4.2.2 Pembahasan Umum

  • Uploaded by: Emha Dwi
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 4.2.2 Pembahasan Umum as PDF for free.

More details

  • Words: 1,032
  • Pages: 4
4.2.2 Pembahasan Umum 1. pH Berdasarkan analisis laboratorium diketahui bahwa perlakuan G1, H1, K2, dan L1 memenuhi kriteria pH mnurut SNI 19-7030-2004 yaitu sebesar 6,807,49. Sedangkan perlakuan G2, H2, I1, I2, J1, J2, K1 dan L2 lebih tinggi dari kriteria SNI. Menurut Widarti dkk (2015) pH yang optimal untuk proses pengomposan adalah sekitar 6,5-7,5. Saat awal pengomposan pH akan mengalami sedikit penurunan akibat aktivitas bakteri yang menghasilkan asam. Kemudian, dengan munculnya organisme lain dari bahan yang didekomposisi maka pH kembali naik dan kemudian ketika kompos menjadi matang pH akan berada pada kondisi netral. 2. C-Organik Berdasarkan hasil analisis pupuk C-organik rata-rata perlakuan pupuk kompos tersebut sudah memenuhi persyaratan SNI 19-7030-2004, yakni 9,832%. Namun terdapat 1 perlakuan yakni 75 % Kotoran Ayam + 25 % Legume dimana pada uji laboratorium didapatakan nilai c-organik yang tinggi mencapai 50,6%. C-organik zat arang atau karbon yang terdapat dalam bahan organik merupakan sumber energi bagi mikroorganisme. Dalam proses pencernaan oleh mikroorganisme terjadi reaksi pembakaran antara unsur karbon dan oksigen menjadi kalori dan karbon dioksida (CO2 ). Total C-organik dalam pupuk dipengaruhi oleh kualitas bahan organik dan aktifitas mikroorganisme yang terlibat dalam penguraian bahan organik. Kandungan C-organik dan Nitrogen akan mempengaruhi nilai C/N rasio, C-orrganik yang tinggi menyebabkan C/N rasio lebih tinggi pula (Dahono.,2012).. 3. Kadar Air Kadar air pada perlakuan G1, G2, H1, H2, I1, I2, L1, dan L2 memiliki kriteria kadar air sesuai dengan SNI 19-7030-2004 yaitu maksimal 50%. Sedangkan perlakuan J1, J2, K1, dan K2 memiliki kadar air lebih tinggi dari 50%. Kandungan kadar air dari bahan baku kompos berpengaruh terhadap laju

penguraian dalam proses pengomposan. Penurunan kandungan air dalam pengomposan secara aerobik terjadi karena kandungan air dalam bahan kompos menguap akibat panas, pengadukan, dan konsumsi mikroorganisme untuk mengonveksi protein (Putro dkk, 2016). Ketika kadar air berlebih maka dapat dilakukan penjemuran sehingga terjadi penurunan kadar air. 4. N Total Hasil analisis kandungan unsur hara pupuk kompos disajikan pada Tabel, kadar nitrogen pada pupuk kompos menurut SNI 19-7030-2004 dengan nilai nitrogen >0,40% ada semua perlakuan pupuk memenuhi standar. Kandungan nitrogen pupuk kompos sangat bervariasi, hal ini disebabkan karena bahan baku pada pupuk tersebut berbeda-beda. Berdasarkan hasil uji labaratorium, semua perlakuan pupuk kompos tersebut sudah memenuhi kandungan nitrogen menurut SNI 19-7030-2004 yaitu >0,40%. Karbon dioksida yang dilepas mikroorganisme akan menjadi gas, kemudian unsur nitrogen yang terurai ditangkap mikroorganisme untuk membangun tubuhnya. Pada waktu mikroorganisme ini mati, unsur nitrogen akan tinggal bersama kompos dan menjadi sumber nutrisi bagi tanaman.Tersedianya nitrogen dalam jumlah yang tinggi karena terjadi proses dekomposisi yang lebih sempurna, Sedangkan nitrogen yang rendah disebakan bahan baku kompos yang mengandung nitrogen rendah dan kemungkinan banyak menguap karena pengemasan kurang baik (Kusmiyarti, 2013). 5. C/N Rasio Berdasarkan nilai C/N rasio pupuk kompos, menurut SNI 19-7030-2004 yaitu (10-20). Rata-rata semua pupuk telah memenuhi SNI 19-7030-2004 namun terdapat 2 perlakuan pupuk yang tidak memenuhi standar yaitu 75 % Titonia + 25 % Kotoran Sapi (J1) dan 75 % Legume + 25 % Kotoran Ayam (K2). Menurut Permentan dan SNI, yaitu kompos dikatakan matang apabila rasio C/N nya di bawah 20. Murbandono (2009) menyatakan bahwa kompos yang baik adalah kompos yang memiliki C/N rasio 10 – 12, sedangkan Novizan (2007)

menyatakan bahwa kompos yang baik adalah yang mengandung C/N rasio 12 – 15. C/N rasio yang terkandung di dalam kompos menggambarkan tingkat kematangan dari kompos tersebut, semakin tinggi C/N rasio berarti kompos belum terurai dengan sempurna atau dengan kata lain belum matang dan belum siap dijual atau dipakai sebagai pupuk (Tantri, 2016). Kecepatan dekomposisi bahan organik ditunjukkan oleh perubahan imbangan C/N. Selama proses mineralisasi, imbangan C/N bahan-bahan yang banyak mengandung N akan berkurang menurut waktu. Kecepatan kehilangan C lebih besar daripada N, sehingga diperoleh imbangan C/N yang lebih rendah (10-20). Apabila kandungan C/N sudah mencapai angka tersebut, artinya proses dekomposisi sudah mencapai tingkat akhir. Nisbah C/N yang baik antara 15-20 dan akan stabil pada saat mencapai perbandingan 15. Nisbah C/N yang terlalu tinggi mengakibatkan proses berjalan lambat karena kandungan nitrogen yang rendah (Kusmiyarti, 2013). C/N rasio akan mencapai kestabilan saat proses dekomposisi berjalan sempurna. Rasio C/N akan mempengaruhi ketersediaan unsur hara, jika C/N rasio tinggi maka kandungan unsur hara sedikit tersedia untuk tanaman, sebaliknya jika C/N rasio rendah maka ketersediaan unsur hara tinggi dan tersedia bagi tanaman (Setyorini, 2009). Dari analisis laboratorium pada seluruh perlakuan diketahui bahwa hanya perlakuan G1 yaitu 75% Thitonia dan 25% Leguma dan H1 yaitu 75% Legume dan 25% Thitonia yang sesuai kriteria SNI 19-7030-2004. Pada perlakuan G2 yaitu 50% Thitonia dan 50% Legume, H2 dengan 75% Thitonia dan 25% Kotoran Ayam, I1 dengan 50% Thitonia dan 50% Kotoran Ayam, dan I2 dengan 25% Thitonia dan 75% Kotoran Ayam memiliki pH 0,21-1,1 lebih tinggi dari kriteria SNI. Pada Perlakuan J1 dengan 75% Thitonia dan 25% Kotoran Sapi, J2 dengan 50% Thitonia dan 50% Kotoran Sapi, dan K1 dengan 75% Kotoran Sapi dan 25% Thitonia tidak mmenuhi kriteria SNI karena memiliki pH 0,11-0,35 lebih tinggi dan kadar air 1,51-16,67% lebih tinggi daripada kriteria SNI. Pada perlakuan K2 dengan 75% Legume dan 25% Kotoran ayam memiliki kadar air

2,94% lebih tinggi dan C/N rasio 12,85 lebih tinggi sehingga tidak memenuhi kriteria SNI. Pada perlakuan L1 juga tidak memenuhi kriteria SNI karena memiliki C/N rasio 4,68 lebih tinggi. Kadar pH dan C-Organik pada perlakuan L2 tidak memenuhi kriteria SNI dikarenakan pH 0,31 lebih tinggi dan kandungan C-Organik 18,6% lebih tinggi.

Dahono. 2012. Pembuatan Kompos dan Pupuk Cair Organik dari Kotoran dan Urin Sapi. Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (Lptp). Riau. Kusmiyarti, Tati Budi. 2013. Kualitas Kompos dari Berbagai Kombinasi Bahan Baku Limbah Organik. Agrotrop. 3(1): 83-92. Murbandono, L. 2009. Membuat Kompos. Penebar Swadaya, Jakarta. Novizan, 2007. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif. Agromedia Pustaka, Jakarta. Putro, Bagaskoro Prasetyo, Ganjar Samudro, dan Winardi Dwi Nugraha. 2016. Pengaruh Penambahan Pupuk NPK dalam Pengomposan Sampah Organik Secara Aerobik Menjadi Kompos Matang dan Stabil Diperkaya. Teknik Lingkungan 5(2). Setyorini, D. dan D. Ardi. 2009. Mutu Pupuk Organik dan Hayati. Balai Penelitian Tanah. Bogor. Tantri T., A.A. N. Supadma dan I. D. M. Arthagama. 2016. Uji Kualitas beberapa Pupuk Kompos yang Beredar di Kota Denpasar. J. Agroekoteknologi Tropika. 5(1) : 52-62. Widarti, Budi Nining, Wardah Kusuma Wardhini, dan Edhi Sarwono. 2015. Pengaruh Rasio C/N Bahan Baku pada Pembuatan Kompos dari Kubis dan Kulit Pisang. Integrasi Proses 5(2): 75-80.

Related Documents

4.2.2 Pembahasan Umum
August 2019 15
422
November 2019 45
422.hcqt
November 2019 27
342-422
October 2019 29
Page 422
April 2020 6
Pembahasan
August 2019 65

More Documents from "Andita Mas Pebrianti"