LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENCELUPAN II PENCELUPAN POLIESTER DENGAN ZAT WARNA DISPERSI METODE CARRIER DAN HTHP
Disusun Oleh Kelompok 6 Amalia Yustika
(16020074)
Widia Restu Ningsih
(16020080)
Moch Iklil Hamdani
(16020082)
Nur Azizah Nasution
(16020088)
Grup
: 3K3
Dosen
: Ikhwanul Muslim, S.ST. M.T.
Asisten
: 1. Hj. Hanny H. K., S.Teks. 2. Yayu E. Y., S.ST.
PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL POLITEKNIK SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL BANDUNG 2018
PENGARUH ZAT PENDISPERSI DAN PENCUCICAN REDUKSI PADA PROSES PENCELUPAN POLIESTER DENGAN ZAT WARNA DISPERSI METODE CARRIER
I.
MAKSUD DAN TUJUAN 1.1.
Maksud
Memahami perencanaan dan melakukan proses pencelupan kain poliester dengan zat warna dispersi metode carrier.
1.2.
Menganalisa dan mengevaluasi hasil proses pencelupan.
Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh zat pendispersi dan pencucian reduksi pada proses pencelupan kain poliester dengan zat warna dispersi metode carrier berdasarkan nilai ketuaan warna dan kerataan warna.
II.
DASAR TEORI 2.1. Serat Poliester Poliester adalah fiber (serat) sintesis yang zat komponennya juga banyak ditemukan pada minyak bumi. Bahan baju sintesis ini dibuat dari PET (polyethylene terephthalate) – bahan yang sama yang ditemukan pada botol minuman plastik. Maka dari itu banyak botol minuman plastik yang di recycle dengan cara memanaskannya kembali sehingga fiber atau serat poliester ini bisa diperoleh. Polyester pernah diciptakan pada awal 1940an di Inggris dan akhirnya menjadi popular di tahun 1950an sebagai bahan tekstil karena perawatannya yang mudah. Polyester juga dikenal sebagai bahan tekstil yang serbaguna yang dapat digunakan untuk berbagai macam kebutuhan seperti pakaian, perabot rumah tangga, peralatan komputer, tape rekaman, isolasi listrik dan masih banyak lagi. Kain yang terbuat dari serat poliester ini dikenal tahan lama, tidak mudah kusut, dan lebih cepat kering saat dijemur. Kelebihan lainnya adalah poliester lebih tahan terhadap berbagai bakteri, tahan air (water-resistant) dan juga tidak mudah susut ataupun melar. Namun seperti jenis serat lainnya yang memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai bahan tekstil, polyester juga memiliki kelemahan yaitu tidak bisa menyerap keringat sehingga terasa panas saat digunakan di cuaca yang panas. Serat polyester mendominasi industri serat sintetis dunia dengan volume produksi yang cukup besar (≈ 18 juta ton / tahun pada tahun 2000) disbanding serat nilon, rayon dan serat akrilik. Polyester mempunyai harga murah, mudah diproduksi dari sumber
petrokimia, dan memiliki sifat fisik yang sesuai dengan keinginan. Polyester juga kuat, ringan, mudah di celup dan tahan kerut, serta memiliki sifat pencucian yang sangat baik. Fleksibilitas poliester legendaris. Baik berupa benang filamen atau berupa serat stapel, poliester digunakan dalam varietas yang tak terhitung jumlahnya, campuran dan bentuk serat pakaian tekstil, rumah tangga dan kain furnishing. Poliester membentuk microfiber untuk pakaian luar dan pakaian olahraga. Poliester digunakan dalam karpet, serat industri dan benang untuk tali ban, sabuk pengaman mobil, kain filter, kain tentage, sailcloth dan sebagainya. Serat sintetis organik ini dibentuk oleh polikondensasi dari asam bervalensi dua (terephtalat asam) dan dialcohol (glikol etilena). Proses yang digunakan untuk memperoleh polimer ini adalah melalui melt spinning (pemintalan leleh) dengan panas peregangan 400%. Pada tahun 1953, E.I. Dupont de Numours di Amerika Serikat memberi nama “Dacron” yang dibentuk senyawa kimia yaitu etilena tereftalat.Terylene dibuat dari dimetil ester asam tereftalat dengan etilena glikol. Dacron dibuat dari asam tereftalat dan etilena glikol. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Reaksi Pembuatan Serat Poliester
Gambar 2. Struktur kimia polyester Asam tereftalat atau dimetilester asam tereftalat dan etilena glikol dipolimerisasikan dalam hampa udara dan suhu tinggi. Polimer yang terbentuk disemprotkan dalam bentuk pita, kemudian dipotong-potong menjadi serpihan dan dikeringkan. Pemintalannya dilakukan dengan cara pemintalan leleh. Filamen yang terjadi ditarik dalam keadaan panas sampai lima kali panjang semula, kecuali filamen yang kasar ditarik dalam keadaan
dingin. Jika hendak dibuat stapel, filamennya dibuat keriting kemudian dipotong-potong dengan panjang tertentu. 2.1.1 Sifat-sifat Serat Poliester Sifat fisik dari Serat Poliester:
Tebal
: 1.2d, 1.5D, 2.0D
Warna
: putih
Panjang
: Variabel cut length
Densitas
: 1.39 g / cc
Tenacity
: tinggi, 40 sampai 80 cN / tex
Moisture regain : 0,4% (pada 65% R.H dan 20 ° C)
Elongation
: tinggi, 15-45%
Reaksi api
: mencair, menyusut, asap hitam
Titik leleh
: 260 ° C
Karakteristik Serat Poliester:
Kehalusan
: 1.3 denier
Panjang
: 38 mm
Kekuatan tarik
: 6.6 gram/denier
Mulur
: 22%
Mengkeret
: 6.3%
Krimp
: 5.2 per Cm
Kandungan oil
: 0.15%
Kandungan air
: 0.4%
Kekuatan yang baik
Daya Serap rendah
Tahan peregangan dan penyusutan
Tahan terhadap kebanyakan bahan kimia
Mudah untuk dicuci – Pengeringan Cepat
Tahan Kerut dan tahan abrasi
Mempertahankan lipatan panas
Sifat Kimia Poliester tahan asam lemah mendidih dan tahan asam kuat dingin, tahan basa lemah tapi kurang tahan basa kuat, tahan zat oksidator, alkohol, keton, sabun dan zat-zat
pencucian kering. Serat larut dalam metakresol panas, asam trifluoroasetat orto klorofenol. Secara biologi, Poliester tahan serangga, jamur dan bakteri. Tabel 1. Sifat Kimia Serat Poliester Pereaksi
Suhu
Konsentrasi
Pengaruh pada
Waktu
(%)
kekuatan
Asam Klorida
kamar
18
3 minggu
Tidak ada
Asam klorida
75
18
4,5 hari
nyata
Asam klorida
Didih
10
3 hari
rusak
Asam nitrat
Kamar
40
3 minggu
Sedang
Asam sulfat
Kamar
37
6 minggu
Tidak ada
Asam sulfat
Kamar
50
3 minggu
Sedang
Asam sulfat
75
37
2 minggu
Nyata
Na-hidroksida
Kamar
10
3 hari
Sedang
Na-Hipoklorit
70
2,5
4 jam
Tidak ada
Keterangan: tidak ada
= berkurangnya kekuatan tidak lebih dari 5%
sedang
= berkurangnya kekuatan 6-40 %
nyata
= berkurangnya kekuatan 31-70%
rusak
= berkurangnya kekuatan lebih dari 70%
Morfologi Serat Poliester Poliester memiliki penampang membujur berbentuk silinder dengan dinding kulit tebal, dan penampang lintang bulat dengan bintik-bintik di dalamnya. Gambar berikut memperlihatkan penampang melintang dan membujur serat poliester.
Penampang Melintang
Penampang Membujur
Gambar 3. Penampang Serat Poliester
2.1.2 Penggunaan Serat Poliester Pakaian : blus, kemeja, pakaian anak-anak, gaun, dasi leher, lapisan, lingerie dan pakaian dalam, pakaian tekan permanen, celana panjang, jas. Perabot rumah tangga : karpet, tirai, seprai dan sarung bantal. Tekstil teknis : penutup lantai, V-belt, tali dan jaring, kain ban. 2.2. Zat Warna Dispersi Zat warna dispersi merupakan zat warna yang digunakan untuk serat-serat tekstil yang bersifat hidrofob. Zat warna ini tidak larut dalm air, tetapi mudah didispersikan atau disuspensikan. Penyerapan zat warna dispersi pada keseimbangan baik, tetapi difusi ke dalam serat sangat lambat. Beberapa zat warna dispersi mempunyai kecepatan difusi cukup besar, zat warna tersebut umumnya mempunyai struktur yang sederhana.
A. Penggolongan Zat Warna Dispersi Menurut Struktur Kimia Ditinjau dari struktur kimianya zat warna dispersi yang banyak dipakai digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu : 1. Zat warna dispersi yang mengandung gugusan azo Contoh : C.I. DISPERS RED. 5, C.I. DISPERS ORANGE. 3 2. Zat warna dispersi yang mengandung gugusan Aril Amina Contoh : C.I. DISPERS YELLOW. 1, C.I. DISPERS YELLOW. 15 3. Zat warna dispersi yang mengandung gugusan antrakwinon Contoh : C.I. DISPERS BLUE. 1, C.I. DISPERS VIOLET. 8 B. Penggolongan Zat Warna Dispersi Menurut Ketahanan Sublimasi Pada umumnya zat warna dispersi dalam perdagangan digolongkan berdasarkan sublimasinya, antara lain :
1. Zat warna dengan sifat sublimasi rendah Mempunyai berat molekul yang relatif kecil dengan ketahanan sublimasi yang rendah, tetapi sifat kerataannya sangat baik. Biasanya digunakan untuk pencelupan serat rayon asetat dan poliamida. Dapat pula digunakan untuk pencelupan serat polyester tanpa zat pengemban pada suhu 100OC. 2. Zat warna dengan sifat sublimasi cukup Sifat pencelupannya cukup baik dan sifat sublimasinya pun cukup baik untuk pencelupan serat polyester dengan zat pengemban pada suhu mendidih maupun
untuk pencelupan pada suhu tinggi. Dapat pula digunakan untuk pencelupan metode thermosol, tetapi hanya untuk warna-warna muda. 3. Zat warna dengan sifat sublimasi baik Sifat pencelupan dan sifat sublimasinya cukup baik, dapat digunakan untuk pencelupan polyester dengan zat pengemban pada suhu tinggi atau metode thermosol. 4. Zat warna dengan sifat sublimasi tinggi Sifat pencelupannya jelek, tetapi sifat sublimasinya baik sekali. Sangat cocok untuk pencelupan dalam suhu tinggi dan dengan metode thermosol. Dari penggolongan zat warna dispersi berdasarkan ketahanan sublimasinya, maka dapat diketahui penggunaan dan sifat masing-masing zat warna. Tetapi secara praktis, sifat kerataan tersebut sering kali dipengaruhi oleh banyak faktor yang lainnya.
Tabel 2. Golongan Zat Warna Dispersi Berdasarkan Ketahanan Sublimasinya Bentuk molekul
Kelompok
Sumitomo BASF
A
Suhu
Suhu
sublimasi Termosol 1700C
1800C
Metoda Celup Thermosol
HT/HP Carrier 1300C 1000C
B
E
1900C
2000C
X
X
√
C
SE
2000C
2100C
√
√
√
D
S
2100C
2200C
√
√
X
Dari penggolongan zat warna dispersi berdasarkan ketahanan sublimasinya, maka dapat diketahui penggunaan dan sifat masing-masing zat warna. Tetapi secara praktis, sifat kerataan tersebut sering kali dipengaruhi oleh banyak faktor yang lainnya. 2.2.1. Sifat Zat Warna Dispersi Zat warna dispersi mempunyai sifat-sifat khusus yang pada umumnya tidak dimiliki oleh zat warna lain, antara lain : 1. Mempunyai berat molekul yang relatif rendah 2. Titik lelehnya 150OC dan kristalinitasnya tinggi
3. Bila diberi zat pendispersi akan menghasilkan dispersi yang stabil dalam larutan celup 4. Mempunyai ukuran partikel sebesar 0,5 – 2,0 μ 5. Bersifat non- ionik, walaupun mengandung gugus –NH2 6. Kelarutannya rendah ± 0,1 mg/l dalam air 7. Tidak ada perubahan kimiawi selama pencelupan
2.2.2. Mekanisme Pencelupan Serat poliester adalah serat dengan derajat kristalinitas yang agak tinggi. Hal tersebut menjadikan serat poliester sebagai serat yang hidrofob dan sulit untuk bereaksi dengan zat kimia. Untuk mencelup serat yang bersifat hidrofob diperlukan zat warna yang bersifat hidrofob pula. Zat warna dispersi adalah zat warna yang bersifat hidrofob dimana kelarutannya dalam air sangat kecil dan merupakan larutan terdispersi. Dilihat dari bentuk kimianya, zat warna dispersi merupakan senyawa azo atau antrakuinon dengan berat molekul yang kecil dan tidak mengandung gugus pelarut. Zat warna dispersi memiliki afinitas-afinitas yang tinggi terhadap serat poliester dibanding terhadap larutan sehingga zat warna dapat bermigrasi ke dalam serat dan membentuk suatu larutan padat (solid solution) didalam serat poliester. Kecepatan difusi zat warna sangat rendah sehingga waktu pencelupannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk meningkatkan kecepatan difusinya, maka pencelupan dengan suhu dan tekanan tinggi atau pencelupan dengan bantuan zat pengemban merupakan alternatif yang dapat dilakukan untuk mencelup serat poliester. Jenis ikatan yang terjadi antara gugus fungsional zat warna dispersi dengan serat poliester ada dua macam, yaitu ikatan hirogen dan ikatan hidrofobik. Ikatan yang terjadi antara zat warna dan serat dapat berupa ikatan fisika maupun ikatan yang lainnya, misalnya ikatan hidrogen yang terbentuk dari gugus amina primer pada zat warna dengan gugus asetil pada molekul serat. Pencelupan zat warna dispersi dapat dilakukan dibawah temperatur 80 OC namun penyerapan zat warna sangat kecil, sedangkan apabila pencelupan dilakukan pada temperatur antara 85OC – 100OC penyerapan akan bertambah banyak, dan untuk memperoleh penyerapan yang lebih baik dapat dilakukan dengan waktu pengerjaan yang lebih lama. Kecepatan celup zat warna dispersi rendah sehingga sangat mudah untuk mendapatkan hasil pencelupan yang rata.
Pada umumnya ketahanan terhadap pencucian baik, tetapi terhadap sinar kurang baik Selain itu keuntungan dari pencelupan dengan zat warna dispersi adalah : 1. Mudah dalam pemakaiannya 2. Mempunyai ketahanan cuci yang baik 3. Hasil pencelupannya rata (pada kondisi yang optimum) 4. Stabil untuk penyempurnaan resin 5. Jumlah warnanya lengkap.
2.3. Zat Pembantu Zat pembantu (auxiliaries) adalah zat tambahan selain zat warna yang digunakan pada proses pencelupan agar menghasilkan celupan yang penyerapan zat warnanya maksimum, warnanya rata dan sesuai target warna yang diinginkan, serat tahan luntur warnanya baik. Zat pembantu ini meliputi zat pengatur pH, zat pendispersi, zat pengemban atau carrier, pelunak air, zat anti crease mark, serta zat perata pencelupan (leveller). 2.3.1. Zat Pengemban (Carrier) Dalam pencelupan serat hidrofob seperti poliester, struktur seratnya sedemikian kompak sehingga air saja tak mungkin terjadi. Difusi yang rendah ini mengakibatkan daya celup yang rendah pula. Unutuk membantu difusi zat warna kedalam serat dapat dipergunakan suatu zat yang dapat menggembungkan serat poliester tersebut dan membantu penyerapan zat warna ke dalam serat, yang dikenal dengan nama zat pengemban (carrier). Zat pengemban adalah zat organik yang dapat menggembungkan dan mempelastiskan serat poliester yang hidrofob. 2.3.2. Asam Asetat (Zat Pengatur pH) Pencelupan poliester dengan zat warna dispersi umumnya berlangsung dalam suasana asam pH 4 – 5,5 kondisi pH ini dimaksudkan agar tidak terjadi hidrolisis pada serat poliester dan sebagian besar zat warna dispersi akibat pH alkali. Untuk mendapatkan pH larutan celup tersebut perlu ditambahkan asam asetat (CH3COOH). Asam asetat merupakan asam yang tergolong asam karboksilat berbasa satu (Monobasic Carboxylic Acid) ciri asam karboksilat berbasa satu di tandai dengan adanya satu gugus COOH.Asan asetat anggota ke 2 dari kelompok asam karboksilat. Pembuatannya bisa dari natrium metanoat yang merupakan reaksi dari natrium hidroksida dan karbon monoksida.
Stuktur kimia
Stuktur kimia asam asetat merupakan stuktur paling sederhana dari kelompok asam karboksilat setelah asam formiat yaitu CH3COOH.
Sifat kimia
Seperti halnya asam karboksilat, asam tereftalat dapat bereaksi membentuk garam, ester dan amida. Asam asetat terurai oleh asam sulfat panas menjadi karbondioksida dan hydrogen pada suhu 100oC. Nilai konstanta disosiasi (k) asam asetat sebesar 1,8 x 10-5 dan sifatnya korosif.
Sifat fisika
Asam asetat merupakan cairan bening yang mudah terbakar. Titik beku asam asetat 16,7oC sedangkan titik didihnya 118,2oC. 2.3.3. Zat Pendispersi Zat warna dispersi bersifat hidrofob dan kelarutannya di dalam air sangat kecil sekali. Oleh karena itu partikel zat warna dispersi yang tidak larut tersebut harus didispersikan secara homogen di dalam larutan. Untuk menjamin kestabilan pendispersian dan mencegah agregasi zat warna pada suhu tinggi perlu dibantu dengan zat pendispersi. Zat ini berupa suatu senyawa surfaktan anionik atau senyawa polielektrolit anionik (turunan lignosulfonat) yang tahan suhu tinggi dan bekerja dengan cara bagian hidrofob dari zat pendispersi menarik partikel zat warna dan bagian hidrofil yang bermuatan negatif mengarah ke larutan dan menjaga jarak antar partikel zat warna agar tidak beragregasi sehingga partikel zat warna tetap terdispersi secara homogen di dalam larutan.
III.
METODE PENELITIAN
3.1. Alat dan Bahan Alat
Mesin HT-Dyeing
Filler
Tabung rapid
Pengaduk kaca
Gelas kimia 500 ml
Timbangan digital
Gelas ukur 100 ml
Penangas
Pipet ukur 1 ml & 10 ml
Bahan
Kain poliester
Asam asetat
Zat warna dispersi
Teepol
Carrier
Na2S2O4
Zat pendispersi
NaOH padat
3.2. Diagram Alir
Persiapan alat dan bahan
Persiapan larutan pencelupan
Proses pencucian reduksi
Proses pencelupan
Bilas dan keringkan
Evaluasi (Ketuaan dan Kerataan Warna)
3.3. Resep a) Resep Pencelupan Zat warna asam
: 1% OWF
Carrier
: 2 ml/L
Asam asetat
: pH 5
Zat pendispersi
: 0 ; 0,5 ; 1 ml/L (yang divariasikan)
Vlot
: 1:20
Suhu
: 100℃
Waktu
: 45 menit
b) Resep Pencucian Reduksi Teepol
: 1 ml/L
Na2S2O4
: 2 g/L
NaOH padat
: 1 g/L
Suhu
: 80℃
Vlot
: 1:20
Waktu
: 10 menit
3.4. Fungsi Zat Fungsi Zat Pencelupan
Zat warna dispersi = sebagai zat pewarna untuk kain poliester dengan berikatan hidrofobik dan hidrogen dengan serat.
Asam asetat = pengatur pH larutan, untuk mendapatkan suasana asam agar serat bermuatan positif.
Carrier = menambahkan absorbsi zat warna ke dalam serat dan mempertinggi kelarutan zat warna dan menggembungkan serat.
Zat pendispersi = mendispersikan zat warna sehingga tersebar merata ke dalam larutan celup, meratakan dan mempercepat pembasahan dengan cara menurunkan tegangan permukaan.
Fungsi Zat pada Pencucian Reduksi
Teepol = zat yang digunakan untuk proses pencucian setelah proses pencelupan guna menghilangkan sisa carrier yang menempel di permukaan serat dan mempercepat proses pembasahan.
Na2S2O4 = menghilangkan zat warna yang tidak terfiksasi dipermukaan serat dan carrier yang masih tertinggal didalam serat pada proses cuci reduksi.
NaOH padat = membantu mengaktifkan natrium hidrosulfit.
3.5. Perhitungan Resep 3.5.1. Resep Pencelupan Berat kain 1 = 2,87 gram Berat kain 2 = 2,92 gram Berat kain 3 = 2,86 gram Vlot 1 = 2,87 x 20 = 57,4 mL Vlot 2 = 2,92 x 20 = 58,4 mL Vlot 3 = 2,86 x 20 = 57,2 mL Zat warna asam = 1% OWF Larutan induk = 1 % = 1 gram dalam 100 mL 1
Kain 1 = 100 x 2,87 x 1
Kain 2 = 100 x 2,92 x 1
Kain 3 = 100 x 2,86 x
100 1 100 1 100 1
= 2,87 mL = 2,92 mL = 2,86 mL
Carrier = 2 ml/L 2
Kain 1 = 1000 x 57,4 = 0,1148 mL 2
Kain 2 = 1000 x 58,4 = 0,1168 mL 2
Kain 3 = 1000 x 57,2 = 0,1144 mL Zat Pendispersi = 0 ; 0,5 ; 1 ml/L (Variasi) 0
Kain 1 = 1000 x 57,4 = 0 ml 0,5
Kain 2 = 1000 x 58,4 = 0,0292 ml 1
Kain 3 = 1000 x 57,2 = 0,0572 ml Kebutuhan Air (Dilarutkan dengan asam asetat) Kain 1 = 57,4 – 2,87 – 0,1148 – 0 = 54,4152 mL Kain 2 = 58,4 – 2,92 – 0,1168 – 0,0292 = 55,334 mL Kain 3 = 57,2 – 2,86 – 0,1144 – 0,0572 = 54,1684 mL
3.5.2. Resep Pencucian Reduksi* Teepol = 1 ml/L 1
Kain 1 = 1000 x 57,4 = 0,0574 mL 1
Kain 2 = 1000 x 58,4 = 0,0584 mL 1
Kain 3 = 1000 x 57,2 = 0,0572 mL Na2S2O4 = 2 g/L 2
Kain 1 = 1000 x 57,4 = 0,1148 g Kain 2 =
2 1000
x 58,4 = 0,1168 g
2
Kain 3 = 1000 x 57,2 = 0,1144 g NaOH padat = 1 g/L 1
Kain 1 = 1000 x 57,4 = 0,0574 g 1
Kain 2 = 1000 x 58,4 = 0,0584 g 1
Kain 3 = 1000 x 57,2 = 0,0572 g *Kain 4 merupakan potongan (setelah proses pencelupan) dari kain 3 tetapi kain 4 tidak melalui proses pencucian reduksi. 3.6. Skema Proses
Proses Pencelupan
Proses pencucian reduksi NaOH padat
Carrier
Na2S2O4
Zat pendispersi
100°C
Teepol
Asam asetat Kain poliester Suhu (°C)
zw dispersi
0
10’
60°C
15’
45’
10’ Waktu (menit)
80°C
10’
3.7. Cara Kerja 1. Persiapan larutan celup
Pembuatan larutan induk zat warna Timbang 1 gram zat warna dan tambahkan air hingga 100 ml, aduk hingga zat warna terdispersi merata.
Persiapan larutan celup Siapkan air sesuai resep, tambahkan asam asetat hingga pH 5, kemudian tambahkan carrier dan aduk merata. Pipet zat warna sesuai kebutuhan resep dan masukkan ke tabung rapid, kemudian masukkan kain
2. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan 3. Pilihlah zat warna dispersi yang sesuai untuk metoda carrier 4. Buatlah rencana proses pencelupannya meliputi, penyusunan diagram alir proses, pemilihan skema proses, pemilihan zat pembantu dan penyusunan resep pencelupan. 5. Hitunglah kebutuhan bahan, zat warna, air, zat pembantu pencelupan sesuai dengan resep yang telah dibuat. 6. Lakukan proses pencelupan sesuai skema proses yang anda pilih 7. Evaluasi dan analisa hasil pencelupannya serta bandingkan dengan variasi percobaan teman anda dalam kelompok 8. Tulislah laporan sesuai format laporan. 3.8. Evaluasi Hasil Pencelupan Evaluasi hasil pencelupan dinilai berdasarkan 2 aspek yaitu: 1. Ketuaan warna 2. Kerataan warna Pengujian pengamatan visual ini dilakukan oleh empat orang pengamat. Pengamat melakukan pengamatannya tanpa tekanan atau bujukan dari pihak lain, kecuali penjelasan arti dari penulis. Dengan menggunakan metode perangkingan terhadap kain contoh uji didapatkan kain dengan hasil yang optimum. 1. Contoh uji disiapkan berukuran 10x15 cm dan diberi label huruf secara acak tanpa diketahui oleh pengamat. 2. Pengamat berjumlah empat orang dan melakukan pengamatan secara perorangan dan terpisah. 3. Pengamat melakukan pengamatan terhadap warna dari kain sutera dan menentukan rangking.
IV. DATA PENGAMATAN 4.1. Kain Hasil Pencelupan
Variasi Konsentrasi Zat Pendispersi
0 ml/L R/C
0,5 ml/L R/C
1 ml/L R/C
1 ml/L Tanpa R/C
Kain Hasil Celup
4.2. Data Pengamatan Evaluasi Ketuaan Warna
Variasi Zat Pendispersi
Total nilai
Pengamat
Rata-rata (10-100)
1
2
3
4
0 ml/L
65
65
65
65
260
65
0,5 ml/L
70
70
70
70
280
70
1 ml/L
75
75
75
75
300
75
1 ml/L tanpa RC
80
80
80
80
320
80
Nilai ketuaan warna (skala 10 - 100)
Grafik Pengaruh Zat Pendispersi terhadap Ketuaan Warna Hasil Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metode Carrier 90 80 70 60 50 40
Ketuaan Warna
30 20 10 0 0
0,5
1
1 (tanpa R/C)
Konsentrasi zat pendispersi (ml/L)
4.3. Data Pengamatan Evaluasi Kerataan Warna
Variasi Zat Pendispersi
Total nilai
Pengamat
Rata-rata (10-100)
1
2
3
4
0 ml/L
70
70
70
70
280
70
0,5 ml/L
80
80
80
80
320
80
1 ml/L
75
75
75
75
300
75
1 ml/L tanpa RC
65
65
65
65
260
65
Nilai kerataan warna (skala 10 - 100)
Grafik Pengaruh Zat Pendispersi terhadap Kerataan Warna Hasil Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metode Carrier 90
80 70
60 50 40
Kerataan Warna
30 20 10 0
0
0,5
1
1 (tanpa R/C)
Konsentrasi zat pendispersi (ml/L)
V.
DISKUSI Pada praktikum pencelupan poliester dengan zat warna dispersi metode carrier menggunakan variasinnya adalah zat pendispersi dengan konsentrasi 0 ; 0,5 dan 1 ml/L. Jika dilihat dari evaluasi kain akan berjumlah empat kain, karena satu kain lagi merupakan hasil potongan dari kain tiga dengan konsentrasi zat pendispersi 1 ml/L tetapi tidak melalui proses pencucian reduksi. Pada pencelupan cara carrier ini menggunakan zat warna dispersi tipe B, yang memiliki struktur molekul kecil, afinitas zat warna terhadap serat juga kecil, tahan luntur warna terhadap sinar juga kurang baik, tetapi memiliki kerataan yang baik. Pada hasil pencelupan diatas terlihat bahwa semakin besar konsentrasi zat pendispersi maka semakin tua warnanya, karena zat pendispersi berfungsi untuk mendispersikan zat warna dan larut secara monomolekuler. Pada hasil pencelupan diatas, zat pendispersi dengan konsentrasi 1 ml/L tanpa pencucian reduksi atau kain empat adalah ketuaan warna yang paling baik. Hal ini dipengaruhi karena pada kain empat tidak melalui proses pencucian reduksi yang mengakibatkan zat warna yang tidak terfiksasi ke dalam serat akan berada pada permukaan serat. Akibatnya kain akan terlihat lebih tua, tetapi akan mempunyai tahan luntur warna terhadap sinar yang kurang baik karena zat warna berada dipermukaan serat. Pada pencelupan kali ini tidak menggunakan zat anti crease mark yang berfungsi mencegah lipatan pada kain. Akibatnya pada seluruh kain terlihat lipatan kain yang warnanya lebih tua dari pada daerah lain. Pada hasil evaluasi kerataan warna, kain kedua dengan konsentrasi zat pendispersi 0,5 ml/L dengan pencucian reduksi merupakan yang paling baik atau optimum untuk kerataan warna. Pada kain kedua crease mark terlihat lebih sedikit diantara yang lainnya. Hal ini bisa terjadi karena kain keempat tanpa pencucian reduksi menyebabkan kain menjadi tidak rata. Sedangkan kain ketiga dikarenakan terjadi crease mark. Maka dari itu terdapat warna yang lebih tua pada lipatan tersebut, meyebabkan kain menjadi tidak rata. Pada kain kesatu menggunakan konsentrasi zat pendispersi 0 ml/L, terjadi ketidarataan warna. Hal ini memungkinkan dengan tidak adanya zat pendispersi menyebabkan kain menjadi tidak rata.
VI. KESIMPULAN Dapat disimpulkan bahwa kain contoh uji dengan ketuaan warna yang baik didapatkan pada kain contoh uji nomor 4 dengan konsentrasi zat pendispersi 1 ml/L tanpa pencucian reduksi dan kerataan warna yang paling baik adalah contoh uji nomor 2 dengan konsentrasi zat pendispersi 0,5 ml/L dengan pencucian reduksi.
VII. DAFTAR PUSTAKA Djufri, Rasjid, dkk. 1976. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan Bandung:Institut Teknologi Tekstil. Isminingsih, dkk. 1978. Kimia Zat Warna. Bandung: Institut Teknologi Tekstil Karyana, Dede, dkk. 2005. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan 1. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.