Faktor Gaya Hidup Hasil Riset Kesehatan Dasar 2010 (Riskesdas 2010) menunjukkan bahwa secara nasional, prevalensi balita pendek menurun hanya 1.2% yaitu dari 36.8% pada tahun 2007 menjadi 35.6% pada tahun 2010. Di sisi lain WHO menyarankan target penurunan prevalensi stunting hingga menjadi 20% pada tahun 2020 (Frongillo 1999). Data yang diperoleh dalam Riskesdas 2010, prevalensi balita pendek terus meningkat jelas pada kelompok umur 0—23 bulan. Dari 28.1% pada kelompok umur <5 bulan, menjadi 32.1% pada kelompok umur 6— 11 bulan, hingga menjadi 41.5% pada kelompok umur 12—23 bulan. Tinggi badan sangat berkaitan dengan produktivitas dan tinggi badan akhir ditentukan oleh gizi mulai dari konsepsi hingga umur dua tahun. Kurangnya tinggi badan saat dewasa adalah
akibat
dari
stunting
hilangnyaproduktivitassebesar
masa
1.4%.
kecil
Stunting
yang
juga
berhubungan
dengan
menurunkanintelligence
quotient
(IQ)/tingkatkecerdasaanseseorangdari 5—11 poin (World Bank 2006). Stunting yang terjadipadausiaterlaludinicenderungmembuatkondisistunting lebihparah(Mendez & Adair 1999). Tingginyaprevalensistunting
padaanakusia
0—23
saatinidapatmenurunkankualitasSumberDayaManusia Berdasarkanbesarnyamasalahstunting,
bulan
di
(SDM)
Indonesia Indonesia.
suatuwilayahdianggapmemilikimasalahstunting
ringanbilaprevalensistunting beradaantara 20—29%, sedangbila 30—39% danberatbila>40% (WHO dalam World Bank 2006). Berdasarkanberbagaipenelitian, terdapatfaktor-faktor lain sepertipengetahuanibu, polaasuh, aksespelayanankesehatan, air, dansanitasimemilikiperan yang penting. Pengaturannutrisiibuhamil, pembentukanspermadanseltelur
nutrisi
yang
yang
baikberperandalammencegahanemiasaatkehamilan,
baik
juga
berperandalam
sehat.
Nutrisi
perdarahan,
danpencegahankomplikasikehamilansepertikelainanbawaandan
proses yang
pencegahaninfeksi, lain-lain.
BBLR
menjadifaktor yang paling dominanberisikoterhadapstunting padaanak. Kebanyakan BBLR disebabkanolehfaktordariibu,
faktorterbesaryaituanemiasaatkehamilan
(67%).
Faktordarikehamilansendiri, faktor paling besaradalahkomplikasisaatkehamilan (22%), sedangkanfaktor lain yaitugenetikhanyasebesar 7% (Asiyahet al. 2010).
Tinggi
badanibu<150
cm.
Tinggi
badanibukurangdari
150
cm
menjadifaktorrisikostunting padaanakusia 0—23 bulan. MenurutDepkes RI (2010), di Indonesia, prevalensianakbalitapendekdarikelompokibu yang pendek (<150 cm) adalah 46.7 %, sedangkanprevalensibalitapendekdarikelompokibu yang tinggi (>150 cm) adalah 34.8 %. Penelitian Schmidt et al. (2002) di Jawa Barat menyimpulkanbahwasetiapkenaikan 1 cm tinggibadanibu,
makapanjangbadanbayibertambah
Inimenjadialasanpentinganakperempuanmenjadi
0.196
target
cm.
pentingdalamperbaikanstunting
hinggagenerasiselanjutnya. Pemberianmakanan
pre-lakteal.Pemberianmakanan
pre-laktealmenjadifaktorrisiko
yang signifikanterhadapstunting padaanak 0—23 bulan.PenelitianMuchinadanWaithaka (2010),
menunjukkananak
yang
menerimamakanan
pre-lakteallebihberisikostunting.
Lopez-Alarcon
(2000),
Villalpandodan
menyatakankejadiandiaredanprevalensidiarelebihbanyakterjadipadabayi yang diberikansusu formula,
hampirdua
kali
lipatnyadibandingkanbayi
yang
diberikan
Pertumbuhansecarakeseluruhanberhubungannegatifdenganjumlahkejadiandiare.
ASI.
Anoreksia
yang terjadikarenasakitlebihseringterjadipadabayi yang diberikansusu formula. Di
Indonesia,
terdapatkecenderungansemakintinggitingkatpendidikandan
ekonomi,
status
semakintinggipersentasepemberianmakananprelaktealberupasusu.
Sebaliknyasemakinrendahtingkatpendidikandan
status
ekonomi,
semakintinggipersentasepemberianmakananprelakteal non-susu (air putih, air gula, air tajin, air
kelapa,
sari
buah,
tehmanis,
madu,
pisang,
nasi/bubur,
danlainnya).
Masalahpemberianmakanan
pre-
laktealditemuipadarumahtanggadengansosialekonomirendahmaupuntinggi. Pemberianmakanan
pre-laktealmemilikidampaksistemik
burukberupapenundaaninisiasimenyusui,
pemberian
MP-ASI
yang terlaludini,
danberisikoterbuangnyakolostrumsertamenghambatsuksesnyamenyusuihinggaanakrentanterh adapinfeksi. Sanitasilingkungan yang kurangbaikmenjadifaktorrisikostunting. Checkley et al. (2004)
menemukanbahwakurangnyasistempembuangan
air
limbah/kotoran
yang
cukupberhubungandengandefisitnyatinggibadananak 0.9 cm saatusia 24 bulan. Disampingitu, dalampenelitian yang samaditemukanbahwaanakdengankondisi air dansanitasikurangbaik 54% lebihseringmengalamidiaredaripadaanak yang kondisi air dansanitasinya paling baik.
PenelitianSukamawaet al. (2006) di Bali menunjukkanbesarnyarisikountukterjadinya ISPA padaanakbalita yang menempatirumah yang tidakbersihadalahsebesar 10.3 kali lebihbesardaripadaanakbalita
yang
menempatirumah
yang
bersih.
Sanitasilingkungankurangbaikmeningkatkankejadianinfeksisehinggamenurunkankondisikese hatananakdanberimplikasiburukterhadapkemajuanpertumbuhananak. Inisiasimenyusui>1
jam.
menjadifaktorprotektifterhadapstunting. disusuilebihdari
1
jam
Inisiasimenyusui>1
Biladitinjaukembali,
jam
kelompokanak
dantidakdiberikanmakananprelakteallebihbanyak
yang (56.4%)
dibandingkankelompokanak yang disusuikurangdari 1 jam tidakdiberikanmakanan prelakteal (43.6%). Tampaknyainimenyebabkanhasilanalisispengaruhinisiasimenyusui>1 jam menjadifaktorprotektif,
namunberbedadenganpenelitianMuchinadanWaithaka
(2010)
menunjukkanadanyahubungan
yang
signifikanantarapenundaaninisiasimenyusuidenganstunting.
SedangkanpenelitianTeshomeet
al. (2009) menunjukkantidakadaperbedaan yang signifikanpadaprevalensianakstunting berdasarkaninisiasimenyusui. Merokok, ayah perokokberhubungandenganpeningkatanresikostunting padaanakanak.
Hal
initerjadikarenamakanan
yang
dikonsumsiberkualitasrendah.
Konsumsirokokmeingkatkanrisikokekurangangizipadaanakkarenaalokasiuntukrokoklebihban yakdaripadauntukmembelimakanan. Belanjarokoktelahmenggeserkebutuhanterhadapmakananbergizi
yang
esensialuntuktumbuhkembangbalitasehinggamengakibatkanketerlambatanperkembangan mental, meningkatkanmorbiditasdanmortalitasakibatkerentananterhadappenyakit. Di
negaraberkembangkuranggizipadapra-
hamildanibuhamilberdampakpadalahirnyaanak
yang
BBLR.
Kondisiinihampirseparuhnyaterkaitdengan status giziibu, yaituberatbadan (BB) ibupra-hamil yang
tidaksesuaidengantinggibadanibuataubertubuhpendek,
danpertambahanberatbadanselamakehamilannyakurangdariseharusnya.
Ibu
yang
pendekwaktuusia 2 tahuncenderungbertubuhpendekpadasaatdewasa. Ibu yang stunting sejumlah 64,3% melahirkananak yang pendek pula, sedangkandariibu yang tingginya normal hanya 47,7% yang melahirkananak yang pendek. Penelitian lain menunjukkanbahwaibu yang pendekcenderungmemilikianak yang stunting.
Seksbebas
di
kalanganremajadapatdisebabkanolehfaktorlingkungan,
baiklingkungankeluargamaupunlingkunganpergaulan.
Lingkungankeluarga
yang
dimaksudadalahcukuptidaknyapendidikan agama yang diberikan orang tuaterhadapanak, cukuptidaknyakasihsayangdanperhatian dancukuptidaknyaketeladanan
yang
makaanakakanmencaritempatpelarian tidakmendidikmereka,
yang
diperolehanakdarikeluarganya,
diterimaanakdari di
jalan-jalanserta
anakakandibesarkan
orang di
di
tua.
Jikatidak,
tempat-tempat lingkungan
yang yang
tidaksehatbagipertumbuhanjiwanya, sertaanakakantumbuh di lingkunganpergaulanbebas. Dalammelakukanhubungansekspranikahpadaremajaputraterjadipadausia lebihawaldaripadaremajaputri.
yang
Remaja
yang
melakukansekspranikahdapatdikarenakanrendahnyapengetahuannorma-norma, kurangnyakomunikasidengan orang tua, keluarga yang tidakharmonis, penggunaobatobatterlarangdanalkohol,
pengaruhdaritemansebaya,
dan
lain-
lain.Dampakdaripergaulanbebasdanseksbebasiniyaitumeningkatnyapemakainarkoba, berkembangnyapenyakitmenularseksualterutama HIV/AIDS. Referensi : 1. Nadiyah, dkk. 2014. FaktorRisiko Stunting padaAnakUsia 0-23 Bulan Di Provinsi Bali, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Timur. JurnalGizidan Pangan:Vol.9(2):12532. 2. Sugiyanto.
BahayaSeksBebaspadaRemaja.
Available
padahttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/BAHAYA%20SEKS%20BEBAS %20PADA%20REMAJA.pdf, diunduhpada 5 Juli 2018.