BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Resiko Bencana 2.1.1 Pengertian Resiko Bencana Risiko bencana adalah interaksi antara tingkat kerentanan daerah dengan ancaman bahaya (hazards) (Bakornas Penanggulangan Bencana, 2008). Risiko bencana adalah interaksi antara kerentanan daerah dengan ancaman bahaya yang ada. Tingkat kerentanan daerah dapat dikurangi, sehingga kemampuan dalam menghadapai ancaman tersebut semakin meningkat. Besarnya risiko bencana dapat dinyatakan dalam bersarnya kerugian yang terjadi (harta, jiwa, cedera) untuk suatu besaran kejadian tertentu. Risiko bencana pada suatu daerah bergantung kepada beberapa faktor dari alam/geografi/geologi (kemungkinan terjadinya fenomena bahaya, kerentanan masyarakat terhadap fenomena (kondisi dan banyaknya bangunan), kerentanan fisik daerah (kondisi dan banyaknya bangunan), serta kesiapan masyarakat setempat untuk tanggap darurat dan membangun kembali. 2.1.2 Rumus Resiko Bencana Menurut Saputra (2016) resiko bencana dapat dirumuskan yaitu : Resiko Bencana = Ancaman x Kerentanan Kapasitas 2.1.2.1 Ancaman (Hazard) Ancaman merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang mempunyai potensi dapat menimbulkan kerusakan, kehilangan jiwa atau kerusakan lingkungan. Contoh-contohnya: gempa bumi, longsoran lumpur, banjir, letusan gunung berapi, tsunami, kekeringan, keruntuhan perekonomian, dan peperangan.
3
4
2.1.2.2 Kerentanan (Vulnerability) Kerentanan adalah suatu kondisi yang ditentukan oleh faktorfaktor atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan yang mengakibatkan ketidak mampuan masyarakat dalam menghadapi ancaman. Kerentanan (vulnerability) adalah rangkaian kondisi yang menentukan apakah bahaya (baik bahaya alam maupun bahaya buatan) yang terjadi akan dapat menimbulkan bencana (disaster) atau tidak. Rangkaian kondisi, umumnya dapat berupa kondisi fisik, sosial dan sikap yang mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam melakukan pencegahan, mitigasi, persiapan dan tindak tanggap terhadap dampak bahaya. Jenis-jenis kerentanan : a.
Kerentanan Fisik : Bangunan, Infrastruktur, Konstruksi yang lemah.
b.
Kerentanan Sosial : Kemiskinan, lingkungan, konflik, tingkat pertumbuhan yang tinggi, anak-anak dan wanita, lansia.
c.
Kerentanan Mental : Ketidaktahuan, tidak menyadari, kurangnya percaya diri, dan lainnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerentanan : a.
Sifat alamiah dari wilayah yang bersangkutan;
b.
Kedekatannya dengan sumber bahaya bencana;
c.
Konstruksi bangunan yang ada di atas wilayah tersebut;
d.
Kemiskinan;
e.
Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk;
f.
Urbanisasi
g.
Perubahan praktik-praktik kebudayaan;
h.
Degradasi lingkungan:
5
i. Kurangnya kesadaran dan minimnya informasi; j. Ketidakstabilan politik dan keamanan. 2.1.2.3 Kapasitas (Capacity) Kapasitas (capacity) adalah suatu kombinasi semua kekuatan dan sumberdaya yang tersedia di dalam sebuah komunitas, masyarakat atau lembaga yang dapat mengurangi tingkat risiko atau dampak suatu bencana. Kapasitas yang merupakan penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat yang memungkinkan mereka untuk
mempertahankan
dan mempersiapkan
diri
untuk
mencegah, menanggulangi, meredam serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana. Dengan demikian maka semakin tinggi ancaman, kerentanan dan lemahnya kapasitas, maka semakin besar pula risiko bencana yang dihadapi seperti yang terlihat pada Apa yang bisa dilakukan masyarakat dalam mengurangi risiko bencana dengan mengenali potensi bencana yang merupakan ancaman. Faktor-faktor kapasitas : a.
Sumber daya manusia Adanya sumber daya yang peduli/relawan, memiliki pengetahuan dan terlatih dalam penanggulangan bencana.
b.
Sumber daya keuangan Adanya
sumber
dana
siaga,
asuransi
yang
dapat
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar warga korban bencana. c.
Sumber daya fisik Tersedianya prasarana dan sarana penyelamatan jiwa warga sebelum bencana terjadi.
6
d.
Sumber daya sosial Terbentuknya kelompok/organisasi sosial dan pemerintah yang berfungsi baik dalam pencegahan mitigasi dan kesiapsiagaan.
2.2
Pengurangan Resiko Bencana 2.2.1 Pengertian Pengurangan Resiko Pengurangan resiko bencana didefinisikan sebagai konsep dan praktik mengurangi risiko bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola faktor-faktor penyebab dari bencana termasuk dengan dikuranginya paparan. Pengurangan Risiko Bencana (PRB) adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana yang dilakukan melalui penyadaran, peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana dan atau penerapan upaya fisik dan non fisik yang dilakukan oleh anggota masyarakat secara aktif, partisipatif, dan terorganisir. PRB adalah sebuah pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi, mengkaji dan mengurangi risiko-risiko bencana. PRB bertujuan untuk mengurangi kerentanan social-ekonomi terhadap bencana dan menangani bahaya-bahaya lingkungan maupun bahaya lain yang menimbulkan kerentanan. 2.2.2 Rangkaian Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana Rangkaian kegiatan pengurangan risiko bencana yaitu : 2.2.2.1 Pencegahan (Prevention) Pencegahan adalah aktivitas untuk secara total menghindari dampak merugikan yang ditimbulkan bahaya dan cara-cara untuk meminimalkan bencana-bencana lingkungan, teknologi dan biologi terkait. Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana (jika mungkin dengan meniadakan bahaya). Misalnya : Melarang
7
pembakaran hutan dalam perladangan, Melarang penambangan batu di daerah yang curam, dan Melarang membuang sampah sembarangan. 2.2.2.2 Mitigasi Bencana (Mitigation) Mitigasi adalah langkah-langkah struktural dan non struktural yang diambil untuk membatasi dampak merugikan yang ditimbulkan bahaya alam, kerusakan lingkungan dan bahaya teknologi. Mitigasi dapat dilakukan secara struktural yaitu pembangunan infrastruktur sabo, tanggul, alat pendeteksi atau peringatan dini, dan dapat dilakukan secara non struktural seperti pelatihan dan peningkatan kapasitas di masyarakat. Klasifikasi mitigasi bencana menurut Noor (2014) antara lain : a.
Mitigasi Struktural Mitigasi struktural adalah kegiatan dalam prabencana yang bertujuan untuk pembanguan secara fisik. Implementasi yang dapat dilakukan dalam kegiatan mitigasi structural seperti pembuatan bangunan pemecah ombak dan dam. Tujuan dari kegiatan ini untuk meningkatkan kesiapan masyarakat dalam hal prasarana dalam hal pengurangan risiko bencana (Peraturan Kepala BNPB No.4 Tahun 2008).
b.
Mitigasi Non Struktural Mitigasi non struktural adalah kegiatan yang dilakukan secara terencana dalam hal tata guna lahan yang disesuaikan dengan keadaan wilayah dan tingkat kerentanan wilayah tersebut dan memberlakukan peraturan pembangunan. Tujuan dari kegiatan ini untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Mitigasi non struktural dilakukan untuk
meningkatkan
kemampuan
serta
penyadaran
8
masyarakat melalui pendidikan dalam hal mengurangi risiko bencana (Peraturan Kepala BNPB No.4 Tahun 2008). Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Kegiatan mitigasi dapat dilakukan melalui: a.
Pelaksanaan penataan ruang
b.
Pengaturan pembangunan
c.
Pembangunan infrastruktur, tata bangunan
d.
Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern.
2.2.2.3 Kesiapsiagaaan (Preparedness) Kesiapsiagaan merupakan aktivitas-aktivitas dan langkahlangkah yang diambil sebelumnya untuk memastikan respons yang efektif terhadap dampak bahaya, termasuk dengan mengeluarkan peringatan dini yang tepat dan efektif dan dengan memindahkan penduduk dan harta benda untuk sementara dari lokasi yang terancam. Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Beberapa bentuk aktivitas kesiapsiagaan yang dapat dilakukan antara lain: a.
Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana
b.
Pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini
c.
Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar
9
d.
Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat
e.
Penyiapan lokasi evakuasi
f.
Penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur tentang tanggap darurat bencana
g.
Penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.
Mencakup
penyusunan
rencana
pengembangan
system
peringatan, pemeliharaan persediaan dan pelatihan personil. Mungkin juga merangkul langkah-langkah pencarian dan penyelamatan serta rencana evakuasi untuk daerah yang mungkin menghadapi risiko dari bencana berulang. Langkahlangkah kesiapan tersebut dilakukan sebelum peristiwa bencana terjadi dan ditujukan untuk meminimalkan korban jiwa, gangguan layanan, dan kerusakan saat bencana terjadi.