39-114-1-pb.pdf

  • Uploaded by: Sabila Dina
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 39-114-1-pb.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 3,490
  • Pages: 9
PENGARUH RASIO REAKTAN DAN JUMLAH KATALIS TERHADAP PROSES PEMBENTUKAN METIL ESTER DARI PALM FATTY ACID DISTILLATE (PFAD) LEILY NURUL KOMARIAH, ST.MT JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SRIWIJAYA Jl. Raya Palembang Prabumulih KM 32 OI JULI DIANA HARDI HOLIK JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SRIWIJAYA Jl. Raya Palembang Prabumulih KM 32 OI

Abstrak Biodiesel adalah senyawa metil ester atau etil ester yang terbuat dari minyak nabati yang digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk mengurangi ketergantungan atas bahan bakar fosil. Biodiesel lebih merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan karena bersifat terbaharukan dan tidak beracun. PFAD (Palm Fatty Acid Distillate) merupakan minyak nabati yang diperoleh dari hasil samping industri minyak goreng yang non-edibel dan dapat dikonversikan menjadi biodiesel. Pembuatan Metil Ester dari PFAD dilakukan melalui dua tahap reaksi yaitu : reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Pada reaksi esterifikasi digunakan katalis asam yaitu H2SO4, sedangkan reaksi transesterifikasi menggunakan katalis basa yaitu KOH. Dari penelitian ini diketahui dengan variasi perbandingan ratio mol minyak PFAD : MEOH adalah 1:1; 1:1,5; dan 1:2, penggunaan katalis asam (H2SO4) (1%, 2%, 3%), serta penggunaan katalis basa (KOH) (1%, 2%, 3%). Waktu reaksi berlangsung kurang lebih 60 menit. Kondisi optimum reaksi metanolisis PFAD diperoleh pada penambahan 3% H2SO4 dan 3% KOH dengan ratio minyak : MEOH adalah 1:1 . 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil sangat besar, hal ini terlihat dari setiap aktivitas masyarakat Indonesia sehari-hari yang tidak terlepas dari pemakaian bahan bakar, seperti untuk memasak, penerangan, transportasi dan angkutan. Namun demikian, ketersediaan bahan bakar minyak bumi di Indonesia semakin hari semakin terbatas. Berdasarkan data ESDM (2006), minyak bumi mendominasi 52,5% pemakaian energi di Indonesia, sedangkan penggunaan gas bumi sebesar 19%, batu bara 21,5%, air 3,7%, panas bumi 3%, dan energi terbarukan hanya sekitar 0,2% dari total penggunaan energi. Padahal menurut data ESDM (2006) cadangan minyak bumi Indonesia hanya sekitar 500 juta barel per tahun. Ini artinya jika terus dikonsumsi dan tidak ditemukan cadangan minyak baru atau tidak ditemukan teknologi baru, diperkirakan cadangan minyak bumi Indonesia akan habis dalam waktu dua puluh tiga tahun mendatang (lihat tabel 1).

Tabel 1. Ketersediaan energi fosil di Indonesia Energi Fosil

Minyak Bumi

Gas

Bat u Bar a

Sumber daya

86,9 miliar barel 9 miliar barel

384,7 TSCF 182 TSCF

57 mili ar ton 19,3 mili ar ton 130 juta ton

Cadangan Produksi per tahun Ketersediaan (tanpa eksplorasi cadangan/pro duksi) tahun

500 juta barel

23

62

146 Sumber : Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, 2006

Oleh karena itu diharapkan adanya solusi untuk mengatasi persoalan bahan bakar minyak bumi ini. Diantara berbagai solusi itu adalah pengembangan bahan bakar alternatif berbahan baku nabati atau bahan bakar nabati (biofuels). Pemerintah serius menggarap

1

program ini secara menyeluruh. Itu ditunjukkan oleh terbitnya Peraturan Presiden No 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Instruksi Presiden No 1/2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain pada 25 Januari 2006. (Goenadi, 2006). Salah satu bahan bakar alternatif yang berpotensi untuk mengatasi permasalahan bahan bakar di Indonesia adalah biodisel. Biodiesel merupakan bahan bakar yang dihasilkan dari reaksi antara minyak dengan alkohol dengan bantuan katalis (H2SO4 dan KOH). Biodiesel dimanfaatkan sebagai campuran pada bahan bakar seperti bensin dan solar dengan perbandingan komponen campuran dalam persentase tertentu. Biodiesel dihasilkan dari bahan baku yang edible dan non edible. Bahan baku yang edible adalah bahan baku minyak nabati yang masih dapat diolah untuk konsumsi pangan, seperti kelapa sawit (CPO), kacang tanah, singkong, tebu dan kelapa, sedangkan bahan baku non edible adalah bahan baku minyak nabati yang tidak dapat diolah untuk konsumsi pangan dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel contoh jarak pagar. Indonesia, sebagai negara agraria, mempunyai peluang sangat besar untuk mengembangkan biodiesel. Pemerintah menetapkan empat sumber biofuel, yaitu kelapa sawit, singkong, minyak jarak dan tebu. Tanaman jarak, kelapa dan kelapa sawit mengandung minyak yang tinggi yaitu di atas 1.600 liter tiap ha. Ketiga tanaman tersebut sangat potensial untuk dikembangkan dan digunakan sebagai bahan baku biodiesel karena memiliki kandungan minyak yang tinggi dan tersedia dalam jumlah cukup melimpah, dan ditambahkan lagi oleh Soeseno (2007) bahwa, tanaman yang cocok untuk pengembangan biofuel adalah tanaman mampu mencapai produktivitas 3-3,5 ton per hektar dan ini dapat dicapai oleh tanaman kelapa sawit. Salah satu produk dari tanaman kelapa sawit adalah CPO dan turunannya (PFAD). PFAD dihasilkan dari pengolahan CPO untuk industri minyak goreng. PFAD tidak diizinkan untuk dibuat minyak goreng karena beracun.Walaupun demikian, bahan ini

masih bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan FAME yang relatif murah karena harga PFAD sekitar 80% dari harga CPO standar. Dengan potensi tersedianya PFAD sekitar 0,21 juta ton per tahun, maka bisa dihasilkan FAME sebesar 0,189 juta ton. Nilai ini setara dengan 3,78 juta ton atau 4.195,8 juta liter biosolar per tahun (jenis B5). Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merasa perlu dilakukan uji coba melalui penelitian ini untuk melakukan proses metanolisis PFAD menjadi metil ester dengan menggunakan katalis H2SO4 dan KOH. 1.2.

Rumusan Masalah PFAD merupakan produk samping dari pengolahan CPO untuk industri minyak goreng. Minyak PFAD dapat dikonversi menjadi metil ester melalui dua tahapan terlebih dahulu yaitu melalui proses esterifikasi dan trans-esterifikasi dengan bantuan katalis H2SO4 dan KOH sehingga menghasilkan metil ester dan gliserol. Permasalahan yang akan diteliti adalah : 1. Pengaruh ratio mol minyak PFAD dengan metanol pada reaksi esterifikasi dan transesterifikasi untuk membentuk metil ester. 2. Pengaruh perbandingan jumlah katalis H2SO4 yang digunakan pada reaksi esterifikasi dalam menghasilkan metil ester yang optimal pada reaksi biodiesel. 3. Pengaruh perbandingan jumlah katalis KOH yang digunakan pada reaksi transesterifikasi dalam menghasilkan metil ester yang optimal pada reaksi biodiesel.

1.3.

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh rasio reaktan terhadap kondisi minyak PFAD menjadi metil ester. 2. Untuk mengetahui pengaruh perbandingan jumlah katalis

2

3.

1.4.

1.5.

H2SO4 terhadap pembentukan metil ester. Untuk mengetahui pengaruh perbandingan jumlah katalis KOH terhadap pembentukan metil ester.

Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai referensi informasi kondisi operasi yang optimal seperti perbandingan rasio reaktan, perbandingan jumlah katalis baik H2SO4 maupun KOH dalam proses esterifikasi dan transesterifikasi untuk menghasilkan metil ester. 2. Sebagai bahan pertimbangan untuk penggunaan minyak PFAD sebagai bahan baku Biodiesel. 3. Untuk meningkatkan nilai ekonomis dari PFAD Hipotesa Penelitian 1. Peningkatan rasio mol reaktan yang digunakan dapat meningkatkan konversi pembentukan metil ester. 2. Peningkatan jumlah katalis H2SO4 dapat mempengaruhi reaksi esterifikasi 3. Peningkatan jumlah katalis kOH dapat mempengaruhi reaksi transesterifikasi sehingga mengoptimalkan reaksi pembentukan metil ester.

II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juli 2008 di Laboratorium Penelitian Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik dan Laboratorium Energi RUSNAS PEBT, Universitas Sriwijaya Inderalaya. 2.2. Alat dan Bahan 2.2.1. Alat Penelitian 1. Alat untuk Proses :

Rangkaian alat berupa labu leher tiga yang dilengkapi dengan termometer, pendingin balik, jacket heater, dan pengaduk mekanis. 2. Alat untuk analisa : Desikator, oven pemanas, Neraca analitis, Piknometer, Alat titrasi, pipet tetes,alat –alat gelas lain yang umum digunakan dalam laboratorium (erlenmeyer, beker glass, gelas ukur, labu ukur, botol timbang) 2.2.2. Bahan Penelitian 1.Bahan Untuk Proses - PFAD, Metanol 96%, H2SO4 2.Bahan Untuk Analisa - NaOH, HCl, KOH, aquadest, indikator PP. 2.3. Metode dan Prosedur Penelitian 2.3.1.. Prosedur Analisa Bahan Baku 1) Penentuan Kadar Air Botol kaca dibersihkan kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 100oC selama 1 jam. Setelah didinginkan dalam desikator selama 15 menit botol ini ditimbang. PFAD yang telah cair dimasukkan dalam botol kemudian ditimbang beratnya. Botol kaca yang berisi 3 gram PFAD dipanaskan dalam oven pada suhu 110oC selama 1 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator, setelah dingin ditimbang beratnya. Ulangi beberapa kali hingga beratnya konstan. 2. Penentuan Densitas Piknometer dibersihkan kemudian dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 100oC setelah didinginkan dalam desikator selama 15 menit piknometer ini ditimbang. Bahan dimasukkan dalam piknometer dalam hal ini bahan tersebut adalah PFAD dan Metanol. Kemudian ditimbang beratnya. 3. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas PFAD yang akan diuji ditimbang sebanyak 5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan metanol sebanyak 50 ml yang telah dinetralkan dengan 0,1 NaOH . Campuran dipanaskan selama 2 menit sambil digoyang – goyang untuk melarutkan asam lemak bebasnya. Setelah dingin dititrasi dengan KOH 0,1 N dengan menggunakan indikator PP sampai terbentuk warna merah muda. 4. Penentuan kadar Asam Lemak Total

3

PFAD yang akan diuji ditimbang sebanyak 5 gram kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Lalu ditambahkan 50 ml KOH 0,5 N yang dilarutkan dalam alkohol (40 gr KOH dalam 1 liter alkohol). Labu erlenmeyer dihubungkan ke pendingiun balik dan campuran dipanaskan selama 1 jam. Setelah itu campuran didinginkan kemudian dititrasi dengan HCl 0,5 N dengan indikator PP untuk mengetahui kelebihan KOH. Selain itu dilakukan titrasi blanko terhadap larutan KOH dalam alkohol ( tanpa minyak). 2.3.2. Perlakuan Sampel terhadap Variabel yang diinginkan (1) Pengaruh Perbandingan Ratio Minyak PFAD dan alkohol PFAD direaksikan dengan metanol dengan perbandingan variasi ratio yaitu (1: 1), (1 : 1,5), 1: 2. pada temperatur konstan yaitu 70oC selama 60 menit (1 jam). (2) Pengaruh Perbandingan katalis H2SO4 PFAD direaksikan dengan metanol yang telah dicampur dengan H2SO4 dari variasi yaitu 1%, 2%, dan 3%. Reaksi ini berlangsung pada temperatur 70oC selama 60 menit (1 jam). (3) Pengaruh Perbandingan Katalis KOH PFAD direaksikan dengan metanol yang telah dicampur dengan KOH pada temperatir 70oC dengan perbandingan mulai dari 1%, 2%, dan 3%. Reaksi ini berlangsung selama 60 menit (1 jam). 2.3.3. Prosedur Pembuatan Metil Ester 1) Reaksi esterifikasi 1. Cairkan bahan baku PFAD terlebih dahulu hingga mencapai ukuran 100 ml. 2. Setelah PFAD berbentuk liquid, masukkan minyak PFAD ke dalam labu leher tiga yang telah dilengkapi dengan thermometer, pemanas, dan kondenser. Kemudian dipanaskan sampai suhu mencapai 70oC. Reaksi ini berlangsung secara batch. 3. Campurkan methanol dan katalis dalam jumlah tertentu kedalam minyak yang telah dipanaskan tersebut. 4. Reaksikan campuran tersebut selama 1 jam.

5.

Setelah 1 jam minyak tersebut diangkat dan didinginkan. 2) Reaksi Transessterifikasi Setelah minyak didinginkan dan dihilangkan alkoholnya, kemudian dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi yaitu 1. Minyak yang telah terbentuk pada reaksi esterifikasi dipanaskan kembali pada suhu 70oC. 2. Setelah mencapai temperatur 70oC, minyak tersebut ditambahkan dengan campuran metanol dan katalis KOH dalam jumlah tertentu. 3. Reaksikan campuran minyak, alkohol dan KOH tersebut selama 1 jam, reaksi ini berlangsung pada kondisi batch. 4. Setelah 1 jam minyak tersebut diangkat dan didinginkan, serta dihilangkan alkoholnya. 5. Diamkan selama 24 jam agar terlihat dua lapisan yaitu lapisan atas metil ester dan lapisan bawah berupa gliserol, kemudian kedua lapisan tersebut dipisahkan dengan corong pemisah. 6. Metil Ester yang telah terpisah kemudian dicuci dengan cara mencampurkan air yang telah dipanaskan pada suhu 50oC. 7. Diamkan sampai terbentuk dua lapisan, kemudian dua lapisan tersebut dipisahkan dengan corong pemisah. Lakukan hal ini beberapa kali hingga hasil cucian terakhir terlihat bersih. 8. Terakhir lakukan pemanasan pada metil ester (biodiesel) sampai suhu 100oC untuk menghilangkan kadar alkohol yang masih ada pada biodiesel. 9. Lakukan percobaan yang sama untuk variasi minyak & metanol (1:1, 1: 1,5, 1 : 2), perbandingan katalis H2SO4 (1%, 2% dan 3%) serta perbandingan katalis KOH (1%, 2%, dan 3% ) 10. Metil Ester (biodiesel) dapat dianalisa. 2.3.4. Prosedur Analisa Hasil Analisa Metil Ester Metil Ester yang merupakan hasil reaksi dipisahkan dari gliserol pada lapisan bawah dengan menggunakan corong pemisah. Produk utama ini diuji sifat fisisnya antara lain : 1. Densitas 2. Angka penyabunan

4

suhu 70oC selama 60 menit pada variasi perbandingan H2SO4 (1%, 2%, 3%) dan KOH (2%).

Angka Asam Viskositas kinematik

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Pembahasan Dari data hasil penelitian dapat dibuat grafik hubungan antara variabel reaksi dengan berat metil ester yang dihasilkan, viskositas kinematik, densitas, angka asam dan angka penyabunan. 3.2.1. Pengaruh rasio metanol vs PFAD 3.2.1.1. Pengaruh rasio metanol vs PFAD terhadap berat metil ester yang diperoleh dengan variasi jumlah katalis Berat Metil Ester (gr)

90 80 70

A1B1 A2B1 A3B1

60 50 40 30 1

1.5

2

Rasio Metanol terhadap Minyak

Gambar 6. Grafik pengaruh rasio metanol terhadap berat metil ester pada suhu 70oC selama 60 menit pada variasi perbandingan H2SO4 (1%, 2%, 3%) dan KOH (1%). Keterangan : A1B1 = Katalis Asam 1%, Katalis Basa 1% (H2SO4 1%, KOH 1%) A2B1 = Katalis Asam 2%, Katalis Basa 1% (H2SO4 2%, KOH 1%) A3B1 = Katalis Asam 3%, Katalis Basa 1% (H2SO4 3%, KOH 1%)

Berat Metil Ester (gr)

90 84 78

A1B2 A2B2

72

A3B2

66 60 1

1.5

2

Rasio Metanol terhadap Minyak

Gambar 7. Grafik pengaruh rasio metanol terhadap berat metil ester pada

90 Berat Metil Ester (gr)

3. 4.

82 A1B3

74

A2B3 66

A3B3

58 50 1 1.5 2 Rasio Metanol terhadap Minyak

Gambar 8. Grafik pengaruh rasio metanol terhadap berat metil ester pada suhu 70oC selama 60 menit pada variasi perbandingan H2SO4 (1%, 2%, 3%) dan KOH (3%). Berdasarkan gambar 6, 7, dan 8, dapat dilihat grafik hubungan antara rasio metanol terhadap berat metil ester dengan variasi perbandingan H2SO4 dan KOH pada reaksi metanolisis PFAD pada suhu 70oC. Dari gambar 6, 7 dan 8, dilihat bahwa nilai berat metil ester terendah didapat pada rasio metanol 1, dengan perbandingan H2SO4 1% dan KOH 1%, sedangkan berat metil ester tertinggi diperoleh pada grafik dengan rasio metanol 2, dengan perbandingan H2SO4 3% dan KOH 1 %. Nilai berat metil ester semakin lama semakin besar seiring dengan penambahan perbandingan katalis H2SO4 dan KOH. Penambahan rasio reaktan dapat mempengaruhi berat metil ester. Semakin besar rasio reaktan metamol maka semakin besar pembentukan metil ester yang diperoleh. Grafik pada gambar 8, memperlihatkan ketidakstabilan berat metil ester yang diperoleh. Pada grafik tersebut dengan perbandingan A2B2 terlihat bahwa berat metil ester yang diperoleh pada rasio metanol 2 yang seharusnya naik, tetapi pada grafik memperlihatkan penurunan, sama halnya dengan perbandingan A3B2 terlihat bahwa berat metil ester yang diperoleh pada rasio metanol 1,5 dan 2 terjadi penurunan.

5

3.2.1.2.

Pengaruh rasio terhadap Viskositaskinematik Metil Ester yang diperoleh dengan variasi jumlah katalis

8.7 8.2 Vk (cst)

Ketidakstabilan berat metil ester yang diperoleh kemungkinan dapat terjadi karena kurang teliti pada waktu melakukan treatment untuk memisahkan metil ester dan gliserol, sehingga banyak metil ester yang terbuang pada proses pencucian.

A1B3

7.7

A2B3 7.2

A3B3

6.7 6.2 1

1.5

2

Rasio Metanol terhadap Minyak

9.1

Vk (cst)

8.6 8.1 A1B1

7.6

A2B1

7.1

A3B1

Gambar 11. Grafik pengaruh rasio metanol terhadap viskositas kinematik metil ester (Vk) pada suhu 70oC dengan perbandingan H2SO4 (1%,2%, 3%) dan KOH (3%).

6.6 6.1 1 1.5 2 Rasio Me tanol te rhadap M inyak

Gambar9. Grafik pengaruh rasio metanol terhadap viskositas kinematik metil ester (Vk) pada suhu 70oC dengan perbandingan H2SO4 (1%, 2%, 3%) dan KOH (1%). 9.7

Vk (cst)

9.2 A1B2

8.7

A2B2 8.2

A3B2

7.7 7.2 1

1.5

2

Rasio Metanol terhadap Minyak

Gambar 10. Grafik pengaruh rasio metanol terhadap viskositas kinematik metil ester (Vk) pada suhu 70oC dengan perbandingan H2SO4 (1%,2%, 3%) dan KOH (2%).

Berdasarkan gambar 9,10 dan 11, dapat dilihat grafik hubungan antara rasio metanol terhadap viskositas kinematik metil ester dengan perbandingan H2SO4 dan KOH yang bervariasi pada reaksi metanolisis PFAD dengan suhu 70oC. Dari gambar 9,10 dan 11 dilihat bahwa nilai viskositas kinematik tidak terlalu jauh berbeda, tetapi bila diamati dapat dilihat bahwa nilai terendah didapat pada grafik dengan rasio 1.5, dan pada perbandingan H2SO4 2% sedangkan KOH 1%. Penambahan rasio reaktan dapat mempengaruhi viskositas kinematik metil ester. Semakin besar rasio reaktan maka semakin besar laju reaksi pembentukan metil ester yang diperoleh sehingga dapat dikatakan semakin banyak reaktan (PFAD) yang terkonversi menjadi metil ester. Dengan makin besarnya metil ester yang terbentuk maka nilai viskositas semakin rendah. Akan tetapi pada grafik diatas nilai viskositas terbesar diperoleh pada rasio metanol 1, dengan perbandingan H2SO4 (3%) dan KOH (2%). Ketidaksesuaian grafik pada gambar diatas kemungkinan dapat terjadi karena kurang teliti pada waktu melakukan treatment untuk memisahkan metil ester dan gliserol, dimana sebagian gliserol masih terdapat metil ester sehingga mengakibatkan viskositas kinematiknya tinggi.

6

Pengaruh H2SO4 dan KOH Pengaruh H2SO4 dan KOH terhadap Densitas Metil Ester yang diperoleh dengan variasi rasio reaktan

0.89

0.88

rasio 1 rasio 1.5 rasio 2

0.87

0.86 A1B1

A2B1

A3B1

Katalis H2SO4 dan KOH

3.2.2.2.

Pengaruh H2SO4 dan KOH terhadap Angka Penyabunan Metil Ester yang diperoleh dengan variasi rasio reaktan

202 Angka penyabunan Metil Ester

D e ns ita s M e til Es te r (gr/m l)

3.2.2. 3.2.2.1.

190 178 rasio 1 166

rasio 1.5 rasio 2

154 142 130 A1B1

A2B1

A3B1

Katalis H2SO4 dan KOH

Gambar 12. Grafik pengaruh jumlah katalis terhadap H2SO4 dan KOH densitas metil ester pada suhu 70oC pada variasi rasio reaktan dengan waktu reaksi 60 menit.

Gambar 13. Grafik pengaruh jumlah katalis H2SO4 dan KOH terhadap angka penyabunan metil ester pada suhu 70oC selama 60 menit.

Berdasarkan gambar 12, dapat dilihat grafik hubungan antara jumlah katalis H2SO4 dan KOH terhadap densitas metil ester dengan variasi rasio reaktan pada suhu 70oC. Dari gambar 12, dilihat bahwa nilai densitas terendah didapat pada grafik dengan perbandingan jumlah katalis H2SO4 (1%) dan KOH (1%) pada rasio metanol 1, sedangkan nilai densitas tertinggi diperoleh pada jumlah katalis H2SO4 (3%) dan KOH (1%) pada rasio metanol 2. Dari gambar 12, dapat diketahui bahwa rasio reaktan mempunyai pengaruh terhadap densitas metil ester. Semakin besar rasio reaktan maka semakin besar densitas metil ester yang diperoleh. Sama halnya untuk perbandingan H2SO4 dan KOH semakin besar perbandingan katalis asam (H2SO4) maka semakin besar densitas yang dihasilkan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa katalis asam berpengaruh terhadap nilai densitas metil ester.

Berdasarkan gambar 13, dapat dilihat grafik hubungan antara jumlah katalis terhadap angka penyabunan metil ester dengan variasi rasio reaktan pada suhu 70oC. Dari gambar 13, dilihat bahwa nilai angka penyabunan stabil untuk perbandingan jumlah katalis H2SO4 dan KOH, akan tetapi untuk perbandingan reaktan nilai angka penyabunan terendah diperoleh pada rasio metanol 1, dan tertinggi diperoleh pada rasio metanol 2. Dari gambar 13, dapat diketahui bahwa rasio reaktan mempunyai pengaruh terhadap bilangan penyabunan metil ester. Semakin besar rasio reaktan maka semakin besar bilangan penyabunan metil ester yang diperoleh, sedangkan untuk jumlah katalis tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan angka penyabunan.

7

3.2.2.3.

Pengaruh H2SO4 dan KOH terhadap Angka Asam Metil Ester yang diperoleh dengan variasi rasio reaktan

3.

28 Angka Asam Metil Ester

2.

27 rasio 1

26

rasio 1.5 25

rasio 2

4.

24 23 A1B1

A2B1

A3B1

Katalis H2SO4 dan KOH

5. Gambar 14. Grafik pengaruh jumlah katalis H2SO4 dan KOH terhadap angka asam metil ester pada suhu 70oC selama 60 menit dengan variasi rasio reaktan. Berdasarkan gambar 14, dapat dilihat grafik hubungan antara jumlah katalis H2SO4 dan KOH terhadap angka asam metil ester dengan perbandingan rasio reaktan pada suhu 70oC. Dari gambar 14, dilihat bahwa nilai angka asam terendah didapat pada grafik dengan rasio metanol 2, dengan perbandingan jumlah katalis H2SO4 (3%) dan KOH (1%), sedangkan yang tertinggi diperoleh pada rasio metanol 1, dengan jumlah katalis H2SO4 (1%) dan KOH (1%). Dari gambar 14, dapat diketahui bahwa rasio reaktan mempunyai pengaruh terhadap angka asam metil ester. Semakin besar rasio reaktan maka semakin kecil angka asam metil ester yang diperoleh, sama halnya dengan perbandingan H2SO4 dan KOH semakin besar perbandingan katalis H2SO4 dan KOH maka semakin kecil angka asam yang dihasilkan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa untuk angka asam semakin kecil rasio dan perbandingan katalis H2SO4 dan KOH yang digunakan maka semakin kecil angka asam yang diperoleh.

Semakin banyak reaktan (PFAD) yang terkonversi menjadi produk (metil ester) maka viskositas kinematik metil ester akan semakin kecil. Semakin besar rasio reaktan maka semakin besar densitas yang diperoleh, sebaliknya semakin besar jumlah katalis asam (H2SO4) yang digunakan maka semakin kecil nilai densitas. Semakin besar perbandingan H2SO4 dan KOH serta rasio yang digunakan dalam pembuatan metil ester maka semakin besar bilangan penyabunan yang diperoleh. Untuk nilai angka asam semakin kecil rasio dan perbandingan katalis H2SO4 dan KOH yang digunakan maka semakin kecil angka asam yang diperoleh.

4.2. Saran 1. Karena PFAD memiliki memiliki kadar FFA (kandungan asam lemak bebas) yaitu lebih dari 5% maka, sebaiknya sebelum dilakukan proses reaksi, terlebih dahulu dilakukan proses pretreatment (degumming) agar dapat diperoleh biodiesel (metil ester) dengan kualitas yang baik. 2. Setelah proses treatment hendaknya dipastikan bahwa di dalam metil ester tidak terdapat lagi kandungan air dan gliserol. 3. Diharapkan pada penelitian selanjutnya, ada penambahan variabel operasi yang hendak diteliti sehingga dapat diketahui kondisi- kondisi optimal yang diperoleh untuk pembentukan metil ester dari bahan baku PFAD.

IV. PENUTUP 4.1. Kesimpulan 1. Semakin besar rasio reaktan maka semakin besar laju reaksi sehingga makin banyak reaktan (PFAD) yang terkonversi menjadi produk (metil ester).

8

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, 2006. Ketersediaan Energi Fosil di Indonesia. Jakarta. Edo Sumarendra, Roy Hendroko. 2006. Menghasilkan Biodiesel Murah. Jakarta : Agromedia Erliza Hambali, Siti Mujdalipah ,dkk. 2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta : Agromedia. Griffin,

R.C.1955. Technical Method of Analysis, Second Edition. Mc.Graw Hill Book Company. Inc New York

Groggins. Unit Process in Organic Synthesis, Fifth Edition. Mc.Graw Hill Book Company, New York. Indartono,

Ketaren,

Y.S. “Mengenal Biodiesel : Karakteristik Produksi”, http : // www. indeni.org S.

1986. Pengantar Teknologi Minyak dan lemak Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia.

Levenspiel, Octave.1972. Chemical Reaction Engineering, Second Edition. John Wiley and Sons. Inc Oregon. Mulyantara, Tri dan Koes Sulistiadji.2006. Biodiesel, Bahan Bakar Campuran Ramah Lingkungan. www.Balipost.com, 2006. Pasaribu, Nurhida 2004. Minyak Buah Kelapa Sawit dalam www. Article.co.id

9

More Documents from "Sabila Dina"

39-114-1-pb.pdf
December 2019 12
Proposal.docx
April 2020 24
May 2020 40
Alpha A
November 2019 68
Kebijakan Ponek Ok.docx
November 2019 44