4. Soib Nabil.docx

  • Uploaded by: Annisa Lorenza
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 4. Soib Nabil.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,054
  • Pages: 11
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERKEMBANGAN HEWAN SUPEROVULASI DAN INSEMINASI BUATAN

OLEH: NAMA

: NABILLAH HAZIMAH

NO. BP

: 171423009

KELOMPOK

: 3A

ANGGOTA KELOMPOK : 1. DEWI SUCITRA

ASISTEN

(1710421017)

2. SYIFA ULIA

(1710421025)

3. YOSECA AULIA

(1710423025)

4. FIRMAN SYUKRI

(1710423028)

: M. ALDI GUSMAN

LABORATORIUM TEACHING II JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG, 2018

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Tingkat kelahiran ditentukan oleh banyaknya ova yang diovulasikan, fertil serta mampu berkembang dan berimplantasi, kemudian dapat bertahan hidup selama masa bunting hingga akhirnya lahir menjadi individu baru. Derajat ovulasi dipengaruhi oleh tingkat gonadotropin di dalam darah, oleh karena itu untuk meningkatkan ova yang dihasilkan oleh seekor induk, dapat dilakukan denga penyuntikan gonadotropin selama masa proestrus, hal ini disebut superovulasi. Superovulasi dapat meningkatkan hasil embrio normal lima kali lipat pada sapi, kambing, domba dan kelinci. Superovulasi dipengaruhi oleh spesies, bangsa, berat badan, siklus birahi, umur, interval beranak, musim kawin, dan nutrisi (Effendi dan Moerfiah, 2014). Dengan pengertian bahwa dalam program superovulasi sekaligus melakukan seleksi, memilih hanya terhadap hewan yang mempunyai nilai genetis superior (dijadikan induk donor) yag dilipat gandakan jumlah sel telurnya setiap kali peristiwa ovulasi. Kemudian dilakukan inseminasi buatan IB (fertilisasi in vivo) sehingga diperoleh embrio dengan kwalitas unggu dan jumlah lebih banyak, yang selanjutnya di cangkok (ditransfer embrio, TE) pada induk-induk resipien. (Djuhanda, 1981). Beberapa keuntungan dari superovulasi diantaranya memperpendek selang generasi, tes keturunan, penggunaan betina superior, dan meningkatkan jumlah anak per ekor induk dan transfer embrio. Kelemahannya, rendahnya ova yang dihasilkan dan derajat fertilisasi. Sedangkan jumlah sel telur yang diovulasikan sesudah penyuntikan gonadotropin, juga tergantung pada potensi hormone yang dipakai, perbandingan FSH dan LH serta frekuensi penyuntikan yang berturut-turut dan dosis hormone. Superovulasi didahului dengan penyuntikan PMSG atau FSH secara sabkutan atau intra muskuler, untuk merangsang pertumbuhan folikel. Perlakuan ini sering dikombinasikan dengan penyuntikan LH atau HCG secara intravenous (Effendi dan Moerfiah, 2014). Inseminasi Buatan (IB) adalah proses perkawinan yang dilakukan dengan campur tangan anusia, yaitu mempertemukan sperma dan sel telur agar dapat terjadi proses pembuahan (fertilisasi). Teknologi IB dilakukan dengan maksud agar diperoleh

efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih, menghindari terjadinya penyebaran penyakit melalui sarana reproduksi, atau untuk mengatasi bila terjadi kendala dalam proses perkawinan alam antara jantan dan betina (Dwiyanto, 2007). Melalui kawin alam seekor ternak atau hewan biasanya hanya mampu mengawini beberapa puluh ekor betina, sementara teknologi IB memungkinkan seekor penjantan mengawini ratusan ribu ekor ternak yang berada pada lokasi dan waktu yang berbeda dan berjauhan. Faktor utama yang menjadi dasar potensi teknik ini adalah bahwa ejakulat seekor hewan dewasa mengandung spermatozoa berlipat ganda lebih banyak darpada jumlah yang diperlukan bagi keberhasilan fertilisasi dalam seekor betina (Hunter, 1995). Fejervarya cancrivora Gravenhorst 1829, merupakan kelompok dari kelas amfibi yang habitatnya sangat dipengaruhi oleh perubahan kondisi habitat dan aktivitas manusia. Aplikasi teknologi reproduksi buatan dalam penelitian ini untuk menginduksi pematangan gonad dengan injeksi hormon hipofisa dan hormon dari ovaprim untuk mempercepat waktu ovulasi sehingga dapat segera dipijahkan. Sel telur yang telah difertilisasi akan menetas dan mengalami pertumbuhan dan perkembangan, keduanya sangat dipengaruhi dari jenis pakan yang diberikan (Lynch, 2006). Hal yang melatarbelakangi diadakannya praktikum perkembangan hewan mengenai superovulasi dan inseminasi buatan ini ialah kurangnya pengetahuan pratikan tentang superovulasi dan inseminasi buatan yang dapat diujikan pada katak Fejervarya cancrivora. Oleh karena itu, praktikum perkembangan hewan mengenai superovulasi dan inseminasi buatan diperlukan adanya pemahaman mengenai materi ini serta diperlukan adanya pengamatan dari proses superovulasi dan inseminasi buatan pada katak. 1.2 Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui prosedur kerja super ovulasi dan inseminasi buatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Superovulasi adalah salah satu prosedur pemberian hormon pada ternak betina sehingga menghasilkan beberapa oosit atau sel telur, dimana secara normal hanya dihasilkan satu oosit pada setiap estrus. Pada domba, kambing atau sapi rata-rata diperoleh 12 ovulasi setelah induksi superovulasi. Tujuan utama superovulasi adalah meningkatkan jumlah oosit yang dilepaskan dan jumlah embrio yang potensial (Solihati, 2006). Menurut Solihati (2006), hormon yang biasa digunakan untuk merangsang pertumbuhan folikel dan ovulasi adalah pregnant mare serum gonadotrophin (PMSG) dan follicle stimulating hormon (FSH). Target organ superovulasi adalah ovarium dimana terdapat folikel yang didalamnya mengandung oosit. Dasar fisiologis dari superovulasi dan sinkronisasi estrus adalah penghambatan pada pelepasan LH dari adenohipofisa yang membuka dan menghambat pematangan folikel de Graaf atau penyingkiran corpus luteum secara mekanik, manual atau secara fisiologik dengan pemberian preparat-preparat luteolitik (Purnama, 2003). Secara konvensional, induksi superovulasi dilakukan menggunakan hormon gonadotropin yakni pregnant mare serum gonadotrophin (PMSG) dan follicle stimulating hormone (FSH). Kedua hormon ini biasanya menghasilkan respons yang rendah yang ditandai dengan rendahnya kualitas embrio (Siregar dkk., 2004). Pemakaian FSH dalam pelaksanaan superovulasi, dari beberapa penelitian mempunyai respon yang sangat baik, namun mengingat waktu paruh biologiknya sangat singkat + 2-5 jam, sehingga penyuntikan perlu dilakukan secara berulang kali (Hernawan, 2003). Sedangkan PMSG memiliki aktivitas biologis ganda, yaitu serupa dengan FSH dan LH. PMSG memiliki pengaruh yang ditumbulkan oleh antara lain merangsang follikel, menunjang produksi estrogen, ovulasi, luteinisasi, dan merangsang sintesis progesteron pada ternak dihipofisektomi (Hernawan, 2003). Inseminasi buatan telah dilakukan sejak dua abad yang lalu. Mulai dari IB pada kuda Arab, kemudian berkembang hingga saat ini. Perkembangan IB diawali dengan keberhasilan dari Leeuwenhoek pada tahun 1678 untuk melihat bentuk dari sperma dengan alat mikroskopnya, kemudian dilanjutkan dengan Spallanzani satu abad

kemudian yang berhasil melakukan inseminasi pada anjing (Foote 2002; Vishwanath 2003). Dengan metode IB juga dimungkinkan untuk memanfaatkan seekor pejantan untuk mengawini banyak betina dengan cara mengencerkan sperma, disamping itu, metode IB juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan perkawinan silang dengan pejantanpejantan yang berasal dari daerah yang berbeda iklim, serta untuk keperluan cryopreservation (Thomassen & Farstad 2009). Pada katak fase gelombang folikulernya diperkirakan terjadi rata-rata 1-3 hari. Pada puncak gelombang folikuler inilah saat yang paling penting atau paling ideal untuk melakukan program superovulasi. Terjadinya gelombang folikuler dapat dipantau dengan bantuan peralatan melalui ultrasonografi (USG). Dalam perhitungan perolehan embrio hasil superovulasi dikenal dengan istilah “Non Predictible” yang mengacu pada resposibilitas dan fertilitas masing-masing karakteristik sapi donor. Begitu juga pada katak. Namun demikian program superovulasi tidak bersifat untunguntungan, sepanjang semua standar prosedur operasional yang baku di patuhi dan dipenuhi sebagaimana mestinya. Semakin terpenuhi persyaratan yang ditentukan dalam SOP semakin baik hasil perolehan embrio yang didapat, baik kwalitas maupun kwantitas (Shearer, 2008). Hifofisa atau kelenjar pituitari adalah sebuah kelenjar endokrin yang menghasilkan sejumlah hormon dengan fungsi dalam mengatur metabolisme, pertumbuhan dan reproduksi.ahli endokrinologi menyebut hifofisa sebagai master of gland atau pusat dari endrikonologi, karena dapat mengatur ritme atau irama aktiviasaktivitas kelenjar endokrin lainnya (Adnan, 2007). Kelenjar pituitari ini mempunyai dua asal. Suatu pertumbuhan dorsal (Kantung Rathke) dan langit-langit mulut tumbuh ke atas mengelilingi suatu evaginasi ventral hipotalamus (infundibulum). Kedua bagian tersebut berasal dari ektoderm. Kantung Rathke segera kehilangan hubungan dengan mulut, tetapi hubungan dengan otak tetap ada (tangkai infundibular). Hipofisis mempunyai tiga lobus diantaranya lobus anterior (depan) dan intermediet (tengah) yang bersal dari kantung rathke dan lobus poterior (belakang) yang berasal dari infundibulum. Lobus anterior tidak mempunyai serabut saraf dan dirangsang untuk melepaskan hormonnya oleh faktor-faktor hormonal

melalui pembuluh darah. Lobus anteior menerima pengisian darah ganda yaitu daerah arteri dan portal (Ville, 1984). Hormon-hormon primer yang dihasilkan adrehipofisis adalah hormon pertumbuhan (growth hormone, GH), proloktin, hormon perangsang-melanosit (melanocyte stimulating hormone, MSH), dan berbagai andorfin serta enfekalin. Hormon pertumbuhan meregulasi pertumbuhan, akan tetapi, GH yang berlebih pada masa kanak-kanak menyebabkan gigantisme. Pada masa dewasa kelebihan GH menyebabkan pertumbuhan tulang secara abnormal, sebab pertumbuhan panajang tulang sebenarnya terbatas. Malformasi berupa pertumbuhan berlebihan itu menyusun suatu kondisi yang dikenal sebagai akromegali. Prolaktin memiliki efek-efek yang tersebar luas pada berbagai jenis vertebrata, terutama dalam hal keseimbangan cairan dan elektrolit (Fried, 2005). Pada katak dewasa bagian anterior glandulae pituitaria menghasilkan hormon yang merangsang gonad untuk menghasilkan sel kelamin. Jika mengadakan implantsi kelenjar ini dengan sukses pada seekor katak dewasa dalam keadaaan berkembang biak, maka mulai saat itu segera terjadi perubahan. Implantasi pada hewan betina menghasilkan ovum yang telah masak. Implantasi pada hewan jantan mengakibatkan hewan itu menghasilkan sperma (Jasin, 1992). Telur katak bersifat telolesital artinya, mengandung cukup banyak kunir yang terkosentrasi pada salah satu kutub yang berlawanan dengan rotsi sitoplsma dan letak inti sel. Pada waktu ovulasi, ovum dikeluarkan dari ovarium dan disertai pendarahan (hemorragi), tetapi dirangsang oleh hormon hipofisis. Kwlompok kromosom telofase paling luar diapit oleh sitoplasma tampa membentuk badan polar (polar body). Ovum dapat mencapai ostium dan oviduk, karena digerakkan oleh silia lapisan peritonium (Syahrum, 1994).

BAB III PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum Perkembangan Hewan mengenai Superovulasi dan Inseminasi Buatan ini dilaksanakan pada hari Rabu, 6 Maret 2019 di Laboratorium Teaching II, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang. 3.2 Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini diantaranya gunting bedah, bak bedah, petridish, pipet tetes, pinset mata, larutan Holtfreter, jarum suntik, dan wadah plastik. Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini diantaranya Fejervarya cancrivora betina dan jantan. 3.3 Cara Kerja 3.3.1 Superovulasi Disediakan katak betina donor dan resepien. Untuk resepien sebaiknya dipakai paling kurang 2 ekor katak yang benar-benar dalam kondisi optimal. Larutan Holtfreter yang merupakan larutan fisiologis untuk katak disiapkan. Katak didecapitasi, dengan potongan melintang dibelakang selaput thympani dan dibuang rahang bawah. Kepala dibalikkan sehingga atap rongga mulut menghadap saudara lalu dibuang kulit rongga mulut. Dibuat 2 potongan mulai dari rongga otak hingga dasar bola mata. Tulang dasar tengkorak diangkat, sehingga otak ventral akan kelihatan. Ditentukan otak belakang, infundibulum dan hipofisa akan mudah dikenali karena warnanya berbeda dari warna otak, kemerah-merahan atau kuning. Diambil hipofisa dengan pinset lalu dimasukkan dalam 1-2 ml larutan Holtfreter. Dimbil hipofisa katak lain, masukkan dalam larutan yang sama sehingga hipofisa yang dibutuhkan terpenuhi. Diinjeksikan hipofisa dengan jarum suntik ke dalam rongga peritoneal posterolateral dengan hati-hati, sehingga tidak mengenai organ visera. Katak ditempatkan dalam wadah yang telah diisi air dengan kedalaman maksimal 2,5 cm. Biasanya telur akan dikeluarkan secara spontan dalam waktu 24 jam setelah hipofisasi atau dapat dibantu dengan melakukan pengurutan pada daerah lateral abdomen.

3.3.2 Inseminasi Buatan Untuk penyediaan sperma, disediakan wadah yang telah diisi 20 ml larutan Holtfreter 10 %, masukkan ke dalam wadah ini sepasang testis katak dewasa, lalu cacah dengan gunting. Biarkan cacahan selama 10 hingga 15 menit sehingga sperma aktif dan motil. Untuk inseminasi buatan, suspensi sperma ditempatkan dalam 2 atau 3 wadah bol atau Petri sampai permukaan dasarnya tertutup. Dipegang katak betina yang telah dihipofisasi dengan tangan kiri dan lakukan pengurutan pada abdomen lateral sehingga telur keluar. Telur ditampung dengan wadah yang telah berisi suspensi sperma. Goyang goyang wadah sehingga terbentuk satu lapisan telur dengan harapan semua telur akan difertilisasi. Setelah 15 hingga 30 menit ditambahkan larutan yang sama hingga telur merapung dan biarkan jelly mengembang. Telur dibersihkan dari sisa cacahan testis. Pembelahan pertama terjadi dalam waktu dua setengah hingga tiga jam setelah inseminasi.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, 2007. Struktur Hewan. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM. Djuhanda, Tatang. 1981. Embriologi Perbandingan. Armico: Bandung. Dwiyanto, K dan E. Handiwirawan. 2006. Strategi Pengembangan Ternak Kerbau: Aspek penjaringan dan distribusi. Pros. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Puslitbang Peternakan, Bogor. Effendi, E. M., dan Moerfiah. 2014. Penuntun Praktikum Reproduksi Hewan. Bogor: Program Studi Biologi FMIPA Universitas Pakuan. Foote RH. 2002. The history of artificial insemination: Selected notes and notables. Am Soc Anim Sci. 80:110. Fried, G. 2005. Schaum Out Lines Biologi Edisi Kedua. Erlangga: Jakarta. Hernawan, Elvia. 2003. Peningkatan Kinerja Reproduksi Pada fase Kebuntingan Melalui Teknik Superovulasi pada Ternak Domba. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Jasin, M. 1992. Zoologi Vertebrata. Suarabaya: Sinar Wijaya. Lynch, J.D. 2006. The tadpoles of frogs and toads found in the lowlands of northern Colombia. Review Academy Colombia Science. 30(116): 443-457. Purnama, R.D. 2003. Pemanfaatan ekstrak hipotalamus Kelinci Untuk superovulasi dan sinkronisasi Estrus Pada kelinci rex. dalam Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Peneliti. Bogor: Balai Penelitian Ternak. Siregar, T.N., N. Areuby, G. Riady, dan Amiruddin. 2004. Efek pemberian PMSG terhadap respons ovarium dan kualitas embrio kambing lokal prepuber. dalam Media Kedokteran Hewan 20 (3) Aceh: Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala. hal 108-112. Solihati, N. Tita, D.L. Kundrat, H. Rangga, S. dan Lia, J.N. 2006. Perlakuan Superovulasi Sebelum Pemotongan Ternak. dalam Jurnal Ilmu Ternak. (Desember, VI) No.2. Bandung: Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Syahrum, M. H. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Thomassen R, Farstad W. 2009. Artificial insemination in canids: A useful tool in breeding and conservation. Theriogenology. 71:190-199. Ville, W. dan Barnes. 1984. Zoology Umum Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Vishwanath R. 2003. Artificial insemination: the state of the art. Theriogenology. 59:571-584.

Related Documents

4. Soib Nabil.docx
June 2020 14
4:4
June 2020 76
4-4
December 2019 120
4
December 2019 37
4
November 2019 31
4
November 2019 44

More Documents from ""