LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI II
PENETAPAN POTENSI ANTIBIOTIKA SECARA MIKROBIOLOGI BERDASARKAN FARMAKOPE INDONESIA EDISI V
KELAS : C/1 MARIA YASINTA MEO (2015210134) AISHA KINTAN NAOMI (2016210008) AMART BASHAR (2016210012) TANGGAL PRAKTIKUM : 19 MARET 2019
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PANCASILA JAKARTA 2019
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Alasan dilakukannya penetapan potensi antibiotika yaitu karena efek penggunaan antibiotika yang meningkat sehingga meningkatkan pula efek resistensi mikroba patogen, munculnya mikroba patogen dan virus baru seperti HIV dan Avian virus, efektivitas daya hambat atau daya bunuh antimikroba tergantung pada jumlah dan kekuatan zat aktifnya. Antibiotika merupakan suatu senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroba tertentu atau yang diperoleh secara sintesis yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba lain. Antibiotika juga digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat kuman atau untuk pencegahan infeksi. Uji potensi antibiotika merupakan suatu teknik untuk menetapkan potensi suatu antibiotika dengan mengukur efek senyawa tersebut terhadap pertumbuhan suatu mikroorganisme uji yang peka. Efek yang ditimbulkan pada senyawa uji dapat berupa hambatan pertumbuhan. Resistensi sel mikroba ialah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba oleh antimikroba. Sifat ini dapat merupakan suatu mekanisme alamiah untuk bertahan hidup. Ada 5 mekanisme resistensi kuman terhadap antimikroba yaitu : 1. Perubahan tempat kerja (target site) obat pada mikroba. 2.
Mikroba menurunkan permeabilitasnya sehingga obat sulit masuk ke
dalam sel 3. Inaktivasi obat oleh mikroba 4. Meningkatkan produksi enzim yang dihambat oleh antimikroba 5. Mikroba membentuk jalan pintas untuk menghindari tahap yang dihambat oleh Antimikroba.
B. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mahasiswa mampu memahami prosedur penetapan potensi antibiotika bedasarkan Farmakope Indonesia edisi V 2. Mahasiswa
mampu
melakukan
uji
penetapan
potensi
antibiotika
berdasarkan Farmakope Indonesia edisi V dan menginterpretasikan hasilnya.
C. RUMUSAN MASALAH Adapun rumusan masalah dari percobaan ini adalah : 1. Bagaimana cara untuk menentukan potensi antibiotika? 2. Apa pengaruh konsentrasi antibiotika terhadap aktivitas mikroba? 3. Apakah
antibiotik
Staphylococcus aureus?
tetrasiklin
dapat
menghambat
pertumbuhan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Antibiotik adalah obat- obat yang disintesis dan disekresikan oleh bakteri sejati, aktinomisetes, dan fungi yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Saat ini, beberapa antibiotic disintesis dan dimodifikasi di laboratorium; meskipun demikian, sumber antibiotic itu adalah sel- sel hidup. Antibiotik digunakan untuk membasmi mikroba penyebab terjadinya infeksi. Gejala infeksi terjadi akibat gangguan langsung oleh mikroba dan berbagai zat toksik yang dihasilkan mikroba. Pada dasarnya suatu infeksi dapat ditangani oleh sistem pertahanan tubuh, namun adakalanya sistem ini perlu ditunjang oleh penggunaan antibiotik. Antibiotik yang digunakan untuk membasmi mikroba penyebab infeksi pada manusia, harus memiliki sifat toksisitas selektif. Artinya antibiotik harus bersifat toksik untuk mikroba, dan relatif tidak toksik untuk hospes. Tetrasiklin bersifat bakteriostatik dengan jalan menghambat sintesis protein. Mekanisme kerja tetrasiklin adalah memiliki afinitas untuk ribosom bakteri; mencegah ikatan hydrogen antara anticodon pada kompleks tRNAasam amino dan kodon pada mRNA selama proses sintesis protein. Antibiotik ini dilaporkan juga berperan dalam mengikat ion Fe dan Mg. Meskipun tetrasiklin dapat menembus sel mamalia namun pada umumnya tidak menyebabkan keracunan pada individu yang menerimanya. Prinsip penetapan potensi antibiotik dalam sediaan obat adalah membandingkan dosis larutan sediaan uji terhadap dosis larutan baku pembanding yang menghasilkan derajat hambatan yang sama pada mikroorganisme uji.
Terdapat
dua
metode
pengujian
potensi
antibiotik
secara
mikrobiologi, yaitu metode turbidimetri dan metode lempeng silinder atau difusi agar. Prinsip metode turbidimetri adalah berdasarkan hambatan pertumbuhan biakan mikroorganisme dalam media cair yang mengandung larutan antibiotik sedangkan prinsip metode lempeng silinder adalah membandingkan zona hambatan pertumbuhan mikroorganisme uji oleh dosis senyawa antibiotik yang diuji terhadap zona hambatan oleh dosis antibiotik baku pembanding pada media lempeng agar. Pada umumnya metode yang dipergunakan dalam uji sensitivitas bakteri adalah metode Difusi agar atau lempeng silinder yaitu dengan cara mengamati daya hambat pertumbuhan mikroorganisme. Zona hambatan pertumbuhan inilah yang menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap bahan anti bakteri. Tujuan dari proses uji potensi antibiotika ini adalah untuk mengetahui obat-obat yang paling cocok atau paling poten untuk kuman penyebab penyakit terutama pada kasus-kasus penyakit yang kronis dan untuk mengetahui adanya resistensi terhadap berbagai macam antibiotik. Penyebab kuman resisten terhadap antibiotik yakni memang kuman tersebut resisten terhadap antibiotik yang diberikan, akibat pemberian dosis dibawah dosis pengobatan dan akibat penghentian obat sebelum kuman tersebut betul-betul terbunuh oleh antibiotik. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi luas daerah hambatan dengan metode lempeng silinder yaitu sebagai berikut : a) Komposisi medium pertumbuhan b) Pemilihan medium pertumbuhan c) Pengaruh pH d) Ukuran inokulum e) Stabilitas mikroorganisme f) Aktivitas antibiotik g) Waktu inkubasi
h) Teknik dan keterampilan analis Bakteri
yang
digunakan
pada
praktikum
kali
ini
adalah
Staphylococcus aureus. Stafilokokus adalah sel gram- positif berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam rangkaian tak beraturan seperti anggur. Bakteri ini mudah tumbuh pada berbagai perbenihan dan mempunyai metabolism aktif, meragikan karbohidrat, serta menghasilkan pigmen yang bervariasi dari putih sampai kuning tua. Stafilokokus pathogen sering menghemolisis darah, mengkoagulasi plasma, serta menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler dan toksin. Stafilokokus cepat menjadi resisten terhadap banyak zat antimikroba sehingga menimbulkan masalah pengobatan yang sulit. Staphylococcus aureus merupakan bentuk koagulase positif hal ini membedakannya dari spesies lain. Merupakan pathogen utama bagi manusia. Hampir setiap orang akan mengalami beberapa tipe infeksi Staphylococcus aureus sepanjang hidupnya bervariasi dalam beratnya mulai dari keracunan makanan atau infeksi kulit ringan sampai infeksi berat yang mengancam jiwa.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. ALAT DAN BAHAN 1. Alat a) Tabung-tabung reaksi steril b) Pipet-pipet volume steril c) Lampu spiritus d) Erlenmeyer e) Pinset f) Rak tabung g) Pencadang besi steril h) Cawan-cawan petri steril i) Alat ukur DDH/jangka sorong j) Inkubator
2. Bahan a) Antibiotika Tetrasiklin b) Suspensi biakan mikroba uji Staphylococcus aureus berumur 24 jam, 25%T c) Larutan pengencer antibiotika yang sesuai d) Nutrient Agar (NA)
B. CARA KERJA 1. Penyiapan Larutan Baku
Ditimbang seksama sejumlah tertentu bahan baku yang kemudian dilarutkan dengan pengencer hingga diperoleh larutan baku induk dengan konsentrasi 100 SI/ml atau 100 µg/ml.
Dari larutan induk baku dibuat 5 seri pengenceran dosis (S1, S2, S3, S4, dan S5), dengan perbandingan antara S1:S2, S2:S3, S3:S4 dan S4:S5 sebesar 1:1,25.
Dosis tengah (S3) untuk suatu jenis antibiotika dibuat dengan konsentrasi mengikuti ketentuan sebagaimana tercantum pada Lampiran <131> Farmakope Indonesia edisi IV, Tabel 1 (dapat dilihat pada bagian Lampiran).
2. Penyiapan Larutan Uji
Dibuat larutan uji suatu antibiotika dengan konsentrasi sama dengan S3 baku.
3. Cara Penetapan Pembuatan Kurva Baku
Disiapkan 3 cawan petri untuk masing-masing dosis larutan baku, kecuali untuk dosis larutan baku S3. Ke dalam tiap cawan petri dituangkan 15 mL media NA (±45oC), digoyangkan hingga membentuk lapisan dan biarkan memadat sebagai lapisan dasar. Ke permukaan lapisan dalam tiap cawan dituangkan 5 mL agar inokula, digoyang dan diputar hingga membentuk lapisan yang rata dan dibiarkan hingga memadat. Agar inokula dibuat dengan cara menambahkan 3,5 mL suspensi bakteri ke dalam 70 mL media cair steril. Jenis mikroba uji untuk penetapan antibiotik disesuaikan sebagaimana tercantum pada Lampiran <131> Farmakope Indonesia edisi IV, Tabel 2 (dapat dilihat di bagian Lampiran).
Sebanyak 6 silinder besi tahan karat steril dijatuhkan pada permukaan lapisan agar inokula dalam tiap cawan. Ke dalam 3 silinder pada cawan-cawan untuk dosis larutan baku S1diteteskan 0,1 ml larutan baku S1 dan ke dalam 3 silinder lainnya 0,1 ml larutan baku S3.
Ke dalam silinder-silinder pada cawan-cawan untuk dosis larutan baku S2 dilakukan penetesan seperti di atas menggunakan larutan baku S2 dan S3. Pada cawan-cawan untuk dosis larutan baku S4
menggunakan larutan baku S4 dan S3, dan pada cawan-cawan untuk dosis larutan baku S5 menggunakan larutan baku S5 dan S3.
Semua cawan dibiarkan lebih kurang 1 jam (pra inkubasi), kemudian diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 18-24 jam. Setelah masa inkubasi, garis tengah daerah hambatan yang terbentuk diukur dan dilakukan koreksi terhadap garis tengah rata-rata daerah hambatan dosis larutan baku S1, S2, S4, dan S5 seperti yang tertera pada perhitungan.
Garis tengah rata-rata daerah hambatan yang telah dikoreksi dibuat kurva baku log dosis terhadap garis tengah hambatan pada kertas grafik semilog dengan log dosis sebagai sumbu X dan garis tengah hambatan sebagai sumbu Y.
Penetapan Potensi Contoh Disiapkan 3 cawan petri untuk dosis larutan uji Su, dari setiap contoh dan dilakukan sampai peletakan silinder besi tahan karat seperti pada pembuatan kurva baku. Ke dalam 3 silinder pada cawan-cawan untuk larutan uji U dari tiap contoh diteteskan masing-masing 0,1 ml larutan uji Su dan ke dalam 3 silinder lainnya 0,1 ml larutan baku S3. Semua cawan dibiarkan lebih kurang 1 jam, kemudian diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 18-24 jam. Garis tengah daerah hambatan yang terbentuk setelah masa inkubasi diukur dan dilakukan koreksi. Interpolasikan garis tengah rata-rata yang telah dikoreksi ke kurva baku yang telah dibuat untuk menghitung potensi contoh.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGAMATAN
DOSIS
S1
S31
S2
S32
S4
S34
S5
Cawan 1
Cawan 2
Cawan 3
Rata- Rata
Rata- Rata
(mm)
Koreksi (mm)
9,6
12,45
14,18
17,4
9,05
12,2
16,85
11,05
12,25
16,45
10,01
14,05
15,6
9,2
13,23
16,23
13,1
13,3
11,6
11,25
11,23
12,4
10,05
11,13
12,0
9.05
10,08
15,1
12,35
11,2
16,3
11,25
11.05
15,8
10,13
11,15
16,6
10,25
13,40
16,8
8,25
13,33
17,2
9,4
9,3
16,3
9,5
15,05
16,42
11,5
16,2
16,2
11,05
14,18
16,45
12,23
15,25
16,32
10,45
19,25
12,78 ±2,91 11,79 13,46 ± 2,54
10,97± 1,06 10,74 12,70 ±2,36
12,73 ± 3,56 11,16 14,04 ± 2,67
14,8 ± 3,12
S35
SU
S3U
15,8
10,25
17,2
0,00
10,35
14,05
0,00
9,4
13,4
0,00
11,05
12,25
12,3
13,03
13,25
12,5
9,08
13,35
11,9
12,05
15,45
16,2
10,05
13,18
16,45
12,3
14,15
16,3
11,25
19,2
19,44 7,83 ± 6,05
12,55 ± 1,68 10,68 14,34± 2,93
Cawan 1 : kelompok 1 Cawan 2 : kelompok 3 Cawan 3 : kelompok 2
Perhitungan: Konsentrasi larutan induk: 100 ppm Akan dibuat seri pengenceran S1, S2, S3, S4, dan S5 dengan volume masingmasing 10 mL.
Pengenceran baku S1 1
Konsentrasi seri pengenceran S1 = 1,25 𝑥 1,92 = 1,536 𝑝𝑝𝑚 V1 x N1
= V2 x N2
V1 x 100 ppm = 10 ml x 1,536 ppm V1
= 0,1536 mL
Pengenceran baku S2 1
Konsentrasi seri pengenceran S2 = 1,25 𝑥 2,4 = 1,92 𝑝𝑝𝑚 V1 x N1
= V2 x N2
V1 x 100 ppm = 10 ml x 1,92 ppm
V1
= 0,192 mL
Pengenceran baku S3 Konsentrasi seri pengenceran S3 = konsentrasi larutan uji = 2,4 ppm V1 x N1
= V2 x N2
V1 x 100 ppm = 25 ml x 2,4 ppm V1
= 0,6 mL
Pengenceran baku S4 Konsentrasi seri pengenceran S4 = 1,25 𝑥 2,4 = 3 𝑝𝑝𝑚 V1 x N1
= V2 x N2
V1 x 100 ppm = 10ml x 3 ppm V1
= 0,3 mL
Pengenceran baku S5 Konsentrasi seri pengenceran S5 = 1,25 𝑥 3 = 3,75 𝑝𝑝𝑚 V1 x N1
= V2 x N2
V1 x 100 ppm = 10 ml x 3,75 ppm V1
= 0,375 mL
Rata-rata S3 total (YS3T) = 12,47 ± 2,67
Rata-rata koreksi = rata-rata DDH pada satu dosis + (YS3T-YS3 pada dosis tertentu)
a) Rata-rata koreksi S1
: 12,78 + (12,47 – 13,46)= 11,79
b) Rata-rata koreksi S2
: 10,97 + (12,47 – 12,70) = 10,74
c) Rata-rata koreksi S4
: 12,73 + (12,47 – 14,04) =11,16
d) Rata-rata koreksi S5
: 14,8 + (12,47 – 7,83) = 19,44
e) Rata-rata koreksi Suji
: 12,55 + (12,47– 14,34) = 10,68
Pembuatan Kurva Baku DOSIS
LOG DOSIS
Rata rata
(µg/mL)
(X)
koreksi DDH (Y)
S1
1,536
0,19
11,79
S2
1,92
0,28
10,74
S3
2,4
0,38
12,47
S4
3
0,48
11,16
S5
3,75
0,57
19,44
a
: 6,956
b
: 16,220
r
: 0,6854
y
= a + bx
10,68 = 6,956+ (16,220) x 3,724 = 16,220 x x
= 0,2296
Log dosis uji = 0,2296
Dosis uji = antilog (0,2296) = 1,6967 µg/mL
% potensi antibiotika uji dibandingkan dengan antibiotika baku adalah =
1,6967 2,4
𝑥 100% = 70,70 %
NAMA : Aisha Kintan Naomi NPM : 2016210008
B. PEMBAHASAN 1. Pada praktikum uji penetapan potensi antibiotika dilakukan secara aseptis, sebelum memulai praktikum, tangan dan meja disemprot menggunakan larutan alkohol yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang steril sehingga terbebas dari mikroba yang tidak diinginkan. 2. Penetapan potensi antibiotika dilakukan menggunakan metode lempeng silinder, prinsip dari metode lempeng silinder yaitu didasarkan pada difusi antibiotika dari silinder yang dipasang tegak lurus pada lapisan agar padat dalam cawan petri atau lempeng sehingga mikroba yang ditambahkan dihambat pertumbuhannya. 3. Prinsip dari pengujian antibiotika ini adalah dengan mengukur diameter daerah hambat (DDH) yang terbentuk, DDH tersebut memperlihatkan daerah yang tidak terdapat pertumbuhan bakteri akibat penghambatan oleh antibiotika uji dan antibiotika baku. 4. Pra inkubasi dilakukan agar antibiotik yang berada di dalam silinder dapat berdifusi dahulu ke dalam lapisan agar, setelah itu dilakukan inkubasi agar bakteri dapat tumbuh secara optimal. Inkubasi dilakukan pada suhu 35-37oC selama 18-24 jam. 5. Tujuan dibuatnya 5 seri pengenceran dosis dari larutan induk adalah untuk melihat pengaruh konsentrasi antibiotika terhadap aktivitas antimikrobanya. 6. Uji potensi antibiotik tetrasiklin menunjukkan adanya zona bening pada daerah pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada ke-5 seri pengenceran baku, dimana rata-rata koreksi S1, S2, S3, S4, dan S5 berturutturut sebesar 11,79 ; 10,74; 11,16; 12,47 ; 19,44 . Seharusnya, semakin tinggi
konsentrasi antibiotik maka akan semakin besar DDH yang terbentuk, tetapi data pengamatan yang diperoleh tidak sesuai. Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena bergesernya pencadang besi yang berisi antibiotik dari posisi awal dan cara pengerjaan yang kurang baik. 7. Dari perhitungan persamaan regresi kurva baku, didapatkan dosis larutan uji sebesar 1,6967 µg/mL dan % potensi antibiotika uji dibandingkan dengan antibiotika baku adalah 70,70%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil % potensi antibotika tidak memenuhi syarat Farmakope Indonesia Edisi V ( Syarat: berkisar dari 95% dan diatas 105%). Kemungkinan terjadi karena kesalahan pemipetan dan pengenceran antibiotic sampel yang digunakan sehingga mempengaruhi diameter daerah hambat yang diukur.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan praktikum yang dilakukan tentang penetapan potensi antibiotik, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
Menunjukkan adanya daerah hambatan pada ke-5 seri pengenceran baku, dimana rata-rata koreksi S1, S2, S3, S4, dan S5 berturut-turut sebesar 11,79 ; 10,74 ; 11,16 ; 12,47 ; 19,44.
Dosis larutan uji sebesar 1,6967 µg/mL .
Menurut Farmakope Indonesia Edisi V jika nilai dari hasil potensi berkisar dari 95% dan diatas 105%
maka dapat ditetapkan sebagai penetapan
pendahuluan. Sedangkan hasil praktikum diperoleh data adalah 70,70%. Hal ini menunjukan bahwa data tidak memenuhi syarat sesuai dengan Farmakope Indonesa Edici V.
Semakin besar konsentrasi dari antibiotika maka kemampuan antibiotika untuk menghambat atau membunuh bakteri akan semakin besar.
B. SARAN Praktikum harus dilakukan secara aseptis dan teliti agar data hasil pengamatan yang diperoleh valid.
DAFTAR PUSTAKA Radji, Maksum.2010.Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran. Jakarta: EGC. Jawetz, Melnick, Adelberg’s. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika. Jakarta. Departemen Kesehatan RI, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V, Jakarta
LAMPIRAN
a) Cawan petri sebelum di inkubasi (media : Nutrient Agar)
b) Cawan petri setelah di inkubasi 35-37oC selama 18-24 jam.