnya untuk sadar terhadap kebersihan lingkungannya. Pola kehidupan masyarakat kita sedang berubah dan bergerak dari agraris menuju masyarakat industrial, dari tradisional-statis menuju modern-dinamis, dari nilai lokal-daerah menuju nilai global-universal, dari keseragaman menuju keberagaman, dari satu nilai menuju serba nilai. Inilah wajah masyarakat kita yang sedang berubah akhir-akhir ini sebagai konsekuensi logis dari berlangsungnya era globalisasi dunia. Fenomena-fenomena perubahan transformasi sosial budaya dan lingkungan tersebut di atas tidak dapat dihindarkan lagi. Merujuk fenomena-fenomena di atas, maka dalam rangka memperingati hari Bumi se-Dunia tanggal 1 Juni, Mahasiswa Pencinta Alam FKIP UNS bekerja sama dengan Pusat Studi Lingkungan Hidup, menyelenggarakan diskusi. Kegiatan diskusi ini diharapkan dapat menjadi media ekspresi, dan berkolaborasi antara masyarakat pencinta, pemerhati, dan para ahli lingkungan untuk memadukan aneka pemikiran dalam upaya mewujudkan solusi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah rumah tangga. B. Tema Solusi pencemaran lingkungan akibat limbah rumah tangga Subtema: 1. Ada apa dengan limbah rumah tangga? 2. Pemanfaatan teknologi dalam mengolah limbah rumah tangga. 3. Penanganan limbah rumah tangga yang efektif. 4. Pemasyarakatan teknik pengelolaan limbah rumah tangga. 5. Limbah rumah tangga dan penanganannya. 6. Peran media cetak dalam pemasyarakatan sadar lingkungan dan solusi penanganan limbah rumah tangga. C. Tujuan 1. Menghimpun gagasan, pikiran, pendapat mengenai solusi pencemaran lingkungan akibat limbah rumah tangga serta impilkasinya terhadap kesehatan lingkungan 2. Memperoleh informasi aktual mengenai pengelolaan limbah rumah tangga dari pencinta, pemerhati, dan ahli lingkungan. 3. Memperoleh masukan yang dapat dipertimbangkan dalam pengambilan kebijakan agar penanganan limbah rumah tangga lebih efektif. D. Manfaat Diskusi Diskusi ini diharapkan dapat diperoleh hasil yang efektif dari para ahli lingkungan dalam pengelolaan limbah rumah tangga yang sering mengakibatkan pencemaran lingkungan. BAB II PELAKSANAAN DAN HASIL DISKUSI A. Pelaksanaan 1. Topik Diskusi dan Pembicara Dalam diskusi ini ditampilkan pembicara utama berikut. a. Mr. John Custer (SIL-International-Indonesia) "Solusi Efektif Penangganan Limbah Rumah Tangga" b. Dr. rer.nat. Sadjidan, M.Si. (Ketua Prodi Biologi Pascasarjana UNS ) "Pengolahan Limbah Rumah Tangga dalam Perspektif Lingkungan Hidup" c. Drs. Sugiyanto, M.Si.,M.Si. (Dosen Lingkungan Hidup Pascasarjana UNS) "Implementasi Teknik dan Strategi penanganan Limbah Rumah

Tangga di Masyarakat" 2. Peserta 1. Guru IPS dan Biologi SMP dan SMA. 2. Kepala sekolah SMP dan SMA 3. Mahasiswa S-1, S-2, san S-3 Geografi, Biologi, dan Kehutanan 4. Dosen Geografi, Biologi, dan Kehutanan 5. Pemerhati lingkungan Hidup 6. Peneliti dan praktisi lingkungan hidup 7. Mahasiswa Pencinta Alam 3. Waktu dan Tempat Diskusi ini dilaksanakan di Aula FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, Jl. Ir. Sutami No. 36 A pada 1 Juni 2007 pukul 08.00 sd. 16.00 WIB 4. Penyelenggara Mahasiswa Pencinta Alam FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta B. Hasil Diskusi 1. Peserta Peserta dalam diskusi tanggal 1 Juni 2007 telah memenuhi target karena diikuti oleh sekitar 250 peserta. Padahal target semula ditargetkan hanya 150 peserta. Oleh karena itu, diskusi ini dianggap telah mencapai target. 2. Pelaksanan Diskusi Diskusi ini dibuka oleh Pembantu Dekan Tiga FKIP Universitas Sebelas Maret, Drs. Amir Fuady, M.Pd. Pelaksanaan diskusi sangat menarik dan apresiatif, baik dari pembicara dan peserta. Ketiga pembicara menyampaikan berbagai materi mengenai solusi pencemaran lingkungan akibat limbah rumah tangga. Oleh karena itu, para peserta pun sangat antusias mengikuti diskusi ini. 3. Kendala-kendala Ada sedikit kendala terkait dengan LCD, akan tetapi dapat diatasi dengan baik. BAB III PENUTUP A. Simpulan Kesimpulan dari kegiatan diskusi ini telah dilaksanakan dengan baik dan lancar. Simpulan diskusi ini adalah bahwa limbah rumah tangga harus dikelola secara baik dengan memanfatkan teknologi sederhana. Dengan demikian tidak mengakibatkan pencemaran lingkungan. B. Saran Berdasarkan hasil diskusi selanjutnya, disarankan bahwa: 1. Diperlukan diskusi lebih lanjut dengan mendatangkan berbagi pihak untuk memperoleh hasil pemikiran yang lebih luas; 2. Dilakukan persiapan yang lebih maksimal. Demikianlah laporan kegiatan diskusi. Semoga bermanfaat dan segala kekurangan dan kelemahan dalam kegiatan ini diharapkan menjadi pengalaman yang berharga untuk kegiatan selanjutnya. Surakarta, 5 Juni 2007 Ketua Panitia, Ttd. M. Yuma Arridhwan Adiputra NIM K12006009 3. Melampirkan Notula Notula merupakan catatan singkat mengenai jalannya persidangan (rapat) ataupun diskusi serta hal-hal yang dibicarakan dan diputuskan. Notula tidak memiliki format yang standar. Hal ini tergantung pada kesepakatan organisasi yang menyelenggarakan acara notula tersebut. Pola Penulisan Notula yang Lengkap Dalam diskusi yang bersifat resmi, biasanya ada seseorang petugas yang membuat catatan mengenai jalannya diskusi secara keseluruhan. Petugas tersebut disebut notulis dan catatannya disebut notula (ada juga yang menyebut notulen). Seorang notulis yang baik harus memiliki kecermatan dan kepandaian dalam memilih dan mengikuti jalannya diskusi atau seminar secara keseluruhan. Adapun unsur-unsur yang harus dicatat notulis adalah sebagai berikut. a. Nama diskusi b. Tempat dan waktu diskusi c. Pemandu diskusi d. Penyaji/pembicara diskusi

e. Jumlah peserta yang hadir f. Materi pokok diskusi g. Permasalahan yang dihadapi h. Penanggulangan masalah i. Saran dan usulan peserta j. Kesimpulan diskusi k. Nama dan tanda tangan notulis. Berdasarkan laporan hasil diskusi yang dituliskan di atas buatlah notula dengan menggunakan format di bawah ini! Salinlah format tersebut dalam buku tugas Anda! Selain menggunakan format tersebut, Anda juga bisa menggunakan format lain. Notula Diskusi Judul Diskusi : ..................................... Tempat dan waktu : ..................................... Penyaji/Pembicara : ..................................... Moderator : ..................................... Acara 1. Pembukaan : ..................................... 2. Penyajian : ..................................... 3. Tanya-Jawab : ..................................... 4. Saran peserta : ..................................... 5. Simpulan diskusi : ..................................... Notulis, (nama siswa) 2. Melampirkan Daftar Hadir Menuliskan laporan diskusi juga diberi lampiran daftar hadir atau biasa disebut presensi. Daftar hadir sebagai bukti banyaknya peserta yang hadir dalam suatu diskusi. Daftar hadir biasanya dibuat rangkap untuk lampiran laporan pertanggungjawaban. Tidak ada format standar dalam membuat daftar hadir. Format tergantung dari instansi atau lembaga yang mengadakan diskusi. Berikut ini contoh format yang bisa digunakan dalam penulisan daftar hadir/ presensi. PRESENSI/DAFTAR HADIR DISKUSI Tema: Sosialisasi dan Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendididkan Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Kamis, 5 Mei 2007 No. Nama Peserta Diskusi Nama Instansi yang Mengutus Tanda Tangan 1. 2. ......................... ......................... ................................ ................................ 1. ........................ 2. ........................

ergakandly 

Twitter



Facebook



Google+



Instagram



Youtube

Contoh Intisari Buku Non Fiksi Ok, kemarin saya ada tugas dari sekolah. membuat intisari bukun non fiksi. Kali ini saya berbaik hati share ke blog saya. tapi ingat SELALU CANTUMKAN SUMBER saat menyalin (copy-paste) suatu artikel. ok.ok

Judul Pengarang Tebal Tahun Penerbit Jenis Buku

: Pengendalian Erosi Tanah : Dr. Ir. Supli Effendi Rahim : xvii + 148 halaman : Cetakan Pertama, Agustus 2000 Cetakan Kedua, September 2003 : PT. Bumi Aksara : Lingkungan Hidup

Buku ‘Pengendalian Erosi Tanah’ ini terdiri dari dua belas bagian, yakni pengendalian erosi tanah dalam rangka pelestarian hidup; penyebaran dan keragaman erosi tanah; masalah erosi tanah dalam lahan kritis; erosi tanah dan fenomenanya; limpasan permukaan; pendugaan erosi dan penggunaannya; pencegahan dan penanggulangan erosi tanah pada tingkat makro; pencegahan dan penanggulangan erosi pada tingkat mikro; tindakan konservasi tanah; permasalahan dalam penerapan tindakan dan kebijakan konservasi tanah; penelitian erosi dan konservasi tanah; dan kesimpulan. Pembangunan nasional sejak dasawarsa 80-an telah diarahkan untuk menganut konsep pembangunan berkelanjutan itu sendiri sesungguhnya adalah upaya untuk mencapai keberlanjutan dalam 4 hal. Keberlanjutan ekologis yang merupakan keberlanjutan yang utama dan pertama, diikuti oleh keberlanjutan ekonomis, sosial budaya dan politik hankam. Upaya mencapai sasaran pembangunan itu tentu harus melewati jalan berliku dan panjang. Kebijakan dalam bentuk hal haruslah ditempuh. Ada tiga hal yang harus dijadikan tumpuan dalam menjalankan roda pembangunan itu. Pertama sumber daya alami, kedua kualitas lingkungan, dan ketiga faktor kependudukan. Siapa pun pasti berhubungan dengan tanah. Tanah merupakan tempat mendirikan bangunan, tempat hidup tumbuhan dan hewan, tempat dikuburkannya manusia bila meninggal, dan tempat berusaha pada umumnya. Jadi, tanah dengan manusia sangat erat ketertarikan. Eratnyanya hubungan tanah dengan kehidupan manusia dibuktikan dengan terekomentasinya dalam kitab suci bahwa manusia diciptakan dari tanah. Karena ia diciptakan dari tanah maka tidak mengherankan mengapa manusia tak bisa hidup tanpa tanah. Maka dari itu tanah patut dijaga agar tidak sampai terkena erosi. Masalah Erosi di Indonesia, dalam hal ini erosi akibat campur tangan manusia , sebenarnya telah berlangsung sejak lama. Barangkali bersamaan dengan pembukaan lahan untuk usaha pertanian oleh nenek moyang bangsa ini ribuan tahun yang lalu. Namun demikian, kepedulian manusia terhadap proses ini memang terbilang baru. Erosi didefinisikan sebagai suatu peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau sebagian dari suatu tempat yang terangkut dari suatu tempat ke tempat lain, baik disebabkan oleh pergerakan air, angin, atau es. Pengikisan tanah di sini pada hakekatnya tidak termasuk erosi internal (ke dalam penampang tanah) tetapi hanya pengikisan suatu tanah ke tempat lain (eksternal). Di daerah tropis seperti Indonesia, erosi terutama disebabkan oleh air hujan. Ada juga erosi terjadi disebabkan oleh angin atau es, tetapi pada buku ini lebih ditekankan kepada erosi oleh air hujan. Salah satu penyebab erosi karena adanya faktor limpasan permukaan. Limpasan permukaan merupakan sebagian dari air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah. Jumlah air yang menjadi limpasan ini sangat bergantung pada jumlah air hujan persatuan waktu (intensitas), keadaan penutup tanah, topografi terutama kemiringan lereng), jenis tanah, dan ada atau tidaknya hujan yang terjadi sebelumnya (kadar air tanah sebelum terjadinya hujan). Ada dua tujuan utama mengapa perlu dilakukan pendugaan erosi. Pertama, untuk meramalkan besar erosi yang telah, sedang atau akan terjadi pada suatu lahan dengan atau tanpa pengelolahan tertentu. Kedua, untuk memilih praktek penggunaan lahan dalam arti ;uas yang mempunyai produktivitas tinggi dan berkelanjutan. Pendugaan erosi dapat dilakukan di laboratorium atau di lapangan. Konservasi tanah ditujukan untuk memperoleh produksi maksimum suatu lahan secara berkelanjutan, sementara mengupayakan agar laju erosi tanah lebih kecil atau paling tidak sama dengan laju pembentukan tanah di lahan (daerah) itu. Ini berarti bahwa diperlukan langkah-langkah atau upaya-upaya yang diperlukan untuk mengatur penggunaan lahan. Laju erosi maksimum yang dapat dibiarkan disebut dengan laju kehilangan tanah toleransi. Berapa besarnya laju erosi yang bisa dibiarkan untuk suatu daerah sesungguhnya tidaklah mudah. Sebab penentuannya haruslah didasarkan kepada beberapa besarnya laju pembentukan tanah di kawasan itu. Laju pembentukan tanah merupakan patokan yang digunakan untuk mementukan beberapa besarnya laju erosi yang dapat dibiarkan di suatu daerah. Laju pembentukan tanah di seluruh dunia berkisar antara 0,01 hingga 7,7mm/tahun Untuk menghindari terjadinya erosi diperlukan strategi-strategi yang ampuh untuk mensiasati hal ini. Di dalam buku ini menjelaskan bahwa strategi-strategi penanggulangan erosi untuk masing-masing penggunaan lahan digunakan sedikitnya dua dari tiga tindakan, meliputi tindakan agronomis, tindakan pengelolahan tanah, dan tindakan mekanis. Secara umum telah dapat dipahami bahwa masih banyak yang harus dipelajari tidak saja tentang proses erosi tanah itu sendiri, juga tentang metode-metode konservasinya. Namun, tantanga yang lebih besar lagi ternyata berupa kendala-

kendala nonteknis. Metode-metode konservasi tanah secara praktikal telah berkembang mengikuti perkembangan zaman. Pada awal abad ke-20, penekanan masih kepada cara konservasi yang dikembangkan oleh Amerika Serikat yakni melalui manipulasi lahan untuk mengendalikan limpasan dengan penggunaan terasering. Informasi tentang perilaku erosi dan strategi untuk pengendaliannya yang “terbaik” sangat diperlukan. Tambahan lagi bahwa walaupun telaj tersedia teknologi yang handal dalam bidang konservasi tanah, namun karena kebanyakan dikembangkan di luar negeri, penerapannya tidak dapat langsung dilaksanakan begitu saja. Untuk itu perlu uji coba bahkan bila perlu dicarikan alternatif yang terbaik Upaya pelestarian Lingkungan Hidup secara fungisional salah satunya dilakukan melalui pengendalian erosi tanah setiap tipe penggunaan lahan. Ini merupakan isyarat bahwa konsepsi modern, padasatu sisi lahan dapat digunakan sesuai daya dukungnya, pada sisi lain diupayakan agar laju kerusakannya rendah. Keunggulan dari buku ini ialah mengupas secara tuntas cara penanggulangan erosi, baik terjadi karena faktor alam atau karena adanya faktor lain yang menyebabkan terjadinya erosi. Namun di sisi lain, buku ini juga mempunyai kekurangan yakni menggunakan bahasa yang bertele-tele dan sulit dimengerti. Buku ini layak dibaca bagi semua kalangan, baik dari kalangan remaja hingga kalangan dewasa. Buku ini juga sangat bermanfaat bagi para pecinta alam untuk mengurangi laju erosi tanah. Powered by Blogger.

Pengertian Unsur Intrinsik dan Unsur-Unsur Intrinsik Novel| Intrinsik terdiri atas Unsur-Unsur seperti Alur, Tema, Penokohan, Sudut Pandang, Latar, Amanat, Dalam pengertian unsur-unsur intrinsik dan Penjelasan dari seluruh unsur-unsur intrinsik tersebut, Unsur-unsur Intrinsik digunakan untuk menganalisis novel-novel agar lebih mudahkan kita dalam menganalisis novel tersebut, Apa lagi novel yang sangat tebal butuh waktu lama sehingga perlunya unsur-unsur intrinsik, Jika Unsur Intrinsik ada, Unsur Ekstrinsik pun juga ada. Dalam Pengertian Unsur Intrinsik adalah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra seperti unsur-unsur yang ada dalam unsur-unsur intrinsik, Untuk mengetahui penjelasan dari unsur-unsur intrinsik mari kita lihat penjelasannya seperti dibawah ini... Unsur-Unsur Intrinsik Novel Berikut ini penjelasan mengenai unsur-unsur intrinsik novel. a. Alur (Plot)

Alur merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebabakibat. Intisari alur ada pada permasalahan cerita. akan tetapi, suatu permasalahan dalam novel tak bisa dipaparkan begitu saja; jadi harus ada dasarnya. Oleh karena itu, alur terdiri atas (1) Saling mengenal , (2) munculnya konflik, (3) konflik meninggi, (4) klimaks, dan (5) menyelesaikan konflik atau masalah . Di tahap saling mengenal, pengarang mulai menggambarkan situasi dan memperkenalkan tokoh-tokoh cerita sebagai pendahuluan. Di bagian kedua, pengarang mulai menampilkan pertikaian yang terjadi di antara tokoh. Pertikaian ini semakin meninggi, dan puncaknya dari masalah tersebut terjadi di bagian keempat (klimaks). Setelah fase tersebut terlampaui, sampailah di bagian kelima (pemecahan masalah). Alur pun menurun menuju ke mencari solusi dalam masalah dan penyelesaian cerita. Itulah unsur-unsur alur yang berpusat pada konflik. Dengan adanya alur seperti di atas, pembaca dibawa ke dalam suatu keadaan yang menegangkan (suspense). Suspense inilah yang menarik pembaca untuk terus mengikuti cerita tersebut . Dari tahap-tahap alur di atas jelaslah bahwa kekuatan sebuah novel terletak pada kemampuan pengarang membawa pembacanya menemui masalah, memuncaknya masalah, dan berakhirnya masalah. Timbulnya konflik sering berhubungan erat dengan unsur watak dan latar. Konflik dalam cerita mungkin terjadi karena watak seorang tokoh yang menimbulkan persoalan bagi tokoh lain atau lingkungannya. b. Tema

Tema adalah inti atau ide pokok dalam cerita. Tema merupakan awal tolak pengarang dalam menyampaikan cerita. Tema suatu novel menyangkut segala persoalan dalam kehidupan manusia, baik masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, dan sebagainya. c. Penokohan Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Untuk menggambarkan karakter seorang tokoh, pengarang dapat juga menyebutkannya langsung, misalnya si A itu penyabar, si B itu murah hati. Penjelasan karakter tokoh dapat pula melalui gambaran fisik dan perilakunya, lingkungan kehidupannya, cara bicaranya, jalan pikirannya, ataupun melalui penggambaran oleh tokoh lain. d. Sudut Pandang (point of view) Sudut pandang adalah posisi pengarang atau narator dalam membawakan cerita tersebut. Posisi pengarang dalam menyampaikan cerita ada beberapa macam: .Narator serbatahu adalah narator bertindak sebagai pencipta segalanya yang serbatahu. ia tahu segalanya. Ia dapat menciptakan segala hal yang diinginkannya. Ia dapat mengeluarkan dan memasukkan para tokoh. Ia dapat mengemukakan perasaan, kesadaran, ataupun jalan pikiran para tokoh cerita. Pengarang dapat mengomentari kelakuan para tokoh-tokoh dalam cerita, bahkan juga dapat berbicara langsung dengan pembacanya.. Narator objektif adalah pengarang tak memberi komentar apa pun. Pembaca hanya disuguhi “hasil pandangan mata”. Pengarangnya menceritakan apa yang terjadi seperti penonton melihat pementasan drama. Pengarang sama sekali tak mau masuk ke dalam pikiran para pelaku. Dalam kenyataannya, orang memang hanya dapat melihat apa yang yang dilakukan orang lain. Dengan melihat kelakukan orang lain tersebut, juga boleh menilai kehidupan kejiwaannya, kepribadiannya, jalan pikirannya, dan perasaannya. Motif tindakan pelakunya hanya bisa kita nilai dan perbuatan mereka. Dalam hal ini, jelaslah bahwa pembaca sangat diharapkan partisipasinya. Pembaca bebas menafsirkan apa yang diceritakan pengarang.Narator aktif adalah Narator juga aktor yang terlibat dalam cerita tersebut yang terkadang fungsinya sebagai tokoh sentral. Cara thi tampak dalam penggunaan kata ganti orang pertama (aku, kami). Dengan posisi yang demikian, narator hanya boleh melihat dan mendengar apa yang orang biasa lihat atau dengar. Selanjutnya narator mencatat tentang apa yang dikatakan atau dilakukan tokoh lain dalam suatu jarak penglihatan dan pendengaran.Narator tidak dapat membaca pikiran tokoh lain kecuali hanya menafsirkan dari tingkah laku fisiknya. Narator juga tidak dapat melompati jarak yang besar. Hal-hal yang bersifat psikologis dapat dikisahkan jika menyangkut dirinya sendiri. Narator sebagai peninjau adalah pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Seluruh kejadian yang ada pada cerita lakukan bersama tokoh ini. Tokoh ini bisa bercerita tentang pendapatnya atau perasaannya sendiri. Sementara itu, terhadap tokoh-tokoh lain, ia hanya boleh menyampaikan tentang, kita sesuai apa yang ia lihat. Jadi, teknik ini merupakan berupa penuturan pengalaman seseorang. Dalam beberapa hal, teknik ini sebenarnya hampir sama dengan teknik orang pertama, tetapi teknik ini lebih bebas dan fleksibel dalam bercerita. e. Latar Latar (setting) merupakan tempat, waktu, dan suasana teijadinya perbuatan tokoh atau peristiwa yang dialami tokoh. Dalam cerpen, novel, ataupun bentuk prosa lainnya, terkadang biasanya tidak disebutkan secara jelas latar perbuatan tokoh itu. Misalnya, di tepi hutan, di sebuah desa, pada suatu waktu, pada zaman dahulu, di kala senja. f. Amanat Amanat merupakan ajaran moral atau pesan yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui Karya yang diciptakan itu. Tidak terlalu berbeda dengan bentuk cerita yang Iainnya, amanat dalam novel akan disimpan rapi dan disembunyikan pengarangnya dalam keseluruhan isi cerita. Oleh karena itu, untuk mendapatkannya, tidak cukup hanya membaca dua atau tiga paragraf, melainkan membaca cerita tersebut sampai tuntas.

1) Tema Novel Perahu Kertas karya Dee Lestari ini mengusung tema persahabatan dan cinta.

2) Penokohan – Kugy : Seorang gadis yang memiliki karakter easy going, santai, ceria, cerdas, dan penghayal. Dalam kesehariannya Kuggy memiliki sifat yang unik dan berbeda dari wanita pada umumnya. – Keenan : Seorang laki-laki cerdas yang begitu menyukai dunia seni lukis. – Noni : Sahabat Kugy yang cantik dan manis. Karakter Noni yakni rajin, disiplin, perfeksionis, perhatian, dan tegas. – Wanda : Wanita yang mencintai Keenan yang memiliki perawakan tinggi dan cantik. Wanda memiliki watak yang periang, agresif, perhatian, dan penyayang. – Eko : kekasih Noni dan juga sahabat dari Keenan dan Kugy. Memiliki karakter humoris, apa adanya, dan penyayang. – Remi : Seorang laki-laki yang selalu berpenampilan rapi dan elegan. Karakternya yang baik, ramah, dan hangat membuat banyak wanita yang menyukainya. – Ludhe : gadis Bali yang menyukai Keenan. Memiliki karakter yang lemah lembut, baik hati, dan pemalu. – Adri : Seorang laki-laki yang merupakan ayah Keenan. Bersifat keras kepala, tegas, dan suka memaksakan kehendaknya kepada Keenan. – Lena : Ibu Keenan yang baik hati, penyayang dan selalu mementingkan keluarga di atas segala-galanya.

– Wayan : Seorang laki-laki Bali yang merupakan sosok lain di antara kedua orang tua Keenan. Wayah adalah seorang pelukis terkenal di Bali, cita rasa seninya membuat Keenan kagum akan dirinya.

3) Latar / Setting Latar pada cerita novel Perahu Kertas tidak digambarkan secara spesifik dan bersifat netral. Latar dapat diimplementasikan di mana saja berdasarkan imajinasi pembaca. Advertisement

4) Alur Cerita dalam novel Perahu kertas menggunakan Alur maju. Uraiannya sebagai berikut: – Eksposisi Pertemuan Kugy dan Keenan dimulai ketika Nony dan eko mengajak Kugy untuk menjemput Keenan di Stasiun. Eko sama sekali tidak mengingat seperti apa wajah Keenan. Terakhir kali mereka bertemu, pada saat mereka berada di bangku kelas 5 SD. Namun tanpa sengaja Kugy menemukan Keenan dengan radar Neptunus yang dipercayai oleh Kugy. Perkenalan Kugy dan Keenan berlangsung mulai pada saat itu. Seiring berjalannya waktu, hubungan Kenaan dan Kugy semakin dekat dan pada akhirnya satu sama lain saling emendam perasaan suka. – Konflik Konflik dimulai ketika hubungan Keenan dan Kugy mulai terhalang karena sesuatu hal. Selain itu juga terdapat masalah antara Kugy dan Noni yang menyebabkan mereka tidak berkomunikasi satu sama lain dalam jangka waktu tertentu. – Klimaks Hubungan Kugy dan Keenan semakin dekat, namun masing-masing dari mereka yang menyatakan perasaannya. Hubungan mereka terjebak dalam diam dan menerka-nerka perasaan mereka. Keadaan pun turut memperkuat alasan mereka untuk terus diam. Hingga pada saatnya Kugy memiliki pacar, atasannya sendiri yakni Remi. Sementara itu Keenan belum memiliki pasangan. Noni dan eko memperkenalkan Keenan dengan Wanda. Namun hubungan mereka tidak seperti yang diharapkan. Selain itu persahabatan antara Kugy, Noni, Eko, dan Keenan juga merenggang, yang menyebabkan mereka vtidak saling bertemu dan berkomunikasi beberapa waktu. – Setelah beberapa waktu lamanya mereka tidak saling bertemu karena kesibukan masing-masing dan renggangnya hubungan mereka, akhirnya mereka bertemu kembali. Hingga pada saatnya tiba Kugy dan Keenan bisa saling mengetahui perasaan masing-masing dan akhirnya mereka menjalin hubungan yang lebih serius.

5) Amanat – Realitas hidup salah satunya adalah kenyataan bahwa tidak semua yang kita cita-citakan akan terwujud. – Terdapat konsekuensi dari setiap pilihan, kita harus bijak dalam menentukan pilihan hidup. – Jadilah seperti siapa diri kita apa adanya.

6) Sudut Pandang Cerita dalam novel Perahu Kertas karya Dee Lestari menggunakan sudut pandang orang ketiga tunggal.

7) Gaya Bahasa Gaya bahasa yang dituangkan dalam bahasa tulis Dee Lestari bergaya yang otentik dengan perkembangan zaman modern dan sesuai dengan kondisi masyarakat sehingga bahasa tulis novel Perahu Kertas mudah dipahami oleh pembaca.

Puisi adalah karangan yang bahasanya singkat, padat, indah, menyentuh. Bentuknya ditata berlarik- larik dan berbait- bait, sehingga mengandung irama dan persajakan dengan mengutamakan perasaan. Salah satu cara menikmati keindahan bunyi puisi adalah dengan membaca puisi atau mendeklamasikan puisi. Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam membaca puisi sebagai berikut :

1.Ketepatan ekspresi / mimik. Ekpresi adalah pernyataan perasaan hasil penjiwaan puisi. Mimik adalah gerak air muka. 2.kinesik yaitu gerak anggota tubuh. 3.Kejelasan artikulasi. Artikulasi yaitu ketepatan dalam melafalkan kata- kata. 4.Timbre yaitu warna bunyi suara (bawaan) yang dimilikinya. 5.Irama puisi artinya panjang pendek, keras lembut, tinggi rendahnya suara. 6.Intonasi atau lagu suara. Dalam sebuah puisi, ada tiga jenis intonasi antara lain sebagai berikut : * Tekanan dinamik yaitu tekanan pada kata- kata yang dianggap penting. * Tekanan nada yaitu tekanan tinggi rendahnya suara. Misalnya : Suara tinggi menggambarkan keriangan, marah, takjud, dan sebagainya.Suara rendah mengungkapkan kesedihan, pasrah, ragu, putus asa dan sebagainya. * Tekanan tempo yaitu cepat lambat pengucapan suku kata atau kata.

Lambang negara Indonesia Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Lambang Negara Republik Indonesia Garuda Pancasila

Penjelasan Pemangku Sejak

Republik Indonesia 11 Februari 1950 Di bagian tengah Garuda, melambangkan Perisai Pancasila, ideologi nasional Indonesia Penopang Garuda (penopang tunggal) Semboyan Bhinneka Tunggal Ika Jumlah bulu Garuda melambangkan tanggal Elemen 17 Agustus 1945, hari kemerdekaan Republik Indonesia - Lambang Negara (contoh pada Paspor Indonesia dan dokumen resmi kenegaraan) Penggunaan - sebagai lambang kenegaraan dan ideologi nasional - penggunaan resmi kenegaraan lainnya

Lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Lambang negara Indonesia berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang Garuda), perisai berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno, dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950. Lambang negara Garuda Pancasila diatur penggunaannya dalam Peraturan Pemerintah No. 43/1958.[1]

Daftar isi 

1 Sejarah



2 Deskripsi dan arti filosofi o

2.1 Garuda

o

2.2 Perisai

o

2.3 Pita bertuliskan semboyan Bhinneka Tunggal Ika



3 Beberapa aturan



4 Lagu Garuda Pancasila



5 Galeri



6 Lihat pula



7 Pranala luar



8 Catatan

Sejarah

Arca Raja Airlangga digambarkan sebagai Wishnu mengendarai Garuda.

Rancangan awal Garuda Pancasila oleh Sultan Hamid II masih menampilkan bentuk tradisional Garuda yang bertubuh manusia.

Garuda Pancasila yang diresmikan penggunaannya pada 11 Februari 1950, masih tanpa jambul dan posisi cakar di belakang pita.

Garuda, kendaraan (wahana) Wishnu tampil di berbagai candi kuno di Indonesia, seperti Prambanan, Mendut, Sojiwan, Penataran, Belahan, Sukuh dan Cetho dalam bentuk relief atau arca. Di Prambanan terdapat sebuah candi di muka candi Wishnu yang dipersembahkan untuk Garuda, akan tetapi tidak ditemukan arca Garuda di dalamnya. Di candi Siwa Prambanan terdapat relief episode Ramayana yang menggambarkan keponakan Garuda yang juga bangsa dewa burung, Jatayu, mencoba menyelamatkan Sinta dari cengkeraman Rahwana. Arca anumerta Airlangga yang digambarkan sebagai Wishnu tengah mengendarai Garuda dari Candi Belahan mungkin adalah arca Garuda Jawa Kuna paling terkenal, kini arca ini disimpan di Museum Trowulan. Garuda muncul dalam berbagai kisah, terutama di Jawa dan Bali. Dalam banyak kisah Garuda melambangkan kebajikan, pengetahuan, kekuatan, keberanian, kesetiaan, dan disiplin. Sebagai kendaraan Wishnu, Garuda juga

memiliki sifat Wishnu sebagai pemelihara dan penjaga tatanan alam semesta. Dalam tradisi Bali, Garuda dimuliakan sebagai "Tuan segala makhluk yang dapat terbang" dan "Raja agung para burung". Di Bali ia biasanya digambarkan sebagai makhluk yang memiliki kepala, paruh, sayap, dan cakar elang, tetapi memiliki tubuh dan lengan manusia. Biasanya digambarkan dalam ukiran yang halus dan rumit dengan warna cerah keemasan, digambarkan dalam posisi sebagai kendaraan Wishnu, atau dalam adegan pertempuran melawan Naga. Posisi mulia Garuda dalam tradisi Indonesia sejak zaman kuna telah menjadikan Garuda sebagai simbol nasional Indonesia, sebagai perwujudan ideologi Pancasila. Garuda juga dipilih sebagai nama maskapai penerbangan nasional Indonesia Garuda Indonesia. Selain Indonesia, Thailand juga menggunakan Garuda sebagai lambang negara. Setelah Perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949, disusul pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949, dirasakan perlunya Indonesia (saat itu Republik Indonesia Serikat) memiliki lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah

Lambang Garuda juga digunakan di jersey Tim Nasional Sepak Bola Indonesia

Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh Jepang. Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Mereka bertiga sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal Ika".Tanggal 8 Februari 1950, rancangan lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali, karena adanya keberatan terhadap gambar burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap terlalu bersifat mitologis. [2]

Sultan Hamid II

Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950.[3] Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih "gundul" dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.

Soekarno terus memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Pada tanggal 20 Maret 1950 Soekarno memerintahkan pelukis istana, Dullah, melukis kembali rancangan tersebut; setelah sebelumnya diperbaiki antara lain penambahan "jambul" pada kepala Garuda Pancasila, serta mengubah posisi cakar kaki yang mencengkram pita dari semula di belakang pita menjadi di depan pita, atas masukan Presiden Soekarno. Dipercaya bahwa alasan Soekarno menambahkan jambul karena kepala Garuda gundul dianggap terlalu mirip dengan Bald Eagle, Lambang Amerika Serikat.[2] Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara. Rancangan Garuda Pancasila terakhir ini dibuatkan patung besar dari bahan perunggu berlapis emas yang disimpan dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional sebagai acuan, ditetapkan sebagai lambang negara Republik Indonesia, dan desainnya tidak berubah hingga kini.

Deskripsi dan arti filosofi

Garuda 

Garuda Pancasila sendiri adalah burung Garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu kendaraan Wishnu yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat.



Warna keemasan pada burung Garuda melambangkan keagungan dan kejayaan.



Garuda memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang melambangkan kekuatan dan tenaga pembangunan.



Jumlah bulu Garuda Pancasila melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, antara lain: o

17 helai bulu pada masing-masing sayap

o

8 helai bulu pada ekor

o

19 helai bulu di bawah perisai atau pada pangkal ekor

o

45 helai bulu di leher

Perisai 

Perisai adalah tameng yang telah lama dikenal dalam kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan, pertahanan, dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan.



Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan garis khatulistiwa yang menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu negara tropis yang dilintasi garis khatulistiwa membentang dari timur ke barat.



Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaan Indonesia "merah-putih". Sedangkan pada bagian tengahnya berwarna dasar hitam.



Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar negara Pancasila. Pengaturan lambang pada ruang perisai adalah sebagai berikut [4]:

1. Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima berlatar hitam[5]; 2. Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai berlatar merah[6]; 3. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai berlatar putih [7]; 4. Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng[8] di bagian kanan atas perisai berlatar merah [9]; dan 5. Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai berlatar putih.

Pita bertuliskan semboyan Bhinneka Tunggal Ika 

Kedua cakar Garuda Pancasila mencengkeram sehelai pita putih bertuliskan "Bhinneka Tunggal Ika" berwarna hitam.



Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Kata "bhinneka" berarti beraneka ragam atau berbeda-beda, kata "tunggal" berarti satu, kata "ika" berarti itu. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya tetap adalah satu kesatuan, bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

More Documents from "Ayu Dzakiroh"