5.bab 1 - Bab 3.docx

  • Uploaded by: Rogate Josia Sijabat
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 5.bab 1 - Bab 3.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,926
  • Pages: 57
0

PERANCANGAN TAMBANG DAN MINE SCHEDULING UNTUK PENAMBANGAN PADA PIT BARU DI PT. PROLINDO CIPTA NUSANTARA DESA SEBAMBAN BARU KECAMATAN SEI LOBAN KABUPATEN TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Pada Jurusan Teknik Pertambangan

OLEH :

ROGATE JOSIA SIJABAT DBD 114 172

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERISTAS PALANGKA RAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN/PRODI TEKNIK PERTAMBANGAN 2018

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan

tambang

adalah

penentuan

persyaratan

teknik

pencapaian sasaran kegiatan serta urutan teknik pelaksanaan dalam berbagai macam anak kegiatan yang harus dilaksanakan untuk pencapaian tujuan dan sasaran kegiatan. Agar proses penambangan dapat mencapai tujuannya, maka perlu dirancang bentuk-bentuk tahapan penambangan untuk menambang endapan tersebut mulai dari titik masuk awal hingga ke batas akhir dari pit. Perancangan tahap-tahap penambangan ini akan membagi ultimate pit menjadi unit-unit perencanaan yang lebih kecil dan lebih mudah dikelola. Hal ini akan membuat masalah perancangan tambang tiga dimensi yang kompleks menjadi lebih sederhana. Setelah

pentahapan

penambangan

sudah

dilakukan

kegiatan

selanjutnya adalah melakukan urutan (scheduling) penambangan untuk meningkatkan efektiftivitas, efisiensi dan nilai ekonomis dalam pelaksanaan penambangan. Penggunaan sistem komputerisasi akan sangat membantu dalam sistem scheduling. Dengan menggunakan software tertentu kita dapat merancang tambang dengan lebih cepat dan melakukan pendekatan perhitungan material dengan lebih baik. Namun prosedur dan sistematika merancang daerah penambangan yang baik tetap harus diperhatikan. Banyak perusahaan merancang daerah penambangannya hanya untuk mengejar target produksi, akibatnya penjadwalan produksi terlalu banyak mengalami

1

2

perubahan dan berdampak pula pada proses perancangan tambang yang sudah tidak sistematis lagi.

Perancangan tambang dan penjadwalan

produksi yang kurang baik justru menambah kesulitan dalam proses penambangan dan berakibat pula pada biaya penambangan yang bertambah tinggi pula. PT. PROLINDO CIPTA NUSANTARA berencana membuka sebuah PIT penambangan

baru. Untuk itu diperlukan kegiatan permodelan,

perhitungan cadangan dan rancangan penambangan sehingga akan dihasilkan perencanaan yang terjadwal dan kedepannya akan digunakan pada perencanaan tambang berikutnya. Berdasarkan hal ini,penulis membuat sebuah plan selama 3 tahun untuk PT. PROLINDO CIPTA NUSANTARA. 1.2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari kegiatan penelitian dengan judul ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perancangan tambang dan disposal pada lokasi pit penambangan baru selama 3 tahun ? 2. Bagaimana penjadwalan tambang (mine scheduling) yang harus dipenuhi selama 3 tahun ? 3. Bagaimana menentukan jumlah alat yang bekerja agar target produksi berdasarkan rencana penambangan pertahun dapat tercapai ?

3

1.3. Maksud dan Tujuan 1.3.1. Maksud Adapun maksud dari kegiatan Penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.

Secara Akademis, untuk memenuhi kurikulum pada Jurusan Teknik Pertambangan Universitas palangkaraya sebagai syarat menyelesaikan Studi Strata Satu Teknik Pertambangan

2.

Secara Aktual, untuk mengaplikasikan ilmu yang didapatkan di perkuliahan sehingga diharapkan dapat menambah ilmu dan pengalaman tentang kegiatan-kegiatan pertambangan yang ada di dunia kerja nantinya.

3.

Kegiatan ini juga dapat dijadikan bahan pertimbangan tentang masalah-masalah yang ada dalam industri pertambangan, sehingga dapat menjadi referensi bagi perusahaan.

1.3.2. Tujuan Adapun tujuan dari kegiatan Penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Membuat perancangan tambang dan disposal untuk rencana pit

penambangan baru selama 3 tahun. 2. Membuat penjadwalan tambang (mine scheduling) yang harus

dipenuhi selama 3 tahun. 3. Menentukan jumlah alat yang bekerja agar target produksi berdasarkan rencana penambangan pertahun dapat tercapai.

4

1.4. Manfaat Manfaat yang diharapkan dalam kegiatan penelitian ini adalah : a.

Manfaat Bagi Perguruan Tinggi 

Sebagai tambahan referensi khususnya mengenai perencanaan tambang batubara.



Membina kerja sama yang baik antara lingkungan akademis dengan lingkungan kerja.

b.

Manfaat Bagi Perusahaan 

Mendapatkan satu buah plan pit baru beserta penjadwalan produksi pertahun

c.

Manfaat Bagi Mahasiswa 

Mahasiswa dapat menyajikan pengalaman-pengalaman dan datadata yang diperoleh selama penelitian ke dalam sebuah Laporan Tugas Akhir.



Mahasiswa dapat mengenalkan dan membiasakan diri terhadap suasana kerja sebenarnya sehingga dapat membangun etos kerja yang baik, serta sebagai upaya untuk memperluas cakrawala wawasan kerja.



Mahasiswa mendapat gambaran tentang kondisi real dunia kerja dan memiliki pengalaman terlibat langsung dalam aktivitas industri pertambangan.

5

1.5. Batasan Masalah Adapun kegiatan penelitian dengan judul ini dibatasi sebagai berikut: 1. Perancangan tambang dan Mine scheduling yang dibuat berdasarkan Striping Ratio dan IUP untuk menentukan batas penambangan. 2. Tahapan penambangan dibuat berdasarkan pertimbangan dan kriteria teknis yang diberikan. 3. Tidak melakukan pengkajian geoteknik, sehingga rancangan lereng menggunakan parameter lereng aman dari Geoteknikal Departemen. 4. Tidak mempertimbangkan aspek lingkungan. 5. PT. PROLINDO CIPTA NUSANTARA menggunakan jasa mitra dalam hal penambangan dan penyediaan alat, sehingga penentuan jumlah alat yang bekerja diasumsikan dapat dipenuhi dalam kontrak kerja dengan pihak mitra.

6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.

Metode Tambang Terbuka Untuk Batubara Pengelompokan didasarkan

pada

letak

jenis-jenis endapan,

tambang dan

terbuka

alat-alat

batubara

mekanis

yang

dipergunakan. Teknik penambangan pada umumnya dipengaruhi oleh kondisi geologi dan topografi daerah yang akan ditambang. 2.1.1. Countour mining Contour mining cocok diterapkan untuk endapan batubara yang relatif datar dan tersingkap di lereng pegunungan atau bukit. Cara penambangannya diawali dengan pengupasan tanah penutup (overburden) di daerah singkapan di sepanjang lereng mengikuti garis ketinggian (kontur), kemudian diikuti dengan penambangan endapan batubaranya. Penambangan dilanjutkan ke arah tebing sampai dicapai batas endapan yang masih ekonomis bila ditambang. Karena keterbatasan daerah yang bisa digali, maka daerah menjadi sempit tetapi panjang sehingga memerlukan alat-alat yang mudah berpindah-pindah. Umur tambang biasanya pendek.

6

7

Menurut Robert Meyers, contour mining dibagi menjadi beberapa metode, antara lain : a. Conventional contour mining Pada metode

ini, penggalian

awal

dibuat

sepanjang sisi bukit pada daerah dimana batubara tersingkap.

Pemberaian

lapisan

tanah

penutup

dilakukan dengan peledakan dan pemboran atau menggunakan Dozer dan ripper serta alat muat front end leader, kemudian langsung didorong dan ditimbun di daerah lereng yang lebih rendah (Gambar 2.1). Pengupasan menghasilkan

dengan jalur

contour operasi

stripping

akan

yang bergelombang,

memanjang dan menerus mengelilingi seluruh sisi bukit.

Gambar 2.1 Conventional Contour Mining (Skelly and Loy, 1975 )

8

b. Block-cut contour mining Pada cara ini daerah penambangan dibagi menjadi blok-blok penambangan yang bertujuan untuk mengurangi

timbunan

tanah

buangan

pada

saat

pengupasan tanah penutup di sekitar lereng.

Gambar 2.2 Block – cut countour mining (Skelly and Loy, 1975 )

Pada tahap awal blok 1 digali sampai batas tebing (highwall) yang diijinkan tingginya. Tanah penutup tersebut

ditimbun

sementara,

batubaranya

kemudian

diambil. Setelah itu lapisan blok 2 digali kira-kira setengahnya dan ditimbun di blok 1. Sementara batubara blok 2 siap digali, maka lapisan tanah penutup blok 3 digali dan berlanjut ke siklus penggalian blok 2 dan menimbun tanah buangan pada blok awal. Pada saat blok 1 sudah ditimbun dan diratakan kembali, maka lapisan tanah penutup blok 4 dipidahkan ke blok 2 setelah batubara pada

9

blok 3 tersingkap semua. Lapisan tanah penutup blok 5 dipindahkan ke blok 3, kemudian lapisan tanah penutup blok 6 dipindahkan ke blok 4 dan seterusnya sampai selesai (Gambar 2.2). Penggalian beruturan ini akan mengurangi jumlah lapisan tanah penutup yang harus diangkut untuk menutup final pit. c. Haulback contour mining.

Gambar 2.3 Haulback countour mining (Skelly and Loy, 1975 )

Gambar 2.4 Haulback countour mining dengan kombinasi scraper

10

Metode haulback ini (Gambar 2.3 dan 2.4) merupakan modifikasi dari konsep block-cut, yang memerlukan suatu jenis angkutan overburden, bukannya langsung menimbunnya. d. Box-cut countour mining

Gambar 2.5. Box-Cut Contour Mining (Skelly and Loy, 1978 )

Pada metode box-cut contour mining ini (Gambar 2.5) lapisan tanah penutup yang sudah digali, ditimbun pada daerah yang sudah rata di sepanjang garis singkapan hingga membentuk suatu tanggul-tanggul yang rendah yang akan membantu menyangga porsi terbesar dari tanah timbunan.

11

2.1.2. Mountaintop removal method Metode mountaintop removal method ini (Gambar 2.6) dikenal dan berkembang cepat, khususnya di Kentucky Timur (Amerika Serikat). Dengan metode ini lapisan tanah penutup dapat terkupas seluruhnya, sehingga memungkinkan perolehan batubara 100%.

Gambar 2.6. Mountain top removal methoed (chinoris, 1978 )

2.1.3. Area mining method Metode ini diterapkan untuk menambang endapan batubara yang dekat permukaan pada daerah mendatar sampai agak landai. Penambangannya dimulai dari singkapan batubara yang mempunyai lapisan dan tanah penutup dangkal dilanjutkan ke yang lebih tebal sampai batas pit.

12

Terdapat tiga cara penambangan area mining method, yaitu : a. Conventional area mining method Pada cara ini, penggalian dimulai pada daerah penambangan awal

sehingga

penimbunannya

penggalian tidak

lapisan

terlalu

tanah

mengganggu

penutup

dan

lingkungan.

Kemudian lapisan tanah penutup ini ditimbun di belakang daerah yang sudah ditambang (lihat Gambar 2.7).

Gambar 2.7. Conventional Contour Mining (chinoris, 1973 )

b. Area mining with stripping shovel Cara ini digunakan untuk batubara yang terletak 10–15 m di bawah permukaan tanah. Penambangan dimulai dengan membuat bukaan berbentuk segi empat.

13

Gambar 2.8. Conventional Contour Mining (chinoris, 1978 )

Lapisan

tanah

penutup

ditimbun

sejajar

dengan

arah

penggalian, pada daerah yang sedang ditambang. Penggalian sejajar ini dilakukan sampai seluruh endapan tergali (lihat Gambar 2.8). c. Block area mining Cara ini hampir sama dengan conventional area mining method, tetapi daerah penambangan dibagi menjadi beberapa blok penambangan. Cara ini terbatas untuk endapan batubara dengan tebal lapisan tanah penutup maksimum 12 m (Gambar 2.9). Blok penggalian awal dibuat dengan bullDozer. Tanah hasil penggalian kemudian didorong pada daerah yang berdekatan dengan daerah penggalian.

14

Gambar 2.9 Conventional Contour Mining (chinori, 1973 )

2.1.4. Open Pit Method Metode ini digunakan untuk endapan batubara yang memiliki kemiringan (dip) yang besar dan curam. Endapan batubara harus tebal bila lapisan tanah penutupnya cukup tebal. a. Lapisan miring Cara ini dapat diterapkan pada lapisan batubara yang terdiri dari satu lapisan (single seam) atau lebih (multiple seam). Pada cara ini lapisan tanah penutup yang telah dapat ditimbun di kedua sisi pada masing-masing pengupasan (Gambar 2.11). Pada cara ini penambangan dimulai dengan melakukan pengupasan tanah penutup dan penimbunan dilakukan pada daerah yang sudah ditambang, Sebelum dimulai, harus tersedia dahulu daerah singkapan yang cukup untuk dijadikan daerah penimbunan pada operasi berikutnya (Gambar 2.12). Pada cara

15

ini, baik pada pengupasan tanah penutup maupun penggalian batubaranya, digunakan sistem jenjang (benching system).

Gambar 2.11. open pit method pada lapisan miring (Skelly and Loy, 1975 )

Gambar 2.12. open pit method lapisan tebal (stenfako, 1973 )

2.2.

Perencanaan Tambang Perencanaan adalah penentuan persyaratan teknik pencapaian sasaran kegiatan serta urutan teknik pelaksanaan dalam berbagai macam anak kegiatan yang harus dilaksanakan untuk pencapaian tujuan dan sasaran kegiatan. Masalah perencanaan tambang merupakan masalah yang

16

kompleks karena merupakan problem geometrik tiga dimensi yang selalu berubah dengan waktu dan akan menjadi fokus utama dalam proses perencanaan tambang. Proses perancangan dari tambang terbuka meliputi beberapa tahap, antara lain meliputi proses teknikal, pembuatan rencana tahap (stage plan) penambangan beserta alternatif –alternatifnya diikuti dengan evaluasi dan pemilihan tahap penambangan yang dirasa optimum. Dalam membuat perencanaan, akan dibuat berdasarkan perkiraan situasi yang kemungkinan akan terjadi pada waktu mendekati tahun perencanaan penambangan, sehingga ketika terjadi perubahan situasi sudah terdapat sebuah option untuk dipakai ketika akan memulai tahapan. Terdapat 3 faktor utama yang harus diperhatikan dalam proses perencanaan (Soderberg and Rausch, 1968; Atkinson, 1983) yaitu proses geologi dan alam, faktor ekonomi dan faktor teknologi. Faktor– faktor tersebut berkaitan dengan masalah geometri, kebutuhan alat dan tenaga kerja, serta perkiraan biaya kapital dan operasi. Salah satu aspek terpenting dalam perencanaan adalah perancangan tambang. Proses perancangan tambang dilakukan setelah dilakukan tahap eksplorasi dan studi konseptual dilakukan. Beberapa hal yang menjadi elemen perancangan tambang antara lain meliputi perancangan batas akhir penambangan, bentuk pushback, urutan penambangan, penjadwalan

17

produksi dan rancangan penimbunan tanah penutup. Perancangan tambang tidak berhubungan dengan waktu.

Gambar 2.13. Diagram penyajian proses desain tambang terbuka (G.A. Fourie, 1992)

2.3.

Perancangan Tambang Dalam

melakukan

perancangan

tambang,

perlu

dilakukan

pemodelan geologi, baik topografi maupun struktur lapisan endapan batubara. Pemodelan geologi ini bertujuan untuk mendapatkan data dalam melakukan penaksiran cadangan batubara, yang memenuhi syarat untuk dilakukan penambangan. Perangkat lunak minescape digunakan agar

18

mempermudah proses pemodelan geologi, maupun dalam penaksiran sumberdaya dan cadangan batubara, dan memilih daerah yang lebih prospek sehingga menghasilkan proses penambangan yang layak. Sesuai batasan stripping ratio yang ditetapkan. (Menurut hasil penelitian Denny Tebay, Rancangan Teknis Penambangan pada PT.Riau Bara Harum, UPN Veteran Yogyakarta). Hasil dari penaksiran jumlah volume lapisan tanah penutup (overburden), volume lapisan batuan antar seam batubara (interburden), dan jumlah volume batubara untuk proses penjadwalan produksi disesuaikan dengan target produksi dan kualitas batubara terutama kadar kalori batubara. Minescape merupakan software mining system terpadu yang dirancang khusus untuk pertambangan. Minescape mampu meningkatkan semua aspek informasi teknis suatu lokasi tambang mulai dari data eksplorasi, perancangan tambang jangka pendek, penjadwalan jangka panjang dan sampai ke penjadwalan produksi tambang. Sub menu dari perangkat

lunak

Minescape

yang

digunakan

untuk

melakukan

perancangan tambang yakni: 1) Stratmodel Untuk melakukan pemodelan geologi, dimulai dari pembuatan peta topografi dengan memasukan data dari lapangan yang berupa titik-titik koordinat daerah penelitian, kemudian diinterpolasikan membentuk garis-garis kontur. Pembentukan topografi kedalam bentuk 3D, dilakukan dengan proses triagulasi, yakni membentuk bidang dari setiap sisi antara garis-garis kontur membentuk penampang 3D Peta

19

topografi. Setelah pembuatan peta topografi, dilanjutkan dengan pengolahan data pemboran collar, yang meliputi: nama titik bor, koordinat titik bor, elevasi titik bor, kedalaman lubang bor, ketebalan dan nama seam batubara yang didapat dari hasillog bor, data litologi meliputi: nama titik bor, lapisan atas (roof), kedalaman lapisan bawah (floor), nama seam, batubara yang dapat dari. Dalam pengolahan data pemboran, juga disertakan data kualitas batubara yang meliputi: nama titik bor, nama seam batubara, kedalaman lapisan atas (roof), kedalaman lapisan bawah (floor), relative density, total moisture, inherent moisture, total sulphur, kandungan abu (ash), dan calorific value atau kalori batubara. Hasil pengolahan data lubang bor dan data kualitas batubara tersebut menghasilkan gambar subcrop line batubara yang berupa garis-garis yang menghubungkan out crop bagian floor batubara pada lapisan dibawah topografi atau surface. subcrop line ini digunakan untuk menentukan arah penyebaran batubara dan mengetahui daerah yang paling banyak terdapat endapan batubara. Penaksiran jumlah cadangan yang dapat ditambang pada daerah penelitian dilakukan dengan lebih detail, sehingga diharapkan dapat menghasilkan jumlah cadangan batubara yang mineable cukup besar untuk memenuhi target produksi. Pemodelan geologi selanjutnya yakni pembentukan kontur struktur batubara lapisan bawah (floor) sebagai acuan perhitungan jumlah cadangan batubara yang layak ditambang dan pembuatan desain geometri penambangan. Pembuatan kontur struktur

20

dilakukan pada setiap seam batubara. Pertama dilakukan interpolasi data pemboran yang membentuk kontur struktur batubara bagian bawah (floor) kemudian dilakukan pemodelan tiga dimensi dengan membentuk triangle dari kontur struktur batubara bagian bawah (floor) tersebut. Hasil dari pembuatan kontur struktur bagian bawah lapisan batubara (floor) merupakan tampilan perlapisan batubara yang berbentuk bidang yang membatasi lapisan batubara bagian bawah dengan lapisan batuan atau inter burden. Setelah kontur struktur bagian bawah batubara (floor) terbentuk, dapat dilakukan penaksiran sumberdaya batubara secara kasar atau belum dibatasi oleh stripping ratio yang di tentukan. Jika dip direction batubara pada daerah telitian bersifat relatif terjal misalnya antara 45-60° maka analisis daerah yang memiliki stripping ratio yang sesuai dengan yang ditetapkan

yakni

lebih

mengarah

pada

perubahan

kedalaman

penambangan, dan juga mengarah pada perluasan daerah penambangan. 2) Open Cut Merupakan salah satu aplikasi yang terdapat dalam minescape untuk pembuatan desain geometri penambangan. Desain geometri penambangan dilakukan setelah mendapatkan daerah yang memiliki stripping ratio sesuai dengan yang telah ditetapkan. Daerahdaerah tersebut kemudian dibentuk menjadi blok-blok penambangan dengan penamaan missal : Blok 01, Blok 02, dan seterusnya. Setiap blokblok tersebut dibatasi oleh poligon dengan luasan yang berbeda-beda. Berdasarkan analisis daerah menggunakan resgrapich, batas luas wilayah

21

penambangan (pit limit) dan batas elevasi penambangan dapat ditentukan. Berdasarkan data tersebut, dapat dilakukan desain geometri penambangan secara keseluruhan dan dilakukan penaksiran jumlah cadangan yang memiliki stripping ratio yang telah ditetapkan. Dalam penaksiran cadangan awal, bertujuan untuk menaksir jumlah cadangan yang dapat ditambang dengan stripping ratio yang sesuai dan memperoleh data distribusi kualitas batubara. Data distribusi kualitas batubara didasarkan pada data kualitas hasil analisis laboratorium dari data coring pemboran eksplorasi. 3) Resgprahic Analisis menggunakan sistem resgraphic yang dimiliki perangkat lunak minescape bertujuan untuk membandingkan daerah yang memiliki cadangan batubara yang diinginkan berdasarkan rencana perubahan elevasi penambangan. Sebelum dilakukan analisis daerah penambangan, blokblok penambangan dibagi lagi menjadi blok-blok kecil yang berukuran 100 x 100 m atau 50 x 50 m, supaya penaksiran menjadi lebih detail. Pada hasil resgraphic, blok yang memiliki warna lebih terang (cokelat) merupakan blok yang membatasi daerah yang memiliki stripping ratio yang ditetapkan. Rencana elevasi penambangan yang paling banyak menghasilkan produksi batubara yakni pada elevasi hasil resgraphic tersebut. Dalam pembuatan desain geometri penambangan, dilakukan secara daerah hasil analisis resgraphic selesai dilakukan. Pembuatan desain geomentri penambangan dengan stripping ratio yang ditetapkan,

22

dapat dilanjutkan ke elevasi berikutnya sehingga batas elevasi yang masih dibatasi dengan blok yang memiliki stripping ratio yang diharapkan. 2.4.

Parameter-parameter Rancangan (design) 2.4.1. Data Topografi Permukaan (Surface) Secara detil Informasi ini dapat dalam bentuk kontur hasil digitasi yang tersimpan dalam file komputer, atau berupa file surface titik ketinggian, termasuk drillholes, collars. Alternatif lain yaitu memodelkan permukaan berdasarkan data titik ketinggian menggunakan perangkat lunak seperti AutoCAD dan quicksurf, globalmapper, google earth dan google scateup, maupun minescape yang dibangun secara komputasi dengan metode triangulasi membentuk tampilan 3 (tiga) dimensi. 2.4.2. Kemiringan Jenjang (Bench slope) Pada awalnya sebuah desain pit dibuat dengan overall slope sebesar 45o dan kemudian dimodifikasi berdasarkan informasi geoteknik dari material yang ada dalam pit tersebut. Batter dapat diatur pada kemiringan 30-35o untuk overburden, meningkat 3540o untuk batuan yang lapuk dan hingga 55o untuk batuan fresh. Menurut Robert, Hook dan Fish (1972) sebaiknya kemiringan lereng kurang dari 60o pada kedalaman 65 m dan kurang dari 40o pada kedalaman 300 m.

23

Bench Width

Heigth Of Bench

crest

toe

Single Slope

Overall pit slope

Gambar 2.15. Bagian–bagian jenjang (Hustrulid & Kutcha, 1995)

2.4.3. Tinggi Jenjang (bench heigth) Ketinggian jenjang berbeda-beda untuk

setiap pit.

Tergantung pada peralatan yang digunakan, kedalaman pit dan pada geologi lokal atau derajat iklimnya. Lereng pada overburden yang lemah atau tidak terkonsolidasi, atau pada tanah yang terekpos, relatif lebih tipis, kurang lebih 2-5m. sebuah survey yang dilakukan Canadian Mining Journey (1988) menunjukan bahwa untuk range yang lebar dari beberapa badan bijih, lereng-lereng bervariasi tingginya 6-20m pada operasi tambang yang besar, yang

24

berproduksi 10.000 ton/hari penambangan padat dioperasikan pada lereng dengan ketinggian 9m. pada continental pit, Butte, Montana, terdapat lereng berketinggian 12m pada alluvium hingga 24 m pada batuan kompeten. Operasi-operasi tambang yang lebih kecil biasanya menggunakan lereng dengan ketinggian 6-8m. 2.4.4. Permukaan Lereng (Bench Face) Permukaan lereng dapat dibedakan menurut jenis dari lereng tersebut. Misalnya sebuah lereng aktif atau lereng kerja (working Bench) dapat menggunakan pedoman stabilitas jangka pendek yaitu lereng dapat dibuat relatif lebih terjal. Namun untuk lereng permanen, pertimbangan utama yang digunakan adalah jangka panjang. Permukaan lereng dapat di tentukan dan dicapai dengan pemilihan alat yang tepat. 2.4.5. Lebar Bench Lebar jenjang disesuaikan dengan ultimate slope dan single slope pada ketinggian yang ditentukan. Namun jika pit semakin dalam, maka lebar jenjang juga semakin lebar. Berm dapat pula merefleksikan ukuran coal deposit. Lebar dari jalan angkut yang umunya mengikuti berm, ditentukan oleh ukuran truk yang digunakan, yang relatif terhadap ukuran coal deposit dan kapasitas produksi yang diharapkan.

25

2.4.6.

Kedalaman Pit Bottom Penentuan pit bottom (dasar pit) sangat tergantung pada banyak faktor seperti perubahan stripping ratio, naiknya biaya produksi dan pengangkutan, nilai mineral yang ditambang, ukuran (jumlah) deposit, serta kapasitas mill dan produksi. Batas kedalaman

penambangan

dapat

dioptimisasi

menggunakan

prosedur-prosedur optimisasi design seperti Lerch and Grossman. 2.4.7. Jalan Angkut (Haul Road) Jalan angkut yang dibuat harus sesuai dengan jumlah lajur yang akan dibuat, dan lebar alat angkut terbesar yang digunakan. Faktor ini biasanya mengikuti proses design setelah kedalaman pit bottom didefinisikan. Jalan angkut dirancang pada jenjang dasar kemudian mengikuti naiknya jenjang kearah permukaan dengan gradient (kemiringan) berkisar antara 8-12 %. Ramp ini dapat berupa jalan lingkar yang melingkar keatas melalui dinding pit atau switchback

yang

hanya

melalui

salah

satu

dinding

pit

(kemungkinan keberadaannya dikarenakan kekuatan material pada dinding tersebut atau kapasitas muat angkutnya yang cukup naik). Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan operasi penambangan adalah desain dimensi jalan karena jalan mampu mempengaruhi produktivitas alat, besar volume tanah penutup yang harus dikupas dan nilai stripping ratio. Ongkos operasi yang tinggi dan tingkat kecelakaan kerja yang tinggi adalah

26

dampak

negatif

yang

terjadi

akibat

kesalahan

dalam

pembentukan jalan.Ada dua hal utama yang harus diperhatikan pada jalan angkut tambang (Thomas Atkinson, 1992) yaitu sebagai sarana untuk transportasi yang effisien dan keamanan dari proses operasi penambangan . Desain dari jalan angkut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Ongkos minimum untuk transportasi bahan galian beserta material buangan selama umur tambang. b.Kriteria – kriteria persimpangan dan sedapat mungkin diminimalisasi untuk membuat persimpangan. c. Menghindari tempat kemungkinan terjadinya masalah longsoran. d.Jalan yang berumur panjang lebih baik dari jalan yang berumur pendek. 2.4.8. Faktor-faktor lain dalam Desain Geometri Penambangan a) Informasi geoteknik Hal ini termasuk detai dari kekuatan batuan, diskontinuitas pada massa batuan dan hubungannya terhadap orientasi tiap face penambangan yang akan dirancang (potensi munculnya longsoran). b)

Informasi Hidrogeologi antara lain curah hujan tahunan, daerah tangkapan hujan, sumbangan air tanah, kedalaman muka air tanah, dan flktuasinya seperti; tekanan piezometrik,

27

gradient hidrolik, pororsitas, permeabilitas dan lapisan-lapisan yang akan ditambang, drainase alami pada permukaan, kemungkinan keberadaan lapisan aquifer dan aquiclude, lokasi daerah yang pernah banjir, dan lain sebagainya. c)

Overburden

Hal

yang

harus

diketahui

antara

lain

kedalamanoverburden yang harus dikupas d) Kapasitas produksi e) Batas fisik f)

Lokasi + waste dump dan stockpile

g) Lokasi pengolahan h)

Sistem

transportasi

batubara

dan

overburden

Sistem

transportasi yang digunakan dapat berupa alat muat angkut atau menggunakan belt conveyor. 2.5.

Penjadwalan Tambang (Minescheduling) Penjadwalan tambang merupakan bentuk-bentuk penambangan yang menunjukan bagaimana suatu pit akan ditambang dari titik awal masuk hingga bentuk akhir pit. Tujuan umum dari pembuatan tahapan penambangan adalah untuk membagi seluruh volume yang ada dalam pit kedalam unit-unit perancangan yang lebih kecil (panel/strip) sehingga mudah di tangani.

28

Adanya tahapan penambangan akan memudahkan perancangan tambang yang amat kompleks menjadi lebih sederhana. Dalam perancangan, parameter waktu dapat mulai diperhitungkan, karena waktu merupakan parameter yang sangat berpengaruh. Pada tahap perancangan, pada awalnya diusahakan untuk mengkaitkan hubungan antara geometri penambangan dengan geometri perlapisan batubara. Dengan mempelajari tingkat perlapisan batubara dan topografi maka akan diperoleh suatu cara untuk membuat strategi penambangan pit secara logis dalam waktu yang relatif singkat. Tahapan-tahapan penambangan yang dirancang secara baik akan memberikan akses kesemua daerah kerja dan menyediakan ruang kerja yang cukup untuk operasi peralatan kerja tambang secara efisien. Salah satu hal terpenting adalah untuk memperlihatkan minimal satu jalan angkut untuk setiap kemajuan tambang. Hal tersebut dilakukan untuk memperhitungkan jumlah material yang terlibat dan kemungkinan akses jalan angkut seluruh permukaan kerja. Faktor yang mempengaruhi penentuan tahapan penambangan antara lain : a) Bentuk dan kemiringan perlapisan batubara Rencana penambangan batubara yang berbentuk perlapisan akan berbeda dengan perancangan penambangan untuk mineral bijih termasuk dalam penentuan geometri lerengnya.

29

b) Stripping Ratio (Nisbah Pengupasan) Nisbah pengupasan merupakan perbandingan antara tonase overburden yang harus dipindahkan 1 ton batubara yang ditambang. Hasil suatu perancangan pit akan menentukan jumlah tonase overburden dan batubara yang mengisi pit. Perbandingan antara overburden dan batubara tersebut akan memberikan nisbah pengupasan rata-rata suatupit. c) Ultimate pit slope Merupakan salah satu faktor teknis yang berarti kemiringan atau

batas

luar

tambang

yang

masih

tetap

stabil

dan

menguntungkan. Ultimate pit slope akan berhubungan dengan geometri lereng yang direncanakan. Hal ini berarti menentukan besarnya cadangan batubara yang akan ditambang (tonase dan nilai kalorinya) yang akan memaksimalkan nilai bersih total dari cebakan batubara tersebut. Ultimate pit slope juga akan berpengaruh terhadap eksplorasi lanjut, tahap evaluasi dan tahap persiapan yang didasarkan pada: (a) BESR (Break Evnet Stripping Ratio) yang ditentukan (b) Sifat fisik dan mekanika batuan (c) Struktur geologi (sesar, kekar, bidang perlapisan, dan bidang geser) (d) Air tanah, unsur kimia batuan dan waktu yang dibutuhkan. Terdapat beberapa langkah yang diperhatikan dalam rancangan tahapan penambangan (Mathieson, 1982 ) adalah :

30

a. Tingkat produksi waste dan batubara maksimum yang tertambang pada setiap tahapan penambangan. b. Ukuran dan jenis alat yang digunakan sehingga lebar minimum jenjang operasi dapat ditentukan. c. Dimensi jalan masuk, ruang kerja dan sudut lereng akhir. d. Penentuan atas penambangan. e. Merancang tahapan penambangan secara detail dengan melibatkan jalan angkut dan dimensi lereng tunggal dengan memperhatikan tonase cadangan dan overburden pada selang kedalaman tertentu. Tahapan-tahapan penambangan yang dirancang secara baik akan memberikan akses ke semua daerah kerja dan menyediakan ruang kerja untuk operasi peralatan dan manusia. Lebar ruang kerja minimum yang digunakan pada saat penambangan sangat penting ditentukan di awal perancangan agar alat-alat dapat berfungsi optimum sesuai dengan rencana penambangan. Menurut Philip G.Morrey, penentuan lebar minimum ruang operasi dapat diperoleh dengan menggunakan rumus : MWS = SWDT + RCR + DOR + TW/2 + SWDS

31

2.6.

Penjadwalan Produksi Proses penjadwalan produksi batubara dapat dilakukan setelah dilakukan penaksiran seluruh cadangan batubara yang memenuhi stripping ratio. Penaksiran cadangan untuk penjadwalan produksi dilakukan terhadap batasan wilayah penambangan (pit limit ) yang telah ditentukan. Hasil dari penaksiran jumlah volume lapisan tanah penutup (overburden), volume lapisan batuan antar seam batubara (interburden), dan jumlah volume batubara untuk proses penjadwalan produksi disesuaikan dengan target produksi dan kualitas batubara terutama kadar kalori batubara. Dari perhitungan penjadwalan produksi didapat jumlah produksi lapisan tanah penutup (overburden), lapisan batuan antar seam batubara (interburden), sehingga dapat dilakkukan penjadwalan penimbunan waste dump, dan dilakukan desain geometri waste dump secara bertahap untuk setiap tahunnya. Pada daerah telitian, overburden atau lapisan tanah penutup dan lapisan batuan antar seam batubara (interburden) di gunakan metode outpit dump sehingga dilakukan penimbunan diluar pit penambangan.

32

Perencanaan tambang yang modern memerlukan pemodelan dari sumberdaya yang akan ditambang. Model tersebut berupa stratmodel untuk endapan seperti halnya batubara. Aspek penting dalam pekerjaan perancangan tambang yaitu penentuan batas akhir penambangan, dan penjadwalan produksi. Berdasarkan waktu, perancangan dibagi menjadi : 1) Perancangan jangka panjang, perancangan komprehensif dari seluruh cadangan yang ada dan nilai ekonominya: mengeksplorasi deposit yang menguntungkan untuk memperkirakan ekstraksi dari keseluruhan sumberdaya atau hingga cut-off point. 2) Perancangan jangka menengah, program-program yang lebih detil dan saling berhubungan, seperti sasaran produksi tahunan. 3) Perancangan jangka pendek, control yang sangat detil terhadap produksi harian.

33

BAB III METODE PENELITIAN 3.1.

Gambaran Umum Wilayah Penelitian PT. Prolindo Cipta Nusantara merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan batubara yang mana berdasarkan keputusan Bupati Tanah Bumbu No. 239 Tahun 2010 tentang Kelayakan Lingkungan Kegiatan Tambang Batubara PT. Bangun Karya Pratama Lestari (TB.09 DESPR 34), dan dikeluarkannya Keputusan Bupati Tanah Bumbu No.296 Tahun 2011 tentang persetujuan pelimpaham izin usaha pertambangan operasi produksi batubara PT. Bangun Karya Pratama Lestari No. 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 kepada PT. Prolindo Cipta Nusantara dan surat permohonan No. 012/Adm-SPPW-DP/PCN/XII/2011 tanggal 12 Desember 2011 perihal permohonan penciutan wilayah IUPOP, sehingga dikeluarkannya Keputusan Bupati Tanah Bumbu No. 188.45/55/DISTAMBEN/2012 tentang Persetujuan Perubahan Batas dan Luas Wilayah Izin Usaha Pertambanagn Operasi Produksi Batubara kepada PT. Prolindo Cipta Nusantara (TB.09 DESPR 34) dengan luuas 350 ha di Kecamatan Sungai Loban Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. Lapisan batubara yang ada di areal PT. Prolindo Cipta Nusantara terdiri dari beberapa lapisan (multi seam), dengan sumber daya terukur (meansured resources) sebesar 23.000.000 ton.

34

34

3.1.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi wilayah Izin Usaha Pertambangan PT. Prolindo Cipta Nusantara secara administratif berada di daerah Desa Sebamban Kecamatan Sei Loban Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. Lokasi IUP PT. Prolindo Cipta Nusantara dapat dilihat pada lampiran koordinat batas wilayah IUP pada tabel 3.1 dengan luas 350 hektar. Tabel 3.1 Koordinat Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT. Senamas Energindo Mineral (Sumber : PT. Senamas Energindo Mineral) Bujur Timur Lintang Selatan Derajat Menit Detik Derajat Menit Detik 115 08 30.00 01 57 33.90 115 11 00.00 01 57 33.90 115 11 00.00 01 58 42.00 115 09 48.00 01 58 42.00 115 09 48.00 02 01 00.00 115 08 30.00 02 01 00.00

Untuk mencapai lokasi Penelitian yaitu PT. Prolindo Cipta Nusantara, dari Palangka Raya dapat ditempuh dengan rute sebagai berikut : -

Palangka Raya – Banjarmasin, dengan waktu tempuh kurang lebih 4 jam dengan menggunakan akses jalan darat dengan jarak tempuh sekitar 195 km menggunakan roda 4

-

Banjarmasin – Desa Sebamban, dengan waktu tempuh kurang lebih 6 jam dengan menggunakan akses jalan darat dengan jarak tempuh sekitar 230 km menggunakan roda 4

35

-

Desa Sebamban – Lokasi IUP PT. Prolindo Cipta Nusntara, dengan waktu tempuh kurang lebih 30 menit.

3.2.

Kondisi Geologi 3.2.1. Kondisi Geologi Regional A. Fisiografi Regional Daerah

regional

penelitian

memiliki

morfologi

pegunungan dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian antara 200-600 mdpl yang dikenal sebagai Pegunungan Bobaris. Satuan morfologi lainnya adalah dataran rendah berupa padang alang-alang, dataran aluvial dan rawa-rawa (lihat lampiran c lembar geologi amuntai). B. Stratigrafi Regional Pada Peta Geologi Regional Kalimantan, wilayah kuasa pertambangan PT. Adaro Indonesia secara Regional termasuk dalam Cekungan Kutai. Cekungan Kutai ini, dibagi menjadi dua bagian, yaitu: Cekungan Barito yang terdapat di sebelah barat Pegunungan Meratus dan Cekungan Pasir yang terdapat di sebelah Timur Pegunungan Meratus. Secara khusus wilayah kerja penambangan PT. Adaro Indonesia terletak pada cekungan Barito. Cekungan Barito sendiri memiliki formasi pembawa batubara.

36

Urutan tua ke muda stratigrafi Cekungan Barito adalah sebagai berikut : 1. Formasi Tanjung Formasi

paling

tua

yang

ada

di

daerah

penambangan, berumur Eosen, yang diendapkan pada lingkungan paralis hingga neritik yang ketebalannya 9001100 meter, terdiri dari perselingan batupasir kwarsa, batu lempung dan batu lanau sisipan batubara. Bersisipan juga batugamping dan ditemukan konglomerat. Formasi ini diendapkan pada lingkungan paralik hingga neritik dengan ketebalan sekitar 900 meter. Hubungannya tidak selaras dengan batu pra-tersier. 2. Formasi Berai Formasi ini diendapkan pada lingkungan lagon hingga neritik tengah dengan ketebalan hingga 107-1300 meter. Berumur Oligosen bawah sampai Miosen awal, hubungannya selaras dengan Formasi Tanjung yang terletak dibawahnya. Formasi ini terdiri dari pengendapan laut

37

dangkal di bagian bawah, batu gamping dan napal di bagian atas.

3. Formasi Warukin Formasi ini diendapkan pada lingkungan neritik dalam hingga deltaic dengan ketebalan 1000-2400 meter, dan merupakan formasi paling produktif, berumur Mioesen tengah sampai Plestosen bawah. 4. Formasi Dahor Formasi ini diendapkan pada lingkungan litoral hingga

supralitoral,

yang

berumur

Miosen

sampai

Plioplistosen dengan ketebalan 450-840 meter. Formasi ini letaknya tidak selaras dengan ketiga formasi dibawahnya dan tidak selaras dengan endapan alluvial yang ada diatasnya.

Formasi

ini

adalah

perselingan

batuan

konglomerat dan batu pasir yang tidak kompak, di formasi ini juga ditemukan batu lempung lunak, lignit dan limonit.

38

(Sumber : Dept.Geologi PT.ADARO INDONESIA)

Gambar 3.2. Formasi-formasi, Paleofacies, dan Periode Tektonik Pada Cekungan Barito (Indonesian Basin Sumarries, 2006

39

C. Struktur Geologi Regional Pola struktur yang berkembang di pulau Kalimantan berarah Meratus (Timur laut-Barat daya). Pola ini tidak hanya terjadi pada struktur-struktur sesar tetapi juga pada arah sumbu lipatan. Perbukitan Tutupan yang berarah timur laut-barat daya dengan panjang sekitar 20 km terbentuk akibat pergerakan dua patahan anjakan yang searah. Salah satunya dikenal dengan nama Dahai Thrust Fault yang memanjang pada kaki bagian barat perbukitan Tutupan. Patahan lain bernama Tanah AbangTepian Timur Thrust Fault yang memanjang pada kaki bagian timur perbukitan Tutupan. Keberadaan patahan ini diketahui berdasarkan data seismik dan pemboran sumur minyak (Asminco,1996). Patahan lain yang tidak berhubungan dengan perbukitan Tutupan dan berarah timurlaut-baratdaya terdapat di daerah Wara dengan nama Maridu Thrust Fault. Patahanpatahan yang terjadi pada umumnya searah dengan bidang perlapisan sehingga tidak mengganggu penyebaran batubara. Pada kaki bagian timur perbukitan Tutupan juga terdapat struktur antiklin yang diberi nama Antiklin Tanah AbangTepian Timur. Sumbu antiklin berarah utara-selatan dan searah dengan Tanah Abang-Tepian Timur Thrust Fault. Antiklinantiklin umumnya memiliki sumbu berarah timurlaut-baratdaya seperti antiklin Tanjung, antiklin Warukin dan antiklin

40

Paringin. Sedangkan struktur sinklin yang terdapat di daerah Tutupan dan Wara dinamakan Sinklin Bilas. Struktur geologi yang terdapat di daerah Paringin berupa antiklin yang dikenal dengan nama antiklin Paringin. Antiklin Paringin yang bentuknya tidak simetri memanjang sekitar 18 km searah timurlaut-baratdaya. Di bagian barat kemiringan lapisan batuan hampir vertikal. 3.2.2. Kondisi Geologi Penelitian Secara garis besar lokasi kontrak kerja PT. Adaro Indonesia terletak pada formasi Warukin yang banyak mengandung endapan batubara yang diselingi oleh batu lempung dan batupasir. Tambang batubara PT. Adaro Indonesia terdapat pada tiga blok yang terpisah yaitu : blok Tutupan, Wara dan Paringin. Blok Tutupan mengandung tiga lapisan batubara utama (major seam) yaitu T100, T200, T300, serta beberapa lapisan minor yaitu pada T100 adalah A, B, C, D pada T200 adalah E, F dan pada T300 adalah G, H. Batubara pada blok Tutupan memiliki ketebalan sampai 50 meter dengan kemiringan berkisar antara 30° sampai 50°. Dalam blok Paringin ada satu lapisan utama P500 dan terdapat juga lapisan minor. Pada blok Paringin ketebalan batubara mencapai 38 meter, dengan kemiringan berkisar antara 10° sampai 25°. Blok Wara memiliki tiga lapisan batubara utama yaitu W100, W200, dan

41

W300 dengan kemiringan lapisan 30° sampai 35° dan ketebalan batubara adalah 12 sampai 14 meter.

(sumber : Dept. Geologi PT.ADARO INDONESIA)

Gambar 3.3. Peta geologi daerah penelitian

42

A. Morfologi Daerah Peneltian Keadaan topografi di daerah tambang adalah mendatar dari ketinggian 30 meter permukaan laut dan kondisi berawa sedangkan daerah perbukitannya setinggi 200 meter dari permukaan dan dialiri banyak sungai-sungai kecil. Pada daerah yang lebih rendah dipenuhi dengan hutan. Topografi lokasi tambang tutupan dan sekitarnya adalah bergelombang sedang sampai dataran dengan kemiringan lereng 16-25%. Dataran terdiri dari material jenis sandstone, sandyclay, dan claystone. B. Litologi Daerah Penelitian Secara khusus wilayah kerja penambangan PT. Adaro Indonesia terletak pada Cekungan Barito yang terletak di terletak di tepi bagian Timur Sub-Cekungan Barito dekat pegunungan Meratus. Sub-Cekungan Barito merupakan bagian selatan Cekungan Kutai yang berupa suatu cekungan luas dan meliputi Kalimantan bagian Selatan dan Timur selama zaman tersier. Cekungan Barito, terdiri dari empat formasi yang berumur eosin sampai plesitosen. Secara garis besar lokasi kontrak kerja PT. Adaro Indonesia terletak pada Formasi Warukin yang banyak mengandung

endapan

batubara

yang

diselingi

oleh

batulempung dan batupasir. Tambang batubara PT. Adaro

43

Indonesia terdapat pada tiga blok yang terpisah yaitu Blok Tutupan, Wara, dan Paringin.

Gambar 3.4. Litologi Lokal Daerah Penambangan C. Struktur Geologi Daerah Penelitian Bukit Tutupan dengan paling panjang sekitar 20 km tersebar dari Timur laut ke barat daya. Bukit ini dibentuk oleh adanya pergerakan dua struktur sesar yang berdekatan satu dengan lainnya.

44

3.3.

Tata Laksana 3.3.1. Alat dan bahan penelitian Peralatan dan bahan yang digunakan saat melakukan pengamatan ialah : -

Kamera

-

Buku Lapangan

-

Alat Tulis

-

Alat Pelindung Diri (APD)

-

Laptop

-

Peta lapangan

3.3.2. Langkah Kerja 1. Orientasi Lapangan Melakukan kunjungan di mine office kesemua divisi untuk mengetahui bisnis proses masing-masing divisi dan melakukan kunjungan

lapangan

untuk

mengetahui

kondisi

langsung

dilapangan. 2. Perumusan Masalah Merumuskan semua permasalahan yang menjadi latar belakang dibuatnya penelitian ini dan menentukan tujuan dari penelitian. 3. Studi Literatur Mengumpulkan

informasi-informasi

yang

berhubungan

dengan penelitian dari buku materi acuan, buku diktat kuliah, buku

45

diktat dari perpustakaan diperusahaan, jurnal yang terkait, dokumen-dokumen yang bisa didapatkan dari perusahaan, dan laporan dari penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian. 4. Pengumpulan Data Data yang dikumpulan selama dan sesudah kegiatan dilapangan dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu: A. Data Primer Pengambilan data lapangan dilakukan dengan melakukan pengambilan langsung di lapangan berupa foto lokasi dareah perencanaan. B.Data Sekunder Pengambilan data sekunder didapatkan diperusahaan yaitu : 1. Data topografi Data yang dibutuhkan untuk mengetahui kondisi permukaan (surface) sehingga mempunyai gambaran dalam memilih tahapan penambangan yang optimal dan menentukan cara terbaik dalam penambangan. 2. Data Geoteknik Data geoteknik yang diperlukan adalah untuk membuat desain pit, meliputi kemiringan jenjang, tinggi jenjang, lebar berm, mine road.

46

3. Data koordinat batas penambangan (life of mine) Data ini digunakan untuk membatasi daerah penambangan yang masih menguntungkan dan menghitung cadangan dan overburden pada daerah perencanaan. 4. Spek alat yang tersedia Untuk mengetahui lebar alat dan jangkauan kerja alat, sehingga perancangan tambang yang akan dibuat sesuai dengan dimensi kerja alat. 5. Perhitungan kapasitas produksi (PA/UA Alat) Digunakan sebagai patokan untuk menentukan jumlah alat yang akan bekerja pada front penambangan. 6. Stratmodel Digunakan untuk mengetahui keadaan endapan, sehingga perancangan dan penjadwalan penambangan dapat dimodelkan dengan pivot tabel menjadi model 2 dimensi. 7. Data pendukung Peta lokasi penelitian meliputi peta geologi, geomorfologi, topography, peta lembar amuntai.

47

5. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data bertujuan untuk mendapatkan nilai dari parameter yang diperoleh baik dari data primer maupun data sekunder. A. Pengolahan data 1. Menghitung Reserves Sebelum

melakukan

perancangan

tambang,

perlu

dilakukan permodelan geologi, baik topografi maupun struktur lapisan endapan batubara. Pemodelan geologi ini bertujuan untuk mendapatkan data dalam melakukan penaksiran cadangan batubara, yang memenuhi syarat untuk dilakukan penambangan. Untuk melakukan pemodelan geologi, dimulai dari pembuatan peta topografi dengan memasukan data dari lapangan yang berupa titik-titik koordinat

daerah

telitian,

kemudian

diinterpolasikan

membentuk garis-garis kontur. Pembentukan topografi kedalam bentuk 3D, dilakukan dengan proses triangulasi, yakni membentuk bidang dari setiap sisi antara garis-garis kontur membentuk penampang 3D. Setelah pembuatan peta topografi, dilanjutkan dengan pengolahan data pemboran collar, yang meliputi: nama titik bor, koordinat titik bor, elevasi titik bor, kedalaman lubang

48

bor, ketebalan dan nama seam batubara yang didapat dari hasillog bor, data litologi meliputi: nama titik bor, lapisan atas (roof), kedalaman lapisan bawah (floor), nama seam, batubara yang dapat dari hasil log Bor, dan kode litologi. Dalam pengolahan data pemboran, juga disertakan data kualitas batubara yang meliputi: nama titik bor, nama seam batubara, kedalaman lapisan atas (roof), kedalaman lapisan bawah (floor), relative density, total moisture, inherent moisture, total sulfhur, kandungan abu (ash), dan calorific value atau kalori batubara. Hasil pengolahan data lubang bor dan data kualitas batubara tersebut menghasilkan gambar subcrop line batubara yang berupa garis-garis yang menghubungkan out crop bagian floor batubara pada lapisan dibawah topografi atau surface. subcrop line ini digunakan untuk menentukan arah penyebaran batubara dan mengetahui daerah yang paling banyak terdapat endapan batubara. 2. Pembuatan contour structure dari seam batubara Sebelum dilakukan perhitungan cadangan, yakni perlu dilakukan pembentukan kontur struktur batubara lapisan bawah (floor) sebagai acuan perhitungan jumlah cadangan batubara yang layak ditambang dan pembuatan desain geometri penambangan. Pembuatan kontur struktur dilakukan pada setiap seam batubara. Pertama dilakukan interpolasi

49

data pemboran yang membentuk kontur struktur batubara bagian bawah (floor) kemudian dilakukan pemodelan tiga dimensi dengan membentuk triangle dari kontur struktur batubara bagian bawah (floor) tersebut. Hasil dari pembuatan kontur struktur bagian bawah lapisan batubara (floor) merupakan tampilan perlapisan batubara yang berbentuk bidang yang membatasi lapisan batubara bagian bawah dengan lapisan batuan atau inter burden. Setelah kontur struktur bagian bawah batubara (floor) terbentuk, dapat dilakukan penaksiran sumberdaya batubara secara kasar atau belum dibatasi oleh stripping ratio yang di tentukan. 3. Membuat batterblock dan memodelkan strippig ratio berdasarkan sistem Resgraphic. Analisis ini bertujuan untuk membandingkan daerah yang memiliki cadangan batubara yang di inginkan berdasarkan

rencana

perubahan

elevasi

penambangan.

Sebelum dilakukan analisis daerah penambangan, blok-blok penambangan dibagi lagi menjadi blok-blok kecil yang berukuran 100 x 100 m atau 50 x 50 m, supaya penaksiran menjadi lebih detail.

Berdasarkan

data tersebut, dapat

dilakukan penaksiran jumlah cadangan yang memiliki stripping ratio yang telah ditetapkan. Dalam penaksiran cadangan awal, bertujuan untuk menaksir jumlah cadangan

50

yang dapat ditambang dengan stripping ratio yang sesuai dan memperoleh data distribusi kualitas batubara. Data distribusi kualitas batubara didasarkan pada data kualitas hasil analisis laboratorium dari data coring pemboran eksplorasi. 4. Perancangan tambang ( Geometri Penambangan) Desain

geometri

penambangan

dilakukan

setelah

mendapatkan daerah yang memiliki stripping ratio sesuai dengan yang telah ditetapkan. Daerah-daerah tersebut kemudian dibentuk menjadi blok-blok penambangan dengan penamaan misal : Blok 01, Blok 02, dan seterusnya. Setiap blok-blok tersebut dibatasi oleh poligon dengan luasan yang berbeda-beda. Berdasarkan analisis daerah menggunakan resgrapich, batas luas wilayah penambangan (pit limit) dan batas elevasi penambangan dapat ditentukan. Setelah itu, dipakai data rekomendasi geotenik untuk membuat jenjang, mine road (ramp), overall pit slope, dll. 5. Penjadwalan tambang Penulis akan memilih blok-blok penambangan yang sesuai dengan kriteria teknis dan constrain yang harus di penuhi

untuk

tahun

2018



2020.

Pertimbangan-

pertimbangan kondisi dilapangan juga menjadi syarat dalam penentuan sequence penambangan ini.

51

6. Equipment Capability Dari penjadwalan yang telah dibuat, akan direncanakan jumlah alat yang bekerja untuk mencapai target produksi, penentuan alat ini harus disesuaikan dengan dimensi rancangan pit yang telah dibuat. 7. Penarikan Kesimpulan dan Saran Kesimpulan diperoleh dari hasil pengamatan, perhitungan, dan analisis data dilapangan. Kemudian dihasilkan suatu rekomendasi yang bermanfaat bagi perusahaan. Serta saran-saran agar apa yang direkomendasikan bisa dilaksankan oleh perusahaan.

8. Presentasi Melakukan presentasi terkait laporan yang telah dibuat, presentasi dilakukan di perusahaan dan di universitas.

52

3.3.3. Metode Penelitian Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode Kuantitatif, Deskriptif

Kualitatif dan Trial and Eror.

Metode kuantitatif yaitu data yang dianalisis berupa angka-angka. Sedangkan metode Deskriptif Kualitatif yaitu menganalisis datadata yang ada dengan menggunakan deskripsi kata-kata dan juga gambar. Metode Trial and Eror digunakan saat menentukan blok-blok penambangan, ketika blok-blok penambangan sudah dipilih , akan dibuat desain pit kemudian dihitung total volume yang akan ditambang. Volume yang ditambang terdiri dari volume ob dan volume coal, apabila total volume ob yang akan ditambang melebihi batas SR, volume coal kurang dari target produksi maka plan akan di ulang.

53

3.4. Bagan Alir

Diagram 3.1. Diagram Alir Kegiatan Penelitian

56

54

3.5. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih 2 bulan dan dimulai Bulan September 2017 – Oktober 2017. Tabel 3.1. Jadwal Penelitian Tugas Akhir

No.

Kegiatan

Juni 2017 I

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

II

III

Juli 2017 IV

I

II

III

Agustus 2017 IV

I

II

III

IV

Bulan September 2017 I II III IV

Oktober 2017 I

II

III

IV

November Desember 2017 2017 I II III IV I II III IV

Persiapan Studi Literatur Konsultasi Proposal Seminar Proposal Revisi Proposal Observasi Lapangan Pengambilan Data Pengolahan Data Pembuatan Laporan Presentasi Laporan (Diperusahaan) Revisi & Konsultasi (Diperusahaan) Konsultasi Hasil Tugas Akhir Seminar Hasil Revisi Seminar Hasil Ujian Akhir

57

55

DAFTAR PUSTAKA Suhala

S,

Teknologi

Pertambangan

di

Indonesia,Pusat

Penelitian

dan

Pengembangan Waterman S, (2010),Perencanaan Tambang, Jurusan Teknik Pertambangan, UPN “Veteran” Yogyakarta, Yogyakarta. Waterman S, (2006),Modul Praktikum Simulasi dan Komputasi, Jurusan Teknik Pertambangan, UPN “Veteran” Yogyakarta, Yogyakarta Yanto I, (2010), Pemindahan Tanah Mekanis, Jurusan Teknik Pertambangan, UPN “Veteran” Yogyakarta, Yogyakarta. Arief dan Irwandy, 2003, Buku Ajar Perencanaan Tambang , Departemen Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Prodjosumarto, Partanto, 1993, Diktat Kuliah Pemindahan Tanah Mekanis . Departemen Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Bandung, Bandung Anonim. 2008., Handbook Excavator Backhoe Excavator PC 400, Excavator Backhoe PC 300, Excavator Backhoe PC 200, Articulated Dumpt Truck A40F, Grader 705, Dozer D85SS Hartman,H.L.1987., Introductory Mining Engineering, John Wiley and Sons, Singapore

56

Fernando, Maryanto, Chusharini Chamid. 2015., Perancangan Pit II Penambangan Batubara Siatem Tambang Terbuka Pada Blok 3 PT Tri Bakti Sarimas. Universitas Islam Bandung. Bandung Peodjosumarto Partanto. 1995., Pemindahan Tanah Mekanis, Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Bandung. Bandung Arfan. Mochmamad. 2009., “Analisis SR Penambangan Batubara oleh Subkontraktor PT.XYZ Pit Sojol Buma Peride April-Juni 2008 ”., Skripsi Teknik Pertambangan ITB, Bandung

Related Documents

Bab 1
June 2020 41
Bab 1
May 2020 48
Bab 1
October 2019 61
Bab 1
November 2019 61
Bab 1
July 2020 45
Bab 1
June 2020 31

More Documents from ""