BAB I PENDAHULUAN
A.
Analisis Situasi Remaja merupakan transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang
ditandai sejumlah perubahan biologis, kognitif, dan emosional.1 Berdasarkan usia remaja dibagi menjadi tiga periode yaitu remaja awal pada usia 10-13 tahun, remaja pertengahan pada usia 14-16 tahun, dan remaja akhir pada usia 17-20 tahun. Puncak pertumbuhan remaja putri terjadi pada usia 12 tahun, sedangkan remaja putra terjadi pada usia 14 tahun.2 Masalah gizi yang biasa dialami pada masa remaja salah satunya adalah anemia. Anemia pada remaja putri adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dlam darah kurang dari normal dimana nilai Hb normal pada remaja putri menurut WHO adalah 12 gr/dl. Secara umum tingginya prevalensi anemia gizi besi antara
lain disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: kehilangan darah secara kronis, asupan zat besi tidak cukup, penyerapan yang tidak adekuat dan peningkatan kebutuhan akan zat besi.3 Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering terjadi pada remaja, karena kebutuhan yang tinggi untuk pertumbuhan.4 Anemia kurang zat besi lebih banyak terjadi pada remaja putri dibanding remaja putra.5 Menurut data hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi anemia di Indonesia yaitu 21,7% dengan penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar 26,4% dan 18,4% penderita berumur 15-24 tahun (Kemenkes RI, 2014). Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1
tahun 2012 menyatakan bahwa prevalensi anemia pada balita sebesar 40,5%, ibu hamil sebesar 50,5%, ibu nifas sebesar 45,1%, remaja putri usia 10-18 tahun sebesar 57,1% dan usia 19- 45 tahun sebesar 39,5%. Wanita mempunyai risiko terkena anemia paling tinggi terutama pada remaja putri.6 Pada wilayah kerja Puskesmas Raya, jumlah remaja putri yang menderita anemia di SMPN 23 Banjarmasin adalah 20,51% dan di SMP Muhammadiyah adalah 40%. Anemia pada remaja putri dapat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan remaja putri, daya konsentrasi, prestasi remaja putri, dan efek samping jangka panjangnya adalah anemia pada ibu hamil yang dapat menyebabkan perdarahan. Pada wilayah kerja Puskesmas Pekapuran Raya, terdapat 12,64% remaja putri memiliki status gizi kurang dan 43,34% ibu hamil anemia (pada bulan September 2017). Salah satu cara untuk mengatasi anemia pada remaja adalah dengan pemberian tablet tambah darah (TTD). Pelaksanaan TTD pada remaja putri adalah satu tablet per minggu dan pada masa haid diberikan satu tablet per hari selama 7 hari dan diberikan pada remaja putri usia 12-18 tahun di institusi pendidikan (SMP dan SMA atau sederajat). Tablet tambah darah (TTD) berbentuk bulat/lonjong berwarna merah tua dengan komposisi untuk setiap tablet tambah darah minimal mengandung zat besi setara dengan 60 mg besi elemental (dalam sediaan ferro sulfat, ferro fumarat, atau ferro glukonat) dan asam folat 0,400 mg.7
2
B. Permasalahan Berdasarkan data laporan tahunan Puskesmas Pekapuran Raya pada 2016 menunjukkan selama bulan Januari–Desember 2016 terdapat 403 remaja putri di SMPN 23 dan SMP Muhammadiyah 4. Dari data tersebut hanya 40 (9,9%) remaja putri yang mendapatkan TTD di wilayah kerja Puskesmas Cempaka Putih. Hasil tersebut masih jauh dari target pencapaian puskesmas yaitu 100%. Berdasarkan data laporan Puskesmas Pekapuran Raya, pada bulan September 2016, presentase anemia pada 40 remaja putri di SMPN 23 adalah 20,51% dan kemudian diberikan TTD kepada 40 siswi. Pada bulan November 2016, presentase anemia pada 40 remaja putri di SMPN 23 adalah 15,38 dan kemudian diberikan TTD kepada 40 siswi tersebut. Pada bulan Februari 2017, presentase anemia pada 45 remaja putri di SMPN Muhammadiyah adalah 40% dan kemudian diberikan TTD kepada 45 siswi. Pada bulan Mei 2017, presentase anemia pada 38 remaja putri di SMPN Muhammadiyah adalah 31,57% dan kemudian diberikan TTD kepada 38 siswi tersebut. Setelah kami lakukan survei dan pengusutan masalah, penyebab cakupan yang masih di bawah target dikarenakan (1) mayoritas remaja putri lupa untuk minum TTD sesuai aturan minum; (2) banyak siswi yang merasa dirinya tidak anemia (karena kurangnya pengetahuan mengenai anemia); (3) remaja putri merasa tablet tambah darah rasanya tidak enak; (4) remaja putri tidak tahan dengan efek samping TTD, terutama mual dan muntah; (5) tidak mendapat TTD. Berdasarkan
permasalahan seperti yang terdapat pada uraian dalam latar belakang akar permasalahan diagram problem tree sebagai berikut: 3
Ibu hamil anemia (sebanyak 43,34% pada bulan September 2017)
Ibu hamil KEK (sebanyak 10,97% pada bulan September 2017)
12,64% remaja putri memiliki status gizi kurang
Anemia Pada Remaja Putri
Pemberian TTD Kepatuhan
Kesadaran
Efek Samping
Rasa TTD Rasa TTD tidak enak Gambar 1.1 Diagram Problem Tree
Berdasarkan studi pendahuluan, didapatkan hasil bahwa dari 27 orang remaja putri di SMP Muhammadiyah 4 Banjarmasin, 9 orang (33,33%) menyebutkan bahwa penyebab tidak rutin meminum TTD adalah lupa, 5 orang (18,51%) menyebutkan bahwa dirinya tidak merasa anemia sehingga tidak perlu minum TTD, 5 orang (18,51%) menyebutkan tidak mendapatkan TTD, 4 orang (14,81%) menyebutkan penyebabnya karena efek samping TTD yaitu mual muntah, dan 4 orang (14,81%) menyebutkan rasa TTD tidak enak.
4
Penyebab Remja Putri di SMP Muhammadiyah 4 Banjarmasin Tidak Rutin Minum TTD 35.00% 30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% Lupa
Gambar 1.2
Merasa tidak anemia
Efek samping: mual muntah
tidak dapat TTD
Rasa TTD tidak enak
Diagram Penyebab Remaja Putri di SMP Muhammadiyah 4 Banjarmasin Tidak Rutin Konsumsi TTD
Berdasarkan hasil studi pendahuluan mengenai pengetahuan aturan/cara minum TTD, didapatkan hasil bahwa 20 orang (74,07%) tidak minum TTD sesuai aturan dan 7 orang (25,92%) minum TTD sesuai aturan, sebanyak 1 orang (3,7%) minum TTD menggunakan air teh dan 26 orang (96,29%) yang tidak minum TTD menggunakan air teh.
5
Pengetahuan Aturan/Cara Konsumsi TTD 120.00% 100.00% 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 0.00% Tidak minum TTD sesuai aturan
Gambar 1.3
Minum TTD sesuai aturan
Minum TTD menggunakan air teh
Tidak minum TTD menggunakan air teh
Diagram Presentase Pengetahuan Aturan/Cara Konsumsi TTD pada Remaja Putri di SMP Muhammadiyah 4 Banjarmasin
Berdasarkan hasil studi pendahuluan mengenai gejala dan tanda anemia, dari 27 orang didapatkan hasil bahwa sebanyak 20 orang (74,07%) yang cepat mengantuk saat belajar, 14 orang (51,85%) yang sulit konsentrasi saat pelajaran, 19 orang (70,37%) yang cepat merasa lelah, letih, lesu, lunglai, dan lalai (5L), dan hanya 1 orang (4,16%) yang sering pingsan. Sebanyak 13 orang (48,14%) menunjukan konjungtiva anemis dan sebanyak 4 orang (14,81%) yang menunjukan telapak tangan anemis.
6
Gejala dan Tanda Anemia 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00%
Cepat Sulit Cepat merasa mengantuk konsentrasi 5L saat belajar saat pelajaran
Gambar 1.4
Pingsan
Konjungtiva anemis
Telapak tangan anemis
Diagram Presentase Gejala dan Tanda Anemia pada Remaja Putri di SMP Muhammadiyah 4 Banjarmasin
Berdasarkan hasil survei, didapatkan hasil bahwa masih banyak remaja putri yang menunjukan gejala anemia, dikarenakan dikarenakan (1) mayoritas remaja putri lupa untuk minum TTD sesuai aturan minum; (2) banyak siswi yang merasa dirinya tidak anemia (karena kurangnya pengetahuan mengenai anemia); (3) remaja putri merasa tablet tambah darah rasanya tidak enak; (4) remaja putri tidak tahan dengan efek samping TTD, terutama mual dan muntah; (5) tidak mendapat TTD.
C.
Alternatif pemecahan masalah
1.
Pembagian buku kalender antianemia (Ka-Mia) sebagai pengingat untuk remaja putri dan melakukan pelatihan kepada para dokter remaja sebagai pengawas remaja putri lainnya dalam konsumsi TTD dengan menggunakan buku Ka-Mia.
7
2.
Mengikutsertakan keluarga pasien sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) TTD pada remaja putri.
3.
Penyuluhan mengenai anemia dan pentingnya konsumsi TTD bagi remaja putri.
4.
Penyuluhan mengenai tata cara meminum TTD untuk mengurangi bahkan meniadakan efek samping obat.
5.
D.
Penggantian jenis TTD dengan kapsul.
Prioritas Pemecahan Masalah Penentuan prioritas masalah merupakan hal yang sangat penting, setelah
masalah-masalah kesehatan teridentifikasi. Metode yang dapat dilakukan dalam penentuan prioritas masalah dibedakan atas 2, yaitu: secara scoring dan nonscoring. Kedua metode tersebut pelaksanaanya berbeda-beda dan pemilihannya berdasarkan data yang tersedia. Dalam kegiatan PBL ini, prioritas pemecahan masalah menggunakan teknik scoring jenis metode Bryant. Dalam menentukan prioritas masalah, yang dilakukan dalam dua tahap, yaitu pemberian skoring (1=paling minimal, sampai 5=paling maksimal) oleh masing-masing tim penilai berdasarkan beberapa kriteria dan dilanjutkan dengan menjumlahkan skor. Nilai yang tertinggi merupakan masalah urutan pertama, urutan selanjutnya sesuai besarnya nilai prioritas masalah kesehatan. Metode ini merupakan metode terbaik dimana pemecahan masalah lebih berkonsentrasi terhadap pemberdayaan sumber daya masyarakat.
8
Kriteria dalam penilaian metode bryant ialah sebagai berikut: 1. P (prevalence) atau besar masalah yang menggambarkan jumlah atau kelompok masyarakat yang terkena masalah, makin besar jumlah semakin tinggi skor yang diberikan 2. S (seriousness) atau keseriusan masalah untuk segera ditanggulangi, misalnya ditinjau dari kegawatan masalah yaitu tingginya angka morbiditas atau mortalitas. Semakin serius masalah semakin tinggi skor yang diberikan 3. C (community concern) yaitu perhatian atau kepentingan masyarakat dan pemerintah atau instansi terkait terhadap masalah tersebut. Makin tinggi tingkat kepentingannya makin tinggi skor yang diberikan 4. M (manageability) yaitu ketersediaan sumber daya (tenaga, dana, sarana dan metode/cara) yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah. Semakin mampu sumberdaya yang dibutuhkan, makin tinggi nilai yang diberikan. Penghitungan skor untuk metode bryant ialah sebagai berikut: A. Pada kriteria P diatas didapatkan besar masalah yang menggambarkan jumlah atau kelompok masyarakat yang terkena masalah. Skor: 1 = jumlah individu/masyarakat yang terkena sangat sedikit 2 = jumlah individu/masyarakat yang terkena sedikit 3 = jumlah individu/masyarakat yang terkena cukup besar 4 = jumlah individu/masyarakat yang terkena sangat besar B. Pada kriteria S skor didapatkan dari tingkat keseriusan atau kegawatan suatu masalah. Skor: 1 = masalah yang ditimbulkan tidak berat 2 = masalah yang ditimbulkan cukup berat 9
3 = masalah yang ditimbulkan berat 4 = masalah yang ditimbulkan sangat berat C.
Pada kriteria C merupakan perhatian atau kepentingan masyarakat dan
pemerintah atau instansi terkait terhadap masalah tersebut. Skor:
1 = tidak mendapat perhatian masyarakat 2 = kurang mendapat perhatian masyarakat 3 = cukup mendapat perhatian masyarakat 4 = sangat mendapat perhatian masyarakat
D.
Kriteria M dimaksudkan sebagai ketersediaan sumber daya (tenaga, dana,
sarana dan metode/cara) yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah. Skor: 1 = tidak dapat dikelola dan diatasi 2 = cukup dikelola dan diatasi 3 = dapat dikelola dan diatasi 4 = sangat dapat dikelola dan diatasi
10
Tabel 1.1 Prioritas Pemecahan Permasalahan
NO
1
2
3
4 5
PEMECAHAN MASALAH Dibuat buku kalender antianemia (Ka-Mia) sebagai pengingat untuk remaja putri dan melakukan pelatihan kepada para dokter remaja sebagai pengawas remaja putri lainnya dalam konsumsi TTD dengan menggunakan buku Ka-Mia. Penyuluhan mengenai anemia dan pentingnya konsumsi TTD bagi remaja putri. Penyuluhan mengenai tata cara meminum TTD untuk mengurangi bahkan meniadakan efek samping obat. Mengikutsertakan keluarga pasien sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) TTD pada remaja putri. Penggantian jenis TTD dengan kapsul
P
S
C M
NILAI
PRIORITAS
3
2
2
4
48
1
3
2
2
3
36
2
3
2
2
2
24
3
3
2
2
1
12
4
2
2
2
1
8
5
11