BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ovulasi adalah proses terlepasnya sel telur (ovum) dari ovarium akibat pecahnya folikel yang telah masak. Mekanisme terjadinya ovulasi dipengaruhi hormonal, neural dan perioditas cahaya. Ovulasi pada katak terjadi setelah oosit melepaskan polar body pertama, dinding teka external dan folikel sel dari folikel pecah. Folikel mengalami pertumbuhan karena pengaruh hormon FSH yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisa anterior, maka sel-sel folikel mampu menghasilkan hormon estrogen dan progesteron. Kedua hormon ini dalam jumlah yang kecil memberi dorongan ke kelenjar hipofisa anterior untuk menghasilkan hormon LH (Luteinizing Hormone). Hormon LH memegang peranan penting dalam menggertak terjadinya ovulasi (Adnan, 2008). Kedua ovarium betina mengandung ratusan ribu ovary, namun selama hidupnya hanya beberapa ovum yang diovulasikan, sehingga sisanya sebagai sumber daya biologis masih belum termanfaatkan secara optimal. Teknologi pemanfaatan kelimpahan folikel baik sebagai penghasil ovum untuk produksi embrio maupun sebagai penghasil corpus luteum untuk produksi hormon reproduksi endogen (progesteron, estrogen) dapat dilakukan dengan teknik superovulasi (Sumaryadi, 2003). Superovulasi adalah suatu prosedur pemberian hormone pada ternak betina sehingga menghasilkan beberapa oosit atau sel telur, dimana secara normal hanya dihasilkan satu oosit pada setiap estrus. Tujuan utama superovulasi adalah untuk meningkatkan jumlah oosit yang dilepaskan dan jumlah embrio yang potensial. Hormon yang biasa digunakan untuk merangsang pertumbuhan folikel dan ovulasi adalah pregnant mare serum gonadotrophin (PMSG) dan follicle stimulating hormone (FSH) (Solihati, 2006). Hormon-hormon yang merangsang ovulasi dihasilkan oleh hipofisa atau kelenjar pituitary yaitu sebuah kelenjar endokrin yang menghasilkan sejumlah hormon dengan fungsi dalam mengatur metabolisme, pertumbuhan dan reproduksi.ahli endokrinologi
menyebut hifofisa sebagai master of gland atau pusat dari endrikonologi, karena dapat mengatur ritme atau irama aktivias-aktivitas kelenjar endokrin lainnya (Adnan, 2007). Pada katak dewasa bagian anterior glandulae pituitaria menghasilkan hormon yang merangsang gonad untuk menghasilkan sel kelamin. Jika mengadakan implantsi kelenjar ini dengan sukses pada seekor katak dewasa dalam keadaaan berkembang biak, maka mulai saat itu segera terjadi perubahan. Implantasi pada hewan betina menghasilkan ovum yang telah masak. Implantasi pada hewan jantan mengakibatkan hewan itu menghasilkan sperma (Jasin, 1992). Selain Teknik superovulasi, juga dikenal Teknik Inseminasi Buatan (IB) yaitu peletakan sperma ke follicle ovarium (intrafollicular), uterus (intrauterine), cervix (intracervical), atau tube fallopian (intraturbal) hewan betina dengan menggunakan cara buatan dan bukan dengan kopulasi alami. Teknik modern untuk inseminasi buatan pertama kali dikembangkan untuk industri ternak agar mebuat banyak hewan betina fertilisasi oleh seekor hewan jantan unggul untuk meningkatkan produksi susu. Teknik inseminasi buatan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut insemination gun. Untuk melakukan inseminasi buatan dengan melakukan insertion dan deposit semen dalam cervix betina birahi, memerlukan berbagai peralatan yang harus dipahami jenis dan bentuknya, serta penggunaan peralatan secara tepat. Dengan mengetahui Teknik superovulasi dan inseminasi buatan, maka diketahui bahwa betina yang semulanya menghasilkan 1 sel telur setiap oogenesis, dapat menghasilkan 10 atau lebih sel telur. Hal ini dapat diterapkan untuk kemajuan bidang industri dan peternakan. Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu diadakannya praktikum mengenai Superovulasi dan Inseminasi Buatan, guna mengetahui prosedur kerja kedua teknik tersebut. 1.2 Tujuan Praktikum Adapun tujuan praktikum superovulasi dan inseminasi buatan adalah untuk mengetahui prosedur kerja superovulasi dan inseminasi buatan
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam pengertian lain diketahui bahwa superovulasi atau sering juga disebut multipleovulasi adalah sebagai salah satu upaya meningkatkan efisien reproduksi, terutama terhadap hewan yang secara alami tergolong beranak tunggal. Istilah superovulasi lebih populer dari pada multipleovulasi. Pada multipleovulasi cenderung mengacu hanya pada arti kuantitas atau jumlah yang lebih banyak. Sedangkan superovulasi dapat meliputi kedua pengertian, yaitu kwantitas dan kualitas atau lebih baik dan lebih banyak. (Yatim, 1994) Superovulasi (multiple ovulation) dapat terjadi secara alamiah dan buatan. Bila secara alami, akibat superovulasi dapat menyebabkan kelahiran kembar apabila sel-sel telur itu dibuahi spermatozoa. Sedangkan secara buatan diinduksi dengan pemberian hormon
gonadotrophin
eksogen.
Superovulasi
biasanya
digunakan
preparat
Gonadotrophin Releazing Hormone (GnRH), yaitu Follicle Stimulating Hormone (FSH), dan Luteinizing Hormone (LH), dengan merk dagang, antara lain pluset dan follotrophin. Pregnant Mare’s Serum Gonadotrophin (PMSG), Human Chorionic Gonadotrophin (HCG) dengan merk dagang foligon, chorulon, pregnecol. Superovulasi akan memberikan respon terhadap jumlah ovum, corpus luteum, embrio yang dikoleksi dan jumlah embrio yang layak ditransfer. Embrio yang layak ditransfer dalam program transfer embrio (TE) merupakan tolok ukur dari keberhasilan superovulasi (Yusuf, 1990). Teknik superovulasi terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pertama sinkronisasi birahi dengan cara penyuntikan hormone Prostaglandin (PG) sebanyak 2 kali dengan jarak waktu 11 hari. Selanjutnya baru dilakukan superovulasi dengan cara penyuntikan PMSG pada hari ke-10 setelah terjadi berahi, dilanjutkan dengan penyuntikan Prostaglandin pada hari ke-2 setelah penyuntikan PMSG dan langsung dicampur dengan jantan (hewan resipien) (Hunter, 1995). Sampai saat ini superovulasi secara komersial dilakukan pada ternak betina unggul (donor) dengan menyuntikkan FSH atau PMSG. Melalui penyuntikan hormon-hormon tersebut diharapkan akan meningkatkan jumlah ova yang diovulasikan, sehingga ova yang
dibuahi akan menjadi bertambah dan jumlah anak per kelahiran dapat meningkat (Supriyanto, S., 2004). Teknik superovulasi yang dilakukan pada ternak domba, kambing dan sapi rata-rata dapat mencapai 12 ovary yang diovulasikan, sedangkan pada babi 12 sampai 20 ovary (Sumaryadi, 2003). Keuntungan metode superovulasi adalah dapat meningkatkan produksi anak melalui pemanfaatan betina unggul, yang berhubungan dengan pelaksanaan transfer embrio dari betina donor (genetik unggul) ke betina resipien (genetik rendah). Apabila terjadi kelahiran kembar kemungkinan dapat menimbulkan abnormalitas, seperti kasus freemartin pada sapi. Menurut Toelihere (1993), terdapat 3 hambatan dalam penggunaan superovulasi, yaitu: (a) respon terhadap penggunaan tidak konsisten karena adanya variasi individual; (b) jumlah ova yang diperoleh dari superovulasi yang berturut-turut dari hewan yang sama akan menurunkan pengaruh balik ovaria dan pembentukan hormon; dan (c) angka fertilitas yang rendah. Superovulasi hanya dilakukan terhadap hewan yang mempunyai nilai genetis superior, yaitu betina yang dilipat gandakan jumlah sel telurnya setiap kali ovulasi, hal itu menjadikan hewan betina tersebut sebagai induk donor. Kemudian dilakukan inseminasi buatan IB (fertilisasi in vivo) sehingga diperoleh embrio dengan kualitas unggul dan jumlah lebih banyak, yang selanjutnya di transfer embrio (TE) pada induk-induk resipien. (Djuhanda, 1988). Inseminasi buatan diperkenalkan oleh orang Belanda ke Indonesia sebelum tahun 1950, tetapi penerapannya tidak meluas, hanya terbatas pada balai-balai penelitian saja (Soebadi, 1980). Sejak tahun 1970-an telah mulai dikenal inseminasi buatan di Indonesia secara meluas dengan menggunakan semen beku. Semen beku tersebut diperoleh dari bantuan pemerintah Inggris dan Selandia Baru. Dengan demikian penyebaran bibit sapi unggul dapat terus berkembang di Indonesia secara efisien melalui pelayanan inseminasi buatan (Maskresno, 2008). Konsep dasar dari teknologi ini adalah bahwa seekor pejantan secara alamiah memproduksi puluhan milyar sel kelamin jantan (spermatozoa) per hari, sedangkan untuk membuahi satu sel telur (oosit) pada hewan betina diperlukan hanya satu spermatozoon. Potensi terpendam yang dimiliki seekor pejantan sebagai sumber informasi genetik,
apalagi yang unggul dapat dimanfaatkan secara efisien untuk membuahi banyak betina (Hafez, 1993). Penerapan bioteknologi IB pada ternak ditentukan oleh empat faktor utama, yaitu semen beku, ternak betina sebagai akseptor IB, keterampilan tenaga pelaksana (inseminator) dan pengetahuan zooteknis peternak. Keempat faktor ini berhubungan satu dengan yang lain dan bila salah satu nilainya rendah akan menyebabkan hasil IB juga akan rendah, dalam pengertian efisiensi produksi dan reproduksi tidak optimal (Toelihere,, 1997) Pada perkawinan secara alami, seekor pejantan hanya dapat mengkawini 50-70 ekor betina dalam sefahun, sedangkan dengan teknik IB seekor pejantan mampu melayani 5000-10.000 ekor betina dalam setahun. IB juga menjanjikan tingkat keberhasilan fertilisasi yang tinggi pada hewan betina yang telah dewasa tubuh (+18 bulan), sehat, organ reproduksinya normal, dan tidak memiliki cacat genetik (Toelihere, 1 985).
BAB III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum Superovulasi dan Inseminasi Buatan dilaksanakan pada Rabu, 6 Maret 2019 di Laboratorium Teaching II, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang. 3.2 Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah mikroskop, jarum suntik 1 cc, object glass, cover glass, wadah plastik, bak bedah, petridish, pipet tetes, pinset mata dan larutan Holtfreter. Sedangkan bahan yang digunakan adalah 10 ekor Fejervarya sp. jantan dan 3 Fejervarya sp. betina 3.3 Cara Kerja Pada praktikum Superovulasi dan Inseminasi Buatan ini hal pertama yang dilakukan yaitu katak jantan di decapitasi dengan potongan melintang dibelakang selaput tymphani, dibuang rahan bawah, dibalikkan kepala sehingga atas rongga mulut menghadap praktikan lalu dibuang kulit rongga mulut. Dibuat 2 potongan mulai dari rongga otak hingga dasar bola mata. Diangkat tulang dasar tengkorak, sehingga otak ventral akan terlihat. Ditentukan bagian otak belakang, infundibulum dan hipofisa. Diambil hipofisa dengan pinset dan dimasukkan dalam larutan Holtfreter. Dilakukan hal yang sama pada katak jantan lain. Diinjeksikan hipofisa dengan jarum suntik ke dalam rongga peritoneal poslateral katak betina. Kemudian katak betina ditempatkan dalam wadah plastik berisi air selama kurang lebih 24 jam. Setelah katak betina mengeluarkan sel telur, dimasukkan ke dalam wadah petridish yang telah diisi air. Diambil katak jantan kemudian dibedah dan disuspensi sperma nya. Kemudian sperma yang telah disuspensi dimasukkan dalam petridish berisi sel telur. Pembelahan pertama terjadi dalam waktu 2 setengah hingga 3 jam setelah inseminasi.