5. Dektesi Glukosa Pada Spesimen Urine-1.docx

  • Uploaded by: Roni Hamdani
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 5. Dektesi Glukosa Pada Spesimen Urine-1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,448
  • Pages: 10
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI “DETEKSI GLUKOSA PADA SPESIMEN URINE”

OLEH KELOMPOK II DWI WURI WIDIYANTI ESKA PRASETYOWATI NURMAWATI RONI HAMDANI TANTRI NOFITASARI WASILLATUROHMAH UNIVERSITAS ALMA ATA T.A 2016-2017 KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Fisiologi tentang Deteksi Glukosa pada Spesimen Urine.

Shalawat serta salam tak lupa juga kita haturkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, semoga curahan rahmat yang dilimpahkan pada Beliau akan tercurah kepada kita semua yang masih setia ajaran beliau. Dalam penulisan laporan ini kami banyak menghadapi kesulitan dan hambatan namun berkat kerja sama dan dukungan dari teman-teman, sehingga kesulitan dan hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga laporan ini dapat diselesaikan. Akhir kata semoga laporan ini dapat berguna bagi kami khususnya dan para pembaca pada umumnya. Namun walaupun laporan ini selesai tentulah masih banyak kekurangan hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan literatur yang kami miliki, oleh karena itu kritik dan saran yang mengarah kepada perbaikan isi laporan ini sangat kami harapkan.

Yogyakarta, 25 Desember 2016 Penyusun

Kelompok II PRAKTIKUM FISIOLOGI

A. JUDUL PRAKTIKUM Deteksi glukosa pada spesimen urine.

B. TUJUAN PRAKTIKUM Untuk mengetahui kadar glukosa dalam urine.

C. DASAR TEORI 1. Urine Proses pembentukan urin yaitu proses pengeluaran zat-zat sisa hasil metabolisme yang sudah tidak digunakan lagi oleh tubuh. Terdapat tiga proses penting yang berhubungan dengan proses pembentukan urine, yaitu : a) Filtrasi (penyaringan) : Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan struktur spesifik dibuat untuk menahan komponen selular dan medium molecular protein besar kedalam vascular system, menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular. Tumpukan glomerulus tersusun dari jaringan kapiler. Tumpukan glomerulus dibungkus didalam lapisan sel epithelium yang disebut kapsula bowman. Kapsula bowman dari badan malpighi menyaring darah dalam glomerus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat glomerus (urine primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh maupun zat yang tidak berguna bagi tubuh, misal glukosa, asam amino dan garam-garam.

b) Reabsorbsi (penyerapan kembali) Dalam tubulus kontortus proksimal zat dalam urine primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus (urine sekunder) dengan kadar urea yang tinggi yang dapat bersifat racun bagi tubuh. c) Ekskesi (pengeluaran) Dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsorbsi aktif ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Di tempat sudah terbentuk urine yang sesungguhnya yang tidak terdapat glukosa dan protein lagi, selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis renalis. Dari kedua ginjal, urine dialirkan oleh pembuluh ureter ke kandung urine (vesika urinaria) kemudian melalui uretra, urine dikeluarkan dari tubuh.

Proses jalannya pengeluaran urine dalam tubulus kolektivus yang berada dalam ren diteruskan oleh ureter menuju vessica urinaria menuju urethra dalam alat kelamin. Pengeluaran urine diatur oleh hormon ADH (Anti Diuretika Hormon). Bila air minum yang masuk banyak maka pengeluaran hormon ADH akan berkurang, sehingga urine yang dikeluarkan juga banyak. Hal ini terjadi karena penyerapan air terhadap hormon ADH sedikit. Bila air minum yang masuk sedikit maka

pengeluaran hormon ADH akan terpacu menjadi lebih banyak, sehingga urine yang dikeluarkan akan menjadi sedikit. Hal ini terjadi karena penyerapan air terhadap hormon ADH banyak. Dalam urine mengandung zat-zat seperti berikut : a) Air sebanyak 95 % b) Urea, asam ureat dan ammonia c) Zat warna empedu (Bilirubin dan Biliverdin) d) Garam mineral, terutama NaCl (Natrium Chlorida) e) Zat-zat bersifat racun seperti sisa obat dan hormone Fungsi Urine, yaitu sebagai berikut ; a) Untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. b) Sebagai penunjuk dehidrasi. Orang yang tidak menderita dehidrasi akan mengeluarkan urin yang bening seperti air. Penderita dehidrasi akan mengeluarkan urin berwarna kuning pekat atau cokelat.

2. Glukosa Terkadang orang menyebutnya gula anggur ataupun dekstrosa. Banyak dijumpai di alam, terutama pada buah-buahan, sayur-sayuran, madu, sirup jagung dan tetes tebu. Di dalam tubuh glukosa didapat dari hasil akhir pencemaan amilum, sukrosa, maltosa dan laktosa. Glukosa darah merupakan bahan bakar utama yang akan diubah menjadi energi atau tenaga dan juga merupakan hasil yang paling besar

(Baron, 1990). Sebagai sumber energi, glukosa ditranspor dari sirkulasi darah kedalam seluruh sel-sel tubuh untuk dimetabolisme. Sebagian glukosa yang ada dalam sel diubah menjadi energi melalui proses glikolisis dan sebagian lagi melalui proses glikogenesis diubah menjadi glikogen, dimana setiap saat dapat diubah kembali menjadi glukosa bila diperlukan. Kadar glukosa darah puasa normal sewaktu puasa adalah 8090 mg/dl. Konsentrasi tersebut meningkat menjadi 120-140 mg/dl selama jam pertama atau lebih setelah makan dan normal dalam waktu 2 jam setelah absorpsi karbohidrat yang terakhir. Jika kadar urine terlalu besar dalam darah maka akan dibuang melalui urine, padahal kurang dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh glomerulus muncul dalam urin (kurang dari 130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun. Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus. Namun, glukosuria dapat terjadi tidak sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, oleh karena itu glukosuria tidak selalu dapat dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes mellitus. Untuk pengukuran glukosa urine, reagen strip diberi enzim glukosa oksidase (GOD), peroksidase (POD) dan zat warna. Glukosa merupakan jenis substansial gula yang paling umum ditemukan dalam specimen urin, khususnya pada pasien diabetic dan pasien gagal ginjal kronis. Glukosa adalah substansi yang mereduksi blue

copper sulfate pada larutan benedict menjadi rad copper 0xide yang bersifat tak terlarutkan.

D. ALAT DAN BAHAN : 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1

Alat Tabung reaksi Rak tabung reaksi Penjepit tabung reaksi Pipet Gelas ukur 10 ml Penangas listrik Tempat urin Stop-watch Kertas label Tisu

Bahan 1. Specimen urin 2. Larutan benedict 3. Air

0

E. CARA KERJA 1. Siapkan alat dan bahan 2. Masukkan larutan benedict 5 ml ke dalam tabung reaksi 3. Tambahkan 8 tetes urine dan campurkan dengan sempurna 4. Panaskan dengan penagas listrik selama 2 menit 5. Letakan tabung diatas rak agar suhu sama dengan suhu ruangan 6. Amati perubahan warna yang terjadi dan adanya presipitat.

F. HASIL PENGAMATAN Tabel Hasil Pengamatan

Warna

Hari/tanggal : Rabu, 21 Desember 2016 Kelompok : II Nama : Roni Hamdani Umur : 23 tahun Jenis kelamin : laki-laki Tetap warna biru

Hasil

Negatif (-)

Praktikan Probandus

G. PEMBAHASAN Di dalam darah kadang terdapat jumlah glukosa yang berlebihan karena kerja hormon insulin yang tidak sempurna yang disebut dengan diabetes melitus. Keadaan demikian maka ginjal tidak bisa mempertahankan kadar glukosa tersebut. Ginjal meloloskan masuk kedalam tubulus ginjal sehingga urine yang dihasilkan akan mengandung gula. Hal tersebutlah yang menyebabkan glukosuria. Glukosuria atau glikosuria adalah ekskresi glukosa ke dalam urin. Seharusnya air seni tidak mengandung glukosa, karena ginjal akan menyerap glukosa hasil filtrasi kembali ke dalam sirkulasi darah. Hampir dapat dipastikan bahwa penyebab glikosuria adalah simtoma hiperglisemia yang tidak mendapatkan perawatan dengan baik, walaupun gangguan instrinsik pada ginjal kadang-kadang juga

dapat menginduksi glikosuria. Simtoma ini disebut glikosuria renal dan sangat jarang terjadi. Glikosuria akan menyebabkan dehidrasi karena air akan terekskresi dalam jumlah banyak ke dalam air seni melalui proses yang disebut diuresis osmosis. Metode pemeriksaan glukosa urin yang berdasarkan reaksi reduksi banyak macamnya, tetapi metode benedict dengan menggunakan reagen kuprisulfat yang sampai saat ini masih banyak dipakai di laboratorium sederhana untuk memeriksa glukosa urin. CuSO4 + zat (red)  Cu2O + zat (oks) Hasil pemeriksaan bersifat kualitatif sehingga hanya digunakan untuk pemeriksaan penyaring saja. Yang hanya bisa dinilai hanyalah dari segi warna dan adanya endapan glukosa atau tidak. Pada hasil praktikum dekteksi glukosa pada specimen urine ini, tidak menunjukkan gejala atau terdapatnya glukosa pada urine sampel. Hal ini menandakan urine sampel bersifat normal. Dan glukosa dalam darah tidak berlebih hingga tidak masuk atau di loloskan ke dalam urine. Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil laboratorium a) Penggunaan obat-obatan tertentu b) Stress (fisik, emosional), demam, infeksi, trauma, tirah baring, obesitas dapat meningkatkan kadar glukosa darah. c) Aktifitas berlebihan dan muntah dapat menurunkan kadar glukosa darah. Obat hipoglikemik dapat menurunkan kadar glukosa darah.

d) Usia. Orang lansia memiliki kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Sekresi insulin menurun karena proses penuaan.

H. KESIMPULAN Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan diperoleh warna yang terjadi, saat benedict ditetesi urin dan dipanaskan adalah tetap warna biru serta tidak terdapatkan endapan atau sampel jernih. Ini berarti urin tersebut tidak mengandung glukosa.

REFERENSI

1. Buku panduan praktikum fisiologi ahli jenjang gizi 2. Baron, D.N, 1990, Patologi Klinik, Ed IV, Terj. Andrianto P dan Gunakan J, Penerbit EGC, Jakarta. 3. Depkes, 1991, Petunjuk Pemeriksaan Laboratorium Puskesmas, Jakarta. 4. Guyton, A.C, 1983, Buku Teks Fisiologi Kedokteran, edisi V, bagian 2, terjemahan Adji Dharma et al.,E.G.C., Jakarta. 5. Poedjiadi, Supriyanti, 2007, Dasr-Dasar Biokimia, Bandung, UI Press 6. Toha, 2001, Biokimia, Metabolisme Biomolekul, Bandung, Alfabeta

Related Documents


More Documents from "efendi"