583096_laporan Pbl 4 New.docx

  • Uploaded by: Fakultas Kedokteran
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 583096_laporan Pbl 4 New.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,798
  • Pages: 42
LAPORAN PBL 4 LUKA PADA KELAMIN

Tutor : dr. Rezky Pratiwi L. Basri

Disusun Oleh : ROSMIATI

(11020150032)

ASYIMA BATARI PUTRI UTAMI

(11020150150)

A.NADIA SULISTIA NINGSIH

(11020160012)

RESKY ASFIANI RAHMAN

(11020160051)

MUHAMMAD TSAQIB AMMARIE

(11020160062)

A.NASHIRA ISWALAILY

(11020160078)

MUHAMMAD FADLI

(11020160092)

AYU ULFIAH AZIS

(11020160102)

HALISA RAHMASARI

(11020160133)

INDAH KHAERUNNISA HAKIM

(11020160149)

ROSDIANA BAHARSA

(11020160170)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA 2018

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan hasil tutorial ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan tak lupa kami kirimkan salam dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang penuh kebodohan ke alam yang penuh kepintaran. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu membuat laporan ini serta kepada tutor yang telah membimbing kami selama proses tutorial berlangsung. Semoga laporan hasil tutorial ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak yang telah membaca laporan ini dan khusunya bagi tim penyusun

sendiri.

Semoga

setelah

membaca

laporan

ini

dapat

memperluas pengetahuan pembaca mengenai URONEFROLOGI.

Makassar, 9 Januari 2019

Kelompok 2

SKENARIO 2 Seorang laki-laki 28 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan luka pada kelamin sejak 12 hari yang lalu luka pada kelamin awalnya hanya seperti bintil berair yang lama kelamaan pecah seperti luka kecil. Luka ini tidak terasa nyeri. Adanya perabaan benjolan agak membesar pada daerah selangkangan. Pada pemeriksaan fisik tampak ulkuas miliar eritem pinggiran meninggi dasar bersih pada corpus penis. Riwayat kontak seksual. A. KATA SULIT : B. KALIMAT KUNCI 1 Laki-laki 28 tahun 2 Keluhan utama: Luka pada kelamin sejak 12 hari yang lalu 3 Awalnya hanya bintil berair lama kelamaan pecah seperti luka kecil 4 Luka tidak terasa nyeri 5 Ada benjolan pada selangkangan 6 Pemeriksaan fisik: ulkus miliar eritem pinggiran meninggi dasar bersih pada corpus penis 7 Riwayat kontak seksual C. PERTANYAAN: 1 Jelaskan etiologi luka pada kelamin 2 Jelaskan patomekanisme bintik miliar pada kulit 3 Jelaskan patomekanisme pembesaran kelenjar getah bening 4 Jelaskan penyakit dengan gejala luka pada kelamin 5 Jelaskan hubungan riwayat kontak seksual dengan gejala yang muncul 6 Jelaskan langkah-langkah diagnosis sesuai scenario 7 Jelaskan penatalaksanaan awal sesuai sekanrio 8 Jelaskan diagnosis banding 9 Jelaskan perspektif Islam sesuai scenario

A. ANATOMi PENIS17 1. Penis Penis dibentuk oleh jaringan erektil, yang dapat mengeras dan

dipakai untuk melakukan kopulasi. Ereksi terjadi oleh karena ronggarongga di dalam jaringan erektil terisi darah. Terdiri atas dua bagian utama, yaitu bagian yang difiksasi, disebut radix penis dan bagian yang bergerak dan dinamakan corpus penis. Radix penis terletak pada trigonum urogenitale. Terdiri atas tiga buah batang jeringan eréctil. Bagian yang berada pada pada linea mediana disebut corpus spongiosum penis, meluas ke dorsal menjadi bulbos penis. Corpus cavernosum penis ada dua buah, masing-masing dibagian dorsal membentuk crus penis. Corpus penis terletak bebas dan mudah bergerak, dibungkus oleh kulit. Dorsum penis adalah bagian dari penis yang menghadap kea rah ventral pada saat penis berada dalam keadaan lemas, dan menghadap ke arah cranial pada penis yang ereksi. Corpora cavernosa penis merupakan bagian utama dari corpus penis, membentuk dorsum penis dan bagian lateral penis. Kulit penis licin, halus, elastis, berwarna gelap. Dekat pada radix penis kulit ditumbuhi rambut. Pada corpus penis kulit melekat longgar pada jaringan subkutaneus, kecuali pada glans penis.

2. Skrotum Skrotum merupakan kantung berkulit tipis yang mengelilingi dan melindungi testis. Skrotum juga bertindak sebagai sistem pengontrol suhu untuk testis, karena agar sperma terbentuk secara normal, testis harus memiliki suhu yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan suhu tubuh. Otot kremaster pada dinding skrotum akan mengendur atau mengencang sehinnga testis menggantung lebih jauh dari tubuh (dan suhunya menjadi lebih dingin) atau lebih dekat ke tubuh (dan suhunya menjadi lebih hangat). 3. Testis Testis berbentuk lonjong dengan ukuran sebesar buah zaitun dan terletak di dalam skrotum. Biasanya testis kiri agak lebih rendah dari testis kanan. Testis menghasilkan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) juga hormon testosterone. Fungsi testis, terdiri dari : a.

Membentuk gamet-gamet baru yaitu spermatozoa, dilakukan di Tubulus seminiferus.

b.

Menghasilkan hormon testosteron, dilakukan oleh sel interstial (sel leydig).

2. Struktur dalamnya terdiri dari : vas deferens, uretra, kelenjar prostat dan vesikula seminalis. Gambar Anatomi Sistem Reproduksi Pria 1. Vas deferens Vas deferens merupakan saluran yang membawa sperma dari epididimis. Saluran ini berjalan ke bagian belakang prostat lalu masuk ke dalam uretra dan membentuk duktus ejakulatorius. Struktur lainnya (misalnya pembuluh darah dan saraf) berjalan bersama-sama vas deferens dan membentuk korda spermatika. 2. Uretra Uretra memiliki 2 fungsi, yaitu sebagai bagian dari sistem kemih yang mengalirkan air kemih dari kandung kemih dan bagian dari sistem reproduksi yang mengalirkan semen.

3. Kelenjar Prostat Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih di dalam pinggul dan mengelilingi bagian tengah dari uretra. Biasanya ukurannya sebesar walnut dan akan membesar sejalan dengan pertambahan usia. Prostat mengeluarkan sekeret cairan yang bercampur secret dari testis, perbesaran prostate akan membendung uretra dan menyebabkan retensi urin. Kelenjar prostat, merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-50 kelenjar yang terbagi atas 4 lobus yaitu: • Lobus posterior • Lobus lateral • Lobus anterior • Lobus medial Fungsi Prostat: Menambah cairan alkalis pada cairan seminalis yang berguna untuk menlindungi spermatozoa terhadap sifat asam yang terapat pada uretra dan vagina. Di bawah kelenjar ini terdapat Kelenjar Bulbo Uretralis yang memilki panjang 2-5 cm. fungsi hampir sama dengan kelenjar prostat. 4. Vesikula seminalis. Prostat dan vesikula seminalis menghasilkan cairan yang merupakan sumber makanan bagi sperma. Cairan ini merupakan bagian terbesar dari semen. Cairan lainnya yang membentuk semen berasal dari vas deferens dan dari kelenjar lendir di dalam kepala penis. Fungsi Vesika seminalis adalah mensekresi cairan basa yang mengandung nutrisi yang membentuk sebagian besar cairan semen. 5. Epididimis Merupakan saluran halus yang panjangnya ± 6 cm terletak sepanjang atas tepi dan belakang dari testis. Epididimis terdiri dari kepala yang terletak di atas katup kutup testis, badan dan ekor epididimis sebagian ditutupi oleh lapisan visceral, lapisan ini pada mediastinum menjadi lapisan parietal. Saluran epididimis dikelilingi oleh jaringan ikat, spermatozoa melalui duktuli eferentis merupakan bagian dari kaput (kepala) epididimis. Duktus eferentis panjangnya ± 20 cm, berbelok-belok dan

membentuk kerucut kecil dan bermuara di duktus epididimis tempat spermatozoa disimpan, masuk ke dalam vas deferens Fungsi dari epididimis yaitu sebagai saluran penhantar testis, mengatur sperma sebelum di ejakulasi, dan memproduksi semen. 6. Duktus Deferens Merupakan kelanjutan dari epididimis ke kanalis inguinalis, kemudian duktus ini berjalan masuk ke dalam rongga perut terus ke kandung kemih, di belakang kandung kemih akhirnya bergabung dengan saluran vesika seminalis dan selanjtnya membentuk ejakulatorius dan bermuara di prostate. Panjang duktus deferens 50-60 cm.Bangunan Penyokong atau Penyambung Funikulus Spermatikus: Bagian penyambung yang berisi duktus seminalis, pembuluh limfe, dan serabut-serabut saraf.

B. HISTOLOGI PENIS18 Pada potongan melintang tampak 3 bangunan jaringan erektil spongiosa, yaitu: -

2 buah dorsolateral : corpora cavernosa penis

-

1 midventral

: corpus cavernosum urethrae

Kedua corpora cavernosa diliputi oleh tunika albuginea yang merupakan jaringan pengikat fibromuskuler yang tebal yang akan menjorok kedalam sebagai trabekula disebut Septum mediale/septum pectiniformis penis. Septum berkembang lebih baik dibagian basal dari pada puncak. Corpus cavernosum urethrae/corpus spongiosum diliputi tunika albuginea hanya jaringan pengikatnya lebih tipis. Didalamnya terdapat urethra pars spongiosa/cavernosa. Ketiga bangunan cavernosa ini disatukan oleh jaringan pengikat longgar. Facia ini dibungkus lagi oleh jaringan ikat dermis yang terletak dibawah epidermis. Pada dermis ditemukan banyak pembuluh darah. Glandula sebacea dapat ditemuakan pada bagian ventral penis. Corpus cavernosum penis: Dibagian dalam terdapat sejumlah trabekula yang terdiri dari serat kolagen, serat elastis dan otot polos yang melingkari rongga (lacuna) yang tidak sama besarnya. Makin ketepi makin sempit. Dalam trabekula juga terdapat sarraf dan pembuluh darah. Rongga pars cavernosum penis dilapisi oleh endothelium pembuluh darah arteri profunda (deep artery) – arteri helicinae, lanjut arteri dorsalis penis. Cabang arteri yang terakhir ini membuka langsung kedalam rongga. Referensi: 1. F. Paulsen dan J. Waschken. 2010. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Jakarta. Penerbit buku kedokteran : EGC 2. Eroschenko Victor P. 2015. Atlas Histologi difiore. Jakarta. Penerbit buku kedokteran : EGC

1. Etiologi luka pada kelamin 

       

Trauma (fisik, kimiawi, dan elektris) Dapat terjadi akibat luka tembak, luka tusuk, kecelakaan mesin, serangan hewan, dan mutilasi Kerusakan jaringan ikat Panas dan terbakar baik fisik maupun kimia Gigitan binatang atau serangga Gangguan vaskular, arterial, vena atau gabungan arterial dan vena Immunodefisiensi Defisiensi nutrisi Efek obat-obatan Invasi mikroorganisme Organisme penginfeksi, atau patogen, menggunakan sarana yang dimiliki host untuk dapat memperbanyak diri, yang pada akhirnya merugikan host. Patogen mengganggu fungsi normal host dan dapat berakibat pada luka kronik, gangrene, kehilangan organ tubuh dan bahkan kematian. Respons host terhadap infeksi disebut peradangan. Secara umum, patogen umumnya dikategorikan sebagai organisme mikroskopik, walaupun sebenarnya definisinya lebih luas, mencakup bakteri, parasit, fungi dan virus.1

Referensi: 1. Fitzpatrick, Thomas, dkk. Dermatology In General Medicine seventh edition. The McGraw-Hill Companies, Inc 2008; 1994-1996

2. Patomekanisme bintik miliar pada kulit hingga menjadi ulkus Adanya mikroorganisme masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lendir (melalui senggama). Kuman tersebut membiak, jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel- sel limfosit dan sel plasma terutama di perivaskular. Kemudian pembuluhpembuluh darah kecil berproliferasi. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofik endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (Enarteritis obliterans). Akibat penyempitan lumen pembuluh darah ini, suplai darah ke jaringan sekitar berkurang sehingga terjadi nekrosis. Lama kelamaan timbul erosi yang bisa menjadi ulkus.2

Referensi: 1. Judanarso, Jubianto. 2012. Ulkus Mole. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi ketiga hal. 396-400. FK UI, Jakarta

3. Patomekanisme pembesaran kelenjar getah bening Limfadenopati menandakan penyakit yang melibatkan system retikuloendotelial, peningkatan limfosit normal dan makrofag sebagai respons terhadap antigen. Etiologi yang bertanggung jawab untuk adenopati termasuk akumulasi sel inflamasi sebagai respons terhadap infeksi pada nodus (limfadenitis), limfosit atau makrofag neoplastik (limfoma), atau makrofag yang bermuatan metabolit pada penyakit penyimpanan.3 Kelenjar getah bening, adalah pusat sel imun yang sangat terorganisir yang menyaring antigen dari cairan ekstraseluler. Langsung ke dalam kapsul fibrosa sinus subkapsular. Hal ini memungkinkan kelenjar getah bening, suatu ultrafiltrasi darah, untuk melintasi dari pembuluh aferen getah bening, melalui sinus, dan keluar dari pembuluh eferen.3

Sinus dipenuhi dengan makrofag, yang menghilangkan 99% dari semua antigen yang masuk.Bagian dalam sinus subkapsular adalah korteks, yang berisi folikel primer, folikel sekunder, dan zona interfollicular. Folikel di dalam korteks adalah sinus utama proliferasi sel B, sedangkan zona interfollicular adalah situs diferensiasi dan proliferasi sel T yang bergantung pada antigen.3 Struktur terdalam dalam kelenjar getah bening adalah medula, yang terdiri dari cord sel plasma dan limfosit B kecil yang memfasilitasi sekresi imunoglobulin ke dalam getah bening yang keluar.3 Node memiliki kapasitas yang cukup besar untuk pertumbuhan dan perubahan. Ukuran kelenjar getah bening tergantung pada usia seseorang, lokasi kelenjar getah bening di dalam tubuh, dan kejadian imunologis sebelumnya. Pada neonatus, kelenjar getah bening hampir tidak terlihat, tetapi peningkatan progresif total massa kelenjar getah bening diamati sampai kemudian masa kanak-kanak. Atrofi kelenjar getah bening dimulai selama masa remaja dan berlanjut.3 Sehingga, terdapat infeksi pada corpus penis akan menyebabkan peningkatan antigen dalam tubuh sehingga akumulasi sel inflamasi pada pembulu lympha di inguinal meningkat sehingga akan mengalami proliferasi dan membengkak. Referensi: 1. Kanwar, V. (2019). Lymphadenopathy: Practice Essentials, Pathophysiology, Epidemiology. Retrieved from https://emedicine.medscape.com/article/956340-overview

4. Penyakit dengan gejala luka pada kelamin a. Sifilis adalah infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum subspecies pallidum. Sifilis dapat ditularkan melalui kontak seksual dengan lesi infeksi, dari ibu ke janin dalam rahim, melalui transfuse produk darah, dan kadang- kadang melalui luka pada kulit yang bersentuhan dengan lesi infeksi. Ada 4 tahap sifilis antara lain : sifilis primer, sifilis sekunder, sifilis laten, dan sifilis tersier.5 - Sifilis primer : ditandai oleh perkembangan chancre yang tidak nyeri ditempat penularan setelah masa inkubasi 3-6 minggu. Lesi memiliki dasar yang menonjol dan ujungnya tergulung dan sangat infeksius. - Sifilis sekunder : terjadi sekitar 4-10 minggu setelah munculnya lesi primer. Selama tahap ini, spirochetes berkembang biak dan menyebar ke seluruh tubuh. Lesi sifilis sekunder cukup bervariasi dalam manifestasinya. Menifestasi sistemik termasuk malaise, demam, mialgia, arthralgia, limfadenopati, dan ruam. - Sifilis laten : tahap dimana fitur sifilis sekunder telah sembuh, meskipun pasien tetap seroreaktif. Beberapa pasien mengalami kekambuhan lesi kulit infeksius dari sifilis sekunder selama periode ini. - Sifilis tersier : saat ini sifilis tersier jarang terjadi. Namun ketika terjadi, penyakit ini terutama mempengaruhi system krdiovaskuler (80-85%), berkembang selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun dan melibatkan kerusakan peradangan lambat pada jaringan.5 b. Chancroid atau disebut ulkus molle ialah penyakit infeksi pada alat kelamin yang akut, setempat, disebabkan oleh Streptobacillus ducrey (Haemphilus ducrey) dengan gejala klinis yang khas berupa ulkus nekrotik yang nyeri pada tempat inokulasi, dan sering disertai pernanahan kelenjar getah bening regional.4 c. Herpes simplex adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh virus herpes simplex (HSV). HSV merupakan salah satu infeksi menular seksual yang paling sering menjadi masalah karena sukar disembuhkan, sering berulang (rekuren), juga karena penularan

penyakit ini dapat terjadi pada seseorang tanpa gejala atau asimptomatik.4 d. Limfogranuloma venerum merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serovar L1,L2, dan L3. LGV memiliki manifestasi akut dan kronis yang bervariasi. LGV mengenai pembuluh limfe dan kelenjar limfe terutama pada daerah genital, inguinal, anus dan rectum. Penularan terjadi melalui kontak langsung dengan secret infeksius, umumnya melalui berbagai macam hubungan seksual baik oral, genital atau anal.7 e. Skabies adalah penyakit kulit yg disebabkan oleh infestasi & sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis & produknya. Tempat predileksinya adalah stratum korneum yg tipis,: sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bgn volar, siku bgn luar, lipat ketiak bgn depan, areola mamma, umbilikus, bokong,genitalia eksterna, perut bgn bawah.6 Referensi: 1 Katz, K.A. Syphilis, In: Goldsmith, L.a., Katz, S.L., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffel, D.J., Wolff, K., eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, Eight Edition. New York: McGraw-Hill; 2012, p.2471-92. 2 Patton ME, Su JR, Nelson R, Weinstock H, Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Primary and secondary syphilisUnited States, 2014 3 Marques R. herpes Simpelx., In: Goldsmith, L.a., Katz, S.L., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffel, D.J., Wolff, K., eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, Eight Edition. New York: McGraw-Hill; 2012, p.4444-68. 5. Hubungan kontak seksual dengan gejala yang muncul

Setiap orang yang aktif secara seksual bisa terinfeksi melalui kontak langsung dengan lesi sifilis. Pada laki-laki, lesi dapat terjadi terutama di alat kelamin eksternal, anus, atau dubur. Lesi juga dapat terjadi pada bibir dan mulut. Gay atau laki-laki biseksual bisa terinfeksi sifilis selama seks anal, oral, atau vaginal.Perilaku seksual adalah bentuk perilaku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk perilaku ini dapat bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai berkencan, bercumbu, dan bersenggama. 2

Perilaku seksual dapat dibagi menjadi perilaku seksual tidak berisiko dan perilaku seksual berisiko. Perilaku seksual tidak berisiko memiliki makna perilaku yang tidak merugikan diri sendiri, dilakukan kepada lawan jenis, dan diakui masyarakat. Perilaku seksual berisiko diartikan sebagai perilaku seksual yang cenderung merusak, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.Perilaku seksual berisiko adalah keterlibatan individu dalam melakukan aktivitas seks yang memiliki risiko terpapar dengan darah, cairan sperma, dan cairan vagina yang tercemar bakteri penyebab sifilis. Jumlah pasangan seksual yang banyak merupakan salah satu perilaku seksual berisiko. Hal ini terjadi karena jumlah pasangan seksual yang banyak sebanding dengan banyaknya jumlah hubungan seksual yang dilakukan.Kurangnya pengetahuan individu tentang penggunaan kondom juga dapat meningkatkan risiko infeksi. Kondom tidak memberikan perlindungan 100%, namun bila digunakan dengan tepat dapat mengurangi risiko infeksi. Selain itu, kemiskinan dan masalah sosial memaksa perempuan, kadang juga laki-laki, berprofesi sebagai penjaja seks. Mereka menukarkan seks dengan uang atau barang agar dapat bertahan hidup.2 World Health Organization (WHO) melakukan penelitian mengenai faktor risiko perilaku seksual di beberapa negara. Berdasarkan penelitian tersebut, pasien dianggap memiliki perilaku seksual berisiko bila terdapat jawaban ya untuk satu atau lebih pertanyaan: pasangan seksual > 1 dalam 1 bulan terakhir, berhubungan seksual dengan penjaja seks dalam 1 bulan terakhir, mengalami ≥ 1 episode IMS dalam 1 bulan terakhir, dan perilaku pasangan seksual berisiko tinggi.2 Referensi: 1 Judanarso, Jubianto. 2012. Ulkus Mole. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi ketiga hal. 396-400. FK UI, Jakarta

6. Langkah-langkah diagnosis

Diagnosis terhadap penyakit sifilis sangat penting untuk dilakukan karena penyakit ini merupakan penyakit yang menular.Studi menyebutkan bahwa diagnosis dini dapat membantu pencegahan dan pengobatan suatu penyakit. Pada umumnya dilakukan dengan 3 cara yaitu: A. Anamnesis8

Anamnesis dilakukan dengan mewawancarai menanyakan keluhan dan gejala pasien.  



   

  



pasien

dengan

Tanyakanlah data pribadi pasien: nama, umur, alamat, dan pekerjaan Tanyakanlah apa yang menyebabkan pasien datang ke dokter (keluhan utama). Untuk heteroanamnesis tanyakan hubungan pasien dengan pengantar. Tanyakanlah kapan kelainan kulit tersebut mulai muncul.
 Menggali lebih dalam tentang onset, durasi kelainan tersebut, apakah hilang timbul atau menetap, bagaimana gambaran lesi awalnya, dimana lokasi awalnya, bagaimana perkembangan lesinya serta distribusi lesi selanjutnya. Tanyakanlah apakah disertai rasa panas pada lesi atau tidak, adakah demam atau tidak Tanyakanlah apakah disertai gatal atau tidak. Tanyakanlah apakah kelainan kulit ini ada hubungannya dengan pekerjaan sebelumnya Tanyakanlah apakah ada keluhan lain yang dirasakan oleh pasien. Jika ada tanyakanlah: - kapan mulai terjadi hal tersebut, apakah terjadi mendadak atau tidak. - apakah muncul bersamaan atau sesudahnya. Tanyakanlah apakah pasien pernah mengalami keluhan yang sama pada masa lalu. Tanyakanlah riwayat penyakit yang sama dalam lingkup keluarga atau lingkungan sekitar tempat tinggal Tanyakanlah adanya riwayat kontak dengan penderita penyakit dengan gejala yang sama, riwayat kontak dengan serangga ataupun tanaman. Tanyakanlah riwayat pengobatan yang pernah diterima dari dokter dan obat yang dibeli sendiri oleh pasien tanpa resep dokter Berdasarkan skenario: 1. Identitas Pasien: seorang laki-laki 28 tahun 2. Keluhan Utama: luka kelamin awalnya hanya seperti bintil berair yang lama-lama pecah seperti luka-luka kecil.

3. 4. 5. 6.

Kapan mulai muncul: sejak 12 hari yang lalu. Keluhan penyerta: adanya perabaan benjolan agak membesar pada daerah selangkangan. Pemeriksaan fisik tampak ulkus miliar eritem pinggiran meninggi dasar bersih pada corpus penis. Riwayat kontak seksual.

B. Pemeriksaan secara Klinis8 Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat gejala klinis yang muncul pada penderita yang dikenal dengan pemeriksaan sindromik. Penggunaan manajemen sindromik ini terutama dirancang untuk keterbatasan sumber daya dan telah terbukti layak diterima di beberapa Negara. STI skrining antara MSM juga layak dan dapat diterima dan dapat menjangkau kelompok yang sering memiliki akses terbatas dalam mendapatkan pemeriksaan IMS yang teratur dan konseling di pelayanan kesehatan formal.Namun demikian pemeriksaan ini tetap harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium untuk hasil yang lebih akurat. C. Pemeriksaan Laboratorium8,9 Diagnosis laboratorium penyakit sifilis pada umumnya dilakukan melalui pemeriksaan mikroskopik langsung maupun pemeriksaan serologik. D. Pemeriksaan Mikroskopik8,9 Dalam sediaan segar tanpa pewarnaan, gerak kuman Treponema dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop lapangan gelap. Pemeriksaan Treponema secara mikroskopik dilihat dengan teknik imunnofluoresensi dengan membuat usapan cairan jaringan atau eksudat pada kaca objek kemudian difiksasi dan diwarnai dengan serum anti treponema yang dilabel fluoresein sehingga pada lapangan pandang gelap akan terlihat fluoresensi yang khas dari kuman Treponema. E. Pemeriksaan Serologis9 Pemeriksaan Serologis Tes darah adalah cara lain untuk menentukan apakah seseorang memiliki sifilis. Tak lama setelah infeksi terjadi, tubuh memproduksi antibodi sifilis yang dapat dideteksi oleh tes darah.

1. 2. 3.

1. 2. 3. 4. 5.

Pemeriksaan Serologis Sifilis penting untuk diagnosis dan pengamatan hasil pengobatan. Pemeriksaan ini dapat diklasifikasikan: Tes Non Treponema : kardiolipin, lesitin dan kolesterol Tes Treponema : Treponema pallidum hidup / mati Ketepatan hasil STS dinilai berdasarkan :  Sensitivitas : % individu yang terinfeksi yangmemberi hasil positif  Spesifivitas : % individu yang tidak infeksi yang memberikan hasil negative. Pemeriksaan kuantitatif Serologi Sifilis memungkinkan dokter untuk : Mengevaluasi efektivitas pengobatan Menemukan potensi kambuh (relaps) sebelum menjadi menular Membedakan antara kambuh dan infeksi ulang Melihat adanya reaksi sebagai jenis seroresistant Membedakan antara benar dan biologis positif palsu reaksi serologis.

Secara garis besar ada 2 macam Tes Serologi Sifilis yaitu :9 a. Non Treponemal Test atau Reagin Test Tes Reagin terdiri dari antibodi Ig M dan Ig A yang ditujukan terhadap beberapa antigen yang tersebar luas dalam jaringan normal. Dapat ditemukan pada serum penderita sifilis yang belum mendapat pengobatan , 2-3 minggu setelah infeksi. Contohnya adalah Tes Flokulasi dan Tes Fiksasi Komplemen. Kedua tes ini dapat memberikan hasil secara kuantitatif yaitu dengan menentukan kadar reagin dalam serum yang secara berturut-turut diencerkan 2 kali. Pengenceran tertinggi yang masih menunjukkan hasil positif merupakan titer serum yang bersangkutan. Positif palsu dapat terjadi pada infeksi lain seperti Malaria, Lepra, Morbili, Mononukleosis infeksiosa, vaksinasi dan penyakit kolagen SLE (Systemic Lupus Erythematosus, Polyarteritis Nodosa). Tes Flokulasi Tes ini didasarkan atas kenyataan bahwa partikel antigen yang berupa lipid mengalami flokulasi dalam beberapa menit setelah dikocok dengan reagin. Tes flokulasi yang positif dapat menjadi negatif pada 6- 24 bulan setelah pengobatan yang efektif pada sifilis early. Contoh tes flokulasi adalah VDRL

(Venereal Disease Research Laboratory test) dan RPR (Rapid Plama Reagin Test) Tes Fiksasi Komplemen Didasarkan pada kenyataan bahwa serum yang mengandung reagin dapat mengikat komplemen bila ada cardiolipin pada antigen.Jika serum yang diperiksa bersifat antikomplemen dapat mengakibatkan terjadinya positif palsu. Contoh Tes Wassermann, dimana digunakan eritrosit domba sebagai indikator dan hasil tes positif jika tidak terjadi hemolisis dan negatif bila ada hemolisis. b. Treponemal Antibodi Test Pada Tes digunakan antigen yang berasal dari kuman Treponemal yang masih hidup maupun yang sudah dimatikan atau salah satu fraksi dari kuman treponema sehingga diperoleh hasil tes yang spesifik. Yang termasuk dalam tes ini adalah Tes Fluoresensi Antibodi Treponema (FTA Abs), TPHA (Treponemal pallidum Passive Hemagglutination Assay), Tes Imobilisasi Treponema pallidum (TPI) dan Tes Pengikatan Komplemen Treponema pallidum atau RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test). Tes Fluoresensi Antibodi Treponema (Fluorescent Treponemal Antibody Absorption Test) Merupakan tes imunnofluoresensi indirect yang sangat spesifik dan sensitif terhadap antibodi Treponema.Serum penderita diabsorpsi terlebih dahulu dengan antigen Reiter yang telah diolah dengan getaran frekuensi tinggi (sonifikasi).Kuman Treponema yang telah dimatikan direaksikan dengan serum penderita dan gamma globulin yang telah dilabel. Kuman akan berfluoresens jika terkena sinar violet. Hasil tes ini positif pada sifilis early dan tetap positif sampai beberapa tahun setelah pengobatan yang efektif sehingga hasil tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai pengobatan.Pada bayi baru lahir, adanya Ig M FTA merupakan bukti adanya infeksi intrauteri (kongenital sifilis) namun demikian bisa terjadi negatif palsu jika IgM pada bayi bukan akibat infeksi sifilis. Tes Hemaglutinasi Pasif Treponemal Pallidum (Treponemal pallidum Passive Hemagglutination Assay )

Tes ini menggunakan eritrosit domba yang telah diolah dengan kuman Treponema pallidum. Hasil test positif jika terjadi aglutinasi dari eritrosit domba tersebut. TPHA memberikan hasil secara kuantitatif dan sangat spesifik. Tes Imobilisasi Treponema Pallidum (TPI) Tes ini menggunakan kuman Treponema pallidum yang masih aktif sebagai antigen. Dalam serum penderita sifilis yang telah ditambahkan komplemen, kuman yang semula masih dapat bergerak aktif akan mengalami imobilisasi. Waktu yang dibutuhkan adalah 18 jam. Antibodi imobilisasi timbul pada minggu ketiga setelah infeksi. Antibodi ini berbeda dari reagin, TPI memerlukan biaya mahal, reagensia murni dan tenaga yang terlatih. Tes Pengikatan Komplemen Treponema Pallidum atau RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test) Tes ini menggunakan antigen yang berasal dari fraksi protein kuman Treponema pallidum strain Reiter. Antibodi yang bereaksi dalam tes ini tidak sama dengan antibodi imobilisasi ataupun reagin. Hasil positif palsu dapat terjadi bila fraksi protein tersebut kurang murni misal mengandung lipopolisakarida. f. Penilaian terhadap Tes Serologi Apabila kedua tes Treponemal dan Non Treponemal memberikan hasil positif maka dilakukan penilaian secara kuantitatif, jika hanya satu yang memberikan hasil positif maka dilakukan pemeriksaan ulang. Pada Tes Serologis Non Treponema:  Hasil Tes Serologis Non Treponema menjadi negatif (-) dalam 3-8 bulan setelah pengobatanadekuat.  Penilaian : kualitatif & kuantitatif  Hasilnya menjadi positif (+) dalam 2 minggu I setelah ulkusdurum positif (+) Titer pada berbagai stadium : Hasil positif palsu pada tes non treponemal dapat dikaitkan dengan beberapa kondisi medik yang tidak terkait dengan sifiis termasuk keadaaan autoimun , usia lanjut, injection drug use, oleh

karena itu harus dilakukan tes antibodi treponemal. Tes non treponemal biasanya berkaitan dengan perjalanan penyakit. Antibodi sifilis dalam kadar rendah mungkin akan tinggal dalam darah selama berbulan- bulan atau bertahun-tahun bahkan setelah penyakit telah berhasil diobati. Fenomena ini dikenal dengan istilah “serofast reaction”. Pada penderita HIV, tes serologi sifilis akurat dan dapat diandalkan. Namun bila hasil tes serologi yang didapatkan tidak berkoresponden dengan temuan klinis pengunaan metode lain seperti pemeriksaan biopsi dan mikroskop lapang pandang gelap perlu dipertimbangka. Kemudian pada penderita sifilis baru yang diberikan pengobatan dalam masa laten maka hasil serologik menjadi sukar dinilai. Pada beberapa kasus titer reagin dapat menurun bahkan menjadi negatif. Hasil positif dari Tes RPR dapat terkait dengan sifilis laten, infeksi lama, sifilis primer dan sekunder. Hal ini harus dipertimbangkan untuk pengobatan selanjutnya. Tes treponemal TPHA dapat digunakan untuk mengkonfirmasihasil RPR jika tersedia. Tes RPR kuantitatif dapat membantu membedakan antara sifilis laten dan infeksi lama (titer tinggi≥ 1:8) serta membantu mengevaluasi respon terhadap pengobatan. Referensi: 1. Chandra,B. 2012. Kontrol Penyakit Menular Pada Manusia. Jakarta: EGC. 2. Center for Disease Control and Prevention (c). 2016. Syphilis Screening and Diagnosis Among Men Who Have Sex with Men 2008-2014. www.cdc.confex.com.

7. Penatalaksanaan awal sesuai scenario SIMTOMATIK11 I.

analgesic-antipiuretik  Analgesik : obat yang mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan keasadaran.  Penggolongan analgesik berdasarkan kerja farmakologisnya terbagi 2:

1. Analgesik perifer/non opioid/NSAID(non narkotik) : golongan salisilat, golonganpara aminofenol, golongan pirazolon. Contoh obat obatan analgesik : asetosal/aspirin, asam mefenama,celecoxib, fenilbutazon, ibuprofen, kalium diklofenak, natrium diklofenak,Paracetamol. 2. Analgesik narkotik  Antipiuretik: obat yang menurunkan demam. Pada umumnya analgesik memiliki efek antipiuretik. II.

Antihistamin (H1)  Histamin: obat yang bekerja sebagaii antagonis reseptor histamine, reseptor histamine H1, H2, H3, DAN H4.  Terbagi 3 yaitu: - Generari 1: etanolamin: Difenhidramin HCL kap 25mg &50 mg, Dimenhidrinat tab 50mg alkilamin: bromfeniramin maleat tab 4 mg,klorfeniramin meleat tab 4 mg piperazin: klorsiklizin HCL tab 25 mg & 50 mg, siklizin tab 50 mg etilendiamin: tripelennamin HCL kap 25 mg & 50 mg, fenotiazin: prometazin HCL tab 12,5 mg, 25 mg, &50 mg - Generasi 2: piperidin, alkalamin,piperazin. Contoh obat: astemizol, loratadin, cetirizine - Generasi 3: desloratidin,feksofenadi

Referensi: 1. Stringer, janet. 2009. Konsep dasar farmakologi. Jakarta. Diakses 22 november 2012.

8. Diagnosis Banding A. Sifilis.10 

Definisi Sifilis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Treponema pallidum, bersifatakut dan kronis ditandai dengan lesi primer diikuti dengan erupsi sekunder pada kulit dan selaput lendir kemudian

masuk ke dalam periode laten diikuti dengan lesi pada kulit, lesi pada tulang, saluran pencernaan, sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler.





Penularan sifilis melalui hubungan seksual. Penularan juga dapat terjadi secara vertikal dari ibu kepada janin dalam kandungan atau saat kelahiran, melalui produk darah atau transfer jaringan yang telah tercemar, kadang-kadang dapat ditularkan melalui alat kesehatan. 1 Epidemiologi Angka kejadian sifilis mencapai 90% dinegara-negara berkembang. World Health Organization(WHO) memperkirakan sebesar 12 juta kasus baru terjadi di Afrika, Asia Selatan, Asia Tenggara, Amerika Latin dan Caribbean.Angka kejadian sifilis di Indonesia berdasarkan laporan Survey Terpadu dan Biologis Perilaku (STBP) tahun 2011 Kementrian Kesehatan RI terjadi peningkatan angka kejadian sifilis di tahun 2011 dibandingkan tahun 2007. Etiologi Penyebab sifilis adalah bakteri dari famili Spirochaetaceae, ordo Spirochaetales dan Genus Treponema spesies Treponema pallidum. Pada Tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman yaitu Treponema pallidum. Treponema berupa spiral halus, panjang 5-15 mikron dan diameter 0,009-0,5 mikron, setiap lekukan gelombang berjarak 1 mikron dan rata-rata setiap bakteriterdiri dari 814 gelombang dan bergerak secara aktif, karena spiralnya sangat halus maka hanya dapat dilihat pada mikroskop lapangan gelap dengan menggunakan teknik immunofluoresensi. Kuman ini bersifat anaerob dan diantaranya bersifat patogen pada manusia. Ada tiga macam antigen Treponema pallidum yaitu protein tidak tahan panas, polisakarida, dan antigen lipoid. Dalam keadaan





anaerob pada suhu 25°C, Treponema pallidum dapat bergerak secara aktif dan tetap hidup selama 4-7 hari dalam perbenihan cair yang mengandung albumin, natrium karbonat, piruvat, sistein, ultrafiltrat serum sapi. Kuman ini sukar diwarnaidengan zat warna lilin tetapi dapat mereduksi perak nitrat menjadi logam perak yang tinggal melekat pada permukaan sel kuman. Kuman berkembang biak dengan cara pembelahan melintang. Waktu pembelahan kuman ini kira-kira 30 jam. Patogenesis dan gejala klinis Treponema pallidum masuk melalui selaput lendir yang utuh, atau kulit yang mengalami abrasi, menuju kelenjar limfe, kemudian masuk ke dalam pembuluh darah, dan diedarkan ke seluruh tubuh. Setelah beredar beberapa jam, infeksi menjadi sistemik walaupun tanda-tanda klinis dan serologis belum jelas. Kisaran satu minggusetelah terinfeksi Treponema pallidum, ditempat masuk timbul lesi primer berupa ulkus. Ulkus akan muncul selama satu hingga lima minggu, kemudian menghilang. Uji serologis masih akan negatif ketika ulkus pertama kali muncul dan baru akan reaktif setelah satu sampai empat mingguberikutnya. Enam minggukemudian, timbul erupsi seluruh tubuh pada sebagian kasus sifilis sekunder. Ruam ini akan hilang kisaran dua sampai enam minggu, karena terjadi penyembuhan spontan. Perjalanan penyakit menuju ke tingkat laten, dimana tidak ditemukan tanda-tanda klinis, kecuali hasil pemeriksaan serologis yang reaktif. Masa laten dapat berlangsung bertahun-tahun atau seumur hidup. Klasifikasi Pembagian penyakit Sifilis menurut WHO terdiri dari sifilis dini dan sifilis lanjut dengan waktu diantaranya 2-4 tahun. Sifilis Dini dapat menularkan penyakit karena terdapat Treponema pallidum pada lesi kulitnya, sedangkan Sifilis Lanjut tidak dapat menular karena Treponema pallidum tidak ada. Sifilis Dini dikelompokkan menjadi 3 yaitu : a) Sifilis primer (Stadium I) b) Sifilis sekunder (Stadium II) c) Sifilis laten dini Sifilis Lanjut dikelompokkan menjadi 4 yaitu : a) Sifilis laten lanjut b) Sifilis tertier (Stadium III) c) Sifilis kardiovaskuler

d) Neurosifilis Secara klinis ada beberapa stadium sifilis yaitu stadium primer, sekunder, laten dan tersier. Stadium primer dan sekunder termasuk dalam sifilis early sementara stadium tersier termasuk dalam sifilis laten atau stadium late latent. Stadium sifilis Sifilis dalam perjalanannya dibagi menjadi tiga stadium yaitu sifilis stadiumprimer, sekunder dan tersieryang terpisah oleh fase laten dimana waktu bervariasi, tanpa tanda klinis infeksi. Interval antara stadium primer dan sekunder berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa bulan. Interval antara stadium sekunder dan tersier biasanya lebih dari satu tahun. Sifilis stadium primer Lesi awal sifilis berupa papul yang muncul di daerah genitalia kisaran tiga minggu setelah kontak seksual. Papul membesar dengan ukuran 0,5 –1,5 cm kemudian mengalami ulserasi, membentuk ulkus. Ulkus sifilis yang khas berupa bulat, diameter 1-2 cm, tidak nyeri, dasar ulkus bersih tidak ada eksudat, teraba indurasi, soliter tetapi dapat juga multiple. Hampir sebagian besar disertai pembesaran kelenjar getah bening inguinal medial unilateral atau bilateral. Chancresífilis primer sering terjadi padagenitalia, perineal, atau anus dikarenakan penularan paling sering melalui hubungan seksual, tetapi bagian tubuh yang lain dapat juga terkena. Ulkus jarang terlihat pada genitalia eksterna wanita, karena lesi sering pada vagina atau serviks. Dengan menggunakan spekulum, akan terlihat lesi di serviks berupa erosi atau ulserasi yang dalam. Tanpa pengobatan lesi primer akan sembuh spontan dalam waktu 3 sampai 6 pekan. 

Diagnosis Diagnosis terhadap penyakit sifilis sangat penting untuk dilakukan karena penyakit ini merupakan penyakit yang menular. Studi menyebutkan bahwa diagnosis dini dapat membantu pencegahan dan pengobatan suatu penyakit. Pada umumnya dilakukan dengan 3 cara yaitu:

a. Anamnesis Anamnesis dilakukan dengan mewawancarai pasien dengan menanyakan keluhan dan gejala pasien. b. Pemeriksaan secara Klinis Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat gejala klinis yang muncul pada penderita yang dikenal dengan pemeriksaan sindromik. Penggunaan manajemensindromik ini terutama dirancang untuk keterbatasan sumber daya dan telah terbukti layak diterima di beberapa Negara. STI skrining antara MSM juga layak dan dapat diterima dan dapat menjangkau kelompok yang sering memiliki akses terbatas dalam mendapatkan pemeriksaan IMS yang teratur dan konseling di pelayanan kesehatan formal. Namun demikian pemeriksaan ini tetap harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium untuk hasil yang lebih akurat. c. Pemeriksaan Laboratorium Diagnosis laboratorium penyakit sifilis pada umumnya dilakukan melalui pemeriksaan mikroskopik langsung maupun pemeriksaan serologik. d. Pemeriksaan Mikroskopik Dalam sediaan segar tanpa pewarnaan, gerak kuman Treponema dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop lapangan gelap. Pemeriksaan Treponema secara mikroskopik dilihat dengan teknik imunnofluoresensi dengan membuat usapan cairan jaringan atau eksudat pada kaca objek kemudian difiksasi dan diwarnai dengan serum anti treponema yang dilabel fluoresein sehingga pada lapangan pandang gelap akan terlihat fluoresensi yang khas dari kuman Treponema. e. Pemeriksaan Serologis Pemeriksaan Serologis Tes darah adalah cara lain untuk menentukan apakah seseorang memiliki sifilis. Tak lama setelah infeksi terjadi, tubuh memproduksi antibodi sifilis yang dapat dideteksi oleh tes darah. Pemeriksaan Serologis Sifilis penting untuk diagnosis dan pengamatan hasil pengobatan. Pemeriksaan ini dapat diklasifikasikan: 1. Tes Non Treponema: kardiolipin, lesitin dan kolesterol 2. Tes Treponema: Treponema pallidum hidup / mati Ketepatan hasil STS dinilai berdasarkan: 1. Sensitivitas: % individu yang terinfeksi yangmemberi hasil positif

2. Spesifivitas: % individu yang tidak infeksi yang memberikan hasil negative Menurut Irwin, et. al.,(2003) Pemeriksaan kuantitatif Serologi Sifilis memungkinkan dokter untuk : 1. Mengevaluasi efektivitas pengobatan 2. Menemukan potensi kambuh (relaps) sebelum menjadi menular 3. Membedakan antara kambuh dan infeksi ulang 4. Melihat adanya reaksi sebagai jenis seroresistant 5. Membedakan antara benar dan biologis positif palsu reaksi serologis. Secara garis besar ada 2 macam Tes Serologi Sifilis yaitu: A. Non Treponemal Test atau Reagin Test - Tes Reagin Terdiri dari antibodi Ig M dan Ig A yang ditujukan terhadap beberapa antigen yang tersebar luas dalam jaringan normal. Dapat ditemukan pada serum penderita sifilis yang belum mendapat pengobatan, 2-3 minggu setelah infeksi. Contohnya adalah Tes Flokulasi dan Tes Fiksasi Komplemen. Kedua tes ini dapat memberikan hasil secara kuantitatif yaitu dengan menentukan kadar reagin dalam serum yang secara berturut-turut diencerkan 2 kali. Pengenceran tertinggi yang masih menunjukkan hasil positif merupakan titer serum yang bersangkutan. Positif palsu dapat terjadi pada infeksi lain seperti Malaria, Lepra, Morbili, Mononukleosis infeksiosa, vaksinasi dan penyakit kolagen SLE (Systemic Lupus Erythematosus, Polyarteritis Nodosa). - Tes Flokulasi Tes ini didasarkan atas kenyataan bahwa partikel antigen yang berupa lipid mengalami flokulasi dalam beberapa menit setelah dikocok dengan reagin. Tes flokulasi yang positif dapat menjadi negatif pada 6- 24 bulan setelah pengobatan yang efektif pada sifilis early. Contoh tes flokulasi adalah VDRL (Venereal DiseaseResearch Laboratory test) dan RPR (Rapid Plama Reagin Test). - Tes Fiksasi Komplemen Didasarkan pada kenyataan bahwa serum yang mengandung reagin dapat mengikat komplemen bila ada

cardiolipin pada antigen. Jika serum yang diperiksa bersifat anti komplemen dapat mengakibatkan terjadinya positif palsu. Contoh Tes Wassermann, dimana digunakan eritrosit domba sebagai indikator dan hasil tes positif jika tidak terjadi hemolisis dan negatif bila ada hemolisis. B. Treponemal Antibodi Test Pada Tes digunakan antigen yang berasal dari kuman Treponemal yang masih hidup maupun yang sudah dimatikan atau salah satu fraksi dari kuman treponema sehingga diperoleh hasil tes yang spesifik. Yang termasuk dalam tes ini adalah Tes Fluoresensi Antibodi Treponema (FTA Abs), TPHA (Treponemal pallidum Passive Hemagglutination Assay), Tes ImobilisasiTreponema pallidum (TPI) dan Tes Pengikatan Komplemen Treponema pallidum atau RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test). - Tes Fluoresensi Antibodi Treponema (Fluorescent Treponemal Antibody Absorption Test) Merupakan tes imunnofluoresensi indirect yang sangat spesifik dan sensitif terhadap antibodi Treponema.Serum penderita diabsorpsi terlebih dahulu dengan antigen Reiter yang telah diolah dengan getaranfrekuensi tinggi (sonifikasi).Kuman Treponema yang telah dimatikan direaksikan dengan serum penderita dan gamma globulin yang telah dilabel. Kuman akan berfluoresens jika terkena sinar violet. Hasil tes ini positif pada sifilis early dan tetap positif sampaibeberapa tahun setelah pengobatan yang efektif sehingga hasil tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai pengobatan. Pada bayi baru lahir, adanya Ig M FTA merupakan bukti adanya infeksi intrauteri (kongenital sifilis) namun demikian bisa terjadi negatif palsu jika IgM pada bayi bukan akibat infeksi sifilis. - Tes Hemaglutinasi Pasif Treponemal Pallidum (Treponemal pallidum Passive Hemagglutination Assay) Tes ini menggunakan eritrosit domba yang telah diolah dengan kuman Treponema pallidum. Hasil test positif jika terjadi aglutinasi dari eritrosit domba tersebut.

-

-

TPHA memberikan hasilsecara kuantitatif dan sangat spesifik. Tes Imobilisasi Treponema Pallidum (TPI) Tes ini menggunakan kuman Treponema pallidumyang masih aktif sebagai antigen. Dalam serum penderita sifilis yang telah ditambahkan komplemen, kuman yang semula masih dapat bergerak aktif akan mengalami imobilisasi. Waktu yang dibutuhkan adalah 18 jam. Antibodi imobilisasi timbul pada minggu ketiga setelah infeksi. Antibodi ini berbeda dari reagin, TPI memerlukan biaya mahal, reagensia murni dan tenaga yang terlatih. Tes Pengikatan Komplemen Treponema Pallidum atau RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test) Tes ini menggunakan antigen yang berasal dari fraksi protein kuman Treponema pallidum strain Reiter. Antibodi yang bereaksi dalam tes ini tidak sama dengan antibodi imobilisasi ataupun reagin. Hasil positif palsu dapat terjadi bila fraksi protein tersebut kurang murni misal mengandung lipopolisakarida.

Penilaian terhadap Tes Serologi Apabila kedua tes Treponemal dan Non Treponemal memberikan hasil positif maka dilakukan penilaian secara kuantitatif, jika hanya satu yang memberikan hasil positif maka dilakukan pemeriksaan ulang.

Kriteria Diagnostik Stadium Primer

Sekunder

Kriteria Diagnostik Temuan pemeriksaan Biasanya tunggal, tanpa rasa nyeri, ulkus rubbery (genital atau bukan genital) dimana didapatkan pemeriksaan dark field/DFA/PCR positif atau dengan gejala klinis sifilis. Temuan pemeriksaan (+/- dark

Data kemungkinan terpapar 3 bulan

6 bulan

field lesi positif) 

 



Early Latent

Pemeriksaan negatif (tidak ditemukan pemeriksaan yang konsisten dengan sifilis primer atau sekunder)    

Late Laten

Cutaneous eruption (generalisata atau lokal) tanpa perluasan Palmar atau plantar rash Mucous patches (lesi pada membrane lidah, mukosa buccal, bibir) Condyloma lata (lembab, datar, plaque keabu-abuan) 1 tahun

Riwayat gejala dari sifilis primer atau sekunder, atau Konversi serologis, atau Terpapar infeksi penyebab sifilis, atau Mungkin terpapar pada 12 bulan sebelumnya.

Kriteria diagnostic Early latent

Lebih dari 1 tahun yang lalu Latent Terdapat tanda atau gejala seperti Tidak pasti. syphilis of pada sifilis primer dan sekunder Jika titer uji Unknown dan sedikit informasi mengenai serologis Duration determinasi durasi dari infeksi nontreponemal > 1:32, kemungkinan besar infeksi baru



Tatalaksana Sifilis

Klasifikasi sifilis

Terapi anjuran

Alternatif terapi

Early syphilis (sifilis stadium dini), sifilis primer, sifilis sekunder

Benzatin Benzilpenisilin, 2,4 juta IU injeksi IM (pemberian dengan dua kali injeksi ditempat berbeda)

Prokain benzilpenisili n, 1,2 juta IU injeksi IM (setiap hari selama 10 hari berturutturut)

Alternatif terapi pada alergi penisilin Hamil

Tidak hamil

Eritromisin, 500 mg oral (4 kali sehari selama 14 hari

Dosisiklin, 100 mg (2 kali sehari) atau; Tetrasiklin, 500 mg oral (4 kali sehari) selama 14 hari.



Diagnosis banding Ulkus mole yang disebabkan Haemophilus ducreyi, limfogranuloma venereum, trauma pada penis, fixed drug eruption, herpesgenitalis. 12  Prognosis Dengan ditemukannya penicilin, maka prognosis sifilis menjadi lebih baik. Pada sifilis dini yang diobati, angka penyembuhan mencapai 95%. Kelainan kulit akan sembuh dalam 7-14 hari. Pembesaran kelenjar getah bening akan menetap berminggu-minggu.  Pencegahan Pada prinsipnya pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan sifilis melalui pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Adapun bentuk pencegahan yang dapa dilakukan sebagai berikut : A. Pencegahan Primer Sasaran pencegahan terutama ditujukan kepada kelompok orang yang memiliki resiko tinggi tertular sifilis. Bentuk pencegahan primer yang dilakukan adalah dengan prinsip ABC yaitu : 1. A (Abstinensia), tidak melakukan Pengaruh seks secara bebas dan bergantiganti pasangan. 2. B (Be Faithful), bersikap saling setia dengan pasangan dalam Pengaruh perkawinan atau Pengaruh perkawinan atau Pengaruh jangka panjang tetap.

3. C (Condom), cegah dengan memakai kondom yang benar dan konsisten untuk orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B. 4. D (Drug), tidak menggunakan narkoba/napza. 5. E (Education), pemberian informasi kepada kelompok yang memiliki resiko tinggi untuk tertular sifilis dengan memberikan leaflet,brosur, dan stiker. B. Pencegahan Sekunder Sasaran pencegahan terutama ditujukan pada mereka yang menderita (dianggap suspect) atau terancam akan menderita. Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat dapat dilakukan dengan cara mencari penderita sifilis, meningkatkan usaha surveilans, dan melakukan pemeriksaan berkala kepada kelompok orang yang memilik resiko untuk terinfeksi sifilis. Bentuk pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara : 1. Melakukan cek darah untuk mengetahui infeksi sifilis. 2. Pengobatan injeksi antibiotik benzatin benzil penicilin untuk menyembuhkan infeksi sifilis. C. Pencegahan Tersier Sasaran tingkat ketiga ditujukan kepada penderita tertentu dengan tujuan mencegah jangan sampai mengalami cacat/kelainan permanen, mencegah agar jangan bertambah parah/ mencegah kematian karena penyakit tersebut. Bentuk pencegahan tersier yang dapat dilakukan adalah : 1. Melakukan pengobatan (injeksi antibiotik) yang bertujuan untuk menurunkan kadar titer sifilis dalam darah. 2. Melakukan tes HIVuntuk mengetahui status kemungkinan terkena HIV. Referensi: 1. Djuanda, A. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

B. Herpes Simpleks12,13 

Definisi Infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok diatas kulit yang sembab dan eritematosa pada







daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens. Epidemiologi Penyakit ini tesebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh virus herpes simpleks (V.H.S) tipe I biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi VHS tipe II biasanya terjadi pada dekade II atau III, dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual. Etiologi VHS tipe I dan II merupakan virus herpes hominis yang merupakan virus DNA. Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic marker, dan lokasi klinis (tempat predileksi). Gejala klinis

Infeksi VHS ini berlangsung dalam 3 tingkat: 1. Infeksi primer Tempat predileksi VHS tipe I di daerah pinggang ke atas terutama di daerah mulut dan hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak inokulasi dapat terjadi secara kebetulan, misalnya kontak kulit pada perawat, dokter gigi, atau pada orang yang sering menggigit jari (herpetic whit-low). Virus ini juga sebagai penyebab herpes ensefalitis. Infeksi primer oleh VHS tipe II mempunyai tempat predileksi di daerah pinggang ke bawah terutama daerah genital, juga dapat menyebabkan herpes meningitis dan infeksi neonates.

Daerah predileksi ini sering kacau karena adanya cara hubungan seksual seperti oro-genital, sehingga herpes yang terdapat di daerah genital kadang-kadang disebabkan oleh VHS tipe I sedangkan di daerah mulut dan rongga mulut dapat disebabkan oleh VHS tipe II. Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malaise, dan anoreksia, dan dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening regional. Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang berkelompok di atas kulit dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi seropulen, dapat menjadi krusta dan kadang-kadang mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan tidak terdapat indurasi. Kadang-kadang dapat timnbul infeksi sekunder sehingga memberi gambaran tidak jelas. Umumnya didapati pada orang yang kekurangan antibody virus herpes simpleks. Pada wanita ada laporan yang mengatakan bahwa 80% infeksi VHS pada genitalia eksterna disertai infeksi pada serviks. 2. Fase laten Fase ini berarti pada penderita tidak ditemukan gejala klinis, terapi VHS dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis. 3. Infeksi rekurens Infeksi ini berarti VHS pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan tidak aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis. Mekanisme pacu itu dapat berupa trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dan sebagainya), trauma psikis (gangguan emosional, menstruasi), dan dapat pula timbul akibat jenis makanan dan minuman yang merangsang. Gejala klinis yang timbul lebih ringan dari pada infeksi primer dan berlangsung kira-kira 7-10 hari. Sering ditemukan gejala prodromal local sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan nyeri. Infeksi rekurens ini dapat timbul pada tempat yang sama (loco) atau tempat lain / tempat di sekitarnya (non loco). 

Pemeriksaan penunjang Virus herpes ini dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiak. Pada keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa antibodi VHS. Pada

percobaan Tzanck dengan pewarnaan giemsa dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear.  Diagnosis banding Ulkus durum, ulkus mole, dan ulkus mikstum.  Penatalaksanaan Sampai saat ini belum ada terapi yang memberikan penyembuhan radikal, artinya tidak ada pengobatan yang dapat mencegah episode rekurens secara tuntas. Pada lesi yang dini dapat digunakancobat topikal berupa salap/krim yang mengandung preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-P) dengan cara aplikasi, yang sering dengan interval beberapa jam. Preparat asiklovir (zovirax) yang dipakai secara topical tampaknya memberikan masa depan yang lebih cerah. Asiklovir ini cara kerjanya mengganggu replikasi DNA virus. Klinis hanya bermanfaat bila penyakit sedang aktif. Jika timbul ulserasi dapat dilakukan kompres. Pengobatan oral berupa preparat asiklovir tampaknya memberikan hasil yang lebih baik, penyakit berlangsung lebih singkat dan masa rekurensnya lebih panjang. Dosisnya 5x200 mg sehari selama 5 hari. Pengobatan parenteral dengan asiklovir terutama ditujukan kepada penyakit yang lebih berat atau jika timbul komplikasi pada alat dalam.  Pencegahan Untuk mencegah herpes genitalis adalah sama dengan mencegah penyakit menular seksual lainnya. Kuncinya adalah untuk menghindari terinfeksi dengan HSV yang sangat menular pada waktu lesi ada. Cara terbaik untuk mencegah infeksi adalah menjauhkan diri dari aktivitas seksual atau membatasi hubungan seksual dengan hanya satu orang yang bebas infeksi. Reeferensi: 1. Klausner JD, Hook EW. Current Diagnosis & Treatment Sexually Transmitted Disease. New York: McGraw Hill Companies, 2009 2. Menaldi, Sri Linuwih SW. dkk. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Badan penerbit: FK UI

c. Chancroid Ulkus mole ialah penyakit infeksi genital akut, setempat, dapat inokulasi sendiri (auto-inoculable), disebabkan oleh Haemophilus ducreyi (Streptobacillus ducreyi), dengan gejala klinis khas berupa ulkus pada

tempat masuk dan seringkali disertai supurasi kelenjar getah bening regional.13 ETIOLOGI Penyebab ulkus mole ialah Haemophilus ducreyi, merupakan bakteri gram negatif, anaerobik fakultatif, perlu hemin (faktor X) untuk pertumbuhannya, berbentuk batang kecil atau pendek dengan ujung bulat, tidak bergerak, tidak membentuk spora dan memerlukan hemin untuk pertumbuhannya. Sifat lainnya yng khas ialah dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit, memberikan hasil positif pada tes oksidase, negatif katalase, dan menghasilkan fosfatase alkali. Hanya mengenai orang dewasa yang aktif. Lebih banyak pada pria. 13

Gambar Haemophilus ducreyi dibawah mikroskop cahaya FAKTOR RESIKO Kulit berwarna lebih sering terkena penyakit ini. Banyak terdapat di daerah tropis dan subtropis. Kebersihan dan hygiene berperan penting dalam penyebaran penyakit.14,15,16 PATOFISIOLOGI Patofisiologi untuk penyakit ini maih belum jelas kemungkinan dipengaruhi oleh 3 hal yaitu :  Perlengketan dengan epitel  Zat-zat eksotoksin yang dikeluarkan oleh bateri  3.Pertahanan tubuh host Menurut sumber, Haemophilus ducreyi merusak jaringan intradermal sehingga merusak epitel. Kemudian akan merangsang kertinosit,

fibroblast, sel endotel sehingga menyeksresikan IL-6 dan IL-8 . IL-6 yang akan menstimulasi CD-4 dan IL-8 akan merangsang pengeluaran PMN dan makarofag sehingga akan terjadi penumpukan sel-sel infiltrat sehingga menimbulkan papul, pustul. Haemophilus ducreyi juga mengeluarkan Sitoletal Desending Toxin (HdCDT) yang akan menyebabkan apoptosis dan nekrosis dari sel sehingga terjadi ulkus. Predileksi pada genital, jari, mulut, dan dada. Pada tempat masuknya mikroorganisme terbentuk ulkus yang khas. 13

GAMBARAN KLINIS13 Masa inkubasi sekitar 3-7 hari. Lesi mula-mula berbentuk macula atau papul yang segera berubah menjadi pustule yang kemudian pecah membentuk ulkus yang khas, antara lain:  Multiple.  Lunak.  Nyeri tekan.  Dasarnya kotor (eksudat nekrotik kuning keabu-abuan) dan mudah berdarah.  Tepi ulkus menggaung.  Kulit sekitar ulkus berwarna merah.  Lokasi ulkus pada pria terletak di daerah preputium, glans penis, batang penis, frenulum dan anus

Ulkus Pada Penis

Tempat predileksi lesi ulkus mole di daerah genital Laki- laki

Wanita

Permukaan mukosa preputium bagian dalam

Labium mayus

Frenulum Sulkus koronarius Batang penis Dalam uretra Skrotum Anus perineum

Vulva Klitoris Fourchette Vestibuli Uretra Serviks Anus

Pembesaran kelenjar limfe inguinal tidak multiple, terjadi pada 30% kasus yang disertai radang akut. Kelenjar kemudian melunak dan pecah dengan membentuk sinus yang sangat nyeri disertai badan panas. Variasi bentuk klinis:13 1. Dwarf Chancroid : lesi kecil, dangkal, dapat menyerupai herpes genitalis, relatife tidak nyeri. 2. Giant chancroid: ulkus hanya satu dan meluas dengan cepat serta bersifat destruktif. 3. Transient chancroid: ulkus kecil sembuh sendiri setelah 4-6 hari, disusul perlunakan kelenjarlimfe inguinal 10-0 hari kemudian. 4. Ulkus mole serpiginosum: terjadi inokulasi dan penyebaran dari lesi yang konfluen pada preputium, skrotum, dan paha. Ulkus dapat berlangsung bertahun-tahun. 5. Ulkus mole gangrenosum: suatu varian yang disebabkan superinfeksi dengan bakterifusosprikhetosis, sehingga menimbulkan ulkus fagedenik. Dapat menyebabkan destruksi jaringan yang cepat dan dalam. 6. Ulkus mole folikularis ( follicularis chancroid ): timbul pada folikel rambut, terdiri atas ulkuskecil multiple. Lesi ini dapat terjadi di vulva atau pada daerah genitalia yang berambut. Lesiini sangat superficial.

7. Ulkus mole popular (ulcus molle elevatum) : terdiri atas papul yang berulserasi dangranulomatosa, dapat menyerupai donovanosis atau kondiloma lata sifilis stadium II. 8. Mixed chancroid : ulkus mole yang nyeri tanpa indurasi terdapat sekaligus bersama ulkus sifilis dengan indurasi dan tanpa nyeri, dengan masa inkubasi 10-90 hari. 14,15,16 GAMBARAN HISTOPATOLOGI Bagian ulkus atas dijumpai neutifil, fibrin, dan eritrosit. Bagian tengah dijumpai pembuluh darah kapiler baru dengan proliferasi endotel. Bagian bawah terdapat sel-sel radang yang terdiri dari sel plasma dan limfosit. 13 KOMPLIKASI  Adenitis inguinal (bubo inflamatorik). Timbul beberapa hari sampai 3 minggu setelah lesi primer, biasanya unilateral. Kelenjar membesar, nyeri, kemudian bergabung. Bila tidak diobati, abses akan memecah ke kulit, sehingga membentuk sinus tunggal yang kemudian berkembang menjadi ulkus chancroid.  Fimosis atau parafimosis. Dapat terjadi akibat sikatrisasi pada lesi yang mengenai preputium, perlu sirkumsisi untuk penanganannya.  Fistel uretra. Sebagai akibat ulkus pada glans penis yang bersifat destruktif. Bila mengenai uretra akan menimbulkan nyeri hebat pada waktu miksi. Dapat diikuti oleh striktura uretra.  Fistel rektovagina. Merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada wanita. 14,15,16 PEMERIKSAAN LABORATORIUM 1) Pemeriksaan langsung bahan ulkus yang diambil dengan mengorek tepi ulkus yang diberi pewarnaan gram. Pada sediaan yang positif ditemukan kelompok basil yang tersusun seperti barisan ikan. 2) Kultur pada media agar coklat, agar Muller Hinton atau media yang mengandung serumdengan vancomysin. Positif bila kuman tumbuh dalam waktu -4 hari (dapat sampai 7 hari). 3) Tes serologi ito-Reenstierna, caranya 0,1 ml antigen disuntikkan intradermal pada kulitlengan bawah. Positif bila setelah 4 jam atau lebih timbul indurasi yang berdiameter 5 mm.Hasil positif setelah infeksi berlangsung minggu akan terus positif seumur hidup. 4) Tes ELISA dengan menggunakan whole lysed H. ducreyi.

5) Tes lain yang dapat digunakan adalah tes fiksasi komplemen, presipitin, dan agglutinin. 14,15,16

DIAGNOSA Diagnosis ulkus mole ditegakkan berdasarkan riwayat pasien, keluhan dan gejala klinis, serta pemeriksaan laboratorium untuk menemukan agen penyebabnya. Tes serologi untuk ulkus mole. Tes fiksasi komplemen, presipitin, dan aglutinin menunjukkan hasil positif pada pasien dengan ulkus genital karena infeksi H. Ducreyi. Tes ELISA (Enzyme linked immunosorbent assay) memakai whole lysed H. ducreyi sebagai antigen memiliki spesifitas dan sensivisitas tinggi. 14,15,16 Cara-cara lain untuk menyokong diagnosis ulkus mole, misalnya reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap antigen H. Ducreyi pada tes kulit Ito-Reenstierna, atau tes inokulasi sendiri untuk menghasilkan ulkus baru, tidak lagi dipergunakan. 14,15,16 DIAGNOSA BANDING o Herpes genitalis; kelainan kulitnya berupa vesikel berkelompok dan jika memecah menjadi erosi. o Sifilis stadium I; ulkusnya bersih, indolen, terdapat indurasi, dan tanda-tanda radang akut tidak ada. o Limfogranuloma venerium; afek primer tidak spesifik dan ceat hilang. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening inguinal, perlunakannya tidak serentak. o Granuloma inguinale; ulkus dengan granuloma, tidak tampak badan Donovan. 14,15,16 TERAPI13 1. Obat sistemika. A. Siprofloksasin 2x500 mg selama hari 3, atau B. Eritromisin Base 4x500 mg selama 7 hari, atau C. Azitromycin 1 gr, oral, single dose. D. Seftriakson 250 mg dosis tunggal, injeksi IM. 2. Obat local Kompres dengan larutan normal salin (NaCl 0,9%) kali sehari selama 15 menit. 3. Aspirasi abses trans kutaneus dianjurkan untuk bubo yang berukuran 5 cm atau lebih dengan fluktuasi ditengahnya.

PROGNOSIS Bila terapi berhasil, keluhan akan menghilang dalam waktu 3 hari dan ulkus akan membaik dalam waktu 1-2 minggu pengobatan. Ulkus yang besar akan memerlukan waaktu lebih dari 2 minggu. Penyembuhan linfadinitis yang berfluktuasi dapat lebih lama lagi, kadang- kadang perlu di lakukan aspirasi dengan jarum atau insisi berulang. Prognosis baik dengan pengobatan antibiotic. Pada beberapa kasus dapat timbul jaringan parut meskipun terapi berhasil baik. 14,15,16 Bila tidak ada perbaikan klinis, perlu dipertimbangkan berbagai kemungkinan : ketepatan diagnosis, terjadi ko-infeksi dengan penyebab IMS lain; pasien terlah terinfeksi HIV; pasien tidak mematuhi pengobatan; atau telah terjadi resistensi antimikroba terhadap H.ducreyi. 14,15,16 Referensi: 1. Menaldi, Sri Linuwih SW. dkk. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Badan penerbit: FK UI 2. Sri Linuwih SW Menaldi. 2018. Ulkus Molle. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. hal.475-477. FK. UI.Jakarta 3. Martodiharjo, Sunarko. dkk. 2004. Ulkus Mole (chancroid). Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. RSU dr.Soetomo hal. 203-207. Surabaya 4. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI 2015.

9. Perspektif islam QS. Al. Isra ayat 32

Daftar Pustaka 1 fitzpatrick, Thomas, dkk. Dermatology In General Medicine seventh edition. The McGraw-Hill Companies, Inc 2008; 1994-1996 2 Judanarso, Jubianto. 2012. Ulkus Mole. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi ketiga hal. 396-400. FK UI, Jakarta 3 Kanwar, V. (2019). Lymphadenopathy: Practice Essentials, Pathophysiology, Epidemiology. Retrieved from https://emedicine.medscape.com/article/956340-overview 4 Katz, K.A. Syphilis, In: Goldsmith, L.a., Katz, S.L., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffel, D.J., Wolff, K., eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, Eight Edition. New York: McGraw-Hill; 2012, p.2471-92. 5 Patton ME, Su JR, Nelson R, Weinstock H, Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Primary and secondary syphilisUnited States, 2014 6 Marques R. herpes Simpelx., In: Goldsmith, L.a., Katz, S.L., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffel, D.J., Wolff, K., eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, Eight Edition. New York: McGraw-Hill; 2012, p.4444-68. 7 Ishak R.S and Ghosn S.H. Lymphogranuloma Venerum, In: Goldsmith, L.a., Katz, S.L., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffel, D.J., Wolff, K., eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, Eight Edition. New York: McGraw-Hill; 2012. P.2505-10. 8 Chandra,B. 2012. Kontrol Penyakit Menular Pada Manusia. Jakarta: EGC. 9 Center for Disease Control and Prevention (c). 2016. Syphilis Screening and Diagnosis Among Men Who Have Sex with Men 2008-2014. www.cdc.confex.com. 10 Djuanda, A. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 11 Stringer, janet. 2009. Konsep dasar farmakologi. Jakarta. Diakses 22 november 2012. 12 Klausner JD, Hook EW. Current Diagnosis & Treatment Sexually Transmitted Disease. New York: McGraw Hill Companies, 2009 13 Menaldi, Sri Linuwih SW. dkk. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Badan penerbit: FK UI 14 Sri Linuwih SW Menaldi. 2018. Ulkus Molle. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. hal.475-477. FK. UI.Jakarta

15 Martodiharjo, Sunarko. dkk. 2004. Ulkus Mole (chancroid). Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. RSU dr.Soetomo hal. 203-207. Surabaya 16 Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI 2015. 17 F. Paulsen dan J. Waschken. 2010. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Jakarta. Penerbit buku kedokteran : EGC 18 Eroschenko Victor P. 2015. Atlas Histologi difiore. Jakarta. Penerbit buku kedokteran : EGC

Related Documents

Pbl
June 2020 35
Pbl
June 2020 23
No 4 (pbl 3) Ppt.pptx
December 2019 8

More Documents from "Gloria Graceta Natasya Salsha"