4 Bab 2 (revisi Pak Pri).doc

  • Uploaded by: Retno Ismawati
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 4 Bab 2 (revisi Pak Pri).doc as PDF for free.

More details

  • Words: 6,122
  • Pages: 28
8

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1

KESEHATAN GIGI Gigi merupakan bagian dari rongga mulut yang terdiri dua macam

jaringan. Jaringan yang bersifat keras terdiri dari email dan dentin, sedangkan jaringan yang bersifat lunak yaitu pulpa. Bagian gigi terdiri dari (Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2012:12) dan dapat dilihat pada Gambar 2.1: a.

Email adalah bagian paling luar dari gigi. Email berfungsi melindungi bagian-bagian dalam gigi dari rangsangan panas dan dingin.

b.

Dentin adalah bagian dalam sesudah email yang berwarna lebih kuning dari email. Pada dentin terdapat ujung-ujung syaraf yang berasal dari pulpa.

c.

Pulpa adalah tempat syaraf-syaraf, pembuluh darah dan pembuluh getah bening dari gigi yang memberi kehidupan pada gigi.

d.

Tulang rahang adalah tempat tertanamnya akar gigi.

e.

Sementum adalah bagian yang melapisi seluruh permukaan akar gigi.

f.

Jaringan periodontal (serat selubung akar gigi ) adalah serabut-serabut yang menyelubungi akar gigi yang melekat pada cementum dan alveolar. Gunanya untuk menahan tekanan agar tidak langsung mengenai tulang.

Gambar 2.1 Struktur Gigi Sumber : Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan (2012:11)

9

Pada manusia terdapat empat macam bentuk gigi yang memiliki fungsi masing-masing antara lain (Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2012:11): a.

Gigi seri adalah gigi yang berfungsi untuk memotong dan mengerat makanan atau benda lainnya. Makanan yang besar tidak langsung dikunyah tetapi dipotong dulu hingga dapat masuk ke rongga mulut. Makanan ini dipotong oleh gigi seri.

b.

Gigi taring adalah gigi yang berfungsi untuk mengoyak makanan atau benda lainnya. Beberapa makanan harus dicabik-cabik dulu sesudah dipotong, setelah itu dikunyah. Fungsi dari gigi taring untuk mencabik/ merobek makanan. Gigi Taring bentuknya lancip seperti paku.

c.

Gigi geraham kecil adalah gigi berfungsi menggilas dan mengunyah makanan atau benda lainnya.

d.

Gigi geraham adalah gigi yang melumat dan mengunyah makanan atau benda lainnya. Sebelum ditelan makanan harus digiling/dihaluskan. Fungsi dari gigi geraham adalah untuk menggiling/menghaluskan makanan. Gigi geraham mempunyai permukaan yang berlekuk.

Gigi Seri

Gigi Taring

Gigi Geraham Kecil

Gigi Geraham Besar

Gambar 2.2 Macam-Macam Bentuk Gigi Sumber : Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan (2012:11)

10

2.1.1

Fungsi Gigi Di bawah ini adalah beberapa fungsi gigi:

a.

Pengunyahan Gigi berfungsi untuk menghaluskan makanan agar lebih mudah ditelan

serta meringankan kerja proses pengunyahan didalam rongga mulut (Malik, 2008:6). Setelah makanan diproses menjadi lebih halus akan mempermudah proses penelanan. Selain itu juga dapat membantu proses pencernaan dilambung dan usus, sehingga beban lambung dan usus dalam mencerna makanan menjadi ringan (Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2012:10). b.

Berbicara Gigi berfungsi mengucapkan kata-kata dengan jelas (Direktorat Jenderal

Bina Upaya Kesehatan, 2012:10) salah satunya mengeluarkan bunyi ataupun huruf-huruf tertentu seperti huruf T,V,F,D dan S (Malik, 2008:6). c.

Estetik Gigi dan rahang dapat mempengaruhi senyum seseorang (Malik, 2008:13),

dengan adanya gigi yang rapi dan bersih maka senyum seseorang akan terlihat lebih menarik dan memiliki penampilan yang lebih baik. Selain itu bentuk rahang juga mempengaruhi bentuk wajah seseorang menjadi harmonis (Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2012:10). 2.1.2

Penyakit Gigi Di bawah ini adalah penyakit gigi yang dialami seseorang antara lain:

a.

Karies gigi Karies adalah kerusakan jaringan gigi hingga membentuk lubang.

Kerusakan ini ditandai dengan tumbuhnya bercak putih pada permukaan gigi, yang lama kelamaan membentuk lubang (Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2012:19). Lubang pada gigi terjadi karena luluhnya mineral atau demineralisasi akibat reaksi fermentasi karbohidrat meliputi sukrosa, fruktosa, dan glukosa sehingga sisa gula tersebut yang menempel pada gigi menyebabkan pH di dalam mulut menjadi asam (Mumpuni dan Pratiwi, 2013:10).

11

b.

Maloklusi Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang

menyimpang dari bentuk standar. Maloklusi dapat terjadi karena adanya kelainan gigi (dental), tulang rahang (skeletal), kombinasi gigi dan rahang (dentoskeletal) maupun karena kelainan otot-otot pengunyahan (muskuler) (Sulandjari, 2008:6). Maloklusi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada pengunyahan, bicara serta estetik. Gangguan pengunyahan yang terjadi yaitu dapat berupa rasa tidak nyaman saat mengunyah, terjadinya rasa nyeri dan mengakibatkan nyeri kepala dan leher. Pada gigi yang berjejal dapat mengakibatkan kesulitan dalam pembersihan (Sulandjari, 2008:11). c.

Penyakit Periodontal Cotti (2010:7) menyatakan bahwa penyakit periodontal adalah peradangan

dan juga perubahan resesif pada gingiva dan periodontium dan terjadinya infeksi yang disebabkan karena bakteri yang terdapat pada plak gigi. Penyakit periodontal mempengaruhi periodonsium atau jaringan di sekitar gigi. Salah satunya dapat menyebabkan gigi tanggal atau meningkatnya resiko serangan jantung atau stroke (Mumpuni&Pratiwi, 2013:10). 2.1.3

Penyebab Penyakit Gigi Penyakit gigi dapat mempengaruhi kualitas hidup dan menganggu aktifitas

sehari-hari. Salah satunya masalah gigi berlubang, dapat terjadi karena produksi asam laktat oleh bakteri sebagai hasil fermentasi karbohidrat, glukosa, dan sukrosa atau sisa gula/makanan mengandung gula yang menempel pada gigi (Mumpuni & Pratiwi, 2013:9). Penyakit gigi dapat timbul karena gaya hidup yang berpotensi membuat gigi mengalami kerusakan antara lain (Darmawan,2007:22): a.

Meletakan dan menggigit benda keras misalnya membuka botol dengan gigi.

b.

Membersihkan gigi dengan cara yang salah sehingga bagian gigi dapat terluka, misalnya menggosok terlalu kuat atau terlalu cepat.

c.

Jarang membersihkan gigi sehingga plak dan kuman bersarang di sela-sela gigi yang mengakibatak gigi berlubang atau karies gigi.

12

d.

Mengonsumsi makanan dan minuman dengan cara yang salah , misalnya makan atau minum makanan dengan suhu yang terlalu dingin atau terlalu panas.

e.

Minum kopi atau minuan beralkohol terlau banyak.

f.

Merokok, minum minuman keras, narkoba. Merokok dapat menyebabkan pewarnaan / stain pada gigi, nafas bau, gigi berlubang, penyakit gusi, kehilangan indera perasa, patahnya gigi dan kanker mulut.

2.1.4

Upaya Pencegahan Penyakit Gigi Penyakit gigi dapat dicegah dengan memelihara kesehatan gigi. Perilaku

pemeliharaan gigi dapat mepengaruhi kesehatan gigi. Menurut Duggal, dkk (2014:33), terdapat 4 unsur dalam pencegahan penyakit gigi, antara lain sebagai berikut: 1.

Kontrol Plak

2.

Pola Makan

3.

Fluoride

4.

Fissure Sealant Setiap unsur dapat dikombinasikan dalam rencana tindakan pencegahan

penyakit gigi antara lain menjadi: 1.

Pola Makan Makanan juga mempengaruhi kesehatan gigi secara langsung, pola makan

dianjurkan dengan tindakan mengurangi jumlah dan frekuensi konsumsi makanan yang mengandung gula (Duggal, dkk., 2014:27). Komponen pola makan yang harus diperhatikan adalah a)

Suhu yang terlalu ekstrem pada makanan akan memberi efek syok dan berpengaruh pada saraf. Rasa ngilu akan muncul ketika mengonsumsi makanan yang terlalu dingin, ataupun ketika mengonsumsi makanan yang terlalu panas akan membuat gigi rentan terhadap kerusakan (Darmawan, 2007:56).

b)

Jenis makanan yang dikonsumsi secara berlebihan dapat memicu kerusakan gigi adalah gula, cokelat, permen, makanan manis, dan camilan dari tepung. Makanan tersebut dapat menyisakan gula di sela-sela gigi

13

sehingga akan mengalami fermentasi yang menyebabkan demineralisasi pada gigi. 2.

Menyikat Gigi Kebiasaan baik menyikat gigi dengan tepat dan teratur dua kali sehari yaitu

pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit gigi (Duggal dkk, 2014:27). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyikat gigi antara lain: a) Cara menyikat gigi Menyikat gigi merupakan aktivitas membersihkan gigi dari sisa-sia makanan yang menempel, daerah yang perlu diperhatikan adalah bagian depan, bagian belakang, bagian luar dan bagian dalam (Erwana, 2013:20). Gerakan yang tepat untuk mebersihkan gigi antara lain: 1)

Untuk bagian depan sisi kanan dan kiri dengan cara memutar atau membuat bulatan

2)

Untuk bagian dalam bawah, sisi kanan dan kiri dengan cara dari bawah ke atas searah dengan susunan gigi

3)

Untuk bagian dalam bawah atas, sisi kanan dan kiri dengan cara menyikat dari atas ke bawah searah dengan susunan gigi

b)

Pemilihan sikat gigi Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan sikat gigi adalah

(Darmawan, 2007:38): 1)

Ukuran ideal kepala sikat gigi adalah 2,5 cm bagi dewasa dan 1,5 bagi anak-anak (Darmawan, 2007:38).

2)

Tekstur bulu sikat gigi yang tidak terlalu keras dan tidak terlalu halus. Bulu sikat gigi yang teralu keras akan merusak jaringan gigi, sedangkan bulu sikat gigi terlalu halus juga tidak maksimal dalam membersihkan gigi.

3)

Waktu pergantian sikat gigi yakni 3 bulan sekali.

c)

Frekuensi menyikat gigi 20—30 menit setelah makan merupakan masa yang rentan untuk

terjadinya kerusakan gigi. Duggal, dkk., (2014:31) menyatakan bahwa menyikat

14

gigi langsung setelah sarapan akan menyebabkan hilangnya mineral pada gigi karena enamel yang sedang lunak akibat paparan asam akan tergerus. Jadi,frekuensi menyikat gigi yang baik adalah dua kali sehari, pagi 30 menit setelah setelah sarapan pagi dan malam hari sebelum tidur (Maulani & Enterprise, 2007:27). d)

Jumlah pasta gigi yang digunakan Menurut Petersen dan Ogawa (2016:67) tindakan pencegahan yang

dilakukan dengan menggosok gigi menggunakan pasta gigi mengandung fluor sedikitnya 1000 ppm. Pasta gigi yang di gunakan untuk menyikat gigi setidaknya harus mengandung fluoride, berikut rekomendasi European Academy Paediatric Dentistry (EAPD) tentang penggunaan pasta gigi berflouride pada anak anak: Tabel 2.1 Rekomendasi European Academy Paediatric Dentistry (EAPD) Tentang Penggunaan Pasta Gigi Berflouride Pada Anak Anak Kelompok Usia Konsentrasi Penggunaan Banyaknya Penggunaan Flouride Perhari Perhari 6 bulan— <2 tahun 500 Dua Kali Sebesar Kacang Polong 2— <6 tahun 1000+ Dua Kali Sebesar Kacang Polong 6 tahun ke atas 1450 Dua Kali 1—2 cm Sumber : Duggal, dkk., (2014:30)

3.

Penggunaan Fluoride Duggal, dkk (2014: 29) mengungkapkan bahwa fluoride efektif untuk

mencegah perkembangan bercak timbulnya lubang pada gigi dan dapat menghentikan atau memperlambat proses karies dan meremineralisasi karies awal. Menurut Sariningsih (2014), penggunaan Fluoride dapat melalui beberapa cara antara lain fluoridasi air minum, pasta gigi berflouride dan pit and fissure sealant (menutup ceruk dan celah).

2.2

PROMOSI KESEHATAN Promosi kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan

masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo, 2012:35) . Selain itu, untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik mental, dan sosial, maka masyarakat harus mampu mengenal dan mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya

15

baik lingkungan fisik, sosial budaya, dan lain lain untuk menimbulkan perubahan perilaku. Maka dapat disimpulkan bahwa promosi kesehatan adalah tidak hanya mengaitkan diri pada peningkatan pengetahuan, sikap, dan praktik saja, tetapi juga meningkatkan atau memperbaiki lingkungan (baik fisik maupun non fisik) dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka (Notoatmodjo, 2010:25). Cakupan ruang lingkup promosi kesehatan dapat dilihat dari dua dimensi yakni : 1) dimensi aspek pelayanan kesehatan, dan 2) dimensi tatanan atau tempat pelaksanaan promosi kesehatan (Notoatmodjo, 2012:43-45). Pada ruang lingkup tingkat pelayanan kesehatan promosi kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five level of prevention) dari Leavel dan Clark. 1.

Promosi Kesehatan (Health Promotion) Pelayanan terhadap pemeliharaan kesehatan pada umumnya merupakn

salah satu bentuk (Health Promotion). Dalam tingkat ini dilakukan pendidikan kesehatan dalam rangka peningkatan gizi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan seperti penyediaan air rumah tangga yang baik, perbaikan cara pembuangan sampah, kotoran, air limbah, hygiene perorangan, rekreasi, sex education, persiapan memasuki kehidupan pra nikah dan persiapan menopause. 2.

Perlindungan Khusus (Specific Protection) Program imunisasi merupakan bentuk pelayanan perlindungan khusus.

Kesadaran masyarakat tentang pentingnya imunisasi sebagai perlindungan terhadap penyakit pada dirinya maupun anak-anaknya masih rendah maka perlu adana promosi kesehatan yang dapat berwujud pendidikan kesehatan. Contoh lainnya yaitu penggunaan kondom untuk mencegah penularan HIV/AIDS, penggunaan sarung tangan dan masker saat bekerja sebagai tenaga kesehatan.

3.

Diagnosis Dini dan Pengobatan Segera (Early Diagnosis And Prompt Treatment) Agar masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan yang layak maka

diperlukan promosi kesehatan. Promosi kesehatan dilakukan untuk menanggulangi rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap

16

kesehatan dan penyakit sehingga penyakit-penyakit yang terjadi di masyarakat dapat dideteksi sedini mungkin dan masyarakat berkenan diperiksa dan diobati penyakitnya. Sebagai contoh: pemeriksaan pap smear, pemeriksaan IVA, dan sadari merupakan salah satu cara deteksi dini penyakit kanker. Bila dengan deteksi ini ditemui kelainan maka segera dilakukan pemeriksaan diagnostic untuk memastikan diagnosa seperti pemeriksaan biopsy, USG atau mamografi atau kolposcopy. Tujuan utama dari usaha ini adalah: a)

Pengobatan yang setepat-tepatnya dan secepat-cepatnya dari setiap jenis penyakit sehingga tercapai penyembuhan yang sempurna dan segera.

b)

Pencegahan penularan kepada orang lain, bila penyakitnya menular.

c)

Mencegah terjadinya kecacatan yang diakibatkan sesuatu penyakit.

4.

Pembatasan Cacat (Disability Limitation) Kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan

penyakit, akan mengakibatkan masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya sampai tuntas, yakni tidak melakukan pemeriksaan dan pengobatan yang lengkap terhadap penyakitnya. Pengobatan yang tidak layak dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan cacat atau ketidak mampuan. Oleh karena itu, pendidikan kesehatan juga diperlukan pada tahap ini. 5.

Rehabilitasi (Rehabilitation) Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, seseorang dapat memiliki

keterbatasan tertentu pula. Untuk memulihkan kondisi tersebut diperlukan latihan tertentu. Namun apabila seseorang tersebut kurang pengertian dan kesadaran maka ia akan segan melakukan latihan-latihan yang dianjurkan. Selain itu keterbatasan seseorang yang muncul setelah sembuh dari penyakit, dapat memunculkan rasa malu untuk kembali ke masyarakat atau masyarakat tidak mau menerima seseorang dengan keterbatasan sebagai anggota masyarakat yang normal. Oleh sebab itu pendidikan kesehatan diperlukan bukan saja untuk orang tersebut, tetapi juga perlu pendidikan kesehatan pada masyarakat. Berdasarkan dimensi tatanan atau tempat pelaksanaan promosi kesehatan, maka ruang lingkup promosi kesehatan dapat dikelompokkan menjadi a)

Promosi kesehatan pada tatanan keluarga (rumah tangga)

17

b)

Promosi kesehatan pada tatanan sekolah

c)

Promosi kesehatan di tempat kerja

d)

Promosi kesehatan di tempat-tempat umum

e)

Promosi kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan

2.2.1

Promosi Kesehatan di Sekolah Sekolah merupakan tempat utama individu mengikuti proses pendidikan

formal untuk menambah pengetahuan dan mengasah keterampilan sebagai bekal kehidupannya di kemudian hari (Notoatmodjo, 2012:44). Lingkungan sekolah adalah tatanan yang dapat melindungi peserta didik dan staf sekolah dari kecelakaan dan penyakit serta dapat meningkatkan kegiatan pencegahan dan mengembangkan sikap terhadap faktor resiko yang dapat menyebabkan penyakit. Maka promosi kesehatan di sekolah merupakan sebuah program kesehatan yang dirancang dalam upaya untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, praktik, dan memperbaiki lingkungan yang berada di sekolah baik lingkungan fisik maupun non fisik yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan murid, guru, dan semua individu yang berada di sekolah (Notoatmodjo, 2012:44). Sekolah menempati kedudukan strategis dalam upaya promosi kesehatan, karena : a)

Sebagian besar anak-anak usia 5-19 tahun terpajan dengan lembaga pendidikan dalam jangka waktu yang cukup lama (taman kanak-kanak sampai sekolah lanjutan atas) (Notoatmodjo, 2010).

b)

Sekolah mendukung pertumbuhan dan perkembangan alamiah seorang anak, sebab di sekolah seorang anak bisa mempelajari berbagai pengetahuan, termasuk kesehatan, sebagai bekal kehidupannya kelak.

2.3

METODE DAN TEKNIK PROMOSI KESEHATAN Menurut Notoatmodjo (2010:284) mengungkapkan bahwa

promosi/pendidikan kesehatan memberi dampak perubahan perilaku yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktornya adalah metode, dimana dalam sebuah metode penyampaian pesan/materi promosi kesehatan dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Efektivitas dan efisiensi proses penyampaian

18

pesan/materi dipengaruhi oleh ketepatan dan kesesuai metode yang digunakan (Maulana, 2013:160). Dalam memilih metode kelompok, harus mengingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal dari sasaran (Notoatmodjo, 2010:284). Efektivitas suatu metode akan tergantung pada besarnya sasaran (Maulana, 2013:160). Sasaran yang dimaksud kelompok besar disini adalah apabila peserta penyuluhan lebih dari 15 orang. Salah satu metode untuk sasaran berbentuk kelompok yang dapat digunakan adalah metode curah pendapat atau brainstorming, dimana metode ini dapat digunakan pada kelompok kecil yang peserta kegiataan kurang dari 15 orang (Notoatmodjo, 2010:287). Berdasarkan Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan/Pusdik (2016:66), metode-metode promosi kesehatan antara lain sebagai berikut (Notoatmodjo, 2012b:54-56): 1)

Diskusi Kelompok Metode ini mendorong penerima informasi berpikir kritis,

mengekspresikan pendapatnya secara bebas, menyumbangkan pikirannya untuk memecahkan masalah bersama, mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang seksama (Notoatmodjo, 2012b:54). Metode yang dilaksanakan dalam bentuk diskusi antara pemberi dan penerima informasi, untuk mengatasi masalah (Pusdik SDM Kesehatan, 2016:66). Dalam diskusi kelompok, Pimpinan diskusi juga duduk di antara peserta sehingga tidak menimbulkan kesan yang lebih tinggi. Dengan kata lain mereka harus merasa dalam taraf yang sama sehingga tiap anggota kelompok mempunyai kebebasan/keterbukaan untuk mengeluarkan pendapat (Notoatmodjo, 2012b:54). Agar terjadi diskusi yang hidup maka pemimpin kelompok harus mengarahkan dan mengatur sedemikian rupa sehingga semua orang dapat kesempatan berbicara, sehingga tidak menimbulkan dominasi dari salah seorang peserta. Kelebihannya metode diskusi sebagai berikut (Notoatmodjo, 2012b:54): a)

Memberikan kesempatan untuk saling mengutarakan pendapat diantara peserta.

19

b)

Pendekatan bersifat demokratis dalam menyampaikan pendapat atau

c) d) e)

gagasan. Dapat mendorong rasa persatuan diantara para peserta. Dapat memperluas pandangan tiap peserta. Dapat membantu mengembangkan kepemimpinan kelompok. Kelemahan metode diskusi sebagai berikut (Pusdik SDM Kesehatan,

2016:66): a)

Tidak dapat dipakai dalam kelompok yang besar.

b)

Peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas.

c)

Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara.

d)

Biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal.

e)

Dalam pelaksanaan kegiatan membutuhkan pimpinan diskusi yang terampil agar tidak menyimpang dari topik yang akan dibicarakan.

f)

Diskusi dapat menyimpang dari alur/topik yang dibicarakan.

g)

Kemungkinan akan dapat dikuasi oleh orang-orang yang pintar dalam berbicara.

2)

Brainstorming Metode Brainstorming merupakan modifikasi dari metode diskusi

kelompok. Maulana (2013:166-167) mengemukakan bahwa metode Brainstorming adalah metode ketika kelompok diberikan satu masalah kemudian tiap anggota kelompok mengusulkan/mengungkapkan dengan cepat semua kemungkinan atau tanggapan yang dipikirkan untuk pemecahan suatu masalah atau kondisi tertentu. Beck (2015:1), menjelaskan bahwa metode brainstorming dimaksudkan untuk merangsang otak untuk berpikir dan mendorong seseorang menghasilkan pemikiran yang spontanitas, orisinalitas, dan logis. Metode brainstorming dapat digunakan untuk mencari kemungkinan dalam pemecahan masalah/solusi karena memiliki keunggulan antara lain (Maulana, 2013:167): 1.

Memunculkan pendapat baru.

2.

Merangsang partisipasi semua anggota kelompok untuk berpendapat.

3.

Menghasilkan rantai reaksi dalam berpendapat.

4.

Tidak menyita banyak waktu.

5.

Hanya sedikit peralatan yang diperlukan.

20

6.

Menciptakan suasana yang menyenangkan dalam kelompok. Sebelum memulai brainstorming, yang perlu dipersiapkan antara lain

sebagai berikut (Beck, 2015:1): 1.

Fasilitator.

2.

Peserta.

3.

Alat tulis untuk mencatat ide atau tanggapan.

4.

Media untuk mmenampilkan pertanyaan atau pernyataan.

5.

Ruangan atau taman.

6.

Waktu minimum 20-45 menit. Berikut langkah–langkah penerapan brainstorming (Beck, 2015:2-4):

1.

Persiapan

a.

Menentukan pertanyaan atau masalah untuk brainstorming, memastikan bahwa itu adalah tepat menantang, provokatif dan relevan bagi para peserta.

b.

Mengatur posisi atau membagi kelompok.

c.

Peserta diundang untuk memberikan pemikiran sebanyak­banyaknya agar  kreativitas peserta tidak terhambat. 

2.

Pelaksanaan

a.

Mulai dengan ice breaking singkat.

b.

Menjelaskan dan menginstruksikan peraturan dalam mengungkapkan ide atau tanggapan. Semua tanggapan yang masuk ditampung, ditulis dan tidak  dikritik.

c.

Menunjukkan pernyataan masalah dengan flipchart atau proyektor. Jauhkan pertanyaan terlihat sepanjang sesi, dan menjaga suasana agar terfokus pada topik bahasan.

d.

Mulai dengan mendorong individu untuk menemukan ide atau pikiran. Langkah ini membantu untuk tiap anggota kelompok untuk berpartisipasi dan mengungkapkan gagasan atau tanggapan. Setiap anggota kelompok menuliskan gagasan disebuah kertas yang disediakan. Memberikan waktu kepada peserta untuk menulis gagasan dan tanggapan satu kertas tiap kelompok.

21

e.

Mengumpulkan dan membaca semua dari setiap kelompok.

f.

Peserta didik diminta agar mengungkapkan pikiran atau ide dari permasalahan yang sudah ditunjukan dan tidak ada yang diperbolehkan untuk mengkritik.

g.

Semua saran dan masukan peserta ditulis. Langkah selanjutnya  mengklasifikasikan berdasarkan kriteria yang dibuat dan disepakati oleh  kelompok. Klasifikasi bisa berdasarkan struktur/faktor­faktor lain.

h.

Kelompok secara bersama melihat kembali saran yang telah  diklasifikasikan. Setiap saran diuji relevansinya dengan permasalahannya.  Apabila terdapat sumbang saran yang sama diambil salah satunya dan  sumbang saran yang tidak relevan bisa dicoret.

3.

Tindak lanjut Mengulang kembali tentang apa yang telah dipelajari dengan ide-ide yang

telah dikumpulkan. Kelompok beserta peserta lain mencoba menyimpulkan butirbutir alternatif pemecahan masalah yang disetujui. Setelah semua direlevansi, maka diambil kesepakatan terakhir cara pemecahan masalah yang dianggap paling tepat. 3)

Bola Salju (Snow Balling) Metode dimana kesepakatan akan didapat dari pemecahan menjadi

kelompok yang lebih kecil, kemudian bergabung dengan kelompok yang lebih besar (Pusdik SDM Kesehatan, 2016:67). Kelompok dibagi dalam pasangan (1 pasang 2 orang) dan kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah. Setelah lebih kurang 5 menit maka tiap 2 pasang bergabung menjadi satu dan tiap kelompok tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya (Notoatmodjo, 2012b:55). Kemudian tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya, demikian seterusnya sehingga akhirnya akan terjadi diskusi seluruh anggota kelompok. b.

Kelebihannya dari metode snowballing sebagai berikut: Dalam metode ini peserta didik melakukan aktivitas membaca dan pencarian informasi.

22

c.

Penggunaan metode snowballing mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap peningkatan kualitas pembelajaran peserta didik. Karena melalui metode diskusi model snowballing terjadi interaksi peserta didik dengan pengajar, sehingga proses belajar mengajar berjalan efektif dan respon peserta didik dalam memecahkan masalah baik yang diajukan peserta didik ataupun oleh pengajar sangat nampak ketika belajar dengan metode

d.

snowballing. Peserta didik terlihat aktif menjawab pertanyaan serta mempertanyakan

a.

kembali masalah yang dibahasnya sedetail mungkin. Kelemahan dari metode snowballing sebagai berikut: Materi-materi yang bersifat faktual, yang jawabannya sudah ada di dalam

b.

buku teks mungkin tidak tepat diajarkan dengan strategi ini. Kelas jelas lebih riuh, ramai, dan agak kacau-balau pada kegiatan pembelajarannya dibandingkan dengan kelas yang kegiatan belajarnya konvensional saja.

4)

Kelompok-kelompok Kecil (Buzz Group) Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil (buzz

group) yang kemudian diberi suatu permasalahan yang sama atau tidak sama dengan kelompok lain, Masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya hasil dan tiap kelompok didiskusikan kembali dan dicari kesimpulannya. Kelebihan metode Buzz Group sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. h.

Mendorong peserta yang malu-malu. Menciptakan suasana yang menyenangkan. Memungkinkan pembagian tugas kepemimpinan. Menghemat waktu. Memupuk kepemimpinan. Memungkinkan pengumpulan pendapat. Dapat dipakai bersama metode lainnya. Memberi variasi. Kelemahan metode Buzz Group sebagai berikut:

b.

Terjadi kelompok yang terdiri dari orang yang tidak tahu apa-apa.

c.

Memerlukan waktu yang panjang, terutama bila terjadi hal-hal yang bersifat negatif.

23

d.

Perlu belajar apabila ingin memperoleh hasil yang maksimal.

e.

Kemungkinan mendapatkan pemimpin yang lemah.

f.

Laporan hasil diskusi kemungkinan tidak tersusun dengan baik.

5)

Role Play (Memainkan Peranan) Dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang

peran tertentu untuk memainkan peranan, misalnya sebagai dokter Puskesmas, sebagai perawat atau bidan, dan sebagainya, sedangkan anggota yang lain sebagai pasien atau anggota masyarakat. Mereka memperagakan, misalnya bagaimana interaksi atau berkomunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas. Kelebihan metode Role Play sebagai berikut: a. b. c. d. e. f.

Dapat menarik perhatian peserta. Dapat dipahami pada kelompok besar maupun kecil. Dapat lebih membantu peserta untuk menganalisa situasi. Menambah rasa percaya diri pada peserta tersebut. Membatu peserta dalam menyelami suatu permasalahan. Membantu peserta untuk mendapatkan pengalaman yang ada pada pikiran

g.

orang lain. Membangkitkan minat peserta untuk memecahkan masalah.

a. b. c.

Kelemahan metode Role Play sebagai berikut: Banyak peserta yang tidak dapat memerankan sesuatu. Terbatas hanya kepada beberapa situasi saja. Kemungkinan masalah disatukan dengan pemerannya.

6)

Permainan Simulasi (Simulation Game) Metode ini merupakan gabungan antara role play dengan diskusi

kelompok. Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam beberapa bentuk permainan seperti permainan monopoli. Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli, dengan menggunakan dadu, gaco (petunjuk arah), selain beberan atau papan main. Beberapa orang menjadi pemain, dan sebagian lagi berperan sebagai narasumber. Kelebihan metode Permainan Simulasi sebagai berikut: a.

Simulasi dijadikan sebagai bekal dalam menghadapi situasi yang sebenarnya, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun menghadapi dunia kerja.

24

b.

Simulasi dapat mengembangkan kreatifitas siswa, karena melalui simulasi siswa diberi kesempatan untuk memainkan peran sesuai dengan topik yang

c. d.

disimulasikan. Simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri siswa. Memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan untuk

e.

menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis. Simulasi dapat meningkatkan gairah siswa dalam proses pembelajaran. Kelemahan metode Permainan Simulasi sebagai berikut:

a.

Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan sesuai dengan kenyataan di lapangan.

b.

Pengelolaan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebagai alat hiburan, sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan.

c.

Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering mempengaruhi siswa dalam melakukan simulasi Metode brainstroming memiliki beberapa kemiripan dengan pendekatan

saintifik. Dalam pendekatan saintifik ada beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan, untuk lebih jelasnya dipaparkan sebagai berikut: a.

Model Pembelajaran Inquiry Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan

secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga dapat merumuskan sendiri penemuannya (Musfiqon & Nurdyansyah, 2015:145). Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung sehingga pembelajaran inkuiri memfokuskan kepada proses mencari dan menemukan. Peran siswa dalam pembelajaran ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. b.

Model Pembelajaran Discovery Learning Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri

(inquiry), pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui (Musfiqon & Nurdyansyah, 2015:146). Perbedaannya discovery dengan inquiry ialah bahwa pada discovery masalah yang ditunjukan merupakan semacam masalah yang direkayasa, sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga harus

25

mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilan untuk mendapatkan temuantemuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian. c.

Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pembelajaran berbasis masalah/Pembelajaran Problem Based Learning

adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar (Musfiqon & Nurdyansyah, 2015:41). Dalam penerapan PBL, peserta didik dibentuk dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata agar dapat menambah keterampilan peserta didik, mahir dalam memecahkan masalah dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim untuk menyelesaikan masalah secara kelompok.

d.

Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) Model pembelajaran yang menggunakan proyek atau kegiatan sebagai

media pembelajaran (Musfiqon & Nurdyansyah, 2015:132-133). Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan mencari informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Pembelajaran Berbasis Proyek memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan cara melakukan eksperimen secara kolaboratif (Musfiqon & Nurdyansyah, 2015:132). Model Pembelajaran Berbasis Proyek memerlukan banyak waktu yang harus disediakan untuk menyelesaikan permasalahan sehingga menuntut Banyaknya peralatan yang harus disediakan, sehingga kebutuhan sumber daya menjadi meningkat. Berdasarkan pemaparan model-model pembelajaran tersebut, metode Brainstorming dapat diterapkan dalam promosi kesehatan di sekolah karena mempunyai beberapa indikator yang sama dengan model pembelajaran saintifik. Untuk lebih mudah membedakan model pembelajaran berikut persamaan dan perbedaan masing masing model. Tabel 2.2 Persamaan dan Perbedaan Model Pembelajaran dengan Brainstorming Model No Indikator I D PBL PjBL 1 Sumber Mandiri Mandiri Mandiri Mandiri

B Mandiri

26 Belajar 2.

Jenis Tugas

Kelompok besar / kecil

3

Konten permasalahan yang diangkat

4

Tujuan Utama

5 6 7

Biaya dan peralatan yang dibutuhkan Peran Fasilitator Teknis dan sistematika

Kelompok besar / kecil

Kelompok besar / kecil

Masalah yang sudah ada

Masalah baru

Masalah yang sudah ada

Masalah baru

Berfikir kritis

Berfikir kreatif dan inovatif

Berfikir kritis

Berfikir kreatif dan inovatif

Sedikit

Lebih Banyak

Sedikit

Lebih Banyak

Sedikit

Moderator

Pembimbing

Moderator

Pembimbing

Moderator

Diarahkan Moderator

Peserta bebas bereksperimen

Diarahkan Moderator

Peserta bebas bereksperimen

Diarahkan Moderator

Kelompok besar / kecil

Kelompok kecil Masalah yang sudah atau Masalah baru Berfikir kritis, kreatif dan inovatif

Keterangan: I = Inquiry Learning D = Discovery Learning PBL = Problem Based Learning PjBL = Project Based Learning B = Brainstorming

2.4

KONSEP PENGETAHUAN Notoatmodjo (2010:50) mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan

hasil dari tahu, dan terjadi jika seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Individu memiliki pengetahuan yang dapat mendorong atau menghambat kemampuan untuk berperilaku (WHO, 2008:15). Pengetahuan merupakan kognitif yang paling rendah namun sangat penting karena dapat membentuk perilaku seseorang (Bloom dalam Notoatmodjo, 2010:50). Penyataan ini sejalan dengan Fitriani (2011:129) yang mengemukakan bahwa pengetahuan mendasari sebuah perubahan perilaku setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Notoatmodjo (2010:5052) mengemukakan bahwa pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkatan yaitu: 1.

Tahu (Know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall), terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari

27

atau rangsangan yang telah diterima. Untuk mengukur tingkat pengetahuan dapat dilakukan beberapa hal seperti menyebutkan, mendefinisikan, dan menyatakan. 2.

Memahami (Comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat mengintrepretasikan materi tersebut secara benar kemudian dapat menjelaskan, menyebutkan, menyimpulkan terhadap objek yang dipelajari

3.

Aplikasi (Application), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya.

4.

Analisis (Analysis), adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan/memaparkan materi atau obyek ke dalam komponenkomponen tetapi di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan berkaitannya satu sama lain.

5.

Sintesis (Synthetis), menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk menuyusun atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru.

6.

Evaluasi (Evaluation), adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih lama melekat daripada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Maulana, 2013:194). Proses pembentukan perilaku yang didasari dengan pengetahuan dipengaruhi faktor – faktor sebagai berikut (Notoatmodjo, 2012:5-13): 1.

Umur Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan didalam penyelidikan

epidemiplogi angka kesakitan maupun kematian hampir semua menunjukkan hubungan dengan umur. Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik. 2.

Pendidikan

28

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup dengan tujuan agar terjadi perubahan perilaku yaitu dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi maka orang tersebut semakin luas pengetahuannya. 3.

Pekerjaan Pekerjaan merupakan suatu kegiatan atau aktivitas seseorang untuk

memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pekerjaan/karyawan adalah mereka yang bekerja pada orang lain atau institusi, kantor, perusahaan dengan upah dan gaji baik berupa uang maupun barang. 4.

Sumber Informasi Sumber informasi adalah data yang diproses kedalam suatu bentuk yang

mempunyai arti sebagai sipenerima dan mempunyai nilai nyata dan terasa bagi keputusan saat itu. Media yang digunakan sebagai sumber informasi adalah sebagai berikut: 1.

Media Cetak

2.

Media Elektronik

3.

Petugas kesehatan Informasi yang diperoleh dari pendidikan formal maupun non formal dapat

memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi berbagai bentuk media massa seperti radio, televisi, surat kabar, majalah yang mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan semua orang. Pengetahuan mencakup lebih kompleks tentang dinamika psikologis dan sosial (WHO, 2008:27). Dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan unsur untuk terbentuknya tindakan seseorang dalam menentukan sikap dan tindakan

29

individu melalui proses pembentukan perilaku yang didasari dengan pengetahuan dipengaruhi oleh faktor-faktor pendorong. Notoatmodjo (2010:56) menyatakan bahwa pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden. Dalam mengukur tingkat pengetahuan harus diperhatikan rumusan kalimat pertanyaan menurut tahapan pengetahuan.

2.5

KONSEP SIKAP Menurut Notoatmodjo (2010:52) sikap adalah suatu respon tertutup

seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu. Sikap merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku kesediaan atau niat untuk bertindak namun belum sepenuhnya melaksanakan. Dapat dilihat pada Gambar 2.3 sebagai berikut:

Stimulus Rangsangan

Proses Stimulus

Reaksi Tingkah Laku (Terbuka)

Reaksi Tertutup (Sikap) Gambar 2.3 Hubungan Sikap dan Perilaku (Sumber: Notoatmodjo, 2010:53)

Sikap terdiri dari empat tingkatan diantaranya (Notoatmodjo, 2010:54). 1.

Menerima (Receiving) Menerima berarti bahwa seseorang (objek) menerima dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

2.

Merespon (Responding) Merespon diartikan usaha memberikan jawaban apabila ditanya menjawab, melaksanakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan atau memberikan tanggapan terhadap objek yang dihadapi.

3.

Menghargai (Valuing)

30

Menghargai berarti memberikan penilaian secara positif kepada orang lain atau mengajak orang lain untuk mengerjakan, melaksanakan atau mendiskusikan suatu masalah. 4.

Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab diartikan menerima resiko dengan pilihan dan keyakinan yang telah diambil. Sikap terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami individu berupa

kontak sosial antar individu dan hubungan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis sekitarnya sehingga menimbulkan pola-pola cara untuk berfikir setelah memperoleh pengetahuan, pendidikan yang memengaruhi tindakan individu (Maulana, 2013:197-198). Untuk mengidentifikasi faktor penentu perilaku, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi sikap yang mendorong atau menghambat kemampuan individu dan alasan untuk bersikap (WHO, 2008:15). Menurut Azwar (2009:30-38) sikap dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1.

Pengalaman Pribadi Apa yang telah dialami dan sedang dialam akan ikut membentuk dan mempengaruhi sikap terhadap stimulus sosial.

2.

Pengaruh orang lain yang dianggap penting Individu memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang lain yang dianghap penting misalnya orang tua, guru, dan teman sebaya.

3.

Pengaruh Kebudayaan Kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah.

4.

Media Massa Media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang

5.

Lembaga Pendidikan dan Agama Konsep moral dalam lembaga pendidikan dam agama menjadi dasar indivis untuk membentuk suatu sikap

6.

Emosional

31

Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai penyalur frustasi atau epengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap mencakup penilaian emosional atau afektif, kognitif dan konatif seperti rasa percaya diri dan kepekaan mereka terhadap tekanan teman sebaya (WHO, 2008:27). Sikap diartikan sebagai respon terhadap objek lingkungan maupun stimulus sosial yang diperoleh berdasarkan pengetahuan pikiran, keyakinan dan emosional untuk membentuk perubahan perilaku. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dengan mengajukan pertanyaan yang menggunakan skala Likert (Riyanto & Budiman, 2013:18). Dalam skala Likert, dengan memberikan pendapat menggunakan kata “setuju” atau “tidak setuju” (Notoadmodjo, 2010:59).

2.6

KONSEP PERILAKU Perilaku merupakan semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang

dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak lain (Notoatmodjo, 2010:46). Semua makhluk hidup termasuk manusia memiliki aktivitas masing-masing, aktivitas tersebut dapat diamati orang lain dan tidak dapat diamati orang lain. Perilaku dipengaruhi salah satu repon yakni Operant Respons. Operant Respons merupakan respon yang muncul dan berkembang akibat adanya rangsangan, rangsangan tersebut yang memperkuat terjadinya perilaku (Niman, 2017:32). Perilaku seseorang atau subjek dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor yang menentukan atau mempengaruhi perilaku disebut determinan. Determinan perilaku meliputi faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda. Menurut Lawrence Green dalam buku Notoadmodjo (2010:59-60) perilaku manusia dari tingkat kesehatan terbentuk dari 3 faktor yaitu : 1.

Faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara

32

lain pengetahuan, sikap, status sosial ekonomi, pendidikan, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi. 2.

Faktor pemungkin (enabling factors), yaitu faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan antara lain prasarana dan sarana serta sumber daya.

3.

Faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors), faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku misalnya dengan adanya contoh dari para tokoh masyarakat yang menjadi panutan. Perubahan perilaku diidentifikasi berdasarkan pengetahuan, sikap, dan

proses terbentuknya perilaku (WHO, 2008:12). Menurut penelitian yang dilakukan Roger (dalam Maulana, 2013:195), proses perubahan perilaku didasari oleh pengetahuan, maka sebelum orang mengadopsi perilaku baru akan melalui proses antara lain: 1.

Awareness (Kesadaran), yakni individu menyadari atau mengetahui adanya stimulus/objek

2.

Interest, yakni individu tertarik pada stimulus

2.

Evaluation, yakni mempertimbangkan baik tidaknya sebuah stimulus

3.

Trial, individu mencoba melakukan perilaku baru

4.

Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus Setelah individu mengetahui stimulus dan memberikan penilaian atau

pendata terhadap stimulus selanjutnya individu akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahuinya dan disikapinya (dinilai baik) (Maulana, 2013:194). Menurut Notoadmodjo (2010:59), suatu perilaku dapat dapat diukur melalui dua cara, yakni secara langsung, maupun tidak langsung. Pengukuran yang paling baik adalah secara langsung, yakni dengan melakukan pengamatan (observasi) terhadap tindakan subjek. Sedangkan pengukuran secara tidak langsung dapat dilakukan dengan metode mengingat kembali (recall). Metode ini menggunakan bentuk pertanyaan tentang apa saja yang telah dilakukan oleh subjek.

33

2. 7

PERKEMBANGAN ANAK Kisaran usia anak yang mulai bersekolah dasar di Indonesia berada di

antara enam atau tujuh tahun sampai dua belas tahun. Sedangkan rentangan usia sembilan sampai dua belas tahun merupakan perkembangan masa pertengahan dan akhir anak (Allen & Marotz, 2010:194). Pada masa pertengahan dan akhir ini ditandai dengan terjadinya perkembangan fisik, motorik, kognitif, dan psikososial anak antara lain: a.

Perkembangan Fisik Perkembangan fisik pada anak meliputi peningkatan berat badan,

peningkatan tinggi badan, peningkatan fungsi organ tubuh. Peningkatan berat badan anak selama masa ini terjadi terutama karena bertambahnya ukuran sistem rangka dan otot, serta ukuran beberapa organ tubuh misalnya ukuran otak yang bertambah (Allen & Marotz, 2010:196). Kecepatan pertumbuhan masing-masing bagian tubuh berbeda-beda. b.

Perkembangan Motorik Perkembangan motorik pada usia ini meliputi peningkatan kemampuan

dalam berlari, meloncat, memanjat, berolah raga, berkreasi dan percaya diri (Budiman, 2010:197). Untuk memperhalus keterampilan-keterampilan motorik, anak-anak terus melakukan berbagai aktifitas fisik yang terkadang bersifat informal dalam bentuk permainan atau dalam bentuk karya seni(Allen & Marotz, 2010:196). Fase perkembangan motoric ditandai dengan semakin meningkatnya ketrampilan motorik halus. Di samping itu, anak-anak juga melibatkan diri dalam aktifitas permainan olahraga yang bersifat formal seperti senam, berenang, dan lain-lain. c.

Perkembangan Kognitif Kemampuan kognitif mengalami perkembangan yang pesat, karena

dengan masuk sekolah, anak-anak mengembangkan kemampuannya untuk membuat penalaran lebih berdasarkan logika (Allen & Marotz, 2010:207). Pola berfikir tidak terlalu konkret, melainkan lebih kreatif (Allen & Marotz, 2010:198). Pemikiran anak-anak terbatas pada hal-hal yang ada hubungannya dengan sesuatu yang konkret, suatu realitas secara fisik, benda-benda yang benar-benar nyata. Pemikiran yang dilakukaan anak-anak juga berdasarkan ingatan. Dalam kegiatan

34

belajar menggunakan metode hands-on learning dan menggunakan ketrampilan membaca dan menulis untuk kegiatan non akademis serta menunjukkan pemahaman yang lebih baik mengenai hukum sebab akibat (Allen & Marotz, 2010:199). d.

Perkembangan Psikososial Perkembangan psikososial ditandai dengan memahami dirinya yakni dapat

memilah apa yang baik, maupun memecahkan masalahnya sendiri (Allen & Marotz, 2010:198). Dalam lingkup pergaulan, anak sekolah dasar akan bersosialisasi dengan kelompok sebaya, belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajarai olah raga (Allen & Marotz, 2010:208-209). Dalam fase ini anak-anak lebih mengahiskan waktu bersama teman-temannya. Perkembangan psikososial ditunjukkan dengan munculnya sikap sebagai reaksi terhadap suatu kejadian (Budiman, 2010:7-8). Hal tersebut ditandai dengan mulai terbentuknya penalaran moral, ketegasan dalam peraturan dan aturan permainan (Allen & Marotz, 2010:208-209). Anak-anak dapat mengungkapkan perasaan dan emosinya melalui kata-kata dan dapat mengenali sebuah kalimat yang tata bahasanya tidak tepat. Hal-hal demikian menandakan bahwa dapat diterapkan metode promosi kesehatan yang memungkinkan anak untuk bekerja sama atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi.

2.8 KERANGKA TEORI Kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Promosi Kesehatan Metode Ceramah Seminar

Pengetahuan

Media

35

Diskusi Kelompok

Cetak Sikap

Curah Pendapat/ Brainstorming

Audio Audio Visual

Snow Ball

Perilaku

Role Play Gambar 2.4 Skema Kerangka Teori

Keterangan : = diteliti = tidak diteliti

Related Documents

Bab 4 Pristek Revisi
August 2019 33
Revisi Bab 2
May 2020 16
Bab 2 Inovasi Revisi
October 2019 26
Revisi Pak Novel.docx
December 2019 24
Bab 1 Revisi 4.docx
April 2020 11

More Documents from "RegitaAP"