Referat Gizi Buruk
Dokter Pembimbing dr. Elfrieda Simatupang, Sp. A
Disusun Oleh: Jessica Oswari 112017104
KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK PERIODE 30 April – 7 Juli 2018 RSUD KOJA FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA JAKARTA 2018
1
Definisi Gizi buruk akut atau malnutrisi akut berat (MAB) menurut WHO adalah keadaan dimana seseorang tampak sangat kurus, ditandai dengan BB/PB < - 3 SD dari median WHO child growth standard, atau didapatkan edema nutrisional, dan pada anak umur 5-59 bulan lingkar lengan atas (LLA) < 110 mm. Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight (Kemenkes RI, 2011), sedangkan menurut Depkes RI 2008, keadaan kurang gizi tingkat berat pada anak berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkorSecara mendetail, klasifikasi status gizi anak berdasarkan berat derajatnya dijelaskan pada tabel berikut ini 1-4 Indeks
BB / U
TB / U
BB / TB
Simpangan Baku
Status Gizi
≥ 2 SD
Gizi Lebih
-2 SD sampai +2 SD
Gizi Baik
<-2 SD sampai -3SD
Gizi Kurang
<-3 SD
Gizi Buruk
-2 SD sampai +2 SD
Normal
< -2 SD
Pendek
≥ 2 SD
Gemuk
-2 SD sampai +2 SD
Normal
< -2 SD sampai -3 SD
Kurus
< -3 SD
Sangat Kurus
Tabel 1. Klasifikasi Status Gizi Klasifikasi menurut depkes RI
2
Epidemiologi Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Susenas menunjukkan bahwa jumlah balita yang BB/U <-3SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningka tdari 6,3% menjadi 7,2% tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6 % padatahun 1995. Upaya pemerintahan tara lain melalui Pemberian Makanan Tambahan dalam Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk kepada tenaga kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1 % pada tahun 1998; 8,1% tahun 1999 dan 6,3 % tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali menjadi 8% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15 %. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan gejala klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor) umumnya disertai dengan penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Tuberkulosis (TB) serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa 54 % angka kesakitan pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19 % diare, 19% ISPA, 18% perinatal, 7% campak, 5% malaria dan 32 % penyebab lain.5 Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami perbaikan. Hal ini dapat dilihat antara lain dari penurunan prevalensi gizi buruk pada anak balita dari 5,4% pada tahun 2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010. Meskipun terjadi penurunan, tetapi jumlah nominal anak gizi buruk masih relatif besar. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi provinsi NTB untuk gizi buruk dan kurang adalah 24,8%. Bila dibandingkan dengan target pencapaian program perbaikan gizi tahun 2015 sebesar 20% dan target MDG untuk NTB sebesar 24,8% berada di atas nasional yang 18,5% maka NTB belum melampaui target nasional 2015 sebesar 20%. Berdasarkan Riskesdas tahun 2010, dikatakan bahwa prevalensi gizi buruk NTB sebesar 10,6% (Tim Penyusun, 2011). Sedangkan menurut data hasil pemantauan status gizi (PSG) tahun 2009 tahun 2009 prevalensi gizi buruk di NTB sebesar 5,49 dan tahun 2010 turun menjadi 4,77. 1
Klasifikasi Gizi Buruk Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda. Marasmus 3
Malnutrisi Energi-Protein (MEP) adalah defisiensi yang disebabkan oleh ketidakcukupan asupan protein, sumber energi, atau keduanya. MEP juga dapat dideskripsikan sebagai keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan seharihari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. Defisiensi protein dan energi dapat terjadi bersamaan, namun bila defisiensi salah satu di antara nutrisi tersebut lebih berat, maka disebut dengan marasmus atau kwarshiorkor.6 Marasmus adalah salah satu bentuk MEP yang terutama disebabkan oleh kekurangan kalori berat dalam jangka waktu lama dan ditandai dengan retardasi pertumbuhan dan pengurangan lemak bawah kulit dan otot secara progresif. Marasmus adalah malnutrisi energi protein berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan sumber energi (kalori) dapat terjadi bersamaan/tanpa disertai defisiensi protein6 Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang hubungan orangtuaanak terganggu, atau karena kelainan metabolic atau malformasi congenital. Gangguan berat setiap system tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi.6 Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah : 4 a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit b. Wajah seperti orang tua c. Iga gambang dan perut cekung d. Otot paha mengendor (baggy pant) e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar Kwashiorkor Kwasiorkor merupakan salah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi protein. Penampilan pada anak-anak kwasiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana
4
dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi.6 Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh. Walaupun defisiensi kalori dan nutrien lain mempersulit gambaran klinik dan kimia, gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak cukup bernilai biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu, seperti pada keadaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pda proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti pada penyakit hati kronik .6 Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik, akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini terutama berada di daerah industri belum bekembang.6 Bentuk klinik awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis atau iritabilitas. Bila terus berlanjut, mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kurang stamuna, kehilangan jaringan muskuler, meningkatnya kerentanan terhadap infeksi, dan udem. Imunodefisiensi sekunder merupakan salah satu dari manifestasi yang paling serius dan konstan. Pada anak dapat terjadi anoreksia, kekenduran jaringan subkutan dan kehilangan tonus otot. Hati membesar dapat terjadi awal atau lambat, sering terdapat infiltrasi lemak. Udem biasanya terjadi awal, penurunan berat badan mungkin ditutupi oleh udem, yang sering ada dalam organ dalam sebelum dapat dikenali pada muka dan tungkai. Aliran plasma ginjal, laju filtrasi glomerulus, dan fungsi tubuler ginjal menurun. Jantung mungkin kecil pada awal stadium penyakit tetapi biasanya kemudian membesar. Pada kasus ini sering terdapat dermatitis. Penggelapan kulit tampak pada daerah yang teriritasi tetapi tidak ada pada daerah yang terpapar sinar matahari. Dispigmentasi dapat terjadi pada daerah ini sesudah deskuamasi atau dapat generalisata. Rambut sering jarang dan tipis dan kehilangan sifat elastisnya. Pada anak yang berambut hitam, dispigmentasi menghasilkan corak merah atau abu-abu pada warna rambut (hipokromotrichia) .6
5
Infeksi dan infestasi parasit sering ada, sebagaimana halnya anoreksia, mual, muntah, dan diare terus menerus. Otot menjadi lemah, tiois, dan atrofi, tetapi kadang-kadang mungkin ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental, terutama iritabilitas dan apati sering ada. Stupor, koma dan meninggal dapat menyertai.6 Berikut ciri-ciri dari kwashiorkor secara garis besar adalah : a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam. c. Wajah membulat dan sembab d. Pandangan mata anak sayu e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam. f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas 3.3 Marasmik-Kwashiorkor Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.4
6
Gambar 1. Perbedaan kwarsiorkor dan marasmus Sumber (https://www. journalistontherun.com)
Marasmus
Kwshiorkor
Pertumbuhan berkurang Perubahan mental atau berhenti
Obesitas
wajah bulat dengan pipi
sampai apatis
tembem dan dagu rangkap
Terlihat sangat kurus
Anemia
Penampilan wajah
Perubahan warna dan
leher relatif pendek
seperti orangtua
tekstur rambut, mudah
dada membusung
Perubahan mental
dicabut / rontok
dengan payudara
Cengeng
Gangguan sistem
membesar
Kulit kering, dingin,
gastrointestinal
- perut membuncit dan
mengendor, keriput
Pembesaran hati
Lemak subkutan
Perubahan kulit
menghilang hingga
Atrofi otot
turgor kulit berkurang
Edema simetris pada
Burried penis,
Otot atrofi sehingga
kedua punggung kaki,
gynaecomastia
kontur tulang terlihat
dapat sampai seluruh
jelas
tubuh.
Vena superfisialis
striae abdomen - pada anak laki-laki :
- pubertas dini - genu valgum (tungkai
tampak jelas
berbentuk X) dengan
Ubun – ubun besar
kedua pangkal paha
cekung
bagian dalam
tulang pipi dan dagu
saling menempel dan
kelihatan menonjol
bergesekan yang dapat
mata tampak besar dan
menyebabkan laserasi
dalam
kulit
Kadang terdapat bradikardi
7
Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sebaya
*Manifestasi klinis dari marasmic-kwashiorkor merupakan campuran gejala marasmus dan kwashiorkor
Etiologi Menurut Hasaroh, (2010) masalah gizi pada balita dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor penyebab langsung maupun faktor penyebab tidak langsung. Menurut Depkes RI (1997) dalam Mastari (2009), faktor penyebab langsung timbulnya masalah gizi pada balita adalah penyakit infeksi serta kesesuaian pola konsumsi makanan dengan kebutuhan anak, sedangkan faktor penyebab tidak langsung merupakan faktor sepertitingkat sosial ekonomi, pengetahuan ibu tentang kesehatan, ketersediaan pangan ditingkat keluarga, pola konsumsi, serta akses ke fasilitas pelayanan. Selain itu, pemeliharaan kesehatan juga memegang peranan penting. Di bawah ini dijelaskan beberapa faktor penyebab tidak langsung masalah gizibalita, yaitu:2 a. Tingkat Pendapatan Keluarga. Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang disediakan untuk konsumsi balita serta kuantitas ketersediaannya. Pengaruh peningkatan penghasilan terhadap perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga lain yang mengadakan interaksi dengan status gizi yang berlawanan hampir universal. Selain itu diupayakan menanamkan pengertian kepada para orang tua dalam hal memberikan makanan anak dengan cara yang tepat dan dalam kondisi yang higienis. b. Tingkatan Pengetahuan Ibu tentang Gizi. Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan
pada tiga
kenyataan yaitu:
Status gizi cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.
Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal.
Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.
8
Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang,maka ia akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi. Pengetahuan gizi yang dimaksud disini termasuk pengetahuan tentang penilaian status gizi balita. Dengan demikian ibu bias lebih bijak menanggapi tentang masalah yang berkaitan dengan gangguan status gizi balita. c. Tingkatan Pendidikan Ibu. Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap perawatan kesehatan, kebersihan pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadaran terhadap kesehatan dan gizi anak-anak dan keluarganya. Disamping itu pendidikan berpengaruh pula pada factor social ekonomi lainnya seperti pendapatan, pekerjaan, kebiasaan hidup, makanan, perumahan dan tempat tinggal. Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bias dijadikan landasan untuk membedakan metode penyuluhan yang tepat. Dari kepentingan gizi keluarga, pendidikan diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam keluarga dan bias mengambil tindakan secepatnya. Tingkat pendidikan ibu banyak menentukan sikap dan tindak-tanduk menghadapi berbagai masalah, missal memintakan vaksinasi untuk anaknya, memberikan oralit waktu diare, atau kesediaan menjadi peserta KB. Anak-anak dari ibu yang mempunyai latar pendidikan lebih tinggi akan mendapat kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik. Keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal baru guna pemeliharaan kesehatan anak maupun salah satu penjelasannya. d. Akses Pelayanan Kesehatan. Sistem akses kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical service)dan pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Secara umum akses kesehatan masyarakat adalah merupakan subsistem akses kesehatan, yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa akses kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan).
9
Upaya akses kesehatan dasar diarahkan kepada peningkatan kesehatan danstatus gizi pada golongan rawan gizi seperti pada wanita hamil, ibu menyusui, bayi dan anak-anak kecil, sehingga dapat menurunkan angka kematian. Pusat kesehatan yang paling sering melayani masyarakat, membantu mengatasi dan mencegah gizi kurang melalui program-program pendidikan gizi dalam masyarakat. Akses kesehatan yang selalu siap dan dekat dengan masyarakat akan sangat membantu meningkatkan derajat kesehatan. Dengan akses kesehatan masyarakat yang optimal kebutuhan kesehatan dan pengetahuan gizi masyarakat akan terpenuhi.
4. Diagnosis Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri dan pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung dari derajat dan lamanya deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi disebabkan oleh karena adanya kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya. Gejala klinis gizi buruk ringan dan sedang tidak terlalu jelas, yang ditemukan hanya pertumbuhan yang kurang seperti berat badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat.2 Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila :
BB/TB kurang dari -3SD (marasmus)
Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh(kwashiorkor : BB/TB > 3SD atau marasmik-kwashiorkor : BB/TB < -3SD.
Jika BB/TB ata BB/PB tidak dapat diukur dapat digunakan tanda klinis berupa anak tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak bawah kulit terutama pada kedua bahu lengan pantat dan pah; tulang iga terlihat jelas dengan atau tanpa adanya edema.7 Pada setiap anak gizi buruk dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis terdiri dari anamnesia awal dan lanjutan. Anamnesis awal (untuk kedaruratan) :
Kejadian mata cekung yang baru saja muncul
Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan diare (encer/darah/lender)
Kapan terakhir berkemih
Sejak kapan kaki dan tangan teraba dingin 10
Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi dan/atau syok, serta harus diatasi segera. Anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya, dilakukan setelah kedaruratan tertangani)
Diet (pola makan)/ kebiasaan makan sebelum sakit
Riwayat pemberian ASI
Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir
Hilangnya nafsu makan
Kontak dengan campak atau tuberculosis paru
Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir
Batuk kronik
Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung
Berat badan lahir
Riwayat tumbuh kembang
Riwayat imunisasi
Apakah ditimbang setiap bulan
Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang social anak)
Diketahui atau tersangka infeksi HIV .7
Patofisiologi Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan. Marasmus adalah compensated malnutrition atau sebuah mekanisme adaptasi tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk empertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan 11
menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama kurangnya intake makanan, jaringan lemak akan dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Setelah lemak tidak dapat mencukupi kebutuhan energi, maka otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan. Pada akhirnya setelah semua tidak dapat memenuhi kebutuhan akan energi lagi, protein akan dipecah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses ini berjalan menahun, dan merupakan respon adaptasi terhadap ketidak cukupan asupan energi dan protein.8
Rawat inap pada penderita gizi buruk Anak yang dirawat di RS atau puskesmas untuk tatalaksana gizi buruk fase stabilisasi sesuai oleh buku panduan WHO (Management od Severe Malnutrition). Dalam panduan tersebut tatalaksana penderita gizi buruk yang dirawat di RS dibagi menjadi dua tahap yaitu fase stabilisasi dan fase rehabilisasi dengan tindakan atau kegiatan yang terdiri atas 10 langkah utama yaitu:8 1. Atasi/ cegah hipoglikemia 2. Atasi/ cegah hiponatremia
12
3. Atasi/ cegah dehidrasi 4. Koreksi ketidakseimbangan elektrolit 5. Atasi/ cegah infeksi 6. Koreksi defisiensi mikronutrien 7. Mulai pemberian makan 8. Pengupaya tumbuh kejar 9. Memberikan stimulasi sensoris dan dukungan emosional 10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut pasca perbaikan
Tatalaksana Gizi Buruk7,8 Penanganan umum gizi buruk meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 3 fase yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi seperti pada tabel berikut :
Tatalaksana Gizi Buruk (Direktorat Bina Gizi – Direktorat Jenderal Bina Gizi KIA, 2011)
Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata kloramfenikol / tetrasiklin dan atropin, tutup mata dengan kassa yang telah dibasahi dengan larutan garam normal, dan balutlah Perhitungan kebutuhan gizi menurut fase PMT 13
Energi Stabilisasi
Transisi
Rehabilitasi
80
Protein –
100
kkal/kg/hari 100
–
150
kkal/kg/hari 150
–
200
kkal/kg/hari
Cairan
1 – 1,5 g/kg/hari 2 – 3 g/kg/hari 4 – 6 g/kg/hari
100
–
130
ml/kg/hari 150 ml/kg/hari 150
–
200
ml/kg/hari
Hipoglikemia Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah < 3 mmol/L atau < 54 mg/dl) yang sering kali menyebabkan kematian pada 2 hari pertama perawatan (WHO, 2009). Tanda-tanda hipoglikemi pada anak tidak selalu diikuti dengan berkeringat dan pucat. Anak dengan letargis, nadi lemah, dan kehilangan kesadaran merupakan tanda-tanda yang harus diwaspadai terjadinya hipoglikemi, bahkan terkadang tanda-tanda hipoglikemi pada anak hanya ditandai dengan mengantuk. Tanda hipoglikemia pada anak menurut usia : Neonatus : Tremor, sianosis, hipotermia, kejang, apneu atau pernapasan tidak teratur, letargi atau apatis, berkeringat, takipneau atau takikardia, tidak mau minum. Balita : Kejang, letargi, pucat, berkeringat dingin, hipotermia, takikardia, lemah, gangguan bicara, dan koma Diagnosis hipoglikemia pada anak : 1) Adanya gejala klinis hipoglikemia 2) Kadar gula plasma darah <54mg/dL 3) Respon klinis baik terhadap pemberian gula Berikut tatalaksana anak gizi buruk dengan hipoglikemia: Bila anak sadar dan dapat minum
Bila anak tidak sadar
Bolus 50 ml larutan glukosa 10%
Glukosa 10% intra vena (5mg/ml)
atau sukrosa 10% peroral atau
diikuti 50 ml Glukosa 10% atau
dengan pipa NGT kemudian mulai
sukrosa lewat pipa NGT. Kemudian
pemberian F75 setiap 2 jam.
mulai pemberian F75 setiap 2 jam
14
Antibiotik spektrum luas
Antibiotik spektrum luas
Pemberian makan per 2 jam
Pemberian makanan per 2 jam
Tabel
3.
Penanganan hipoglikemia pada anak dengan gizi buruk (WHO, 2009). Pemantauan yang perlu dilakukan adalah setelah 2 jam ulangi pemeriksaan kadar gula darah. Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian 50 ml bolusglukosa 10% atau larutan sukrosa, lanjutkan pemberian makan F75 setiap 2 jam hingga anak stabil. Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar gula darah dan tangani sesuai keadaan (hipotermia dan hipoglikemia). Sebagai pencegahan, beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika perlu lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-3 jam siang malam.
Hipotermia Hipotermia didefinisikan sebagai suhu aksilar terukur < 35.5° C. Cara mengukur suhu aksilar dengan meletakkan termometer selama 5 menit di ketiak. Hipotermia biasanya terjadi bersama-sama dengan hipoglikemia. Hipotermia dan hipoglikemia pada anak gizi buruk biasanya merupakan tanda dari adanya infeksi sistemik yang serius. Semua anak gizi buruk dengan hipotermia harus mendapat pengobatan untuk mengatasi hipoglikemia dan infeksi. Cadangan energi anak gizi buruk sengat terbatas, sehingga tidak mampu memproduksi panas untuk mempertahankan suhu tubuh. Setiap anak gizi buruk harus dipertahankan suhunya dengan menutup tubuhnya dengan penutup yang memadai. Tidakan menghangatkan tubuh adalah usaha untuk menghemat penggunaan cadangan energi pada anak tersebut. Bila terjadi hipotermia, maka tatalaksananya : 1. Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu). 2. Hangatkan anak. Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup dengan selimut hangat dan letakkan pemanas (tidak mengarah langsung kepada anak) atau lampu di dekatnya, atau letakkan anak langsung pada dada atau perut ibunya (dari kulit ke kulit: metode kanguru). 3. Beri antibiotik sesuai spektrum luas.
15
Pemantauan yang perlu dilakukan antara lain melakukan pengukuran suhu tiap setengah jam hingga mencapai suhu 36.5° C, memastikan anak selalu tertutup pakaian atau selimut terutama pada malam hari, dan memeriksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia. Sebagai pencegahan, maka perlu meletakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal yang bebas angin dan pastikan anak selalu tertutup pakaian/selimut, mengganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat tidur tetap kering, menghindarkan anak dari suasana dingin (misalnya: sewaktu dan setelah mandi, atau selama pemeriksaan medis), memastikan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat, terutama di malam hari, serta memberi makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin (pemberian makan awal), sepanjang hari, siang dan malam.
Dehidrasi Diagnosis Tidak mudah menentukan adanya dehidrasi pada anak dengan gizi buruk karena tanda dan gejala dehidrasi seperti turgor kulit dan mata cekung sering didapati pada anak dengan gizi buruk walaupun tidak dehidrasi. Tanda-tanda dehidrasi pada anak pada umumnya sebagai berikut :
Tanda
Cara Melihat dan Menentukan
Letargis
Anak yang letargis tidak bisa bangun dan apatis. Dia tampak mengantuk dan tidak
menunjukkan
ketertarikan
terhadap kejadian disekelilingnya Anak gelisah dan rewel
Anak selalu gelisah dan rewel terutama bila disentuh atau dipegang untuk suatu tindakan
Tidak ada air mata
Lihat ada air matanya atau tidak pada saat anak menangis
Mata cekung
Mata anak yang gizi buruk selalu tampak cekung, mirip tanda anak dehidrasi. Tanya ibu apakah mata cekung tersebut sudah ada seperti 16
biasanya ataukah baru beberapa saat timbulnya. Mulut dan lidah kering
Raba dengan jari yang kering dan bersih untuk menentukan apakah lidah dan mulutnya kering
Haus
Lihat apakah anak ingin meraih cangkir saat anda beri ReSoMal. Saat cangkir itu disingkirkan, lihat apakah anak masih ingin minum lagi.
Kembalinya cubitan / turgor kulit lambat Gunakan ibu jari dan jari telunjuk saat mencubit kulit perut bagian tengah antara
umbilicus
dan
sisi
perut.
Posisikan tangan anda sejajar/lurus dengan garis tubuh, bukan melintang. Tarik lapisan kulit dan jaringan bawah kulit pelan-pelan. Cubit selama 1 detik dan lepaskan. Jika kulit masih terlipat (belum balik rata selama >2 detik), dikatakan cubitan kulit / turgor kulit lambat.
Diagnosis pasti adanya dehidrasi adalah dengan pengukuran berat jenis urin (> 1, 030) selain tanda dan gejala klinis khas, antara lain tampak haus dan mukosa kering (WHO, 2009; IDAI, 2011).
Tatalaksana Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat dibanding jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik. -
beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama
17
-
setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5–10 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam. Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang keluar dan apakah anak muntah.
-
Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam sesuai tabel 1. Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th: 50-100 ml setiap buang air besar, usia ≥ 1 th: 100-200 ml setiap buang air besar.9
Resep Resomal ReSoMal mengandung 37.5 mmol Na, 40 mmol K, dan 3 mmol Mg per liter (WHO, 2009). Bahan
Jumlah
Oralit WHO *
1 sachet (200ml)
Gula Pasir
10 g
Larutan mineral-mix
8 ml
Ditambah air sampai menjadi
400 ml
Tabel 4. Resep ReSoMal (WHO, 2009).
Bila mineral-mix tidak tersedia, sebagai pengganti ReSoMal dapat dibuat larutan berikut: Bahan
Jumlah
Oralit
1 sachet (200ml)
Gula Pasir
10 g
Bubuk KCl
0.8 g
Ditambah air sampai menjadi
400
Tabel 5. Resep larutan pengganti ReSoMal (WHO, 2009).
Oleh karena larutan pengganti tidak mengandung Mg, Zn, dan Cu, maka dapat diberikan makanan yang merupakan sumber mineral tersebut. contoh makanan yang banyak mengandung sumber mineral adalah : Magnesium : Sayuran berwarna hijau (brokoli, bayam, selada), kacang-kacangan (kenari, almond, kacang mete, kacang tanah, kedelai), ikan, buah (alpukat, kismis, tomat, labu), dan produk susu. Zinc : 18
Daging (sapi, ayam), makanan laut (tiram, lobster, kepiting), produk susu, kacang-kacangan (kedelai) Tembaga : Kerang, biji-bijian (wijen, bunga matahari), kacang-kacangan (kacang mete, kedelai, kacang polong, kacang merah, kacang merah, walnut), alpukat, keju, jamur shitake, sayur hijau, kentang, daging, kelapa, pepaya, apel. Dapat pula diberikan MgSO4 40% IM 1 x/hari dengan dosis 0.3 ml/kg BB, maksimum 2 ml/hari.7 Pemantauan Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap setengah jam selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya. Monitoring Waktu
2 jam pertama
Jam ke (10 jam berikutnya)
09. 09. 10. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.0 17.0 18.0 19.0 20.0 21.0 00 30 00 30 00 00 00 00
00 0
0
0
0
0
0
Pernafasan Denyut Nadi Produksi urin :ya tidak Frekuensi BAB Frekuensi Muntah Tanda Rehidrasi Asupan ReSoMal (ml)
-
X -
X -
X
-
X
-
X
Asupan F-75 (ml)
X
-
-
-
X
-
X
-
X
X
Waspada terhadap gejala kelebihan cairan, yang sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan gagal jantung dan kematian (IDAI, 2011). Selalu evaluasi mengenai frekuensi napas, frekuensi nadi, frekuensi miksi dan jumlah produksi urin, frekuensi buang air besar dan muntah. Adanya air mata, mukosa mulut yang lembab, mata dan fontanella yang sudah tidak cekung dan perbaikan turgor kulit merupakan tanda-tanda keberhasilan rehidrasi, tetapi anak gizi buruk seringkali tidak memperlihatkan tanda tersebut walaupun rehidrasi penuh telah terjadi, sehingga sangat penting untuk memantau berat badan.
19
Jika ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas meningkat 5x/menit dan frekuensi nadi 15x/menit), hentikan pemberian cairan/ReSoMal segera dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam (WHO, 2009). Pencegahan Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan sama dengan pada anak dengan gizi baik (Rencana Terapi A), kecuali penggunaan cairan ReSoMal sebagai pengganti larutan oralit standar. — Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI — Pemberian F-75 sesegera mungkin — Beri ReSoMal sebanyak 50-100 ml setiap buang air besar cair (WHO, 2009).
Gangguan Keseimbangan Elektrolit Semua anak dengan gizi buruk mengalami defisiensi elektrolit yang mungkin membutuhkan waktu 2 minggu atau lebih untuk memperbaikinya. Terdapat kelebihan natrium total dalam tubuh, walaupun kadar natrium serum mungkin rendah. Edema dapat diakibatkan oleh keadaan ini. Jangan obati edema dengan diuretikum. Namun perlu diingat pemberian natrium berlebihan dapat menyebabkan kematian (WHO, 2009). Tatalaksana -
Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan kalium dan magnesium, yang sudah terkandung di dalam larutan Mineral-Mix yang ditambahkan ke dalam F-75, F-100 atau ReSoMal.
-
Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi.
-
Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl)
Infeksi Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam, seringkali tidak ada, dan infeksi sering tersembunyi (IDAI, 2011). Infeksi merupakan komplikasi utama pada anak dengan MEP, namun seringkali tidak menunjukkan tanda dan gejala klasik. MEP juga menjadi penyebab umum kedua dari defisiensi imun sehingga penderita rentan mengalami infeksi. Anak dengan malnutrisi berada dalam kondisi imunokompromais karena malnutrisi yang tejadi mempengaruhi pertumbuhan timus, organ limfoid peifer, dan limpa. Hal ini menyebabkan defek sistem imun jangka panjang yang ditandai oleh leukopenia, penurunan rasio CD4/CD8, 20
penurunan produksi antibodi, penurunan produksi sitokin proinflamasi, dan penurunan mekanisme pertahanan oleh epithelial barrier. Karena defek tersebut maka anak dengan malnutrisi rentan terhadap infeksi, namun tidak menunjukkan gejala klinis yang khas seperti anak sehat karena respon imun dan produksi sitokin proinflamasi yang menurun tadi. Maka konsekuensinya, WHO merekomendasikan bahwa semua anak yang didiagnosis MEP harus mendapatkan antibiotik parenteral. Tatalaksana Berikan pada semua anak dengan gizi buruk: -
Antibiotik spektrum luas
-
Vaksin campak jika anak berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah mendapatkannya, atau jika anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi vaksin sebelum berumur 9 bulan. Tunda imunisasi jika anak syoK (IDAI, 2011).
Pilihan antibiotik spektrum luas -
Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri Kotrimoksazol per oral (25 mg sulfamethoxazole + 5 mg trimethoprim/kgBB setiap 12 jam selama 5 hari.
-
Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis atau tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:
-
Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) atau, jika tidak tersedia amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap 6 jam selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari, ditambah:
-
Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari. Catatan: Jika anak anuria/oliguria, tunda pemberian gentamisin dosis ke-2 sampai ada diuresis untuk mencegah efek samping/toksik gentamisin.
-
Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan Kloramfenikol (25 mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari
Pengobatan terhadap parasit cacing Jika terdapat bukti adanya infestasi cacing, beri mebendazol (100 mg/kgBB) selama 3 hari atau albendazol (20 mg/kgBB dosis tunggal). Beri mebendazol setelah 7 hari perawatan, walaupun belum terbukti adanya infestasi cacing 21
Jika anak berumur 4 bulan atau lebih dan belum pernah mendapatkan obat pirantel pamoat dalam 6 bulan terakhir, dengan hasil pemeriksaan tinjanya positif, beri pirantel pamoat di klinik sebagai dosis tunggual (Diberikan pada fase transisi) Umur
Berat Badan
Pirantel Pamoat (125 mg/tab) Dosis Tunggal
4-9 bln
6 - < 8 Kg
½ tablet
9-12 bln
8 - < 10 Kg
¾ tablet
1-3 thn
10 - < 14 Kg
1 tablet
3-5 thn
14 - < 19 Kg
1 ½ tablet
Pemantauan Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik di atas, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan belum membaik, lakukan penilaian ulang menyeluruh pada anak
Koreksi Defisiensi Mikronutrien Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun sering ditemukan anemia, tidak boleh diberikan preparat besi pada periode awal (stabilisasi, transisi), tetapi tunggu sampai anak mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat badannya (biasanya pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi). Pemberian preparat besi dapat memperburuk keadaan infeksi serta terjadinya reaksi oksidatif oleh besi bebas yang akan merusak membran sel dan berakibat fatal Tatalaksana Pemberian pada hari 1: -
Asam folat 5 mg, oral
-
Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan sebelum dirujuk) (IDAI, 2011), dengan dosis seperti di bawah ini :
Umur
Dosis (IU)
22
< 6 bulan
50 000 (1/2 kapsul Biru)
6–12 bulan
100 000 (1 kapsul Biru)
1-5 tahun
200 000 (1 kapsul Merah)
Tabel . Dosis vitamin A sesuai dengan usia anak (IDAI, 2011) Pemberian harian selama 2 minggu: -
Asam folat 1 mg/hari
-
Suplemen multivitamin
-
Zinc (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
-
Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)
-
Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (pada fase rehabilitasi)
Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15
Pemberian Makan Awal Pada fase stabilisasi, pemberian makan (formula) harus diberikan secara hati-hati sebab keadaan fisiologis anak masih rapuh dan kapasitas homeostasisnya berkurang. Pemberian makan sebaiknya dimulai sesegera mungkin setelah pasien masuk dan harus dirancang untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein secukupnya untuk mempertahankan proses fisiologi dasar Tatalaksana Gambaran hal-hal penting dalam pemberian makan pada fase stabilisasi adalah sebagai berikut: -
Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dengan osmolaritas rendah dan rendah laktosa (F-75)
-
Pemberian makan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral
-
Energi: 80 –100 kkal/kgBB/hari
-
Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari
-
Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari)
-
Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah F-75 yang ditentukan harus dipenuhi Tabel 7. Jadwal pemberian F-75 23
HARI KE
FREKUENSI VOLUME/KGBB/PEMBERIAN VOLUME/KGBB/HARI
1-2
setiap 2 jam
11 ml
130 ml
3-5
setiap 3 jam
16 ml
130 ml
6 dst
setiap 4 jam
22 ml
130 ml
Formula awal F-75 sesuai resep (Tabel 8) dan jadwal makan (Tabel 7) dibuat untuk mencukupi kebutuhan zat gizi pada fase stabilisasi. Pada F-75 yang berbahan serealia, sebagian gula diganti dengan tepungberas atau maizena sehingga lebih menguntungkan karena mempunyaiosmolaritas yang lebih rendah, tetapi perlu dimasak dulu. Formula ini baik bagi anak gizi buruk dengan diare persisten. Formula F-75 mengandung 75 kkal/100 ml dan 0,9 gram protein / 100 ml cukup memenuhi kebutuhan bagi sebagian besar anak. Berikan dengan menggunakan cangkir atau sendok. Anak yang sangat lemah, mungkin perlu diberikan dengan sendok atau secara drop atau dengan spuit.
Cara Membuat Formula WHO (F-75, F-100) -
Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan masukkan susu bubuk sedikit demi sedikit, aduk sampai kalis dan berbentuk gel.Tambahkan air hangat dan larutan mineral-mix sedikit demi sedikitsambil diaduk sampai homogen dan volumenya menjadi 1000 ml.Larutan ini bisa langsung diminum atau dimasak selama 4 menit.
-
Untuk F-75 yang menggunakan campuran tepung beras atau maizena,larutan harus dididihkan (5-7 menit) dan mineral-mix ditambahkansetelah larutan mendingin.
-
Apabila tersedia blender, semua bahan dapat dicampur sekaligusdengan air hangat secukupnya. Setelah tercampur homogen baruditambahkan air hingga volume menjadi 1000 ml. Apabila tidaktersedia blender, gula dan minyak sayur (dianjurkan minyak kelapa)harus diaduk dahulu sampai rata, baru tambahkan bahan lain dan air hangat Jika jumlah petugas terbatas, beri prioritas untuk pemberian makan setiap2 jam hanya pada
kasus yang keadaan klinisnya paling berat, dan bila terpaksa upayakan paling tidak tiap 3 jam pada fase permulaan. Libatkan danajari orang tua atau penunggu pasien.Pemberian makan sepanjang malam hari sangat penting agar anak tidakterlalu lama tanpa pemberian makan (puasa dapat meningkatkan risiko kematian
24
Apabila pemberian makanan per oral pada fase awal tidak mencapaikebutuhan minimal (80 kkal/kgBB/hari), berikan sisanya melalui NGT. Jangan melebihi 100 kkal/kgBB/hari pada fase awal ini. Pada cuaca yang sangat panas dan anak berkeringat banyak maka anakperlu mendapat ekstra air/cairan. Pemantauan -
Pantau dan catat setiap hari:
-
Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan
-
Muntah
-
Frekuensi defekasi dan konsistensi feses
-
Berat badan .
Tumbuh Kejar Pada fase rehabilitasi perlu pendekatan yang baik untuk pemberian makan dalam pencapaian asupan yang tinggi dan kenaikan berat badan yang cepat (>10 g/kg/hari). Formula yang dianjurkan pada fase ini adalah F100 yang mengandung 100 kkal/100 ml dan 2,9 g protein/100 ml Kesiapan untuk memasuki fase rehabilitasi ditandai dengan kembalinya nafsu makan, biasanya sekitar satu minggu setelah perawatan. Transisi yang bertahap direkomendasikan untuk mencegah risiko gagal jantung yang dapat muncul bila anak mengonsumsi makanan langsung dalam jumlah banyak Untuk mengubah dari pemberian makanan awal ke makanan tumbuh kejar (transisi) : -
Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan F-75 selama 2 hari berturutan.
-
Selanjutnya naikkan jumlah F-100 bertahap sebanyak 10-15 ml setiap kali pemberian hingga mencapai pemberian formula mencapai 150 kkal/kgBB/hari (volume minimum pada tabel pemberian F-100).
-
Energi: 100-150 kkal/kgBB/hari
-
Protein: 2-3 g/kgBB/hari.
-
Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI, tetapi pastikan anak sudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI tidak mengandung cukup energi untuk menunjang tumbuh-kejar. Makanan-terapeutik-siap-saji (ready to use therapeutic food =
25
RUTF) yang mengandung energi sebanyak 500 kkal/sachet 92 g juga dapat digunakan pada fase rehabilitasi.
ZAT
STABILISASI
TRANSISI
REHABILITASI
80-100 kkal/kgBB/hr
100-150
150-220
kkal/kgBB/hr
kkal/kgBB/hr
2-3 g/kgBB/hr
4-6 g/kgBB/hr
GIZI Energi
Protein
1-1.5 g/kgBB/hr
Cairan
130 ml/kgBB/hr atau 150 ml/kgBB/hr
150-200
100
ml/kgBB/hr
ml/kgBB/hr
bila
edema berat Kebutuhan zat gizi anak gizi buruk menurut fase pemberian makanan Pemantauan Monitor selama fase transisi terhadap tanda gagal jantung -
Frekuensi napas
-
Frekuensi nadi
Bila frekuensi napas meningkat lima kali atau lebih/menit dan frekuensi nadi 25 atau lebih/menit selama 2 kali pemantauan dalam 4 jam berturut-turut, maka hal ini merupakan tanda bahaya (cari penyebabnya). Lakukan segera pengurangan volume makanan per kali makan kemudian ditingkatkan perlahan-lahan sebagai berikut: -
berikan tiap 4 jam F100 16 ml/kgbb/makan selama 24 jam
-
19 ml/kgbb/makan selama 24 jam berikutnya
-
22 ml/kgbb/makan selama 48 jam berikutnya
-
kemudian tingkatkan jumlah pemberian makan 10 ml tiap kali pemberian seperti dijelaskan sebelumnya
Setelah fase transisi, anak masuk ke fase rehabilitasi -
Lanjutkan menambah volume pemberian F-100 hingga ada makanan sisa yang tidak termakan oleh anak (anak tidak mampu menghabiskan porsinya). Tahapan ini biasanya terjadi pada saat pemberian makanan mencapai 30 ml/kgbb/makan (200 ml/kgbb/hari).
-
Pemberian makan yang sering (sedikitnya tiap 4 jam) dari jumlah formula tumbuh-kejar
-
Energi : 150-220 kkal/kg/hari 26
-
Protein : 4-6 gram protein/kg/hari
-
Bila anak masih mendapat ASI tetap berikan diantara pemberian formula (catatan: ASI tidak memiliki energi dan protein yang cukup untuk mendukung tumbuh kejar yang cepat)
Monitor kemajuan terapi Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan setelah tahap transisi dan mendapat F-100: -
Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan, plot pada formulir pemantauan berat badan.
-
Tiap minggu hitung dan catat pertambahan berat badan dalam satuan gram/kgbb/hari
-
Jika kenaikan berat badan: -
buruk (< 5 g/kgBB/hari), anak membutuhkan penilaian ulang lengkap, periksa apakah target asupan terpenuhi, atau mungkin ada infeksi yang tidak terdeteksi.
-
sedang (5-10 g/kgBB/hari), lanjutkan tatalaksana
-
baik (> 10 g/kgBB/hari), lanjutkan tatalaksana (IDAI, 2011).
Stimulasi Sensorik Pada anak gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku karenanya harus diberikan : - Perawatan kasih sayang - Lingkungan yang ceria dan nyaman - Terapi bermain terstruktur selama 15–30 menit per hari - Aktivitas fisik segera setelah cukup sehatsesuai kemampuan psikomotor anak - Keterlibatan ibu sesering mungkin (misal menghibur, memberi makan, memandikan, bermain)
Persiapan Tindak Lanjut setelah Perawatan Bila anak sudah mencapai persentil 90% BB/TB (setara -1SD) maka anak sudah pulih dari keadaan malnutrisi, walaupum mungkin BB/U masih rendah karena umumnya anak pendek (TB/U rendah). Pola makan yang baik dan stimulasi fisik dan sensorik dapat dilanjutkan di rumah. Tunjukkan kepada orang tua atau pengasuh bagaimana : -
Pemberian makan secara sering dengan kandungan energi dan nutrien memadai 27
-
Berikan terapi bermain yang terstruktur
Saran untuk orangtua atau pengasuh: -
Membawa anak kontrol secara teratur
-
Memberikan imunisasi booster
-
Memberikan vitamin A setiap 6 bulan.
Kriteria sembuh Bila BB/TB atau BB/PB >-2 SD dan tidak ada gejala klinis dan memenuhi kriteria pulang sebagai berikut a) Edema sdah berkurang atau hilang, anak sadar, dan aktif b) BB/PB atau BB/TB >-3 SD c) Komplikasi sudah teratasi d) ibu telah mendapat konseling gizi e) ada kenaikan BB sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut f) selera makan sudah membak, makanan yang diberikan dapat dhabiskan
Pencegahan Menurut IDAI, malnutrisi energi protein berat salah satunya adalah marasmus, merupakan masalah gizi yang multifaktorial. Tindakan pencegahan bertujuan untuk mengurangi insiden dan menurunkan angka kematian. Oleh karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut, maka untuk mencegahnya dapat dilakukan beberapa langkah, antara lain : 1. Pola makan Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang (perbandingan jumlah karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral berdasarkan umur dan berat badan). 2. Pemantauan tumbuh kembang dan penentuan status gizi secara berkala (sebulan sekali pada tahun pertama) 3. Faktor sosial Mencari kemungkinan adanya pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah berlangsung secara turun-temurun dan dapat menyebabkan terjadinya MEP. 4. Faktor ekonomi
28
Dalam World Food Conference di Roma tahun 1974 telah dikemukakan bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan, sedangkan kemiskinan penduduk merupakan akibat selanjutnya. Perlu ditekankan pula perlunya bahan makanan yang bergizi baik di samping kuantitasnya 5. Faktor infeksi Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan status gizi, walaupun dalam derajat ringan. . Dampak Gizi Buruk Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi. Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat ”catch up” dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya. Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi patal karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak. Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak9 29
Prognosis Tingkat
kegagalan
pertumbuhan
dan
tingkat
keparahan
hipoproteinemia,
hipoalbuminemia, dan ketidakseimbangan elektrolit adalah prediktor prognosis yang lebih buruk. Selain itu, infeksi HIV yang mendasari terkait dengan prognosis yang buruk.2 Kesimpulan Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara di dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Salah satu klasifikasi dari gizi buruk adalah tipe marasmik-kwashiorkor, yang diakibatkan defisiensi protein berat dan pemasukan kalori yang sedikit atau tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi. Manifestasi klinis marasmik-kwashiorkor yang sering ditemui antara lain hambatan pertumbuhan, hilangnya jaringan lemak bawah kulit, atrofi otot, perubahan tekstur dan warna rambut, kulit kering dan memperlihatkan alur yang tegas dalam, pembesaran hati, anemia, anoreksia, edema, dan lain-lain. Diagnosis marasmik-kwashiorkor ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik (gejala klinis dan abnormalitas pada pemeriksaan antropometrik) dan laboratorium yang memperlihatkan penurunan kadar albumin, kolesterol, glukosa, gangguan keseimbangan elektrolit, hemoglobin, serta defisiensi mikronutrien yang penting bagi tubuh.
30
Daftar Pustaka 1. Kemenkes RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta : Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. 2. Krisnansari, Diah. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk. Mandala of Health. Volume 4, Nomor 1 3. Depkes RI. 2007. Pedoman Pendampingan Keluarga Menuju Kadarzi. Jakarta : Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 4. Depkes RI. 2008. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk. Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 5. Depkes RI. 2007. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta : Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat 6. Berhman dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 1. Jakarta : EGC. 7. WHO. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta : Tim Adaptasi Indonesia-WHO Indonesia. 8. Ikatan Dokter Indonesia. 2011. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Jakarta : Pengurus Pusat IDAI. 9. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 2017.h.46-8.
31