BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Keluarga dalam lingkup praktik keperawatan komunitas dipandang sebagai unit dasar dalam sebuah masyarakat. Keluarga memiliki peranan penting bagi kesehatan individu, dimana masing-masing anggota keluarga saling memiliki ketergantungan guna meningkatkan dan menjaga kesehatannya. Untuk meningkatan kesehatan individu atau keluarga maka dapat ditunjang dengan adanya pendidikan kesehatan, yang bisa di dapat dari tenaga kesehatan. Pendidikan kesehatan merupakan upaya penyampaian pesan terhadap tingkatan yang memiliki tujuan akhir terjadinya perilaku. Pendidikan kesehatan akan lebih efektif jika dilakukan dilakukan pada usia anak-anak. Karena, masa kanakkanak adalah masa kritis untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman serta perilaku baru. Masa ini penting untuk mengenalkan anak tentang perilaku yang baik, terutama perilaku kesehatan. Anak yang mendapatkan pendidikan kesehatan sedini mungkin akan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik serta akan merubah perilakunya menjadi lebih terarah. Pendidikan kesehatan juga akan efektif jika diberikan kepada keluarga secara langsung. Karena keluarga sebagai guru terbaik yang lebih sering menemani saat dirumah (Dewi, 2015). Pengkajian yang dilakukan pada keluarga Tn.Y yang berada pada tahap perkembangan keluarga dengan lansia didapatkan hasil bahwa klien mempunyai keluhan hipertensi. Berdasarkan keterangan yang didapatkan dari klien, sulit untuk mengontrol gaya hidupnya, seperti merokok dan minum kopi. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya promotif dalam mengelola tekanan darah pada Tn. Y. Hasil pemeriksaan tekanan darah pada Tn.Y menunjukkan hasil tekanan darah yang tinggi, yaitu 200/100 mmHg. Tn.Y mengatakan bahwa ia jarang melakukan pemeriksaan atau kontrol tekanan darah ke pelayanan kesehatan. Klien akan pergi ke puskesmas jika merasa kepala sangat sakit. Berdasarkan hasil wawancara, Tn.Y mengatakan bahwa sehari-harinya beliau minum kopi 2-4 gelas setiap hari, dan merokok serta merasa kondisi tubuhnya baik-baik saja. Perawat sebagai profesional kesehatan bertanggung jawab untuk melakukan upaya promotif-preventif dan mengupayakan perkembangan kesehatan keluarga dengan menggunakan program pendidikan dan kesehatan untuk mengatasi kerentanan yang membahayakan. Oleh karena itu, sangat penting bagi perawat untuk melakukan praktik pendidikan kesehatan keluarga sebagai upaya promotif dan preventif untuk mendukung kesehatan keluarga menjadi lebih baik. 1
1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan keluarga pada keluarga dengan lansia.
1.2.2 Tujuan Khusus a. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan keluarga dengan lansia. b. Mengetahui dan memahami pengetahuan keluarga tentang manajemen tekanan darah. c. Mengetahui dan memahami pentingnya pemeriksaan tekanan darah secara rutin ke pelayanan kesehatan d. Mengetahui dan memahami etiologi atau faktor pencetus masalah kesehatan dalam keluarga. e. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan keluarga dengan hipertensi. f.
Mengetahui dan memahami penatalaksanaan keluarga dengan hipertensi.
1.3 Manfaat a. Sebagai sumber infomasi bagi keluarga dengan lansia b. Sebagai sumber informasi bagi keluarga dengan anggota keluarga hipertensi.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Keluarga 2.1.1
Pengertian Keluarga Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Departemen Kesehatan RI, 1988). Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota (Sudhiarto, 2007). Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama lainnya dalam perannya dan menciptakan dan mempertahankan suatu budaya (Mubarak, 2012). Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain, keluarga berinteraksi satu sama
lain dan masing-masing mempunyai peran sosial
(suami, istri, anak, kakak dan adik) dan mempunyai tujuan menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota. 2.1.2
Tipe Keluarga Dalam (Sri Setyowati, 2007) tipe keluarga dibagi menjadi dua macam yaitu: 1. Tipe Keluarga Tradisional:
a. The nuclear family (keluarga inti): Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak.
b. The dyad family: keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam satu rumah.
c. Keluarga usila: keluarga yang terdiri dari suami istri yang sudah tua dengan anak sudah memisahkan diri.
3
d. The childless family: keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak terlambat waktunya, yang disebabkan karena mengejar karir/pendidikan yang terjadi pada wanita.
e. The extended family (keluarga luas/besar): keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah seperti nuclear family disertai : paman, tante, orang tua (kakak-nenek), keponakan, dll).
f. The single-parent family (keluarga duda/janda): keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah dan ibu) dengan anak, hal ini terjadi biasanya melalui proses perceraian, kematian dan ditinggalkan (menyalahi hukum pernikahan).
g. Commuter family: kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja diluar kota bisa berkumpul pada anggota keluarga pada saat akhir pekan (week-end).
h. Multigenerational family: keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.
i.
Kin-network: beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama. Misalnya : dapur, kamar mandi, televisi, telpon, dll).
j.
Blended family: keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang menikah
kembali
dan
membesarkan
anak
dari
perkawinan
sebelumnya.
k. The single adult living alone / single-adult family: keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan (separasi), seperti : perceraian atau ditinggal mati. 2. Tipe Keluarga Non-Tradisional a. The unmarried teenage mother: keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah. b. The stepparent family: keluarga dengan orangtua tiri. c. Commune family: beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara, yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok / membesarkan anak bersama. 4
d. The nonmarital heterosexual cohabiting family: keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan. e. Gay and lesbian families: seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama sebagaimana pasangan suami-istri (marital partners). f.
Cohabitating couple: orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena beberapa alasan tertentu.
g. Group-marriage family: beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga bersama, yang merasa telah saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu, termasuk sexual dan membesarkan anaknya. h. Group network family: keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilainilai, hidup berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan dan bertanggung jawab membesarkan anaknya. i.
Foster family: keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara dalam waktu sementara, pada saat orangtua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
j.
Homeless family: keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan
yang
permanen
karena
krisis
personal
yang
dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental. k. Gang: sebuah bentuk keluarga yang destruktif, dari orang-orang muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian, tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya. 2.1.3
Tahap Perkembangan Keluarga Meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangannya secara unik, namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola yang sama (Friedman, 1998): 1. Pasangan Baru (Keluarga Baru) Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki dan perempuan membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan (psikologis) keluarga masing-masing: a. Membina hubungan intim yang memuaskan b. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, kelompok sosial 5
c. Mendiskusikan rencana memiliki anak
2. Keluarga child-bearing (Kelahiran Anak Pertama) Keluarga yang menantikan kelahiran, dimulai dari kehamilan samapi kelahiran anak pertama dan berlanjut damapi anak pertama berusia 30 bulan: a. Persiapan menjadi orang tua. b. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan sexual dan kegiatan keluarga. c. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan. 3. Keluarga dengan Anak Pra-sekolah Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama (2,5 bulan) dan berakhir saat anak berusia 5 tahun: a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa aman. b. Membantu anak untuk bersosialisasi. c. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain juga harus terpenuhi. d. Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di luar keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar). e. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap yang paling repot). f.
Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
g. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak. 4. Keluarga dengan Anak Sekolah Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia enam tahun dan berakhir pada usia 12 tahun. Umumnya keluarga sudah mencapai jumlah anggota keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk: a. Membantu sosialisasi anak: tetangga, sekolah dan lingkungan b. Mempertahankan keintiman pasangan c. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, termasuk
kebutuhan
untuk
meningkatkan
kesehatan
anggota
keluarga
6
5. Keluarga dengan Anak Remaja Dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir sampai 6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat anak meninggalkan rumah orangtuanya. Tujuan keluarga ini adalah melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa: a. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab, mengingat remaja sudah bertambah dewasa dan meningkat otonominya b. Mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga c. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orangtua. Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan d. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga
6. Keluarga dengan Anak Dewasa (Pelepasan) Tahap ini dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahap ini tergantung dari jumlah anak dalam keluarga, atau jika ada anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua: a. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar b. Mempertahankan keintiman pasangan c. Membantu orangtua suami/istri yang sedang sakit dan memasuki masa tua d. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat e. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga 7. Keluarga Usia Pertengahan Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal: a. Mempertahankan kesehatan b. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-anak c. Meningkatkan keakraban pasangan
7
8. Keluarga Usia Lanjut Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai pada saat salah satu pasangan pensiun, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal damapi keduanya meninggal: a. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan b. Adaptasi dengan peruabahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan pendapatan c. Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat d. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat e. Melakukan life review (merenungkan hidupnya).
2.1.4
Keluarga Sebagai Unit Keperawatan Alasan keluarga sebagai unit pelayanan
(Friedman, 1998) adalah
sebagai berikut: 1. Keluarga sebagai unit utama masyarakat dan merupakan lembaga yang menyangkut kehidupan masyarakat. 2. Keluarga sebagai suatu dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah – masalah dalam kelompoknya. 3. Masalah-masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan dan apabila salah satu angota keluarganya mempunyai masalah kesehatan akan berpengaruh terhadap anggota keluarga yang lain. 4. Dalam memelihara kesehatan anggota keluarga sebagai individu (pasien) keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan dalam memelihara kesehatan anggota keluarganya yang menderita hipertensi. 5. Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah dalam upaya kesehatan bagi anggota keluarga yang menderita sakit hipertensi. 2.1.5
Peran Perawat Keluarga Dalam (Setiadi, 2008) memberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga ada beberapa peranan yang dapat dilakukan oleh perawat antara lain: a. Pemberian asuhan keperwatan kepada anggota keluarga. b. Pengenal/pengamat masalah dan kebutuhan kesehatan keluarga. c. Koordinator pelayanan kesehatan dan perawatan kesehatan keluarga. d. Fasilitator menjadikan pelayanan kesehatan itu mudah dijangkau. e. Pendidikan kesehatan, perawat dapat berperan sebagai pendidikan untuk merubah perilaku keluarga dari perilaku tidak sehat. 8
f.
Penyuluh dan konsultan, perawat dapat berperan memberikan petunjuk tentang Asuhan Keperawatan dasar terhadap keluarga disamping menjadi penasehat dalam mengatasi masalah-masalah perawatan keluarga.
2.2 Hipertensi 2.2.1 Definisi Hampir semua consensus/ pedoman utama baik dari dalam walaupun luar negeri, menyatakan bahwa seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang. Tekanan darah sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi. Adapun pembagian derajat keparahan hipertensi pada seseorang merupakan salah satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi (American Society of Hypertension and the International Society of Hypertension 2013).
Gb. Klasifikasi Hipertensi
2.2.2 Tanda dan Gejala Hipertensi
Nyeri kepala, pusing
Kelelalahan, lemas
Rasa berat di tengkuk
Sesak nafas
Kesemutan
Mata berkunang-kunang
Mimisan
Gangguan tidur
9
2.2.3 Penyebab Hipertensi
Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress psikososial dll ƒ
Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor
Asupan natrium (garam) berlebihan ƒ
Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium ƒ
Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi angiotensin II dan aldosteron ƒ
Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide natriuretik ƒ
Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonus vaskular dan penanganan garam oleh ginjal ƒ
Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh darah kecil di ginjal ƒ
Diabetes mellitus ƒ
Resistensi insulin ƒ
Obesitas ƒ
Meningkatnya aktivitas vascular growth factors
Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung, karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vaskular (Vasan RS et al, 2001)ƒ
2.2.4 Komplikasi Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain, maka akan
meningkatkan
mortalitas
dan
morbiditas
akibat
gangguan
kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung (Dosh SA, 2001). 10
2.2.5 Faktor Resiko
Faktor resiko mayor Hipertensi Merokok Obesitas (BMI ≥30), Immobilitas, Dislipidemia, Diabetes mellitus Mikroalbuminuria atau perkiraan GFR55 tahun untuk laki-laki, >65 tahun untuk perempuan), Riwayat keluarga untuk penyakit kardiovaskular prematur (laki-laki <55 tahun atau perempuan <65 tahun) (Dosh SA. 2001)
2.2.6 Penatalaksanaan 1. Non farmakologis Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4–6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi. Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :
Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.
Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari
Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/ hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya. 11
Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol
semakin
hari
semakin
meningkat
seiring
dengan
perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu dalam penurunan tekanan darah.
Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok (American Society of Hypertension and the International Society of Hypertension, 2013).
2. Farmakologis Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah >6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek samping, yaitu :
Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal
Berikan
obat
generic
(non-paten)
bila
sesuai
dan
dapat
mengurangi biaya
Berikan obat pada pasien usia lanjut (diatas usia 80 tahun) seperti pada usia 55 – 80 tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid
Jangan
mengkombinasikan
angiotensin
converting
enzyme
inhibitor (ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi farmakologi
Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur. Algoritme tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai guidelines memiliki persamaan prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme tatalaksana hipertensi secara umum (American Society of Hypertension and the International Society of Hypertension, 2013).
12
2.2.7 Diet Hipertensi 1. Tujuan diet
Membantu menurunkan tekanan darah
Membantu menghilangkan penimbunan cairan dalam tubuh atau edema atau bengkak
2. Syarat diet
Makanan beraneka ragam mengikuti pola gizi seimbang
Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi penderita
Jumlah garam disesuaikan dengan berat ringanya penyakit dan obat yang diberikan.
3. Cara mengatur diet
Rasa tawar dapat diperbaiki dengan menambah gula merah, gula pasir, bawang putih, jahe, kencur, salam dan bumbu lain yang tidak mengandung atau sedikit garam
Makanan lebih enak ditumis, digoreng, dipanggang walaupun tanpa garam
Bubuhkan garam saat diatas meja makan, gunakan garam beryodium tidak lebih dari setengah sendok teh perhari
Dapat menggunakan garam rendah natrium (Kementrian Kesehatan RI, 2011)
13