5. Referat_142011101025_faizal_intoksikasi Alkohol.pdf

  • Uploaded by: Fauqi Ramadhan
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 5. Referat_142011101025_faizal_intoksikasi Alkohol.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 4,660
  • Pages: 24
REFERAT INTOKSIKASI ALKOHOL DAN KOMPLIKASINYA

Oleh: Muhammad Faizal Akbar 142011101025

Pembimbing dr. Atika Purnamasari, Sp. PD

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER SMF/LAB. ILMU PENYAKIT DALAM RSD dr. SOEBANDI JEMBER 2019

ii

INTOKSIKASI ALKOHOL DAN KOMPLIKASINYA

REFERAT

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya SMF/Lab. Ilmu Penyakit Dalam RSD dr. Soebandi Jember

Oleh Muhammad Faizal Akbar 142011101025

Pembimbing dr. Atika Purnamasari, Sp. PD

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER SMF/LAB. ILMU PENYAKIT DALAM RSD dr. SOEBANDI JEMBER 2019

iii

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN SAMPUL ................................................................

i

HALAMAN JUDUL ..................................................................

ii

DAFTAR ISI ..............................................................................

iii

BAB 1. PENDAHULUAN ...........................................................

1

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................

2

2.1 Alkohol .......................................................................

2

2.1.1 Definisi ..............................................................

2

2.1.2 Minuman beralkohol ..........................................

3

2.1.3 Metabolisme dan eksresi alkohol........................

4

2.2 Intoksikasi Alkohol ...................................................

6

2.2.1 Definisi ..............................................................

6

2.3.2 Epidemiologi .....................................................

7

2.3.3 Manifestasi klinis ...............................................

8

2.3.4 Diagnosis ..........................................................

13

2.3.5 Tatalaksana .......................................................

15

2.3.1 Prognosis ..........................................................

18

BAB 3. KESIMPULAN .............................................................

19

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................

1

1

BAB I. PENDAHULUAN

Berdasarkan Global status report on alcohol and health 2014, dari 241.000.000 orang penduduk Indonesia, Prevalensi gangguan karena penggunaan alkohol adalah 0,8% dan prevalensi ketergantungan alkohol adalah 0,7% pada pria maupun wanita. Apabila dilihat dari persentasenya, prevalensi gangguan karena penggunaan alkohol dan prevalensi ketergantungan alkohol sangatlah kecil. Namun, apabila angka tersebut dikalikan dengan jumlah penduduk Indonesia, sebanyak 1.928.000 orang penduduk Indonesia mengalami gangguan karena penggunaan alkohol dan sebanyak 1.180.900 orang penduduk Indonesia mengalami ketergantungan alkohol. Pada intoksikasi kronis alkohol, penggunaan jangka panjang alkohol dapat merusak beberapa sistem organ. Penyakit hati mungkin adalah gangguan yang paling umum yang terkait dengan alkoholisme. Fatty liver adalah kondisi yang umum tetapi reversibel. Sirosis ditemukan pada 8%-20% dari pecandu alkohol jangka panjang. Terkait kerusakan progresif pada fungsi hati dapat berujung pada gagal hati, koma hepatik, dan kematian.

2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ALKOHOL 2.1.1 Definisi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, alkohol adalah cairan tidak berwarna yang mudah menguap, mudah terbakar, dipakai dalam industri dan pengobatan, merupakan unsur ramuan yang memabukkan dalam kebanyakan minuman keras. Alkohol adalah istilah umum untuk etanol, yang merupakan jenis alkohol khusus yang dihasilkan oleh fermentasi banyak bahan makanan. Jenis alkohol lain yang umumnya tersedia seperti metanol (umumnya bahan pembersih kaca), alkohol isopropil (alkohol gosok), dan etilena glikol (larutan antibeku mobil) sangat beracun ketika ditelan, bahkan dalam jumlah kecil. Sebagai senyawa karbon yang memiliki gugus hidroksi (-OH) alkohol bersifat polar, namun semakin panjang gugus alkilnya maka semakin berkurang kepolarannya. Jadi, alkohol dengan gugus alkil lebih pendek akan bersifat lebih polar sehingga lebih mudah larut dalam air dan dalam pelarut polar lainnya.

Gambar 1.1 Gugus alkohol

Alkohol adalah molekul polar dengan adanya gugus –OH. Gugus fungsi – OH dapat melepaskan proton pada larutan dan dengan demikian alkohol bersifat asam. Pada kasus lain, gugus –OH dapat digantikan. Jadi, reaksi dalam alkohol dapat diklasifikasikan menjadi reaksi yang melibatkan hidrogen asam dan yang melibatkan gugus hidroksi.

3

Salah satu sifat alkohol adalah sebagai zat amfoter, yakni dapat bertindak sebagai asam (donor proton) atau sebagai basa (akseptor proton). Sifat asam dan basa dari alkohol yang relatif sangat lemah ditunjukkan oleh reaksi berikut: a.

Sebagai asam, alkohol dapat bereaksi dengan dengan larutan basa pekat (OH–) dan basa kuat seperti NH2–.C2H5OH + OH– → C2H5O– + H2O C2H5OH + NH2– → C2H5O– + NH3

b.

Sebagai basa, alkohol dapat bereaksi dengan asam kuat seperti HBr. CH3OH + HBr → CH3OH2+ + Br–

2.1.2 Minuman Beralkohol Secara umum anggur dan brandy merupakan minuman beralkohol yang dibuat dari buah anggur. Jus apel dapat dibuat minuman cider seperti yang dikonsumsi di Amerika, Kanada dan Inggris. Minuman beralkohol dapat juga dibuat dari campuran beberapa jenis biji-bijian dikenal dengan nama whisky. Jenis-jenis whisky seperti scotch, rye, dan bourbon. Dua jenis minuman hasil penyulingan yang paling umum adalah vodka dan gin. Vodka dapat merupakan hasil distilasi dari fermentasi berbagai jenis bahan dimana biji-bijian dan kentang merupakan sumber yang paling umum. Sedangkan gin merupakan hasil distilat seperti vodka yang diberi flavor dengan cara menambahkan herba ataupun jenisjenis tumbuhan lain khususnya juniper berries. Nama gin sendiri berasal dari nama minuman genever yang berasal dari Belanda yang berarti juniper. Kandungan alkohol pada berbagai minuman keras berbeda-beda. Bir mengandung 3-5%, anggur 10-14%, sedangkan wisky, gin, rum, vodka dan brendy berkadar alkohol 40-45%. Minuman beralkohol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 2,5% sampai dengan 55% merupakan kelompok minuman beralkohol yang produksi, peredaran dan penjualannya ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 86/Menkes/Per/IV/77 tentang minuman keras, minuman beralkohol dikategorikan sebagai minuman keras dan dibagi menjadi 3 golongan berdasarkan persentase kandungan etanol

4

volume per volume pada suhu 20oC. Minuman dengan kadar etanol 1%-5% dikategorikan sebagai minuman keras golongan A, minuman dengan kadar etanol lebih dari 5%-20 % tergolong minuman keras golongan B, sedangkan minuman dengan kadar etanol golongan C mengandung etanol lebih dari 20%55%. 2.1.3 Metabolisme dan Ekskresi Alkohol Hati merupakan organ utama untuk metabolisme dan menghilangkan alkohol. Sekitar 90% alkohol yang dikonsumsi akan dimetabolisme oleh tubuh terutama dalam hati oleh enzim alkohol dehidrogenase (ADH) dan koenzim nikotin amida denindinukleotida (NAD) menjadi asetaldehida dan kemudian oleh enzim aldehida dehidrogenase diubah menjadi asam asetat. Asam asetat dengan koenzim A akan membentuk koenzim asetil, sebagai major substrat dalam siklus krebs (Gambar 2.2). Kecepatan oksidasi di hati konstan dan tidak tergantung pada kebutuhan energi tubuh. Tubuh mampu memetabolisme kira-kira 15 mg/dl setiap jam dengan rentan berkisar antara 10-34 mg/dl per jamnya.1

Gambar 2.2 Proses metabolism alkohol dalam hati

5

Kira-kira 10% alkohol yang dikonsumsi diabsorpsi di lambung, dan sisanya di usus kecil. Konsentrasi puncak alkohol didalam darah dicapai dalam waktu 3090 menit, biasanya dalam 45-60 menit, tergantung apakah alkohol diminum saat lambung kosong, yang meningkatkan absorbsi atau diminum bersama makanan yang memperlambat absorbsi.1 Waktu untuk mencapai konsentrasi puncak dalam darah juga merupakan suatu faktor selama alkohol dikonsumsi, waktu yang singkat menurunkan waktu untuk mencapai konsentrasi puncak. Absorbsi paling cepat 15-30% (kemurnian -30 sampai 60). Tubuh memiliki alat pelindung terhadap masuknya alkohol. Sebagai contoh, jika konsentrasi alkohol menjadi terlalu tinggi didalam lambung, mukus akan disekresikan dan katup pilorik ditutup, hal tersebut akan memperlambat absorbsi dan menghalangi alkohol masuk ke usus kecil. Jadi, sejumlah besar alkohol dapat tetap tidak terabsorbsi didalam lambung selama berjam-jam. Selain itu, pilorospasme sering kali menyebabkan mual dan muntah. Jika alkohol telah diabsorbsi ke dalam aliran darah, alkohol didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Jaringan yang mengandung proporsi air yang tinggi memiliki konsentrasi alkohol yang tinggi. Efek intoksikasi menjadi lebih besar jika konsentrasi alkohol didalam darah tinggi. Dari sudut pandang farmakologi, proses metabolisme alkohol merupakan fungsi linear waktu, dan dapat dipengaruhi oleh meningkatnya konsentrasi alkohol dalam darah. Sebagai aturan praktis, tingkat rata-rata eliminasi alkohol adalah sekitar 10mg/kg/jam atau sekitar 15mg/100ml/jam untuk orang dengan berat badan 70 kilo yang sesuai dengan 8-10 cc per jam. Ini berarti membutuhkan waktu sekitar 1 -1/2 jam untuk memetabolisme alkohol dalam 1 ons whisky atau 12 ons bir. Hal ini diterima dengan baik bahwa waktu dari minuman terakhir untuk konsentrasi. maksimal dalam darah biasanya berkisar 30 sampai 90 menit. Namun ini dapat bervariasi antara individu, tergantung pada berbagai kondisi fisiologis. Informasi ini penting dalam menilai apakah penangkapan individu atau keterlibatan dalam tabrakan itu terjadi saat individu telah mencapai tingkat puncak kadar alkohol darah. Sekitar 2-10% alkohol dalam tubuh akan diekskresikan tanpa mengalami

6

perubahan, baik melalui paru-paru maupun ginjal. Sebagian kecil akan dikeluarkan melalui keringat, air mata, empedu, cairan lambung dan air ludah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada wanita memiliki ADH yang lebih rendah dari pada laki-laki, yang mungkin menyebabkan wanita cenderung menjadi lebih terintoksikasi dibanding laki-laki setelah minum alkohol dalam jumlah yang sama. Penurunan fungsi enzim yang memetabolisme alkohol akan menyebabkan mudahnya seseorang terjadi intoksikasi alkohol dan gejala toksik

2.2 Intoksikasi Alkohol 2.2.1 Definisi Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian. Semua zat dapat menjadi racun bila diberikan dalam dosis yang tidak seharusnya. Menurut terjadinya intoksikasi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu intoksikasi akut dan intoksikasi kronis. Intoksikasi akut merupakan intoksikasi yang terjadi saat paparan tunggal suatu zat dengan dosis yang relatif besar, sedangkan intoksikasi kronis merupakan intoksikasi yang terjadi pada paparan berulang suatu zat dengan dosisi yang relatif tidak besar. Racun ialah suatu zat yang apabila kontak atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu (dosis toksik) merusak faal tubuh baik secara kimia ataupun fisiologis sehingga menyebabkan sakit ataupun kematian. Intoksikasi alkohol adalah keadaan dimana kadar alkohol dalam tubuh seseorang melebihi toleransinya, sehingga menimbulkan perubahan fisik, mental dan perilaku. 2.2.3 Epidemiologi Minuman beralkohol dikonsumsi hampir di seluruh bagian dunia, mulai dari minuman beralkohol yang diolah secara tradisional seperti arak, tuak, dan tuak bali, hingga minuman yang diolah secara modern seperti bir dan anggur.

7

Berikut ini adalah gambaran demografi konsumsi alkohol secara global menurut WHO pada tahun 2005.

Gambar 2.4 Gambaran demografi konsumsi alkohol secara global

Berdasarkan penelitian pria 4 kali lebih sering menjadi pecandu alkohol dibandingkan wanita. Kira-kira 85% dari semua penduduk Amerika Serikat pernah menggunakan minuman yang mengandung alkohol sekurang-kurangnya satu kali dalam hidupnya. Dan kira-kira 51% dari semua orang dewasa di Amerika Serikat merupakan pengguna alkohol saat ini. Di Indonesia sendiri ada sekitar 3,4 juta orang pecandu alkohol yang 80% diantaranya berusia 20-24 tahun dan hampir 8% orang dewasa. Berdasarkan Global Status Report on Alcohol and Health 2014, dari 241.000.000 orang penduduk Indonesia, prevalensi gangguan karena penggunaan alkohol adalah 0,8% dan prevalensi ketergantungan alkohol adalah 0,7% pada pria maupun wanita. Apabila dilihat dari persentasenya, prevalensi gangguan karena penggunaan alkohol dan prevalensi ketergantungan alkohol sangatlah kecil. Namun, apabila angka tersebut dikalikan dengan jumlah penduduk Indonesia, sebanyak 1.928.000 orang penduduk Indonesia mengalami gangguan karena penggunaan alkohol dan sebanyak 1.180.900 orang penduduk Indonesia mengalami ketergantungan alkohol. Hasil Riskesdas 2007 menempatkan Maluku pada

8

peringkat 5 provinsi dengan tingkat konsumsi alkohol tradisional tertinggi di Indonesia. Angka kematian akibat keracunan alkohol di Indonesia belum ada, namun kematian akibat alkohol dilaporkan secara sporadis di media masa. Di Amerika Serikat tahun 2010, total 25.692 orang meninggal karena diinduksi alkohol. Kategori ini termasuk kematian akibat penggunaan alkohol yang dependent dan nondependent, serta kematian akibat intoksikasi alkohol. Ini tidak termasuk cedera yang tidak disengaja, pembunuhan, dan penyebab lainnya yang secara tidak langsung terkait dengan penggunaan alkohol, serta kematian akibat sindrom alkohol pada janin. Tingkat kematian berdasarkan usia akibat alkohol untuk jumlah penduduk meningkat dari 2,7% menjadi 7,4% pada tahun 2009, dan menjadi 7.6% pada tahun 2010. Untuk laki-laki, tingkat kematian berdasarkan umur akibat alkohol pada tahun 2010 adalah tiga kali lipat dibandingkan dengan wanita.

2.2.3 Manifestasi Klinis Intoksikasi Alkohol a. Intoksikasi Akut Alkohol Intoksikasi alkohol akut merupakan suatu kondisi klinis berbahaya yang biasanya terjadi pada sejumlah besar alkohol. Pada populasi anak, mungkin hasil dari konsumsi produk rumah tangga yang mengandung alkohol, seperti cologne, obat kumur, tonik rambut, obat-obatan, dan pelarut. Beberapa faktor dapat mempengaruhi tingkat keracunan akut alkohol. Selain jumlah alkohol yang tertelan, berat badan individu dan toleransi terhadap alkohol, persentase alkohol dalam minuman, dan periode konsumsi alkohol juga sangat penting. Gejala terkait yang paling terpengaruh adalah daerah otak. Lobus frontal terutama dipengaruhi pada kadar darah alkohol yang rendah. Di atas 100 mg/dL, lobus parietal dipengaruhi. Pada titik ini mempengaruhi keterampilan motorik dan perilaku sensorik. Di atas 300 mg/dL, serebelum dan lobus oksipital dari otak yang terpengaruh.

9

Pada kadar yang rendah, 10-20 mg% sudah menimbulkan gangguan berupa penurunan keapikan keterampilan tangan dan perubahan tulisan tangan. Pada kadar 30-40 mg% telah timbul penurunan lapangan pandang, penurunan ketajaman penglihatan. Sedangkan pada kadar kurang lebih 80 mg% telah terjadi gangguan penglihatan 3 dimensi, kedalaman pandangan dan gangguan pendengaran. Selain itu tampak pula gangguan pada kehidupan psikisnya, yaitu penurunan kemampuan memusatkan perhatian, konsentrasi, asosiasi dan analisa. Keterampilan mengemudi mulai menurun pada kadar alkohol darah 30-50 mg% dan lebih jelas pada kadar 150 mg%. Alkohol dengan kadar dalam darah 200 mg% menimbulkan gejala logorrhea, boisterous behaviour, refleks menurun, inkoordinasi otot-otot kecil, kadang-kadang nistagmus dan sering terdapat pelebaran pembuluh darah kulit. Peningkatan yang progresif dari drowsiness, disorientasi, dan emosional yang labil.7,26 Dalam kadar 250-300 mg% menimbulkan gejala penglihatan kabur, tak dapat mengenali warna, konjungtiva merah, dllatasi pupil (jarang konstriksi), diplopi, sukar memusatkan padangan/penglihatan dan nistagmus. Bila kadar dalam darah dan otak makin meningkat akan timbul pembicaraaan yang kacau, tremor tangan, dan bibir, keterampilan menurun, inkoordinasi otot dan tonus otot muka menghilang. Dalam kadar 400-500 mg%, aktivitas motorik hilang sama sekali, timbul stupor atau koma, pernafasan perlahan dan dangkal, suhu tubuh menurun.

10

Tabel 2.1 Gejala klinis utama dalam keracunan alkohol akut sesuai dengan konsentrasi alkohol dalam darah

Blood Alcohol Content (BAC) <50 mg / dl (10,9 mmol / l)

>100 mg / dl (21,7 mmol / l)

>200 mg / dl (43,4 mmol / l)

> 400 mg / dl (86.8 mmol / l)

                   

Gejala Klinis Penurunan beberapa tugas yang membutuhkan keterampilan Peningkatan berbicara Relaksasi Persepsi perubahan lingkungan Ataksia Hyper-reflexia Keputusan yang lemah Kurangnya koordinasi Mood, kepribadian, dan perubahan perilaku, nystagmus Bicara cadel Amnesia Diplopia Disartria Hipotermia Mual Muntah Depresi pernapasan Coma Kematian

b. Intoksikasi Kronis Alkohol Penggunaan jangka panjang alkohol dapat merusak beberapa sistem organ. 1)

Hati Penyakit hati mungkin adalah gangguan yang paling umum yang terkait

dengan alkoholisme. Fatty liver adalah kondisi yang umum tetapi reversibel. Sirosis ditemukan pada 8%-20% dari pecandu alkohol jangka panjang. Terkait kerusakan progresif pada fungsi hati dapat berujung pada gagal hati, koma hepatik, dan kematian. Konsumsi alkohol akan meningkatan permeabilitas interstinal terhadap substan-substan termasuk endotoxin bacterial, seperti lipopolysaccharida. Lipopolysaccharida mensintesis sel kupfer dengan reseptor CD14. Ikatan ini akan mengaktivasi faktor nuklear kappa B- (NF -kB) dimana ini menyebabkan transkripsi dari sitokines pro inflamasi seperti TNF-a, IL-6 dan TGF-B.TNF-a, IL-6 umumnya terlibat dalam kolestasis dan sintesis fase akut

11

protein, dan TGF-B terlibat dalam fibrogenesis melalui aktivasi dari sel hepatik stelata. Ini menunjukkan adanya nekroinflamasi, apoptosis dan fibrosis yang menyebabkan penyakit hati yang progresif yang akhirnya menyebabkan sirosis. 2)

Pankreas Pankreatitis, sering berakibat fatal jika terjadi hemoragik yang terkait

dengan alkoholisme. Patomekanisme terjadinya kronik pankreatitis sebagai hasil konsumsi alkohol belum terlalu jelas dan ada beberapa hipotesis yang menjelaskan hal ini. Hipotesis yang paling meyakinkan adalah hipotesis yang dilakukan pada hewan percobaan, bahwa penyalahgunaan alkohol kronik menyebabkan penurunan bikarbonat pankreas dan sekresi air dan peningkatan konsentrasi protein dan kalsiumi, perubahan inipun dapat menimbulkan peningkatan

sekresi

kelenjar

eksokrin

pankreas

yang

menyebabkan

pembentukan sumbatan protein yang menyebabkan obstruksi sekunder dari duktus pankreas perifer. Hipotesis yang lain menjelaskan bahwa alkohol memediasi autoaktivasi dari enzim proteolitik pada jaringan menyebabkan kematian sel, fibrosis dan jaringan parut dari duktus pankreas. 3)

Jantung Dosis tinggi alkohol dapat menekan fungsi kardiovaskular dimana dapat

ditemukan lesi miokard intraseluler. Alkoholik kardiomiopati dan gagal jantung kongestif dan hipertensi dapat disebabkan konsumsi alkohol berlebih. Konsumsi alkohol kronik dapat menyebabkan supresi imun yang kronik yang menyebabkan kronik miokarditis. Peningkatan jumlah sel dari LCA-Positif leukosit, limfosit T dan makrofag menghasilkan proses kronik yang progresif yang menyebabkan nekrosis myocardial dan fibrosis miocardial yang tampak pada pasien dengan kardiomiopati dilatif. 4)

Otak Kelainan neurologis yang sering terjadi pada intoksikasi alkohol kronik

memiliki karakteristik seperti, ensefalopati alkoholik dimana gambarannya berhubungan dengan demensia dan atrofi otak bagian dalam dan bagian luar (umumnya terjadi dibagian lobus frontal dan temporal); Wernike-korsakoff syndrome yang terdiri dari paralisis okulomotor dengan gangguan pada pupil dan

12

cara berjalan yang goyah, gejala delirium yang ringan, psikosis korsakoff yang ditandai dengan hilangnya memori jangka panjang, menurunnya spontanitas dan konsentrasi yang buruk; Delirium dan halusinasi; Konvulsif disorder berupa organic brain seizures (grand mall) telah ditemukan terjadi pada 5%-35% alkoholik. Ini bisa terjadi setelah episode mengkonsumsi alkohol dalam jumlah banyak atau selama penghentian alkohol. Gejala penghentian yaitu penghentian etanol setelah kronik eksposure dapat mengakibatkan hipereksitabilitas dari sistem saraf pusat. Pada kasus yang berat kejang tonik klonik diobersvasi selama penghentian dari pemakaian etanol yang kronik. Pada level molekuler, alkohol mempengaruhi keseimbangan neurotransmitter utama di SSP, yaitu Glutamat (eksitatori) dan GABA (inhibitor). Alkohol meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor GABA sehingga meningkatkan inhibisi SSP. Selain itu, alkohol dapat menghambat terbukanya channel kation pada NMDA reseptor oleh glutamat, yang mana akan memberikan efek berupa hilangnya memori (blackout), biasanya terjadi pada kadar alkohol darah yang sangat tinggi. Analisis kerusakan otak-alkohol tertentu diterbitkan oleh Harper (1998, lihat juga Gass dan Hennerici 1999), yang menjelaskan gejala-gejala primer dari alkohol intoksikasi: a) Cedera pada bagian "white matter" otak dengan atropi pada interior dan eksterior otak. b) Kehilangan sel saraf pada korteks serebral, hipothalamus, dan cerebellum (tapi tidak pada hippocampus). c) Kerusakan dendritik dan sinaptik bersama dengan reseptor dan transmiter menyebabkan perubahan fungsional dan kognitif. Kematian sel serta kematian astrocyt dapat meningkatkan mediator inflamasi.

13

5)

Kejiwaan Dalam kasus minum sangat berat, alkohol dapat menyebabkan gangguan

perilaku yang menyerupai psikosis paranoid dan skizofrenia dan perubahan fisik. Hasil akhir aktivitas molekular adalah bahwa alkohol memiliki fungsi depresan yang sangat mirip dengan barbiturat dan benzodiazepin. Pada konsentrasi 0,05% alkohol didalam darah, maka pikiran, pertimbangan, dan pengendalian akan mengalami kemunduran dan sering kali terputus. Pada konsentrasi 0,1 aksi motorik akan canggung. Pada konsentrasi 0,2% fungsi seluruh daerah motorik menjadi terdepresi, bagian otak yang mengontrol prilaku emosional juga terpengaruhi. Pada konsentrasi 0,3% seseorang biasanya mengalami konfusi dan dapat menjadi stupor. Pada konsentrasi 0,4-0,5% dapat terjadi koma. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, pusat primitif di otak yang mengontrol pernapasan dan kecepatan denyut jantung akan terpengaruhi dan dapat terjadi kematian 2.2.4 Diagnosis Intoksikasi Alkohol Anamnesis diperlukan dalam mengumpulkan informasi penting, termasuk kuantitas alkohol dan jenis minuman yang dikonsumsi, waktu, gejala, keadaan, dan akhirnya cedera. Pemeriksaan fisik harus mencakup analisis tanda-tanda vital serta status gizi, hidrasi, dan tanda-tanda kecanduan alkohol-terkait. Selain itu, juga harus mencakup pemeriksaan jantung dan dada, pemeriksaan perut, dan pemeriksaan neurologis. Pemeriksaan fisik harus sering diulang untuk menindaklanjuti keracunan alkohol yang berhubungan dengan perubahan akut. Berkenaan dengan analisis laboratorium, penentuan BAC yang paling penting. Namun, pemeriksaan ini memiliki beberapa keterbatasan karena tidak selalu berkorelasi dengan presentasi klinis dan tidak memprediksi keparahan klinis atau hasil. Tingkat alkohol dapat ditentukan dengan analisis napas atau dengan dipstick air liur, meskipun metode ini kurang dapat diandalkan. Selain itu, tingkat bebas etanol dan etanol konjugat dapat diukur dalam urin. Penentuan osmolalitas serum biasanya menunjukkan hiperosmolalitas dengan "gap osmolal". Secara khusus, osmolalitas serum meningkat sekitar 22 mOsm / l untuk setiap /100 ml kenaikan 100mg di BAC. Osmolalitas serum dapat menjadi penting, terutama

14

ketika BAC tidak tersedia. Memperhatikan lebih sering perubahan klinis, juga penting untuk menentukan tingkat natrium, kalium, klorida, bikarbonat, nitrogen urea, glukosa, kalsium, magnesium, amilase, parameter hati, toksikologi layar, gas darah arteri, dan darah atau urine keton. Radiografi dada dan elektrokardiografi harus dilakukan. Selain itu, CT Scan kepala harus dimasukkan bila gejala neurologis hadir dan / atau trauma kepala dicurigai. Kadar gamma-glutamiyl transpeptidase meningkat pada kira-kira 80% dari semua pasien dengan gangguan berhubungan dengan alkohol, dan volume korpuskular rata-rata (MCV; mean corpuscular volume) meningkat kira-kira 60%. Hasil tes laboratorium lain yang mungkin berhubungan dengan gangguan berhubungan dengan alkohol adalah asam urat, trigliserida, glutamat oksaloasetat transaminase serum (SGOT) atau aspartat aminotransferase (AST), dan glutamatpiruvat transaminase (SGPT) atau alanin aminotransferase (ALT). Dignostic and Statistical Manual of Mental Disorders, ed 4 (DSM-IV) memunyai kriteria resmi tentang diagnosis intoksikasi alkohol. Kriteria menekankan sejumlah cukup konsumsi alkohol, perubahan prilaku maladaptif spesifik, tanda gangguan neurologis, dan tidak adanya diagnosis atau kondisi lain yang membaur.

Kriteria Diagnostik untuk Intoksikasi Alkohol A. Baru saja menggunakan alkohol B. Prilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis (misalnya, prilaku seksual atau agresif yang tidak tepat, labilitas mood, gangguan pertimbangan, gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama atau segera setelah ingesti alkohol C. Satu (atau lebih) tanda berikut ini, yang berkembang selama atau segera setelah pemakaian alkohol 1) Bicara cadel 2) Inkoordinasi 3) Gaya berjalan tidak mantap 4) Nistagmus

15

5) Gangguan atensi atau daya ingat 6) Stupor atau koma D. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain

2.2.5 Tatalaksana A. Penatalaksanaan intoksikasi secara umum2 1)

Stabilisasi Penatalaksanaan keracunan pada waktu pertama kali berupa tindakan

resusitasi kardiopulmoner yang dilakukan dengan cepat dan tepat berupa pembebasan jalan napas, perbaikan fungsi pernapasan, dan perbaikan sistem sirkulasi darah. 2)

Dekontaminasi Dekontaminasi

merupakan terapi intervensi

yang

bertujuan untuk

menurunkan pemaparan terhadap racun, mengurangi absorpsi dan mencegah kerusakan. 3)

Dekontaminasi pulmonal Dekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan korban dari

pemaparan inhalasi zat racun, monitor kemungkinan gawat napas dan berikan oksigen lembab 100% dan jika perlu beri ventilator. 4)

Dekontaminasi mata Dekontaminasi mata berupa tindakan untuk membersihkan mata dari racun

yaitu posisi kepala pasien ditengadahkan dan miring ke posisi mata yang terburuk kondisinya. Buka kelopak matanya perlahan dan irigasi larutan aquades atau NaCL 0,9% perlahan sampai zat racunnya diperkirakan sudah hilang. 5)

Dekontaminasi kulit (rambut dan kuku) Tindakan dekontaminasi paling awal adalah melepaskan pakaian, arloji,

sepatu dan aksesorisd lainnnya dan masukkan dalam wadah plastik yang kedap air dan tutup rapat, cuci bagian kulit yang terkena dengan air mengalir dan disabun minimal 10 menit selanjutnya keringkan dengan handuk kering dan lembut. 6)

Dekontaminasi gastrointestinal

16

Penelanan merupakan rute pemaparan yang tersering, sehingga tindakan pemberian bahan pengikat (karbon aktif), pengenceran atau mengeluarkan isi kambung dengan cara induksi muntah atau aspirasi dan kumbah lambung dapat mengurangi jumlah paparan bahan toksik. 7)

Eliminasi Tindakan eliminasi adalah tindakan untuk mempercepat pengeluaran racun

yang sedang beredar dalam darah, atau dalam saluran gastrointestinal setelah lebih dari 4 jam 8)

Antidotum Pada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis racun yang ada obat

antidotumnya dan sediaan obat antidot yang tersedia secara komersial sangat sedikit jumlahnya. B. Penatalaksanaan intoksikasi alkohol 1) Terapi obat untuk intoksikasi dan putus alkohol Masalah klinis Gemetaran dan agitasi ringan sampai sedang

Halusinosis Agitasi parah

Obat

Jalur

chlordiazepoxide Oral

Dosis 25-100 mg tiap 4-6 jam

Keterangan Dosis awal dapat diulangi tiap 2 jam sampai pasien tenang; dosis selanjutnya harus ditentukan secara individual dan dititrasi Berikan sampai pasien tenang; dosis selanjutnya harus ditentukan secara indivisual dan dititrasi

Diazepam Oral 5-20 mg tiap Lorazepam Oral 4-6 jam chlordiazepoxide Intravena 2-10 mg tiap 4-6 jam 0,5 mg/kg pada 12,5 mg/mnt Kejang Diazepam Intravena 0,15 mg/kg putus pada 2,5 mg/mnt Delirium Lorazepam Intravena 0,1 mg/kg tremens pada 2,0 mg/mnt Protap tatalaksana intoksikasi alkohol dari Kepmenkes RI 2010 yaitu:6

17



Bila terdapat kondisi Hipoglikemia injeksi 50 mg Dextrose 50%



Bila keadaan Koma:  Posisi face down untuk cegah aspirasi  Observasi ketat tanda vital setiap 15 menit  Injeksi Tiamine 100 mg i.v untuk profilaksis terjadinya Wernicke Encephalopathy.lalu 50 ml Dekstrose 50% iv (urutan jangan sampai terbalik)



Problem Perilaku (gaduh/gelisah):  Petugas keamanan dan perawat siap bila pasien agresif  Terapis harus toleran dan tidak membuat pasien takut atau merasa terancam  Buat suasana tenang dan bila perlu tawarkan makan  Beri dosis rendah sadatif: Lorazepam 1-2 mg atau Haloperidol 5 mg oral, bila gaduh gelisah berikan sacara parenteral (I.m)

2) Psikoterapi Psikoterapi memusatkan pada alasan seseorang mengapa minum. Fokus spesifik adalah dimana pasien minum, dorongan premotivasi dibelakang minum, hasil yang diharapkan dari minum, dan cara alternatif untuk mengatasi situasi tersebut. Melibatkan pasangan yang tertarik dan bekerja sama dalam terapi bersama (conjoint therapy) untuk sekurangnya satu sesion adalah sangat efektif. 1 3) Disulfiram Disulfiram (antabuse) menghambat secara kompetitif enzim aldehida dehidrogenase, sehingga biasanya minuman segelaspun biasanya menyebabkan reaksi toksik karena akumulasi asetaldehida didalam darah. Pemberian obat tidak boleh dimulai sampai 24 jam setelah minuman terakhir pasien. Pasien harus dalam kesehatan yang baik, sangat termotivasi, dan bekerja sama. Dokter harus memberitahukan pasien akibat meminum alkohol saat menggunakan obat dan selama 2 minggu setelahnya.1 Mereka yang menggunakan alkohol sambil meminum disulfiram 250 mg setiap harinya akan mengalami kemerahan dan perasaan panas pada wajah, sklera, anggota gerak atas dan dada. Mereka akan menjadi pucat, hipotensif dan mual juga

18

mengalami malaise yang serius. Pasien juga akan mengalami rasa pusing, pandangan kabur, palpitasi, sesak dan mati rasa pada anggota gerak. Dengan dosis lebih dari 250 mg maka dapat terjadi gangguan daya ingat dan konfusi. 1 4) Psikotropika Obat antiansietas dan antidepresan dapat mengobati gejala kecemasan pada pasien dengan gangguan terkait alkohol. 2.2.6 Prognosis Sekitar 10- 40 persen alkoholik menjalani semacam program penanganan formal sepanjang perjalanan masalah alkohol mereka. Sejumlah tanda prognostik lebih disukai. Pertama, tidak ada gangguan kepribadian antisosial atau diagnosis penyalagunaan atau ketergantungan zat lain sebelumnya. Kedua, bukti adanya stabiltas kehidupan umum dengan adanya pekerjaan , kontak keluarga dekat yang berkelanjutan, serta tidak adanya masalah hukum yang berat juga menjadi pertanda baikbuat pasien. Ketiga, jika pasien menjalani penuh rehabilitas awal (sekitar 2 sampai 4 minggu), kemungkinan mempertahankan abstinensinya baik. Kombinasi ketiga atribut ini meramalkan setidak-tidaknya 60 % kemungkinan abstinensi berkelanjutan dalam jangka waktu yang lebih lama. Namun, alkoholik dengan masalah zat yang parah (terutama pengguna zat IV atau kokain atau ketergantungan amfetamin) serta tunawisma mungkin hanya memiliki sekitar 10 -15 persen kemungkinan mencapai 1 tahun abstinensi

19

BAB 3. KESIMPULAN

Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian. Semua zat dapat menjadi racun bila diberikan dalam dosis yang tidak seharusnya. Alkohol biasanya adalah etanol atau grain alkohol. Etanol dapat dibuat dari fermentasi buah atau gandum dengan ragi. Etanol sangat umum digunakan, dan telah dibuat oleh manusia selama ribuan tahun. Etanol adalah salah satu obat reakreaksi (obat yang digunakan untuk bersenang-senang) yang paling tua dan paling banyak digunakan di dunia. Dengan meminum alkohol yang cukup banyak, orang bisa mabuk. Semua alkohol bersifat toksik (beracun), tetapi etanol tidak terlalu beracun karena tubuh dapat menguraikannya dengan cepat. Intoksikasi alkohol dapat terjadi secara akut maupun kronis. Intoksikasi alkohol akut adalah suatu kondisi klinis berbahaya yang biasanya terjadi pada sejumlah besar alkohol. Gejala terkait yang paling terpengaruh adalah daerah otak. Lobus frontal terutama dipengaruhi pada kadar darah alkohol yang rendah. Di atas 100 mg/dL, lobus parietal dipengaruhi. Pada titik ini mempengaruhi keterampilan motorik dan perilaku sensorik. Di atas 300 mg/dL, serebelum dan lobus oksipital dari otak yang terpengaruh. Pada kadar alcohol tinggi yaitu kadar 400-500 mg%, aktivitas motorik hilang sama sekali, timbul stupor atau koma, pernafasan perlahan dan dangkal, suhu tubuh menurun. Pada intoksikasi kronis alkohol, penggunaan jangka panjang alkohol dapat merusak beberapa sistem organ. Penyakit hati mungkin adalah gangguan yang paling umum yang terkait dengan alkoholisme. Fatty liver adalah kondisi yang umum tetapi reversibel. Sirosis ditemukan pada 8%-20% dari pecandu alkohol jangka panjang. Terkait kerusakan progresif pada fungsi hati dapat berujung pada gagal hati, koma hepatik, dan kematian.

20

DAFTAR PUSTAKA

World Health Organization. 2014. Global status report on alcohol and health. Luxemburg: WHO Press. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Laporan hasil riset kesehatan dasar Indonesia tahun 2007. Jakarta: Depkes RI.. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Alkohol. [online] 2019 [cited 2019 January 25]. http://kbbi.web.id/alkohol Adriani D.

Mengenal alkohol.

[online]

2011 [cited 2019 January 25].

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25905/3/Chapter%20II.pdf Winarto D. Sifat fisika dan kimia alcohol. [online] 2015 [cited 2019 January 25. http://www.ilmukimia.org/2013/03/sifat-fisika-dan-kimia-alkohol.html Hasannudin. Sifat alkohol: sifat fisika alkohol dan sifat kimia alkohol (reaksi alkohol). [online] 2015 [cited 2019 January 25]. http://kimiadasar.com/sifatalkohol/ Brautbar N. Principles and pitfalls in alcohol toxicity. Intoxication defense. [online]

2000

[cited

2019

January

25]

http://www.environmentaldiseases.com/article-alcohol-toxicity.html Fenton JJ. Alcohols. In : Fenton JJ. 2002 Toxicology : a case oriented approach. USA: CRC Press: 359–402. Darmono. Toksisitas alkohol. [online] 2000 [cited 2019 January 25]. http://www.geocities.com/kuliah farm/farmasi_forensik/alkohol.doc Ulya P, Puspita M. Intoksikasi alkohol. [online] 2013 [cited 2019 January 25]. https://id.pdfcoke.com/mobile/doc/132230845/Refrat-Intoksikasi-Alkohol Niesink, RJ. Toxicology: principles and aplications. 2005. Balentine JR. Alcohol intoxication. [online] 2011 [cited 2019 January 25]. http://www.emedicinehealth.com/alcohol_intoxication/article_em.htm World Health Organization. 2011 Global Status Report on Alcohol and Health. Obot IS. Room R. Alcohol, gender and drinking problems. Perspectives from Low and Middle Income Countries.World Health Organization Catalogue; 2005.

21

Hanson GR. Venturelli PJ. Fleckenstein AE. 2014. Alcohol : Pharmacological effects.In : Hanson GR et al,eds. Drugs and society , 12th ed. Massachusets: Jones & Barlett Learning,LLC Wibisono AS. 2014. Keracunan 'Alkohol Beracun'. Perdici Volume 2 nomor 2 April Gramenzi A, Caputo F, Biselli M, et al. 2006. Review article: alcoholic liver disease – pathophysiological aspects and risk factors. Journal compilation blackwell publishing Ltd Markus B. 2014. Chronic pancreatitis: pathogenesis and patophysiolgy. In: Markus B. Diseases of the pancreas: acute pancreatitis, chronic pancreatitis. Switzerland: Reinhardt Druck; p.90-107 Oehmichen M, et al. 2006. Alcohol, organic solvents, and aerosols. In. Oehmichen M. Forensic neuropathology and neurology. Germany: Springer;. p.374-5. Schuckit MA. 2008. Alcohol and alcoholism. In Fauci and Braunwald, Harrison’s principles if internal medicine 17th edition McGraw Hill.p.2724. Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 3 tahun 1997 tentang pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol Presiden Republik Indonesia.

Related Documents

5-5
July 2020 70
5-5
December 2019 109
5-5
May 2020 85
5
October 2019 39
5
November 2019 51
5
June 2020 15

More Documents from ""