Makalah
Manajemen Kepala Sekolah Dalam Pelayanan Publik
Oleh
SUDARSONO WP., M. Pd. NIP. 130 576 319
SD NEGERI MANGKUBUMEN LOR NO. 15 CABANG DINAS DIKPORA KEC. LAWEYAN KOTA SURAKARTA 2007
Manajemen Kepala Sekolah Dalam Pelayanan Publik
Upaya penyelenggaraan pendidikan formal yang bermutu sangat berkaitan erat dengan kejelian dan ketepatan dalam mengidentifikasi, memformulasi, mengemas, serta menjabarkan kebijakan, strategis dan program operasional pendidikan. Ini berarti bahwa kemampuan manajerial kepala sekolah dan layanan profesional tenaga pendidikan perlu dikembangkan dan difungsikan secara optimal. Oleh sebab itu sekolah sebagai unit kerja terdepan yang langsung berhubungan dengan kebutuhan riil di bidang pendidikan, sudah saatnya untuk memiliki otonomi kerja dalam menjalankan manajemen di sekolahnya. Di bawah kepemimpinan kepala sekolah yang profesional, mereka diharapkan mampu menampilkan dan mengembangkan diri sesuai dengan potensinya yang pada gilirannya dapat meningkatkan mutu pendidikan di Institusinya. Dengan demikian kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan formal menjadi semakin meningkat. Namun berdasarkan penelitian masih ditemui berbagai hambatan di lapangan, terutama berkenaan dengan tujuan ke arah yang dimaksud. Hambatan itu bisa ditemui antara lain : secara operasional, kepala sekolah belum memiliki kriteria baku bagi manajemen mutu sekolah, karena dalam serial buku pedoman peningkatan mutu dari Depdikbud belum tertuang secara eksplisit. Salah satu dari serial buku diatas, yaitu pedoman penyelenggaraan sekolah, menjelaskan bahwa mutu sekolah bukan sekedar dilihat dari nilai – nilai formal yang dicapai siswa, melainkan akan tampak pula dari penampilannya di semua komponen yang dinilai, misalnya : kemampuan sekolah untuk mencapai prestasi formal yang bermutu, keikutsertaan dalam perlombaan, pementasan kesenian di tingkat daerah maupun nasional, mengirim perwakilan dalam berbagai kegiatan di lingkungan Diknas maupun atas permintaan dari instansi lainnya. Secara khusus, para kepala sekolah menentukan ukuran mutu dan makna hasil belajar. Walaupun demikian, peranan kepala sekolah sangatlah diperlukan untuk merealisasi target mutu sekolah dasar, sebagaimana diharapkan oleh berbagai pihak yaitu dapat memuaskan harapan orang tua, SMP, dunia kerja serta masyarakat pada umumnya. Kepuasan mereka pada akhirnya akan menumbuhkan kepercayaan terhadap sekolah. Secara garis besar, ruang lingkup tugas kepala sekolah dapat diklasifikasikan ke dalam dua aspek pokok, yaitu pekerjaan di bidang administrasi sekolah dan pekerjaan yang berkenaan dengan pembinaan profesional kependidikan. Untuk melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik – baiknya, ada tiga jenis ketrampilan pokok yang harus dimiliki oleh kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan yaitu ketrampilan teknis ( technical skill ), ketrampilan berkomunikasi ( human relations skill ) dan ketrampilan konseptual ( conceptual skill ). Menurut persepsi banyak guru, keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah terutama dilandasi oleh kemampuannya dalam memimpin. Kunci bagi kelancaran kerja kepala sekolah terletak pada stabilitas dan emosi dan rasa percaya diri. Hal ini merupakan landasan psikologis untuk memperlakukan stafnya secara adil, memberikan keteladanan dalam bersikap, bertingkah laku dan melaksanakan tugas. Dalam konteks ini, kepala sekolah dituntut untuk menampilkan kemampuannya membina kerja sama dengan seluruh personel dalam iklim kerja terbuka yang bersifat kemitraan, serta meningkatkan
partisipasi aktif dari orang tua murid. Dengan demikian, kepala sekolah bisa mendapatkan dukungan penuh setiap program kerjanya. Keterlibatan kepala sekolah dalam proses pembelajaran siswa lebih banyak dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui pembinaan terhadap para guru dan upaya penyediaan sarana belajar yang diperlukan. Kepala sekolah sebagai komunikator bertugas menjadi perantara untuk meneruskan instruksi kepada guru, serta menyalurkan aspirasi personel sekolah kepada instansi kepada para guru, serta menyalurkan aspirasi personel sekolah kepada instansi vertikal maupun masyarakat. Pola komunikasi dari sekolah dasar pada umumnya bersifat kekeluargaan dengan memanfaatkan waktu senggang mereka. Alur penyampaian informasi berlangsung dua arah, yaitu komunikasi top-down, cenderung bersifat instruktif, sedangkan komunikasi bottom-up cenderung berisi pernyataan atau permintaan akan rincian tugas secara teknis operasional. Media komunikasi yang digunakan oleh kepala sekolah ialah : rapat dinas, surat edaran, buku informasi keliling, papan data, pengumuman lisan serta pesan berantai yang disampaikan secara lisan.
Implementasi Manajemen Mutu Sekolah Peran kepala sekolah dalam memotivasi semangat belajar siswa lebih banyak dilakukan secara tidak langsung, misalnya melalui guru – guru dan penjaga sekolah sangat dominan dalam menentukan tinggi rendahnya komitmen mereka terhadap tugas masing – masing. Hubungan interpersonal kepala sekolah dengan staf masih menghadapi jarak status, bahkan ada gejala yang menunjukkan keraguan guru terhadap kemampuan kepemimpinan kepala sekolah. Hal ini tampak jelas dari adanya kecanggungan tatkala mereka berinteraksi. Para guru lebih leluasa berinteraksi dan berdiskusi tentang berbagai hal dengan rekan guru ketimbang dengan kepala sekolah. Di lain pihak, apabila kita soroti tentang manajemen keuangan sekolah dasar, ternyata keterlibatan Kantor Dinas Pendidikan cukup dominan. Padahal sesungguhnya, mereka adalah lembaga yang berkewajiban untuk menyediakan dana bagi penyelenggaraan sekolah dasar ( sesuai konsep 3 M yang menjadi tanggung jawab Kantor Dinas Pendidikan ). Kepala sekolah tidak mempunyai otonomi untuk mengatur bantuan keuangan dari pemerintah melalui kantor Dinas Pendidikan. Dana dialokasikan secara sentralistik, sehingga kebutuhan di sekolah sering terabaikan. Dengan kondisi sedemikian ini, menyebabkan para kepala sekolah – sebagai pengelola – tidak merasa menghadapi tantangan untuk menciptakan cara kerja yang lebih produktif dan kreatif. Berdasarkan pengamatan empirik di SD yang menjadi Subjek penelitian, penghambat utama bagi kemajuan belajar siswa ialah karena proses pembelajaran yang kurang mengutamakan kemampuan berpikir yang berorientasi pada nilai, rendahnya semangat belajar, sikap orang tua yang kurang peduli atas prestasi anaknya, dan sarana belajar yang kurang memadai. Hal ini menuntut perhatian ekstra dari kepala sekolah untuk mencari jalam keluar dalam memotivasi murid dan orang tua, serta menyediakan dan memanfaatkan sarana belajar sesuai dengan kebutuhan.
Hasil Manajemen Mutu Sekolah Walaupun konsep dan keberadaan manajemen mutu SD belum dipahami benar oleh kepala sekolah, namun dalam pelaksanaan program kerja operasional mereka telah sejalan dengan konsep pengembangan manajemen mutu. Sasaran umum diarahkan pada tercapainya mutu sekolah sebagaimana digariskan oleh Depdiknas, yaitu mencakup : prestasi siswa, prestasi personel, prestasi sekolah secara keseluruhan yang dapat menumbuhkan atau meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sekolah. Sehubungan dengan hal itu, maka kepala sekolah sebagai pemimpin puncak di tingkat sekolah harus mampu melihat dimensi kerja sama antar berbagai pihak yang ditata ke dalam team work dengan dilandasi oleh rasa kepercayaan yang tinggi. Selanjutnya kepala sekolah harus mampu memanfaatkan kekompakan team work tersebut secara optimal untuk senantiasa memperbaiki serta meningkatkan mutu sekolahnya. Interaksi di semua pihak senantiasa diarahkan pada tercapainya kepuasan mereka atas layanan yang diberikan oleh masing – masing. Dengan demikian, sistem organisasi yang mewadahi SD hendaknya dapat mendorong timbulnya etos kerja profesional yang mempu mengembangkan sikap pro-aktif personel, membuka peluang komunikasi interaktif secara transparan serta menumbuhkembangkan budaya mutu di lingkungan sekolahannya. Budaya mutu merupakan perpaduan serasi dari budaya politis, budaya birokrasi dan budaya profesional, sehingga semua komponen sistem dapat bekerja dalam proses yang bermutu untuk mencapai hasil yang bermutu pula. Susilo Martoyo (2000) mengemukakan bahwa budaya politis mengandalkan kekuasaan birokratis berorientasi pada peraturan, prosedur kerja, hierarkhi dan uraian tugas secara formalistik, sedangkan budaya profesional menilai tinggi keahlian kerja dan selalu mengupayakan keserasian dan keseimbangan antara kepentingan organisasi dengan individu. Budaya mutu memanfaatkan budaya birokratis yang sangat terikat pada budaya politis untuk mengembangkan budaya profesional dengan menekankan pada pentingnya menanamkan kesadaran untuk memiliki komitmen terhadap tugas dan budaya mutu. Dalam tataran ini, setiap personel yang terlibat harus memiliki kesadaran tinggi terhadap kewajibannya untuk senantiasa meningkatkan mutu layanan kerjanya masing – masing. Mereka tetap berorientasi pada lingkaran perbaikan mutu dalam langkah kerjanya, sehingga dapat memberi kepuasan kepada pihak yang terkait, baik sebagai customers maupun stake holders. Berbagai upaya untuk meningkatkan manajemen mutu sekolah telah disarankan oleh para ahli maupun birokrat, namun dalam operasionalnya seringkali masih harus menghadapi benturan dan tantangan. Kenyataan ini disebabkan belum meratanya pemahaman tentang manajemen mutu sekolah. Upaya perbaikan seringkali dilakukan secara parsial, dan selalu menekankan pada hasil akhir yang diharapkan bisa tercapai. Sedangkan komponen pendukung dalam hal ini sangatlah vital. Bagaimanapun faktor – faktor penentu bagi keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah di SD, diawali sejak pemilihan dan pengangkatan kepala sekolah. Sehubungan dengan hal itu, pengajuan calon kepala sekolah harus dilakukan atas dasar merit system. Setiap calon kepala sekolah yang diajukan harus memenuhi persyaratan administratif serta
bukti – bukti fisik atas prestasi yang dicapainya. Semua persyaratan dikirim ke akntor Dinas Pendidikan kecamatan untuk dievaluasi tentang kelayakan menjadi kepala sekolah, yang dilihat dari kemampuan keprofesionalannya sebagai tenaga edukatif, dilakukan oleh kepala kantor inspeksi Depdiknas tingkat kecamatan. Sejalan dengan fokus masalah dalam tulisan ini, terdapat delapan komponen yang harus diperhatikan oleh kepala sekolah sebagai key person dalam manajemen mutu sekolah, yakni kepemimpinan kepala sekolah, tenaga kependidikan maupun non kependidikan, fasilitas / sarana dan prasarana, manajemen keuangan, evaluasi kurikulum / tujuan pengajaran, strategi dan policy, sistem organisasi dan sistem informasi manajemen. Kedelapan faktor tersebut dilakukan secara simultan diarahkan pada terciptanya proses pembelajaran siswa yang bermutu agar menghasilkan output yang memuaskan pelanggan.